1. 1
MIKROORGANISME PENYEBAB
KERUSAKAN PADA IKAN DAN
HASIL PERIKANAN LAINNYA
Oleh :
Daniel H. Ndahawali
Abstract
Microorganisms can cause a variety of changes in both biochemical and physically
that can cause unwanted properties, which in turn leads food damaged and rot.
Best efforts to maintain the quality of the fishery products as follows : (1) reducing
the number of microorganisms and enzymes, where spoilage bacteria found on
the skin and especially on the gills and intestinals; (2) Killing or inhibiting the
activity of bacteria and enzymes with use of low temperatures, high temperature,
moisture reduction, use of antiseptics and radiation; (3) Protecting fishery
products from bacterial contamination and cause other damage that comes from
outside.
I. Pendahuluan
Sebagai sumber pangan ikan dan hasil perikanan lainnya merupakan
komoditi yang mudah busuk. lkan mulai mengalami proses pembusukan sejak
pertama kali ditangkap. Proses pembusukan ini dapat disebabkan oleh aktivitas
enzim, aktivitas mikroorgnisme yang terdapat dalam tubuh ikan itu sendiri, atau
karena adanya proses oksidasi pada lemak tubuh oleh udara. Tubuh ikan
mengandung air yang cukup tinggi yaitu 60-80 % serta mempunyai pH tubuh
mendekati netral yaitu pH 7,2 sehingga bisa menjadi media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri pembusuk. Disamping itu, daging ikan juga memiliki
tenunan pengikat tendon yang sedikit hingga mudah dicerna oleh enzim
autolisis. Selanjutnya menurut Moeljanto (1992), daging ikan sangat cepat
mengalami pembusukan bagaimanapun baiknya penanganan yang dilakukan,
tidak akan mungkin membuat ikan tetap segar. Namun yang diusahakan adalah
menghambat proses pembusukan (penguraian jaringan) sehingga dapat
disimpan lebih lama dalam keadaan baik dan masih layak untuk dikonsumsi.
Mikroorganisme dapat menimbulkan bermacam perubahan baik secara
biokimiawi maupun fisikawi yang dapat menyebabkan timbulnya sifat-sifat yang
tidak dikehendaki atau yang tidak disukai dan akhirnya menjurus pada
kerusakan secara keseluruhan yaitu menjadi bahan pangan menjadi busuk,
namun demikian masih sulit untuk mengetahui perubahan mana yang terjadi
lebih dahulu, sehingga dapat ditentukan secara pasti tahap permulaan
terjadinya perubahan yang disebabkan oleh mikorganisme walapun berbagai
2. 2
cara pengujian kimiawi dan mikrobiologis serta pegujian fisikawi dapat
dikerjakan untuk mengetahui kerusakan ikan dan hasil perikanan lainnya.
Sebagai contoh dari keadaan fisiknya dapat diketahui dengan timbulnya lendir,
warna permukaan badan yang suram, dan mata keruh namun semua hanya
merupakan dampak dari kerusakan yang sesungguhnya sudah sampai pada
tahap lanjut. Selanjutnya secara kimiawi, kerusakan ikan dapat diketahui
dengan adanya perubahan pH pada daging ikan, timbulnya asam, timbulnya zat
bau yang tidak sedap, sedangkan cara mikrobiologis pada umumnya kurang
praktis digunakan untuk mengetahui kerusakan ikan karena lamanya waktu
yang diperlukan untuk analis di laboratorium.
II. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Mikroorganisme
Pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan seluruh unsur pokok
kimia sel. Hal tersebut merupakan suatu proses yang memerlukan replikasi
seluruh struktur, organel, dan komponen protoplasma seluler dengan adanya
nutrien dalam lingkungan sekelilingnya. Dalam pertumbuhan bakteri, semua
substansi esensial harus tersedia untuk sintesis dan pemeliharaan
protoplasma, dengan sumber energi, dan kondisi lingkungan yang sesuai.
Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dalam pangan ditentukan dari
berbagai faktor yang saling terkait. Berbagai faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme dalam pangan antara lain ditentukan oleh
karateristik fisika-kimia pangan (faktor intrinsik), dan kondisi lingkungan
penyimpanan (faktor ekstrinsik), (Adams dan Moss, 2008).
a. Faktor intrinsik pangan
Ketersediaan Nutrisi
Mikroorganisme membutuhkan zat nutrisi pokok tertentu untuk
pertumbuhan dan pemeliharaan fungsi-fungsi metabolismenya. Jumlah dan
jenis zat nutrisi yang dibutuhkan tergantung dari masing-masing
microorganisme itu sendiri. Zat nutrisi termasuk air, karbohidrat, protein, dan
lemak, nitrogen, vitamin dan mineral.
Menurut Ray (2004), pertumbuhan mikroorganisme dicapai dengan
melakukan sintesa komponen seluler dan energi. Hampir semua pangan
termasuk ikan dan hasil perikanan lainnya mengandung 5 kelompok utama
nutrisi, baik yang secara alami sudah ada atau yang ditambahkan ke dalam
pangan dan setiap nutrisi memiliki jumlah yang sangat bervariasi sesuai
dengan jenis pangan. Pada umumnya, pangan hewani memiliki kandungan
protein, lipida, mineral dan vitamin yang tinggi, tetapi rendah kandungan
karbohidrat. Mikroorganisme alami dalam pangan membutuhkan nutrisi
yang bervariasi dan bakteri mempunyai kebutuhan nutrisi paling tinggi yang
diikuti oleh khamir dan kapang.
Asam-asam amino merupakan sumber nitrogen dan energi oleh
kebanyakan mikroorganisme dimana sumber-sumber nitrogen berasal urea,
amonia, kreatin dan metilamin. Selanjutnya mineral-mineral yaang
dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorgnisme seperti fosfor, besi,
magnesium, sulfur, mangan, kalsium dan potasium, dan umumnya jumlah
mineral yang dibutuhkan relatif sedikit.
3. 3
Aktivitas air
Aktivitas air (aw ) adalah ukuran ketersediaan air untuk fungsi biologis
mikroorganisme dan berhubungan dengan keberadaan air bebas dalam
pangan. Dalm bahan pangan air dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (1) air
terikat secara kimia, (2) air terikat secara fisik, dan (3) air bebas. Menurut
Sopandi dan Wardah (2013) air bebas dalam pangan diperlukan untuk
pertumbuhan mikroba yang akan digunakan untuk transpor nutrisi,
pengeluaran material limbah, melaksanakan reaksi enzimatis, sintesis
komponen seluler dan mengambil bagian dalam reaksi biokimia yang lain
seperti hidrolisis polimer menjadi monomer misalnya menjadi asam amino.
Setiap kelompok atau spesies mikroba mempunyai kadar aw optimum dan
maksimum yang berbeda untuk pertumbuhan. Secara umum nilai aw untuk
kapang adalah 0,8, khamir 0,6 dan kebanyakan bakteri memiliki aw 0,90
untuk bakteri gram positif dan 0,93 untuk bakteri gram negatif.
Nilai pH
Nilai pH pangan sangat bervariasi, bergantung pada jenis pangan.
Berdasarkan nilai pH pangan dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu pangan
yang mempunyai keasaman tinggi (nilai pH di bawah 4,6) dan keasaman
rendah (nilai pH 4,6 atau lebih). Daging dan ikan termasuk pangan yang
memiliki pH yang tinggi dengan nilai pH 4,1 – 4,4. Menurut Adams dan Moss,
2008), keasaman atau kebasaan lingkungan berpengaruh terhadap aktivitas
dan stabilitas makromolekul seperti enzim sehingga menghambat
pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme. Nilai pH pangan sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan viabilitas sel mikroba dan sedikit
berpengaruh terhadap dua aspek respirasi sel mikroba, yaitu berpengaruh
terhadap fungsi enzim dan transpor nutrisi ke dalam sel (Jay, 2000).
Potensial Rekdos dan Oksigen
Potensial redoks atau oksidasi-reduksi (O-R) dinyatakan sebagai Eh,
yang merupakan unit listrik dalam milivolt (mV). Kisaran oksidasi dinyatakan
dalam +mV dan kisaran reduksi dalam –mV. Substansi redoks dalam sistem
biologi mempunyai peranan proses pembentukan energi. Oksigen bebas
yang berada dalam sistem akan bertindak sebagai aseptor elektron.
Beberapa komponen tanpa oksigen seperti NO3 dan SO4 akan menerima
elektron, sehingga keberadaan oksigen dalam sistem tidak memerlukan
reaksi oksidasi reduksi (Brown dan Emberger, 1980 dalam Sopandi dan
Wardah, 2013). Pertumbuhan mikroorganisme dalam kondisi adanya oksigen
bebas maupun tanpa adanya oksigen dikelompokan menjadi
mikroorganisme aerob, anaerob, fakultatif anaerob, atau mikroaerofil.
Mikroorganisme yang bersifat aerob adalah yang membutuhkan oksigen
bebas untuk menghasilkan energi dan oksigen bebas akan berperan sebagai
4. 4
aseptor elektron akhir melalui respirasi aerobik. Selanjutnya fakultatif
anaerob dapat menghasilkan energi jika tersedia oksigen atau komponen
tanpa oksigen seperti NO3 atau SO4 sebagai aseptor elektron akhir melalu
respirasi anaerobik.
Pertumbuhan mikroorganisme dan kemampuannya untuk
menghasilkan energi melalui rekasi metabolik bergantung pada potensial
redoks pangan. Kisaran Eh untuk pertumbuhan mikroorganisme adalah +500
sampai +300 mV, fakultataif anaerob +300 sampai +100 mV, dan obligat
anaerob +100 sampai -250 mV (Ray, 2004).
b. Faktor Ekstrinsik Pangan
Kelembaban Relatif
Kelembaban relatif berhubungan dengan dengan aw , yaitu ukuran
aktivitas air pada fase gas. Air akan dipindahkan dari fase gas ke pangan
dengan aw yang rendah yang disimpan dalam lingkungan yang mempunyai
kelembaban relatif tinggi. Proses peningkatan aw tersebut memerlukan
waktu lama, tetapi pada permukaan pangan akan terjadi kondensasi
sehingga di lokasi tertentu aw tinggi. Daerah yang mempunyai aw tinggi dapat
menjadi tempat memulai pertumbuhan mikroorganisme (Adams dan Moss,
2008). Pangan yang mempunyai permukaan mudah mengalami kerusakan
oleh kapang, khamir dan beberapa bakteri sehingga harus disimpan pada
kelembaban yang relatif rendah.
Suhu
Mikroorganisme mempunyai memiliki kisaran suhu yang berbeda untuk
tumbuh dan berkembang. Psikrofilik merupakan golongan mikroorganisme
yang tumbuh pada suhu refrigerasi (0-5oC) dengan mengabaikan kisaran
suhu pertumbuhan. Psikrofilik pada umumnya dapat tumbuh dengan cepat
pada suhu antara 10-30 oC. Kapang, khamir dan beberapa bakteri gram
negatif dari genus Pseudomonas, Achromobackter, Yersnia, Serratia,
Aeromonas, bakteri gram positif dari genus Leunostoc, Lactobacillus,
Bacillus, Clostridium dan Listeria termasuk dalam kelompok bakteri Psikrofil.
Mikroorganisme yang dapat bertahan hidup pada suhu pasteurisasi disebut
Thermofilik. Spesies dari genus Micrococcus, Bacillus, Clostridium,
Lactobacillus, Pediococcus, Enterococcus serta bakteri pembentuk spora
termasuk dalam kelompok Thermofilik (Ray, 2004)
Tabel 01. Kisaran suhu bagi kehidupan Bakteri
Jenis Bakteri Suhu minimum Suhu Optimum Suhu maksimum
Thermofilk 25 – 45 oC 50 - 55 oC 60 – 80 oC
Mesofilik 5 – 25 oC 25 – 37 oC 43 oC
Psikrofilik 0 oC 14 – 20 oC 30 oC
Sumber : Murniyati dan Sunarman (2000)
Gas Atmosfir
5. 5
Atmosfir mengandung sekitar 20% Oksigen yang merupakan
komposisi gas penting yang kontak dengan pangan normal. Komposisi gas di
atmosfir berpengaruh terhadap potensial redoks, serta menentukan
perkembangan dan laju pertumbuhan mikroorganisme dalam pangan.
Menurut Adams dan Moss (2008), karbondioksida mempunyai efek yang
berbeda terhadap mikroorganisme. Kapang dan bakteri gram negatif
oksidatif lebih sensitif, tetapi bakteri gram positif khususnya lactobacili
cenderung lebih resisten. Penghambatan pertumbuhan umumnya lebih tinggi
pada kondisi aerobik jika dibandingkan dengan kondisi anaerobik serta efek
penghambatan akan meningkat dengan penurunan suhu.
III. Jenis-jenis Mikroorganisme Penyebab Kerusakan Pada Hasil Perikanan
Hasil perikanan seperti ikan, krustasea (udang, lobster, kepiting) dan
moluska (tiram dan remis) merupakan jenis pangan yang kaya akan protein
dan noprotein nitrogen dengan kandungan lemak bergantung pada jenis dan
musim. Ikan dan kerang kecuali moluska mempunyai kadar karbohidrat yang
rendah dengan kandungan glikogen sekitar 3%. Populasi mikroorganisme
pada produk pangan tersebut sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh tingkat
polusi dan suhu air. Berbagai jenis bakteri, virus, parasit dan protozoa dapat
berada dalam ikan dan kerang mentah . Daging ikan dan kerang adalah steril
tetapi sisik, insang dan intestinal merupakan tempat hidup mikroorganisme.
Ikan dan krustasea dapat mengandung bakteri sebanyak 103-8 sel/gram .
Pada umumnya hewan dari lingkungan laut dapat mengandung bakteri
Halofilik vibrio, Pseudomonas, Alteromonas, Flvobacterium, Enterococcus,
Micrococcus, Coliforms, dan Patogen seperti Vibrio parahemolyticus,
V. vulnificus, dan Clostridium type E. Ikan air tawar secara umum
mengandung Pseusdomonas, Flavobacterium, Enterococcus, Micrococcus,
Bacillus dan Koliforms. Ikan dan kerang yang di panen dari air yang tercemar
kotoran hewan dapat mengandung Salmonella, Shigella, Clostridium
perfringens, Vibrio cholerae, virus hepatitis A dan virus Norwalk (Sopandi
dan Wardah, 2013).
Menurut Hadiwiyoto (1993), secara umum bakteri gram negatif dari
golongan Pseudomonas dan Acromobacter yang dapat menghasilkan asam
dan aldehida yang memegang peranan besar pada pembusukan hasil
perikanan, disusul golongan Flavobacterium. Ketiga bakteri ini menyebabkan
hasil perikanan menjadi basi dan makin lama makin menjadi busuk.
Sementara itu golongan Micrococcus dan Bacillus jarang menyebabkan
kerusakan meskipun kedua bakteri ini juga tidak boleh diabaikan.
Pediococcus halophilus dan Pediococcus cereviceae dapat menyebabkan
timbulnya asam bebas. Dari golongan bakteri Laktobasili, Koli dan
Streptococci dan golongan Yeast banyak pula yang dapat menimbulkan
kerusakan dengan menimbulkan asam yaitu yang berperan pada fermentasi
asam laktat dari gula. Bakteri Leuconostoc mesentroides dapat merubah
gula reduksi menjadi dekstran yang dapat menutup seluruh permukaan
tubuh ikan berupa lendir. Selanjutnya dari golongan Pseudomonas juga
dapat memecah rangkaian karbohidrat dengan enzim-enzim oksidase yang
6. 6
dihasilkan kemudian menimbulkan pewarnaan pada ikan, misalnya
Pseudomonas flourescence dapat menimbulkan noda berwarna kuning atau
kuning kehijauan sebelum ikan menjadi busuk, kemudian Micrococcus,
Sarcina, dan Bacillus dapat menimbulkan noda-noda berwarna merah.
Sementara itu jamur dan yeast dapat menimbulkan pewarnaan berupa noda-
noda berwarna coklat pada ikan.
Pada jenis ikan kod dan haddock yang telah menjadi busuk banyak
ditemukan Pseudomonas putrefaciens sementara penyebab kerusakan
paling banyak pada udang yang berasal dari sungai yaitu Pseudomonas dan
Achromobacter, Bacillus, Flavobacterium, Lactobacillus, Micrococcus,
Sarcina, Staphilococcus, Alcalineus, dan Proteus yang juga diketahui
merupakan penyebab kerusakan pada ikan dan udang. Kerusakan pada
jenis kepiting banyak disebabkan oleh bakteri Pseudomonas, Achromobacter
dan Proteus sedangkan pada lobster disebabkan oleh bakteri
Pseudomonas, Alcaligenus, Flabobacterium, dan Bacillus. selain bakteri
tersebut, jenis-jenis bakteri klostrida yang berbahaya (patogen) dimana
dapat menyebabkan kerusakan hasil perikanan. Tipe kerusakan hasil
perikanan yang disebabkan oleh bakteri klostrida dapat yaitu kerusakan
protein maupun komponen lainnya tergantung pada jenis klostridianya.
Golongan klostridia tipe A, B, dan F menimbulkan kerusakan yang sifatnya
proteolitik, golongan tipe C, D, dan E menimbulkan kerusakan yang sifatnya
non proteolitik, sedankan golongan klostridia tipe G dapat menimbulkan
kerusakan kedua-keduanya (Hadiwiyoto, 1993).
Selain bakteri pembusuk yang berperanan, terindentifikasi pula beberapa
bakteri yang dapat menghasilkan zat bau, misalnya bakteri Streptomyces
menyebabkan ikan berbau busuk. Bakteri penghasil amonia adalah Bacillus
subtilis, Escherichia coli, Proteus vulgaris, dan Clostridium sporogenus.
Yeast Saccharomyces cereviceae diketahui dapat menimbulkan
terbentuknya ammonia dan pemecahan asam glutamat. Bakteri golongan
klostridia misalnya Clostridium botulinum, Clostridium posteurianium,
Clostridium sporogenus dapat menghasilkan enzim hidrogenase yang
menyebabkan unsur ferredoiksin dapat tereduksi menghasilkan gas
hidrogen, sementara itu bakteri Eschericia coli dan Aerobacter aerogenus
selain dapat menghasilkan gas hidrogen juga dapat menghasilkan gas
karbondioksida. Pseudomonas dan Actinomyces, Achromobacter
menghasilkan senyawa-senyawa sulfida. Pseudomonas putrifaciens
menghasilkan senyawa-senyawa propionalheida, metilmerkaptan,
dismetilsufida, dimentiltrisulfida dan trimetilamin pada daging ikan.
Senyawa-senyawa yang dihasilkan ini menimbulkan bau yang tidak sedap.
Bau seperti tanah yang sering dijumpai pada ikan salem disebabkan oleh
golongan yang banyak dijumpai di air. Senyawa yang berbau busuk
terkadang bersifat racun, misalnya putresin, kadaverin, histamin. Bakteri
Streptomyces fradiae dan Streptomyces microflavor dapat merusak sisik ikan
yang mengandung keratin menjadi putresin pada keadaan pH 8,5 – 9,5,
Bacillus cadaveris, Eschericia coli, dan Clostridium lyticum diketahui
menghasilkan kadaverin yang menimbulkan bau busuk.
7. 7
IV. Penutup
Telah diketahui bahwa kerusakan (pembusukan) ikan dan hasil
perikanan lainnya disebabkan oleh aktivitas enzim dan mikroorganisme. Oleh
karena itu menurut Murniyati dan Sunarman (2000), untuk mencegah
pembusukan akan sangat efektif kedua penyebab utama itu dihilangkan,
dibunuh dan dicegah kedatangan penyebab lain yang berasal dari luar.
Sampai saat ini manusia baru berhasil memperlambat atau menunda proses
kerusakan atau pembusukan tersebut. Usaha terbaik yang dapat dilakukan
manusia untuk mempertahankan mutu hasil perikanan terhadap
pembusukan, sebagai berikut : (1) mengurangi jumlah bakteri dan enzim,
bakteri terdapat pada bagian kulit dan terutama pada insang dan isi
perutnya, sedang enzim pada daging dan sebagian besar pada perutnya.
Jika setelah ditangkap dibuang isi perutnya dan insangnya serta kemudian di
cuci bersih, dihilangkan lendir-lendirnya maka sebagian besar bakteri
pembusuk dan ezim akan terbuang; (2) memusnahkan atau menghambat
kegiatan bakteri dan enzim, Bakteri yang tertinggal pada ikan dapat diperangi
dengan berbagai cara antara lain penggunaan suhu rendah, penggunaan
suhu tinggi, penurunan kadar air, penggunaan antiseptik dan penyinaran
atau radiasi; (3) Melindungi hasil perikanan dari kontaminasi bakteri dan
penyebab kerusakan lain yang datang dari luar, pengawetan tidak akan
banyak berarti jika ikan atau hasil perikanan yang diawetkan tidak dilindungi
dari penyebab kerusakan baru yang datang dari luar. Kerusakan ikan dan
hasil olahan perikanan dari luar antara lain : (a) pembusukan akibat
pencemaran bakteri dari air, pembungkus dari ikan lain dan sebagainya, (b)
oksidasi lemak yang menimbulkan bau tengik, (c) kerusakan-kerusakan fisik
karena serangga, jamur, kecerobohan dalam penanganan dan sebagainya.
Untuk melindungi hasil perikanan terhadap kerusakan-kerusakan ini
kita harus melakukan sanitasi dan hygiene baik dalam proses penanganan,
pengemasan/pengepakan yang baik serta usaha-usaha proteksi lainnya.
Gambar 01. Beberapa jenis Bakteri Patogen Pada Hasil Perikanan
PerPerikananpatogePatoppatogen
Eschericia coli
PerPerikananp
atogePatoppat
ogen
Staphylococcus sp Salmonella spPseudomonas spClostridium perfringens
8. 8
REFERENCES
[1] Adams, M.R and M.O. Moss, 2008. Food Microbiology. Third Ed. The RSC.
Pub. Cambridge CB.
[2] Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit Liberty
Yogyakarta.
[3] Jay, J.M.,2000. Modern Food Microbiology, Aspen Pub. Gaitherburg. Maryland
[4] Murniyati, A.S., Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan
Ikan. Penerbit Kanasius
[5] Moejilianto, 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit PT
Penebar Swadaya, Jakarta
[6] Ray, B., 2004. Fundamental Food Microbiology. CRF Press: Boca Ratton
[7] Sopandi, T dan Wardah, 2013. Mikrobiologi Pangan (Teori dan Praktek).
Penerbit ANDI Yogyakarta