Dokumen tersebut membahas tentang imunisasi, pencegahan penyakit, dan jaminan halal dalam perspektif fikih. Prinsip dasarnya adalah mencegah terjadinya kemudaratan dan merealisasikan kemaslahatan dengan menjaga kesehatan secara preventif melalui imunisasi dan langkah-langkah lainnya, asalkan menggunakan sarana yang halal. Fatwa MUI juga membahas tentang penggunaan vaksin polio dan meningitis
1 of 25
More Related Content
MuI imunisasi halal
1. IMUNISASI, PENCEGAHAN
PENYAKIT, DAN JAMINAN HALAL
Dr. HM. Asrorun Ni'am Sholeh, MA
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat
Dipresentasikan pada acara Workshop Perumusan Strategi Akselerasi Penurunan Disparitas
Wilayah Cakupan Imunisasi dalam Rangka Mendukung Penurunan Angka Kematian Anak
Jakarta, 16 Juli 2012.
3. PRINSIP DASAR
1. Inti ajaran Islam adalah merealisasikan kemaslahatan (jalb al-mashlahah)
dan mencegah terjadinya kemadaratan (daf'u al-madlarrah). Bahaya di sini
adalah yang menimpa manusia baik bahaya yang mengancam fisik
maupun psikis.
2. Tujuannya adalah agar manusia dapat menjalankan tugasnya sebagai
hamba sekaligus khalifah Allah SWT di muka bumi ini dengan baik.
3. Dengan demikian Islam sangat mendorong umatnya untuk senantiasa
menjaga kesehatan.
4. Menjaga kesehatan dapat dilakukan pada dua fase; (i) melakukan upaya
preventif agar tidak terkena penyakit; dan (ii) berobat manakala sakit agar
diperoleh kesehatan kembali.
5. Salah satu langkah lengkah preventif menjaga kesehatan adalah mencegah
timbulnya penyakit yang sedang mewabah, salah satunya melalui
vaksinasi.
6. Masalah kemudian muncul ketika diketahui bahwa dalam proses pembuatan
vaksin menggunakan barang haram/najis atau berinteraksi dengan barang
haram/najis, seperti porcine (khinzir).
4. Perspektif Islam tentang Kesehatan
keutamaan mukmin yang secara fisik lebih
kuat
Anjuran untuk hidup sehat
Berolahraga
Makan yang halal dan bergizi
Menghindari yang membahayakan
5. Imunitas dan Kekebalan Tubuh
Keharusan memberikan air susu yang pertama keluar
(colostrum, al-liba-- ) kepada anaknya.
Kaedah fiqihiyyah
Melalui kaidah ini dapat difahami bahwa menolak
penyakit dengan daya kebal dan daya tangkal yang
kuat itu lebih utama, lebih ampuh dan lebih mudah
daripada menyembuhkan penyakit yang sudah
terlanjur menempel pada badan manusia.
Dalam konteks kesehatan ibu dan anak misalnya,
imunisasi dan pemberian asi serta makanan bergizi
harus mendapatkan perhatian utama dalam upaya
menciptakan generasi yang sehat.
6. Fikih Pencegahan Penyakit
Perintah untuk menjaga kesehatan, dengan
sendirinya adalah perintah untuk melakukan
seluruh sarana yang mewujudkan kesehatan,
dan menghindarkan diri hal yang
menyebabkan ketidaksehatan, juga melakukan
langkah preventif untuk mencegah terjadinya
penyakit.
Salah satu teori hukum Islam yang dipakai
oleh ulama madzhab dalam penetapan hukum
adalah sadd al-dzari'ah, yaitu menutup
peluang terjadinya akibat buruk atau tindakan
preventif atas dampak yang ditimbulkan.
7. Fikih Pencegahan Penyakit
Dalam perspektif hukum Islam,
pencegahan penyakit hukumnya wajib
untuk merealisaikan tujuan yang lebih
besar, yakni kemaslahatan dan
kesehatan yang paripurna.
Pencegahan secara dini terhadap
terjangkitnya suatu penyakit, seperti
dengan imunisasi polio, campak, dan
juga DPT serta BCG, termasuk
vaksinasi meningitis adalah cermin
perintah untuk menjaga kesehatan
secara preventif.
8. ASI, Pola hidup sehat
Mencegah Penyakit
Vaksinasi
Menjaga Kesehatan
Berobat pada saat sakit
Vaksin Halal
Vaksin Haram/Najis
Darurat/Hajat
Sementara Vaksin Halal
9. Manfaat dan Urgensi
Vaksinasi
Fungsi dan Urgensi
Vaksinasi
Bahaya dan Dampak
Tidak Divaksinasi
Mencegah didahulukan
Alternatif Obat Lain, seperti :
Antibiotik, Multivitamin, dsb
Alternatif-Alternatif Lain
11. Landasan Normatif
Dari Habib bin Abi Tsabit ia berkata: Saya mendengar Ibrahim bin
Sa'd berkata: Saya mendengar Usamah bin Zaid berbincang dengan
Sa'd tentang apa yang didengar dari nabi saw bahwa beliau
bersabda: "Bila kalian mendengar ada wabah penyakit di suatu
daerah maka jangan masuk ke daerah wabah tersebut. Dan bila
wabah tersebut telah terjadi di suatu daerah sedang kalian berada
di situ, maka jangan keluar dari daerah tersebut". (HR. Bukhari)
Hadis ini menjelaskan langkah preventif yang defensif;
(i) seruan untuk menjauhi daerah yang terkena wabah
penyakit untuk mencegah terjadinya penularan;
(ii) perihal karantina dan isolasi atas suatu wabah penyakit
akan tidak terjadi penularan meluas, keluar dari daerah
pandemic.
12. Landasan Normatif
Dari Sa'd bin Abi Waqqash ra ia berkata: Saya
mendengar rasulullah saw bersabda:
Barangsiapa makan tujuh butir kurma Madinah
pada pagi hari, ia tidak akan terkena pengaruh
buruk sihir atau racun. (HR. Muslim)
Petunjuk nabi saw ini menegaskan mengenai tindakan
preventif secara proaktif, dengan jalan memakan
tujuh butir kurma madinah agar terhindar dari
penyakit.
14. BEROBAT DENGAN YANG HALAL
Dalam fikih Islam, berobat harus
menggunakan barang yang halal.
Ditegaskan, Allah tidak menjadikan
obat pada barang yang haram.
Untuk menghasilkan produk halal, di
samping bahannya (dzat) harus
halal, proses produksinya juga
terjaga dari kontaminasi bahan
haram dan/atau najis.
15. Landasan Normatif
Allah telah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan obat
bagi setiap penyakit; maka, berobatlah dan janganlah berobat
dengan benda yang haram. (HR. Abu Daud dari Abu Darda).
Allah tidakmenjadikan obatmu pada sesuatu yang diharamkan
atasmu
Rasulullah SAW ditanya tentang tikus yang jatuh ke dalam keju.
Beliau SAW menjawab: Jika keju itu keras (padat), buanglah tikus
itu dan keju sekitarnya, dan makanlah (sisa) keju tersebut; namun
jika keju itu cair, maka janganlah kamu memakannya (HR.
Ahmad dari Abu Hurairah).
Rasulullah saw melarang berobat dengan obat yang kotor
16. Prinsip Pengobatan Halal
Pada prinsipnya pengobatan harus dilakukan dengan
barang yang halal.
Penggunaan barang halal tidak terbatas pada
dzatnya, melainkan juga di dalam proses
produksinya.
Barang yang halal, jika diproduksi dengan melalui
proses yang tidak benar secara fikih, misalnya
menggunakan bahan baku atau bahan penolong yang
haram/najis maka hukumnya tetap haram sepanjang
belum dilakukan penyucian secara syar'i.
Hal ini berlaku umum, baik bagi makanan, minuman,
maupun obat-obatan yang kepentingannya untuk
dikonsumsi.
18. Fatwa tentang Makanan dan Minuman
yang Bercampur dengan Barang
Haram/Najis (1 Juni 1980)
1. Setiap makanan dan minuman yang jelas bercampur
dengan barang haram/najis hukumnya haram.
2. Setiap makanan dan minuman yang diragukan
bercampur dengan barang haram/najis hendaknya
ditinggalkan.
3. Adanya makanan dan minuman yang diragukan
bercampur dengan barang haram/najis hendaklah
Majelis Ulama Indonesia meminta kepada instansi
yang bersangkutan memeriksanya di laboratorium
untuk dapat ditentukan hukumnya.
19. FATWA TENTANG PENGGUNAAN
VAKSIN POLIO KHUSUS (IPV) Tahun
2002
1. Pada dasarnya, penggunaan obat-obatan,
termasuk vaksin, yang berasal dari --atau
mengandung-- benda najis ataupun benda
terkena najis adalah haram.
2. Pemberian vaksin IPV kepada anak-anak yang
menderita immunocompromise, pada saat ini,
dibolehkan, sepanjang belum ada IPV jenis
lain yang suci dan halal.
20. Rekomendasi
Pemerintah hendaknya mengkampanyekan
agar setiap ibu memberikan ASI, terutama
colostrum ( ), secara memadai (sampai
dengan dua tahun).
Pemerintah hendaknya mengupayakan secara
maksimal, serta melalui WHO dan negara-
negara berpenduduk muslim, agar
memperhatikan kepentingan umat Islam dalam
hal kebutuhan akan obat-obatan yang suci dan
halal.
21. FATWA TENTANG PENGGUNAAN
VAKSIN POLIO ORAL (OPV) Tahun
2005
1. Pada dasarnya, penggunaan obat-
obatan, termasuk vaksin, yang berasal dari --
atau mengandung-- benda najis ataupun
benda terkena najis adalah haram.
2. Pemberian vaksin OPV kepada kepada seluruh
balita, pada saat ini, dibolehkan, sepanjang
belum ada OPV jenis lain yang produksinya
menggunakan media dan proses yang sesuai
dengan syariat Islam.
22. Vaksin
(Produk/Benda) Bahan Baku
Proses Produksi Bahan Penolong
Hasil Akhir
Masalah Fungsi dan Urgensi
Vaksin Vaksinasi
Regulasi/Peraturan dan
Ketentuan Negara
23. Vaksin Halal: Langkah Strategis
Percepatan Program Imunisasi
Penyediaan Vaksin Halal adalah salah satu langkah
strategis percepatan program imunisasi
Penggunaan konsumsi halal, termasuk di dalamnya obat
adalah tuntutan agama yang merupakan hak warga
negara dan dilindungi oleh konstitusi
Ketiadaan Vaksin Halal menjadi dosa sosial ilmuwan.
Tanggung jawab kolektif: mewujudkan vaksin halal
Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi
masyarakat Indonesia untuk melakukan penelitian yang
serius agar menemukan vaksin meningitis yang halal.
Para ilmuan dan Ulama harus melalukan ijtihad dan jihad
keilmuan untuk menemukannya.
Untuk memenuhi kebutuhan umat Islam, maka wajib
hukumnya bagi para ilmuan untuk melakukan penelitian
dan penemuan vaksin halal.
24. Penutup
1. Imunisasi dan Vaksinasi dalam sudut pandang Islam pada dasarnya
dibolehkan, untuk mencegah terjadinya penyakit.
2. Penggunaan vaksin yang mengandung atau bersinggungan dengan unsur
yang diharamkan, maka hukumnya haram. Dengan demikian,
keharamannya bukan pada tindakan vaksinasi, namun karena vaksinasi
dengan vaksin yang diharamkan.
3. Dalam hal tidak (atau lebih tepatnya belum) ditemukannya vaksin yang
halal, vaksin yang haram dapat digunakan terkait dengan adanya
kebutuhan yang mendesak (li al-hajah). Dalam hal ini, kebutuhan untuk
menunaikan kewajiban, yaitu ibadah haji.
4. Dengan demikian esensinya tetap haram, namun dibolehkan. Kebolehan
penggunaan vaksin yang haram tidak merubah esensi keharamannya.
5. Pembolehan penggunaan vaksin meningitis yang haram bersifat
kondisional (pada kondisi mendesak untuk dibutuhkan) dan temporal
(hingga ditemukan vaksin yang halal). Di luar dua keadaan tersebut, tidak
dibolehkan.
6. Temporalitas pembolehan penggunaan vaksin yang haram, secara implisit
mewajibkan bagi umat Islam, khususnya para peneliti di bidang vaksin
untuk melakukan penelitian dan menemukan vaksin pengganti yang halal.