際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
IMUNISASI, PENCEGAHAN
PENYAKIT, DAN JAMINAN HALAL



       Dr. HM. Asrorun Ni'am Sholeh, MA
            Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat


Dipresentasikan pada acara Workshop Perumusan Strategi Akselerasi Penurunan Disparitas
Wilayah Cakupan Imunisasi dalam Rangka Mendukung Penurunan Angka Kematian Anak
                                Jakarta, 16 Juli 2012.
IMUNISASI DAN UPAYA
       PENCEGAHAN
           PENYAKIT:
         Perspektif Fikih
PRINSIP DASAR
1.   Inti ajaran Islam adalah merealisasikan kemaslahatan (jalb al-mashlahah)
     dan mencegah terjadinya kemadaratan (daf'u al-madlarrah). Bahaya di sini
     adalah yang menimpa manusia baik bahaya yang mengancam fisik
     maupun psikis.
2.   Tujuannya adalah agar manusia dapat menjalankan tugasnya sebagai
     hamba sekaligus khalifah Allah SWT di muka bumi ini dengan baik.
3.   Dengan demikian Islam sangat mendorong umatnya untuk senantiasa
     menjaga kesehatan.
4.   Menjaga kesehatan dapat dilakukan pada dua fase; (i) melakukan upaya
     preventif agar tidak terkena penyakit; dan (ii) berobat manakala sakit agar
     diperoleh kesehatan kembali.
5.   Salah satu langkah lengkah preventif menjaga kesehatan adalah mencegah
     timbulnya penyakit yang sedang mewabah, salah satunya melalui
     vaksinasi.
6.   Masalah kemudian muncul ketika diketahui bahwa dalam proses pembuatan
     vaksin menggunakan barang haram/najis atau berinteraksi dengan barang
     haram/najis, seperti porcine (khinzir).
Perspektif Islam tentang Kesehatan
 keutamaan mukmin yang secara fisik lebih
  kuat

 Anjuran untuk hidup sehat
   Berolahraga

   Makan yang halal dan bergizi

   Menghindari yang membahayakan
Imunitas dan Kekebalan Tubuh
 Keharusan memberikan air susu yang pertama keluar
  (colostrum, al-liba-- ) kepada anaknya.
 Kaedah fiqihiyyah

 Melalui kaidah ini dapat difahami bahwa menolak
  penyakit dengan daya kebal dan daya tangkal yang
  kuat itu lebih utama, lebih ampuh dan lebih mudah
  daripada menyembuhkan penyakit yang sudah
  terlanjur menempel pada badan manusia.
 Dalam konteks kesehatan ibu dan anak misalnya,
  imunisasi dan pemberian asi serta makanan bergizi
  harus mendapatkan perhatian utama dalam upaya
  menciptakan generasi yang sehat.
Fikih Pencegahan Penyakit
 Perintah untuk menjaga kesehatan, dengan
  sendirinya adalah perintah untuk melakukan
  seluruh sarana yang mewujudkan kesehatan,
  dan menghindarkan diri hal yang
  menyebabkan ketidaksehatan, juga melakukan
  langkah preventif untuk mencegah terjadinya
  penyakit.
 Salah satu teori hukum Islam yang dipakai
  oleh ulama madzhab dalam penetapan hukum
  adalah sadd al-dzari'ah, yaitu menutup
  peluang terjadinya akibat buruk atau tindakan
  preventif atas dampak yang ditimbulkan.
Fikih Pencegahan Penyakit
 Dalam perspektif hukum Islam,
  pencegahan penyakit hukumnya wajib
  untuk merealisaikan tujuan yang lebih
  besar, yakni kemaslahatan dan
  kesehatan yang paripurna.
 Pencegahan secara dini terhadap
  terjangkitnya suatu penyakit, seperti
  dengan imunisasi polio, campak, dan
  juga DPT serta BCG, termasuk
  vaksinasi meningitis adalah cermin
  perintah untuk menjaga kesehatan
  secara preventif.
ASI, Pola hidup sehat

                    Mencegah Penyakit
                                                   Vaksinasi

Menjaga Kesehatan


                    Berobat pada saat sakit




                        Vaksin Halal


                    Vaksin Haram/Najis 
                        Darurat/Hajat



                           Sementara                 Vaksin Halal
Manfaat dan Urgensi
                            Vaksinasi
Fungsi dan Urgensi
    Vaksinasi
                        Bahaya dan Dampak
                         Tidak Divaksinasi



                        Mencegah didahulukan



                     Alternatif Obat Lain, seperti :
                     Antibiotik, Multivitamin, dsb


                        Alternatif-Alternatif Lain
PRINSIP IKHTIAR: MENCEGAH
PENYAKIT DAN BEROBAT JIKA
SAKIT
Landasan Normatif
                                                                  

   Dari Habib bin Abi Tsabit ia berkata: Saya mendengar Ibrahim bin
   Sa'd berkata: Saya mendengar Usamah bin Zaid berbincang dengan
   Sa'd tentang apa yang didengar dari nabi saw bahwa beliau
   bersabda: "Bila kalian mendengar ada wabah penyakit di suatu
   daerah maka jangan masuk ke daerah wabah tersebut. Dan bila
   wabah tersebut telah terjadi di suatu daerah sedang kalian berada
   di situ, maka jangan keluar dari daerah tersebut". (HR. Bukhari)

Hadis ini menjelaskan langkah preventif yang defensif;
(i) seruan untuk menjauhi daerah yang terkena wabah
     penyakit untuk mencegah terjadinya penularan;
(ii) perihal karantina dan isolasi atas suatu wabah penyakit
     akan tidak terjadi penularan meluas, keluar dari daerah
     pandemic.
Landasan Normatif
                                                  

   Dari Sa'd bin Abi Waqqash ra ia berkata: Saya
   mendengar rasulullah saw bersabda:
   Barangsiapa makan tujuh butir kurma Madinah
   pada pagi hari, ia tidak akan terkena pengaruh
   buruk sihir atau racun. (HR. Muslim)

 Petunjuk nabi saw ini menegaskan mengenai tindakan
  preventif secara proaktif, dengan jalan memakan
  tujuh butir kurma madinah agar terhindar dari
  penyakit.
BEROBAT HARUS
MENGGUNAKAN SARANA YANG
HALAL
BEROBAT DENGAN YANG HALAL
 Dalam fikih Islam, berobat harus
  menggunakan barang yang halal.
  Ditegaskan, Allah tidak menjadikan
  obat pada barang yang haram.
 Untuk menghasilkan produk halal, di
  samping bahannya (dzat) harus
  halal, proses produksinya juga
  terjaga dari kontaminasi bahan
  haram dan/atau najis.
Landasan Normatif
                                                                   
   Allah telah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan obat
    bagi setiap penyakit; maka, berobatlah dan janganlah berobat
    dengan benda yang haram. (HR. Abu Daud dari Abu Darda).
                                                                   
   Allah tidakmenjadikan obatmu pada sesuatu yang diharamkan
    atasmu
                                                                   

   Rasulullah SAW ditanya tentang tikus yang jatuh ke dalam keju.
    Beliau SAW menjawab: Jika keju itu keras (padat), buanglah tikus
    itu dan keju sekitarnya, dan makanlah (sisa) keju tersebut; namun
    jika keju itu cair, maka janganlah kamu memakannya (HR.
    Ahmad dari Abu Hurairah).
                                                                    
   Rasulullah saw melarang berobat dengan obat yang kotor
Prinsip Pengobatan Halal
 Pada prinsipnya pengobatan harus dilakukan dengan
  barang yang halal.
 Penggunaan barang halal tidak terbatas pada
  dzatnya, melainkan juga di dalam proses
  produksinya.
 Barang yang halal, jika diproduksi dengan melalui
  proses yang tidak benar secara fikih, misalnya
  menggunakan bahan baku atau bahan penolong yang
  haram/najis maka hukumnya tetap haram sepanjang
  belum dilakukan penyucian secara syar'i.
 Hal ini berlaku umum, baik bagi makanan, minuman,
  maupun obat-obatan yang kepentingannya untuk
  dikonsumsi.
FATWA MUI TERKAIT DENGAN
VAKSINASI UNTUK ANAK
Fatwa tentang Makanan dan Minuman
yang Bercampur dengan Barang
Haram/Najis (1 Juni 1980)
1.   Setiap makanan dan minuman yang jelas bercampur
     dengan barang haram/najis hukumnya haram.
2.   Setiap makanan dan minuman yang diragukan
     bercampur dengan barang haram/najis hendaknya
     ditinggalkan.
3.   Adanya makanan dan minuman yang diragukan
     bercampur dengan barang haram/najis hendaklah
     Majelis Ulama Indonesia meminta kepada instansi
     yang bersangkutan memeriksanya di laboratorium
     untuk dapat ditentukan hukumnya.
FATWA TENTANG PENGGUNAAN
VAKSIN POLIO KHUSUS (IPV) Tahun
2002
1. Pada dasarnya, penggunaan obat-obatan,
   termasuk vaksin, yang berasal dari --atau
   mengandung-- benda najis ataupun benda
   terkena najis adalah haram.
2. Pemberian vaksin IPV kepada anak-anak yang
   menderita immunocompromise, pada saat ini,
   dibolehkan, sepanjang belum ada IPV jenis
   lain yang suci dan halal.
Rekomendasi
 Pemerintah hendaknya mengkampanyekan
  agar setiap ibu memberikan ASI, terutama
  colostrum ( ), secara memadai (sampai
  dengan dua tahun).
 Pemerintah hendaknya mengupayakan secara
  maksimal, serta melalui WHO dan negara-
  negara berpenduduk muslim, agar
  memperhatikan kepentingan umat Islam dalam
  hal kebutuhan akan obat-obatan yang suci dan
  halal.
FATWA TENTANG PENGGUNAAN
VAKSIN POLIO ORAL (OPV) Tahun
2005
1. Pada dasarnya, penggunaan obat-
   obatan, termasuk vaksin, yang berasal dari --
   atau mengandung-- benda najis ataupun
   benda terkena najis adalah haram.
2. Pemberian vaksin OPV kepada kepada seluruh
   balita, pada saat ini, dibolehkan, sepanjang
   belum ada OPV jenis lain yang produksinya
   menggunakan media dan proses yang sesuai
   dengan syariat Islam.
Vaksin
            (Produk/Benda)      Bahan Baku



          Proses Produksi      Bahan Penolong


                                 Hasil Akhir
Masalah   Fungsi dan Urgensi
 Vaksin       Vaksinasi




              Regulasi/Peraturan dan
                Ketentuan Negara
Vaksin Halal: Langkah Strategis
Percepatan Program Imunisasi
 Penyediaan Vaksin Halal adalah salah satu langkah
  strategis percepatan program imunisasi
 Penggunaan konsumsi halal, termasuk di dalamnya obat
  adalah tuntutan agama yang merupakan hak warga
  negara dan dilindungi oleh konstitusi
 Ketiadaan Vaksin Halal menjadi dosa sosial ilmuwan.
 Tanggung jawab kolektif:  mewujudkan vaksin halal
 Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi
  masyarakat Indonesia untuk melakukan penelitian yang
  serius agar menemukan vaksin meningitis yang halal.
 Para ilmuan dan Ulama harus melalukan ijtihad dan jihad
  keilmuan untuk menemukannya.
 Untuk memenuhi kebutuhan umat Islam, maka wajib
  hukumnya bagi para ilmuan untuk melakukan penelitian
  dan penemuan vaksin halal.
Penutup
1.   Imunisasi dan Vaksinasi dalam sudut pandang Islam pada dasarnya
     dibolehkan, untuk mencegah terjadinya penyakit.
2.   Penggunaan vaksin yang mengandung atau bersinggungan dengan unsur
     yang diharamkan, maka hukumnya haram. Dengan demikian,
     keharamannya bukan pada tindakan vaksinasi, namun karena vaksinasi
     dengan vaksin yang diharamkan.
3.   Dalam hal tidak (atau lebih tepatnya belum) ditemukannya vaksin yang
     halal, vaksin yang haram dapat digunakan terkait dengan adanya
     kebutuhan yang mendesak (li al-hajah). Dalam hal ini, kebutuhan untuk
     menunaikan kewajiban, yaitu ibadah haji.
4.   Dengan demikian esensinya tetap haram, namun dibolehkan. Kebolehan
     penggunaan vaksin yang haram tidak merubah esensi keharamannya.
5.   Pembolehan penggunaan vaksin meningitis yang haram bersifat
     kondisional (pada kondisi mendesak untuk dibutuhkan) dan temporal
     (hingga ditemukan vaksin yang halal). Di luar dua keadaan tersebut, tidak
     dibolehkan.
6.   Temporalitas pembolehan penggunaan vaksin yang haram, secara implisit
     mewajibkan bagi umat Islam, khususnya para peneliti di bidang vaksin
     untuk melakukan penelitian dan menemukan vaksin pengganti yang halal.
Terima Kasih....

More Related Content

MuI imunisasi halal

  • 1. IMUNISASI, PENCEGAHAN PENYAKIT, DAN JAMINAN HALAL Dr. HM. Asrorun Ni'am Sholeh, MA Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat Dipresentasikan pada acara Workshop Perumusan Strategi Akselerasi Penurunan Disparitas Wilayah Cakupan Imunisasi dalam Rangka Mendukung Penurunan Angka Kematian Anak Jakarta, 16 Juli 2012.
  • 2. IMUNISASI DAN UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT: Perspektif Fikih
  • 3. PRINSIP DASAR 1. Inti ajaran Islam adalah merealisasikan kemaslahatan (jalb al-mashlahah) dan mencegah terjadinya kemadaratan (daf'u al-madlarrah). Bahaya di sini adalah yang menimpa manusia baik bahaya yang mengancam fisik maupun psikis. 2. Tujuannya adalah agar manusia dapat menjalankan tugasnya sebagai hamba sekaligus khalifah Allah SWT di muka bumi ini dengan baik. 3. Dengan demikian Islam sangat mendorong umatnya untuk senantiasa menjaga kesehatan. 4. Menjaga kesehatan dapat dilakukan pada dua fase; (i) melakukan upaya preventif agar tidak terkena penyakit; dan (ii) berobat manakala sakit agar diperoleh kesehatan kembali. 5. Salah satu langkah lengkah preventif menjaga kesehatan adalah mencegah timbulnya penyakit yang sedang mewabah, salah satunya melalui vaksinasi. 6. Masalah kemudian muncul ketika diketahui bahwa dalam proses pembuatan vaksin menggunakan barang haram/najis atau berinteraksi dengan barang haram/najis, seperti porcine (khinzir).
  • 4. Perspektif Islam tentang Kesehatan keutamaan mukmin yang secara fisik lebih kuat Anjuran untuk hidup sehat Berolahraga Makan yang halal dan bergizi Menghindari yang membahayakan
  • 5. Imunitas dan Kekebalan Tubuh Keharusan memberikan air susu yang pertama keluar (colostrum, al-liba-- ) kepada anaknya. Kaedah fiqihiyyah Melalui kaidah ini dapat difahami bahwa menolak penyakit dengan daya kebal dan daya tangkal yang kuat itu lebih utama, lebih ampuh dan lebih mudah daripada menyembuhkan penyakit yang sudah terlanjur menempel pada badan manusia. Dalam konteks kesehatan ibu dan anak misalnya, imunisasi dan pemberian asi serta makanan bergizi harus mendapatkan perhatian utama dalam upaya menciptakan generasi yang sehat.
  • 6. Fikih Pencegahan Penyakit Perintah untuk menjaga kesehatan, dengan sendirinya adalah perintah untuk melakukan seluruh sarana yang mewujudkan kesehatan, dan menghindarkan diri hal yang menyebabkan ketidaksehatan, juga melakukan langkah preventif untuk mencegah terjadinya penyakit. Salah satu teori hukum Islam yang dipakai oleh ulama madzhab dalam penetapan hukum adalah sadd al-dzari'ah, yaitu menutup peluang terjadinya akibat buruk atau tindakan preventif atas dampak yang ditimbulkan.
  • 7. Fikih Pencegahan Penyakit Dalam perspektif hukum Islam, pencegahan penyakit hukumnya wajib untuk merealisaikan tujuan yang lebih besar, yakni kemaslahatan dan kesehatan yang paripurna. Pencegahan secara dini terhadap terjangkitnya suatu penyakit, seperti dengan imunisasi polio, campak, dan juga DPT serta BCG, termasuk vaksinasi meningitis adalah cermin perintah untuk menjaga kesehatan secara preventif.
  • 8. ASI, Pola hidup sehat Mencegah Penyakit Vaksinasi Menjaga Kesehatan Berobat pada saat sakit Vaksin Halal Vaksin Haram/Najis Darurat/Hajat Sementara Vaksin Halal
  • 9. Manfaat dan Urgensi Vaksinasi Fungsi dan Urgensi Vaksinasi Bahaya dan Dampak Tidak Divaksinasi Mencegah didahulukan Alternatif Obat Lain, seperti : Antibiotik, Multivitamin, dsb Alternatif-Alternatif Lain
  • 10. PRINSIP IKHTIAR: MENCEGAH PENYAKIT DAN BEROBAT JIKA SAKIT
  • 11. Landasan Normatif Dari Habib bin Abi Tsabit ia berkata: Saya mendengar Ibrahim bin Sa'd berkata: Saya mendengar Usamah bin Zaid berbincang dengan Sa'd tentang apa yang didengar dari nabi saw bahwa beliau bersabda: "Bila kalian mendengar ada wabah penyakit di suatu daerah maka jangan masuk ke daerah wabah tersebut. Dan bila wabah tersebut telah terjadi di suatu daerah sedang kalian berada di situ, maka jangan keluar dari daerah tersebut". (HR. Bukhari) Hadis ini menjelaskan langkah preventif yang defensif; (i) seruan untuk menjauhi daerah yang terkena wabah penyakit untuk mencegah terjadinya penularan; (ii) perihal karantina dan isolasi atas suatu wabah penyakit akan tidak terjadi penularan meluas, keluar dari daerah pandemic.
  • 12. Landasan Normatif Dari Sa'd bin Abi Waqqash ra ia berkata: Saya mendengar rasulullah saw bersabda: Barangsiapa makan tujuh butir kurma Madinah pada pagi hari, ia tidak akan terkena pengaruh buruk sihir atau racun. (HR. Muslim) Petunjuk nabi saw ini menegaskan mengenai tindakan preventif secara proaktif, dengan jalan memakan tujuh butir kurma madinah agar terhindar dari penyakit.
  • 14. BEROBAT DENGAN YANG HALAL Dalam fikih Islam, berobat harus menggunakan barang yang halal. Ditegaskan, Allah tidak menjadikan obat pada barang yang haram. Untuk menghasilkan produk halal, di samping bahannya (dzat) harus halal, proses produksinya juga terjaga dari kontaminasi bahan haram dan/atau najis.
  • 15. Landasan Normatif Allah telah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan obat bagi setiap penyakit; maka, berobatlah dan janganlah berobat dengan benda yang haram. (HR. Abu Daud dari Abu Darda). Allah tidakmenjadikan obatmu pada sesuatu yang diharamkan atasmu Rasulullah SAW ditanya tentang tikus yang jatuh ke dalam keju. Beliau SAW menjawab: Jika keju itu keras (padat), buanglah tikus itu dan keju sekitarnya, dan makanlah (sisa) keju tersebut; namun jika keju itu cair, maka janganlah kamu memakannya (HR. Ahmad dari Abu Hurairah). Rasulullah saw melarang berobat dengan obat yang kotor
  • 16. Prinsip Pengobatan Halal Pada prinsipnya pengobatan harus dilakukan dengan barang yang halal. Penggunaan barang halal tidak terbatas pada dzatnya, melainkan juga di dalam proses produksinya. Barang yang halal, jika diproduksi dengan melalui proses yang tidak benar secara fikih, misalnya menggunakan bahan baku atau bahan penolong yang haram/najis maka hukumnya tetap haram sepanjang belum dilakukan penyucian secara syar'i. Hal ini berlaku umum, baik bagi makanan, minuman, maupun obat-obatan yang kepentingannya untuk dikonsumsi.
  • 17. FATWA MUI TERKAIT DENGAN VAKSINASI UNTUK ANAK
  • 18. Fatwa tentang Makanan dan Minuman yang Bercampur dengan Barang Haram/Najis (1 Juni 1980) 1. Setiap makanan dan minuman yang jelas bercampur dengan barang haram/najis hukumnya haram. 2. Setiap makanan dan minuman yang diragukan bercampur dengan barang haram/najis hendaknya ditinggalkan. 3. Adanya makanan dan minuman yang diragukan bercampur dengan barang haram/najis hendaklah Majelis Ulama Indonesia meminta kepada instansi yang bersangkutan memeriksanya di laboratorium untuk dapat ditentukan hukumnya.
  • 19. FATWA TENTANG PENGGUNAAN VAKSIN POLIO KHUSUS (IPV) Tahun 2002 1. Pada dasarnya, penggunaan obat-obatan, termasuk vaksin, yang berasal dari --atau mengandung-- benda najis ataupun benda terkena najis adalah haram. 2. Pemberian vaksin IPV kepada anak-anak yang menderita immunocompromise, pada saat ini, dibolehkan, sepanjang belum ada IPV jenis lain yang suci dan halal.
  • 20. Rekomendasi Pemerintah hendaknya mengkampanyekan agar setiap ibu memberikan ASI, terutama colostrum ( ), secara memadai (sampai dengan dua tahun). Pemerintah hendaknya mengupayakan secara maksimal, serta melalui WHO dan negara- negara berpenduduk muslim, agar memperhatikan kepentingan umat Islam dalam hal kebutuhan akan obat-obatan yang suci dan halal.
  • 21. FATWA TENTANG PENGGUNAAN VAKSIN POLIO ORAL (OPV) Tahun 2005 1. Pada dasarnya, penggunaan obat- obatan, termasuk vaksin, yang berasal dari -- atau mengandung-- benda najis ataupun benda terkena najis adalah haram. 2. Pemberian vaksin OPV kepada kepada seluruh balita, pada saat ini, dibolehkan, sepanjang belum ada OPV jenis lain yang produksinya menggunakan media dan proses yang sesuai dengan syariat Islam.
  • 22. Vaksin (Produk/Benda) Bahan Baku Proses Produksi Bahan Penolong Hasil Akhir Masalah Fungsi dan Urgensi Vaksin Vaksinasi Regulasi/Peraturan dan Ketentuan Negara
  • 23. Vaksin Halal: Langkah Strategis Percepatan Program Imunisasi Penyediaan Vaksin Halal adalah salah satu langkah strategis percepatan program imunisasi Penggunaan konsumsi halal, termasuk di dalamnya obat adalah tuntutan agama yang merupakan hak warga negara dan dilindungi oleh konstitusi Ketiadaan Vaksin Halal menjadi dosa sosial ilmuwan. Tanggung jawab kolektif: mewujudkan vaksin halal Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi masyarakat Indonesia untuk melakukan penelitian yang serius agar menemukan vaksin meningitis yang halal. Para ilmuan dan Ulama harus melalukan ijtihad dan jihad keilmuan untuk menemukannya. Untuk memenuhi kebutuhan umat Islam, maka wajib hukumnya bagi para ilmuan untuk melakukan penelitian dan penemuan vaksin halal.
  • 24. Penutup 1. Imunisasi dan Vaksinasi dalam sudut pandang Islam pada dasarnya dibolehkan, untuk mencegah terjadinya penyakit. 2. Penggunaan vaksin yang mengandung atau bersinggungan dengan unsur yang diharamkan, maka hukumnya haram. Dengan demikian, keharamannya bukan pada tindakan vaksinasi, namun karena vaksinasi dengan vaksin yang diharamkan. 3. Dalam hal tidak (atau lebih tepatnya belum) ditemukannya vaksin yang halal, vaksin yang haram dapat digunakan terkait dengan adanya kebutuhan yang mendesak (li al-hajah). Dalam hal ini, kebutuhan untuk menunaikan kewajiban, yaitu ibadah haji. 4. Dengan demikian esensinya tetap haram, namun dibolehkan. Kebolehan penggunaan vaksin yang haram tidak merubah esensi keharamannya. 5. Pembolehan penggunaan vaksin meningitis yang haram bersifat kondisional (pada kondisi mendesak untuk dibutuhkan) dan temporal (hingga ditemukan vaksin yang halal). Di luar dua keadaan tersebut, tidak dibolehkan. 6. Temporalitas pembolehan penggunaan vaksin yang haram, secara implisit mewajibkan bagi umat Islam, khususnya para peneliti di bidang vaksin untuk melakukan penelitian dan menemukan vaksin pengganti yang halal.