1. MENGGUGAT BIAYA TUNJANGAN KESEHATAN DI BUMN
Meneg BUMN mulai gerah melihat fenomena ketidak rasionalan biaya tunjangan
kesehatan yang sudah bertahun-tahun terjadi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Praktek pemborosan ini semakin mengkhawatirkan karena secara signifikan mulai
menggerogoti kemampuan investasi bahkan operasional dari BUMN itu sendiri yang
pada gilirannya akan mengancam penerimaan negara. Mengantisipasi kondisi ini
pemerintah secara khusus mengeluarkan kebijakan baru berupa Surat Edaran dari Menteri
Negara BUMN No: SE-01/MBU/2008 tanggal 15 Januari 2008 dengan salah satu
prioritasnya berupa Program Rasionalisasi Tunjangan/Fasilitas Asuransi Kesehatan bagi
Komisaris/Direksi serta Karyawan.
Inefisiensi Luar Biasa
Bagi masyarakat awam tentu akan sulit memahami mengapa muncul inefisiensi
biaya kesehatan di BUMN. Jangankan masyarakat, anehnya bahkan pemerintah sendiri
nampaknya kecolongan dengan keadaan ini. Meneg BUMN mensinyalir saat ini ada
BUMN yang melaporkan biaya kesehatan per tahun mencapai Rp.1,2 juta per orang
sehingga jika diakumulasi dengan jumlah total pegawai seluruh BUMN sekitar 1 juta
orang maka dana yang harus dikeluarkan negara bisa mencapai Rp 1,2 triliun per tahun.
Jika data itu ternyata belum memasukkan para pensiunan dan anggota keluarga yang
selama ini juga ikut ditanggung maka jumlah total biayanya akan berlipat hampir
mendekati Rp.5 triliun per tahun. Sebuah pemborosan dan ketidak adilan yang sungguh
luar biasa! Jumlah yang sama setidaknya lebih dari cukup buat menutup anggaran tahun
2008 program jamkesmas/askeskin yang hanya butuh Rp.4,6 triliun namun akan bisa
menyelamatkan 76,4 juta nyawa maskin se Indonesia!
Ironisnya ketidak adilan ini bukan hanya kepada masyarakat miskin, akan tetapi
juga terjadi pada sesama abdi negara yaitu PNS dan TNI-Polri yang memang telah
lama termarginalisasi lewat askes wajibnya dengan paket benefit sangat minim ditambah
lagi aturan cost sharing alias harus ikut nomboki biaya kesehatannya dengan jumlah yang
tidak sedikit. Melihat berbagai ketimpangan ini ditengarai pemerintah masih belum
paham atau mungkin tutup mata, meskipun disisi lain diakui saat ini mulai ada upaya
pengendalian biaya demi mengurangi pemborosan luar biasa dari biaya kesehatan di
BUMN.
Banyak Celah
Sekilas memang sudah dilakukan terobosan awal melalui klausul bahwa semua
BUMN dihimbau agar minimal melakukan benchmarking dengan produk PT. Askes
khususnya Askes Gold untuk level karyawan dan Askes Diamond/Platinum bagi
komisaris/ direksi. Disisi lain BUMN masih diberi kebebasan untuk merancang
pemberian tunjangan kesehatan baik dikelola secara internal atau menggunakan jasa
asuransi kesehatan eksternal dengan syarat harus mempertimbangkan efisiensi,
sustainabiltas dan kemampuan masing-masing. Syarat lain jika akan dikelola secara
internal maka total biaya tunjangan kesehatannya tidak boleh melampaui total biaya
premi asuransi yang ditawarkan oleh pihak eksternal.
Akan tetapi jika tidak hati-hati masih banyak celah kemungkinan terjadinya
inefisiensi bukan karena tidak ada pembatasan tetapi jangan sampai jumlah biaya premi
askes yang kelak jadi beban rutin untuk dibayarkan ke pihak askes eksternal justeru
nilainya lebih besar dibandingkan jumlah total biaya riil yang dikeluarkan saat ini melalui
2. pengelolaan internalnya. Banyak BUMN yang saat ini telah mengelola dana tunjangan
kesehatan secara mandiri dengan memanfaatkan lembaga atau yayasan yang dibentuk
untuk tugas tersebut. .
Sebagai ilustrasi singkat perkembangan terakhir, berdasarkan perjanjian
kerjasama tahun 2008 antara PT. Askes dan DPR RI diputuskan memilih produk Askes
Platinum (setara level minimal bagi direksi/komisaris BUMN) untuk semua anggota
dewan beserta anggota keluarga sebanyak 2.044 jiwa, dialokasikan total premi setahun
mencapai Rp.23,9 miliar berarti sekitar Rp. 11,6 juta per jiwa per tahun atau hampir Rp. 1
juta per bulan dihabiskan untuk askes para wakil rakyat yang terhormat beserta
keluarganya. Jumlah ini ekuivalen dengan opportunity cost untuk tambahan kuota
400.000 orang rakyat miskin yang tidak tercover program jamkesmas sehingga bisa
terselamatkan kesehatan bahkan nyawa mereka selama satu tahun.
Sedangkan menurut berbagai sumber untuk premi Askes Gold (level minimal bagi
karyawan dan pensiunan BUMN) jika merujuk yang selama ini ditawarkan besarannya
bervariasi antara Rp. 100 - 150 ribu per bulan tergantung kelas perawatan, atau setara
dengan Rp. 1,2 - 1,8 juta per tahun. Jumlah ini relatif sama atau malah lebih besar dari
unit cost kesehatan sebagaimana yang dikeluhkan pemborosannya oleh Meneg BUMN.
Jika demikian maka surat edaran yang dia keluarkan bisa dinilai masih prematur yang
justeru bisa jadi bumerang bagi BUMN itu sendiri, bukannya untung malah buntung.
Dikhawatirkan untuk melaksanakan peran utamanya sebagai lokomotif perekonomian
nasional kedepan akan makin berat karena program rasionalisasi tunjangan kesehatan di
BUMN ternyata belum tepat sasaran dan masih perlu kajian yang mendalam.
(Sutopo Patria Jati, staf pengajar FKM UNDIP)