際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
KOMPAS.com
- Kawanan gajah sumatera (Elephan maximus sumatranus) yang sejak sebulan
terakhir merusak tanaman padi di Desa Alur Keujruen, Kecamatan Kluet Tengah, Aceh
Selatan, kini makin beringas. Malah seorang warga desa itu, Misbah (48), cedera kaki
akibat diinjak hewan berukuran jumbo itu.
Keuchik Alur Keujruen, Efendi, kepada Serambi, Selasa (12/1) menyebutkan, kawanan
gajah liar yang berjumlah tiga ekor itu masih saja mengobrak-abrik tanaman pisang,
cokelat, pinang, dan tanaman padi milik warga. Sejak kawanan gajah itu hadir di
daerah ini, banyak tanaman pertanian dan perkebunan rakyat yang rusak mereka
obrak-abrik, kata Efendi.
Menurutnya, upaya pengusiran gajah ke habitatnya sudah dilakukan masyarakat secara
tradisional, namun tak berhasil. Bahkan seorang warga setempat, Misbah (48)
mengalami cedera. Ayah lima anak itu retak tulang paha kanannya akibat diinjak gajah
ketika lari dari kejaran gajah, setelah korban bersama beberapa warga lainnya
mengusir gajah yang sedang memakan padi yang baru berumur dua pekan.
Misbah tersungkur, sedangkan rekannya berhasil menyelamatkan diri. Meski telah
berjuang sekuat tenaga, namun korban tak berhasil lari dari amukan gajah. Satwa
berbelalai itu baru meninggalkan korban setelah warga kembali mengejar kawanan
gajah itu. Melihat kondisi korban yang tak berdaya, warga langsung melarikan korban
ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Alhamdulillah, kondisinya
sudah membaik. Tapi korban masih menggunakan tongkat untuk berdiri, apalagi
berjalan, kata Efendi.
Ancam racun
Efendi mengatakan, gangguan gajah di kawasan terpencil itu sudah berlangsung sejak
Ramadan tahun lalu dan sudah merusak tanaman, kebun, serta sejumlah rumah milik
warga. Namun hingga kini belum ada upaya pemerintah dan Balai Konservasi Sumber
Daya Alam (BKSDA) setempat untuk menangkap atau menggiring kawanan gajah itu
kembali ke habitatnya.
Bila pihak terkait tidak segera menanggulangi gangguan gajah tersebut, masyarakat
setempat akan meracuni gajah-gajah itu. Sebab, masyarakat yang berpenduduk sekitar
383 jiwa atau 87 KK itu tak tahan lagi menghadapi keganasan gajah yang berlangsung
empat bulan. BKSDA harus mengganti semua tanaman serta membayar biaya
pengobatan korban yang cedera akibat amukan gajah. Bila tidak, maka kami akan
meracun binatang itu, tegas Efenfi.
Lahan pos pemantau
Menanggapi keresahan warga akan gajah, Bupati Aceh Selatan, Husin Yusuf mengaku
sangat prihatin. Apalagi gangguan itu hingga kemarin masih berlangsung di sejumlah
desa dalam kabupaten penghasil pala itu. Bupati Husin Yusuf sangat mendukung
permohonan masyarakat untuk membangun pos pemantau gajah di Desa Naca.
Bahkan pihaknya bersedia menyediakan berapa pun lahan yang diperlukan untuk
pembangunan pos pemantau itu. Kita akan berkoordinasi dengan pihak terkait
mengenai pembangunan pos pemantau satwa liar itu, kata Bupati Husin Yusuf.
Gajah di Pijay
Sementara itu, dari Meureudu, ibu kota Kabupatan Pidie Jaya (Pijay) dilaporkan
sejumlah petani di kawasan Krueng Tijee, Kecamatan Meureudu, belakangan ini resah.
Pasalnya, sejumlah komoditas yang mereka usahakan di lahan perbukitan tersebut, kini
diobrak-abrik gajah. Untuk menghindari kerusakan yang lebih luas akibat ulah satwa
liar yang dilindungi itu, petani di sana sangat mengharapkan perhatian BKSDA Aceh.
Tentang adanya gangguan tanaman perkebunan dan pertanian di Gle Krueng Tijue dan
sekitarnya berjarak kurang lebih 10 km dari permukiman penduduk, dilaporkan Fauzi
AMd, Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Meureudu, kepada Serambi,
Selasa (12/1). Menurutnya, gangguan Po Meurah itu di sana sudah berlangsung hampir
sepekan. Tanaman yang dirusak, antara lain, pisang, kedelai, kakao, dan aneka
sayuran.
Untuk mengatasi keberingasan hewan jumbo itu, tambah Fauzi, petani tak mungkin
melakukannya. Oleh karenanya, bantuan dari dinas terkait sangat diharapkan. Apalagi,
kawasan gajah yang merusak hasil usaha mereka diperkirakan mencapai belasan
ekor. Idris Ahmad, Sekretaris Pawang Glee Krueng Tijee menyebutkan, jika gangguan
itu tidak segera diatasi, kondisinya akan lebih fatal.
Beberapa petani di sana membenarkan adanya gangguan gajah terhadap beberapa
jenis tanaman yang kini tumbuh dengan subur. Umumnya, gajah yang jumlahnya
diperkirakan 12-14 ekor, menyerang tanaman pada malam hari. Tiga lokasi yang
menjadi santapan empuk binatang tersebut adalah Alue Bue dan Bayah (Glumpang
Tutong) serta kawasan Dama, Kemukiman Beuracan.
Kebun yang diganggu hewan berbelalai itu, saat ini sudah hampir mencapai lima
hektare. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun) Pijay, Bukhari Adami
SP, yang dikonfirmasi Serambi mengatakan, sesuai laporan yang ia terima dari petani
dan petugas setempat bahwa benar adanya gangguan gajah di kawasan Glee Krueng
Tijee Desa Glumpang Tutong. Diakui, keberadaan hewan tersebut kini sangat
mengganggu puluhan petani di wilayahnya. Terhadap hal itu, pihaknya juga sudah
melaporkan ke BKSDA Aceh. Malah, kemarin ia sudah membuat surat ke dinas terkait
di Banda Aceh. Kalau ke Pak Bupati setempat, sudah duluan kami lapor, ujar Bukhari.
Untuk menghindari amukan gajah itu tidak terus meluas, Kadishutbun Pijay berharap
BKSDA Aceh secepatnya mencari solusi terbaik. Konon lagi, keberadaan Glee Krueng
Tijee Meureudu, belakangan memang semakin dipenuhi dengan tanaman perkebunan
dan pertanian. Seperti, cokelat, pinang, melinjo, pisang, durian, rambutan, serta
komoditas hortikultura semisal cabai merah, kacang, terong.
Bupati Pijay, Drs HM Gade Salam, yang ditanyai Serambi mengenai hal itu mengatakan
sudah menerima laporan lisan dari kadishutbun setempat. Namun, untuk
menindaklanjuti kasus tersebut ke provinsi ia sudah minta kadis bersangkutan
secepatnya melaporkan secara tertulis, terutama mengenai jenis tanaman, luas
serangan/gangguan, umur tanaman, termasuk perkiraan kerugian yang ditimbulkan
oleh amukan gajah tersebut. (az/ag)
Editor : Abi
Sumber :
http://nasional.kompas.com/read/2010/01/15/1023407/gajah.di.aceh.selatan.makin.beringas
BKSDA Aceh Kesulitan Dana Atasi
Amukan Gajah
Banda Aceh (ANTARA News) - Pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam (BKSDA NAD) menghadapi kesulitan dana guna mengerahkan personel
untuk mengatasi amukan gajah liar di sejumlah kabupaten di daerah itu.
"Tidak sedikit dana dibutuhkan untuk mengatasi gangguan gajah liar yang hampir merata
terjadi di sejumlah kabupaten di Aceh pada saat bersamaan," kata Kepala BKSDA Provinsi
NAD, Andi Basrun, di Banda Aceh, Kamis.
Menanggapi gangguan gajah liar yang memporak-porandakan perkebunan dan permukiman
penduduk di sejumlah kabupaten di Aceh, ia memperkirakan, salah satu faktor turunnya
binatang dilindungi itu ke pemukiman penduduk karena habitatnya terusik akibat
penebangan hutan (illegal logging).
Andi menjelaskan, dibutuhkan dana minimal Rp300 juta untuk satu kali operasi menghalau
kembali gajah liar ke habitatnya di kawasan hutan, selain dilakukan aksi penangkapan.
Ia menjelaskan, delapan dari 23 kabupaten/kota di Aceh tercatat rawan gangguan gajah liar
itu masing-masing Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh
Utara, Aceh Timur dan Bireuen.
Ketika ditanya informasi tentang dua ekor gajah mati akibat ditembak dan diracun di Aceh
Utara dan Aceh Timur, Andi menjelaskan kematian dua ekor binatang berbelalai panjang itu
bukan dibunuh.
"Para petugas kami meyakini bahwa kematian dua ekor gajah di dua lokasi terpisah dalam
sepekan terakhir akibat perkelahian sesama binatang itu, bukan dibunuh oleh manusia,
meski upaya pembunuhan dilakukan penduduk terhadap gajah liar tersebut," kata dia.
Sementara itu, penduduk di kawasan Lamtamot, Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten
Aceh Besar, menyebutkan bahwa gajah liar kini telah mengancam masuk ke wilayah
permukiman dan sebagian areal perkebunan serta pertanian telah dirusak binatang
tersebut.
"Kalau instansi terkait tidak menanggapi keluhan kami akibat gangguan gajah maka kami
akan melakukan tindakan sendiri yakni dengan menembak mati dan meracuni gajah liar
yang telah merusak lahan perkebunan dan pertanian kami," kata Baktiar, warga Lamtamot.
(*)http://www.antaranews.com/print/77952/bksda-aceh-kesulitan-dana-atasi-amukan-
gajah

More Related Content

MITIGASI BENCANA

  • 1. KOMPAS.com - Kawanan gajah sumatera (Elephan maximus sumatranus) yang sejak sebulan terakhir merusak tanaman padi di Desa Alur Keujruen, Kecamatan Kluet Tengah, Aceh Selatan, kini makin beringas. Malah seorang warga desa itu, Misbah (48), cedera kaki akibat diinjak hewan berukuran jumbo itu. Keuchik Alur Keujruen, Efendi, kepada Serambi, Selasa (12/1) menyebutkan, kawanan gajah liar yang berjumlah tiga ekor itu masih saja mengobrak-abrik tanaman pisang, cokelat, pinang, dan tanaman padi milik warga. Sejak kawanan gajah itu hadir di daerah ini, banyak tanaman pertanian dan perkebunan rakyat yang rusak mereka obrak-abrik, kata Efendi. Menurutnya, upaya pengusiran gajah ke habitatnya sudah dilakukan masyarakat secara tradisional, namun tak berhasil. Bahkan seorang warga setempat, Misbah (48) mengalami cedera. Ayah lima anak itu retak tulang paha kanannya akibat diinjak gajah ketika lari dari kejaran gajah, setelah korban bersama beberapa warga lainnya mengusir gajah yang sedang memakan padi yang baru berumur dua pekan. Misbah tersungkur, sedangkan rekannya berhasil menyelamatkan diri. Meski telah berjuang sekuat tenaga, namun korban tak berhasil lari dari amukan gajah. Satwa berbelalai itu baru meninggalkan korban setelah warga kembali mengejar kawanan gajah itu. Melihat kondisi korban yang tak berdaya, warga langsung melarikan korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Alhamdulillah, kondisinya sudah membaik. Tapi korban masih menggunakan tongkat untuk berdiri, apalagi berjalan, kata Efendi. Ancam racun Efendi mengatakan, gangguan gajah di kawasan terpencil itu sudah berlangsung sejak Ramadan tahun lalu dan sudah merusak tanaman, kebun, serta sejumlah rumah milik warga. Namun hingga kini belum ada upaya pemerintah dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat untuk menangkap atau menggiring kawanan gajah itu kembali ke habitatnya. Bila pihak terkait tidak segera menanggulangi gangguan gajah tersebut, masyarakat setempat akan meracuni gajah-gajah itu. Sebab, masyarakat yang berpenduduk sekitar 383 jiwa atau 87 KK itu tak tahan lagi menghadapi keganasan gajah yang berlangsung empat bulan. BKSDA harus mengganti semua tanaman serta membayar biaya pengobatan korban yang cedera akibat amukan gajah. Bila tidak, maka kami akan meracun binatang itu, tegas Efenfi. Lahan pos pemantau Menanggapi keresahan warga akan gajah, Bupati Aceh Selatan, Husin Yusuf mengaku sangat prihatin. Apalagi gangguan itu hingga kemarin masih berlangsung di sejumlah desa dalam kabupaten penghasil pala itu. Bupati Husin Yusuf sangat mendukung permohonan masyarakat untuk membangun pos pemantau gajah di Desa Naca. Bahkan pihaknya bersedia menyediakan berapa pun lahan yang diperlukan untuk
  • 2. pembangunan pos pemantau itu. Kita akan berkoordinasi dengan pihak terkait mengenai pembangunan pos pemantau satwa liar itu, kata Bupati Husin Yusuf. Gajah di Pijay Sementara itu, dari Meureudu, ibu kota Kabupatan Pidie Jaya (Pijay) dilaporkan sejumlah petani di kawasan Krueng Tijee, Kecamatan Meureudu, belakangan ini resah. Pasalnya, sejumlah komoditas yang mereka usahakan di lahan perbukitan tersebut, kini diobrak-abrik gajah. Untuk menghindari kerusakan yang lebih luas akibat ulah satwa liar yang dilindungi itu, petani di sana sangat mengharapkan perhatian BKSDA Aceh. Tentang adanya gangguan tanaman perkebunan dan pertanian di Gle Krueng Tijue dan sekitarnya berjarak kurang lebih 10 km dari permukiman penduduk, dilaporkan Fauzi AMd, Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Meureudu, kepada Serambi, Selasa (12/1). Menurutnya, gangguan Po Meurah itu di sana sudah berlangsung hampir sepekan. Tanaman yang dirusak, antara lain, pisang, kedelai, kakao, dan aneka sayuran. Untuk mengatasi keberingasan hewan jumbo itu, tambah Fauzi, petani tak mungkin melakukannya. Oleh karenanya, bantuan dari dinas terkait sangat diharapkan. Apalagi, kawasan gajah yang merusak hasil usaha mereka diperkirakan mencapai belasan ekor. Idris Ahmad, Sekretaris Pawang Glee Krueng Tijee menyebutkan, jika gangguan itu tidak segera diatasi, kondisinya akan lebih fatal. Beberapa petani di sana membenarkan adanya gangguan gajah terhadap beberapa jenis tanaman yang kini tumbuh dengan subur. Umumnya, gajah yang jumlahnya diperkirakan 12-14 ekor, menyerang tanaman pada malam hari. Tiga lokasi yang menjadi santapan empuk binatang tersebut adalah Alue Bue dan Bayah (Glumpang Tutong) serta kawasan Dama, Kemukiman Beuracan. Kebun yang diganggu hewan berbelalai itu, saat ini sudah hampir mencapai lima hektare. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun) Pijay, Bukhari Adami SP, yang dikonfirmasi Serambi mengatakan, sesuai laporan yang ia terima dari petani dan petugas setempat bahwa benar adanya gangguan gajah di kawasan Glee Krueng Tijee Desa Glumpang Tutong. Diakui, keberadaan hewan tersebut kini sangat mengganggu puluhan petani di wilayahnya. Terhadap hal itu, pihaknya juga sudah melaporkan ke BKSDA Aceh. Malah, kemarin ia sudah membuat surat ke dinas terkait di Banda Aceh. Kalau ke Pak Bupati setempat, sudah duluan kami lapor, ujar Bukhari. Untuk menghindari amukan gajah itu tidak terus meluas, Kadishutbun Pijay berharap BKSDA Aceh secepatnya mencari solusi terbaik. Konon lagi, keberadaan Glee Krueng Tijee Meureudu, belakangan memang semakin dipenuhi dengan tanaman perkebunan dan pertanian. Seperti, cokelat, pinang, melinjo, pisang, durian, rambutan, serta komoditas hortikultura semisal cabai merah, kacang, terong. Bupati Pijay, Drs HM Gade Salam, yang ditanyai Serambi mengenai hal itu mengatakan sudah menerima laporan lisan dari kadishutbun setempat. Namun, untuk
  • 3. menindaklanjuti kasus tersebut ke provinsi ia sudah minta kadis bersangkutan secepatnya melaporkan secara tertulis, terutama mengenai jenis tanaman, luas serangan/gangguan, umur tanaman, termasuk perkiraan kerugian yang ditimbulkan oleh amukan gajah tersebut. (az/ag) Editor : Abi Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2010/01/15/1023407/gajah.di.aceh.selatan.makin.beringas BKSDA Aceh Kesulitan Dana Atasi Amukan Gajah Banda Aceh (ANTARA News) - Pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (BKSDA NAD) menghadapi kesulitan dana guna mengerahkan personel untuk mengatasi amukan gajah liar di sejumlah kabupaten di daerah itu. "Tidak sedikit dana dibutuhkan untuk mengatasi gangguan gajah liar yang hampir merata terjadi di sejumlah kabupaten di Aceh pada saat bersamaan," kata Kepala BKSDA Provinsi NAD, Andi Basrun, di Banda Aceh, Kamis. Menanggapi gangguan gajah liar yang memporak-porandakan perkebunan dan permukiman penduduk di sejumlah kabupaten di Aceh, ia memperkirakan, salah satu faktor turunnya binatang dilindungi itu ke pemukiman penduduk karena habitatnya terusik akibat penebangan hutan (illegal logging). Andi menjelaskan, dibutuhkan dana minimal Rp300 juta untuk satu kali operasi menghalau kembali gajah liar ke habitatnya di kawasan hutan, selain dilakukan aksi penangkapan. Ia menjelaskan, delapan dari 23 kabupaten/kota di Aceh tercatat rawan gangguan gajah liar itu masing-masing Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Utara, Aceh Timur dan Bireuen. Ketika ditanya informasi tentang dua ekor gajah mati akibat ditembak dan diracun di Aceh Utara dan Aceh Timur, Andi menjelaskan kematian dua ekor binatang berbelalai panjang itu bukan dibunuh. "Para petugas kami meyakini bahwa kematian dua ekor gajah di dua lokasi terpisah dalam sepekan terakhir akibat perkelahian sesama binatang itu, bukan dibunuh oleh manusia,
  • 4. meski upaya pembunuhan dilakukan penduduk terhadap gajah liar tersebut," kata dia. Sementara itu, penduduk di kawasan Lamtamot, Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten Aceh Besar, menyebutkan bahwa gajah liar kini telah mengancam masuk ke wilayah permukiman dan sebagian areal perkebunan serta pertanian telah dirusak binatang tersebut. "Kalau instansi terkait tidak menanggapi keluhan kami akibat gangguan gajah maka kami akan melakukan tindakan sendiri yakni dengan menembak mati dan meracuni gajah liar yang telah merusak lahan perkebunan dan pertanian kami," kata Baktiar, warga Lamtamot. (*)http://www.antaranews.com/print/77952/bksda-aceh-kesulitan-dana-atasi-amukan- gajah