Teks ini membahas tentang Ngelmu Sejati Cirebon, yaitu ajaran kebatinan yang berasal dari Cirebon. Ajaran ini didirikan oleh Pangeran Aruman dan Pangeran Suleman Sulendraningrat, keturunan Keprabon Cirebon. Ajaran ini mengajarkan lima prinsip utama yaitu Sahadat Sejati, Salat Sejati, Martabat Tujuh, kaifiah berzikir, dan Mi'raj untuk meraih kesatuan dengan Tuhan. Isi
1 of 9
Downloaded 23 times
More Related Content
Ngelmu sejati
1. NGELMU SEJATI CIREBON
Akar Sejarah, Aktor, dan Ajarannya
Periset dan Penyusun:
Tata Septayuda
Aristhopan Firdaus
Yiyi Hilmanuddin
M. Rosyid Anwar
UIN Sunan Gunung Djati
Bandung, 26 April 2013
2. NGELMU SEJATI CIREBON
Akar Sejarah, Aktor, dan Ajarannya
Pengertian dan AjaranNgelmu Sejati Cirebon1
Ngelmu2 Sejati Cirebon adalah ajaran kebatinan (mistik) yang tersebar luas di
daerah Karesidenan Cirebon, terutama di Kabupaten Cirebon dan Indramayu.Aliran ini
dibentuk pertama kali oleh Pangeran Aruman, dilanjutkan oleh Pangeran Suleman
Sulendraningrat yang mendapat gelar romo guru.Keduanya merupakan keturunan
Keprabon, satu dari empat keratin sissa kerajaan Cirebon (Kartapradja, 1985).
Ajaran ini tidak pernah memiliki organisasi.Sumber ajarannya adalah buku-buku
catatan yang disebut primbon yang ditulis dengan tangan memakai bahasa Jawa Cirebon
bercampur bahasa Kawi (Sansakreta) dengan huruf Arab atau Jawa. Buku Primbon
tersebut pernah dicetak dalam 12 jilid dan ditulis dengan bahasa Indonesia huruf latin
pada tahun 1920 oleh Tubagus Haji Burhan. Setelah tercetak dan terjual habis buku
tersebut tidak lagi diterbitkan.Pada masa pra kemerdekaan, oleh para pemimpin Islam
(wali) ajaran ini ditentang untuk disiarkan.Namun demikian, ajaran ini disebarkan secara
diam-diam oleh Sultan Kanoman, Sultan Kasepuhan, Sultan Kecirebonan dan terutama dari
1
Ajaran kebatinan ini adalah ajaran yang tersebar di sekitar Cirebon dan pendirinya berasal dari keturunan
kerajaan Cirebon. Hal ini perlu ditegaskan karena di tempat lain juga ada ajaran yang disebut Ilmu Sejati yang
didirikan oleh orang lain. Yang pertama didirikan oleh Sujono alias Prawirosudarso, berasal dari desa Sukorejo
kecamatan Saradan kabupaten Madiun.Pengaruhnya tersebar mula-mula di desa Sukorejo, kemudian meluas dan
mendirikan cabang dan ranting di daerah Madiun, Kediri, Besuki, Surabaya, Bojonegoro, dan Lampung.Aliran ini
diresmikan tahun 1956 berdasarkan ordonansi tahun 1925.Pada tahun 1956 pengikutnya berjumlah 120.000
orang. Karena besarnya pengaruh itu Prawirosudarso diangkat sebagai anggota parlemen, bahkan (karena usianya
yang paling tua) diangkat sebagai ketua parlemen sementara sebelum diangkat ketua sesungguhnya (Kartapradja,
1985 dan Sunanto, 1999). Ajarannya berasaskan kesucian yang dihimpun dari agama Islam, Kristen, dan Budha
dengan maksud mencapai kebaikan budi, berbuat baik kepada sesame makhluk dan mencegah perbuatan yang
tidak baik dari panca indera; menyelami keadaan ruh dengan mengadakan tafsiran pedoman dan petunjuk tentang
ruh (Kartapradja, 1985:99) yang kedua didirikan oleh Kusri alias Kusnoprawiro, berasal dari Tulungagung. Ilmu
Sejati Kusno ini mula-mula merupakan cabang ilmu Sejati Prawirosudarso yang kemudian melepaskan diri dan
menyimpang dari ajaran induknya. Ajarannya ada kesan-kesan akan melenyapkan Islam dan bertedensi politik PKI.
Pengikutnya tersebar di Malang, Pasuruhan, dan Jember, berjumlah kira-kira dua ribu orang (Kartapradja, 1985).
2
Kata ngelmu berasal dari bahasa Jawa yang artinya menuntut ilmu, boleh juga diartikan belajar.Namun dalam
perkembangannya, kata ngelmukerapkali dikonotasikan sebagai mempelajari sesuatu yang negatif, seperti santet,
perdukunan dan sejenisnya.Diduga kuat kata ngelmu berakar dari bahasa Arab yang kemudian diserap dalam
bahasa Indonesia menjadi ilmu, yang berarti pengetahuan. Dalam KBBI (1994) ilmu bebrarti tntang suatu bidang
yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala
tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
3. pihak keturunan Syarif Hidayatullah.Pasca kemerdekaan Indonesia, ajaran ini
disebarluaskan oleh Sultan Keprabon yang bernama Pangeran Aruman.Ajaran pokoknya
bersumber pada buku primbon yang ditulis tangan berbahasa Jawa Cirebon campur Kawi
dengan huruf Arab Pegon dicetak tahun 1920 sebanyak 12 jilid. Isi buku ini berasal dari
kitab Sejarah Cirebon yang aslinya tersimpan di keratin Keprabon.
Isi ajaran terdiri dari Lima macam.
a. Sahadat Sejati
Ajaran aslinya memakai bahasa Jawa Cirebon yang artinya:
Waktu Rasulullah Muhammad SAW akan meninggal membisikkan ke telinga Ali sebelah
kanan yang isinya : Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan Aku bersaksi bahwa
Muhammmad itu utusan Allah, Muhammad cahayaku, Rasulullah rasaku, ya Allah, ya
Muhammad, ya Aku (Kartapradja, 1985:92)
b. Salat Sejati, adalah suatu usaha untuk mengadakan hubungan langsung antara hamba
dengan Tuhan. Salat yang wajib ada lima berpangkal kepada salat daim, yaitu suatu
yang dilakukan dengan bersemedi (tafakkur) sambil mengatur nafas, menarik dan
menghembuskan nafas secara teratur serta memelihara lima panca indera: mata,
telinga, hidung, mulut, dan kubul. Salat daim adalah sebagai latihan untuk memperoleh
pengalaman ruhani dekat dengan Tuhan. Latihan itu dengan cara (zikir) yaitu membaca
kalimat laa ilaaha illa Allah sebanyak-banyaknya. Ucapan itu hanya sarana untuk
menuntun memperoleh pengalaman ruhani. Apabila pengalaman ruhani telah
meningkat bacaan dalam zikir cukup kata yang menyatakan itsbat-Nya saja yaitu illa
Allah. Pada taraf selanjutnya yang dibaca hanya lafad isim zat, Allah-Allah. Terakhir
ucapan Hu sebanyak-banyaknya. Lama kelamaan ucapan tidak ada lagi menjadi daim
(terus menerus mengingat nama Allah), sehingga insan merasa menyatu dengan Tuhan,
Tuhan Sejati (Sunanto, 1999:16).
c. Martabat Tujuh
Manusia itu terdiri dari empat unsur (bumi, air, api, dan angin) sehingga mewujudkan
jasmaniyah yaitu badan kasar. Yang dimaksud martabat tujuh di sini adalah tahapan
lahir manusia yang terproyeksi ke dalam tujuh fase (martabat tujuh).
1. Alam Ahadiyat (alam azali abadi), adalah alam sebelum manusia lahir ke dunia.
4. 2. Alam Wahdat, alam kesatuan dari dua jenis.
3. Alam Wahdaniyat, alam Maha Tunggal. Kesatuan tidak ada selain daripada wujud
yang satu.
4. Alam Arwah, (alam mulai ada tanda gerak hidup) bayi kira-kira umur empat bulan
dalam kandungan ibu.
5. Alam Mitsal, adalah merupakan bentuk yang lebih lunak.
6. Alam Ajsam, yaitu sudah berbentuk manusia lengkap dengan tulang dan daging,
namun belum sempurna.
7. Alam Insan Kamil, bayi sudah dalam keadaan sempurna kira-kira umur sembilan
bulan di dalam kandungan ibunya, kemudian lahirlah dengan keadaan sempurna.
d. Kaifiyah (cara) berzikir.
Ada peraturan-peraturan yang harus dipatuhi baik pada waktu berzikir maupun
sebelum dan sesudahnya.Pada waktu berzikir hal-hal yang harus dipatuhi ada dua belas
macam.Pertama, alungguh ing anggon kang suci (duduk di tempat yang suci).Kedua,
andokoaken wewangi ing palungguhane zikir (memberi wewangian di tempat
berzikir).Ketiga, andokoaken epek-epek karo ing luhure pupune karo (meletakkan kedua
telapak tangan di atas kedua paha).Keempat, anganggo ing anggon-anggon kang wangi
(memakai pakaian yang wangi).Kelima, amilih anggon kang peteng (memilih tempat
yang gelap).Keenam, anggeremaken netrane karo (memejamkan kedua matanya).
Ketujuh, arep angrupakaken ing rupane syekh-e serasa katon ing ngarepe
(membayangkan rupa syekhnya (gurunya) seakan-akan tampak di depan matanya).
Kedelapan, shidiq ing dalem zikire (tulus dan bersungguh-sungguh dalam
berzikir).Kesembilan, ihlas, kesepuluh, amilih ing lafazh laa ilaaha illa Allah (memilih
lafazh laa ilaaha illa Allah), kesebelas, anyawisaken ing maknane zikire (menghayati
makna bacaan dalam zikirnya), keduabelas, anafeaken ing sakehe kang maujud kang
liyan saking Allah Taala (menafikan segala maujud selain Allah).
e. Miraj (bersatu dengan Tuhan)
Seblum pulang kembali ke Asal Azali Abadi, orang harus tahu lebih dulu dimana tempat
akan kembali. Kalau tidak demikian orang tersebut akan tersesat, tidak sampai kembali
ke tempat asal. Ia dapat mati berkumpul dengan jin merkayangan, binatang, tumbuh-
tumbuhan, dan bisa mati masuk ke tempat batu-batu dan kayu-kayu atau gunung-
5. gunung dan lereng-lereng, lembah, dan ngarai. Maka dari itu manusia perlu
mengadakan latihan untuk mengetahui tempat kembali di kemudian hari.Latihan itu
dinamakan Miraj atau Meradan.Melalui latihan-latihan itu mereka berusaha untuk
menghasilkan penglihatan batiniyah pada berbagai cahaya berwarna, memberikan
interpretasi simbolik pada warna-warna ini, dan menggunakan cahaya berwarna ini
sebagai simbol pengamalnya kepada kesempurnaan spiritual.Latihan dan teknik
meditasi yang dilakukan menghasilkan penglihatan batin kepada sinar-sinar berwarna
yang digabungkan dengan teknik pengekangan inderawi dan pengendalian
nafas.Latihan dan teknik metidasi itu melewati Sembilan tingkatan. Melalui teknik
pertama akan terlihat secara batin cahaya hitam perlambang nafsu lawwamah
(lambang nafsu-nafsu jahat) yang bertujuan hanya kepada syahwat seperti binatang
ternak. Kalau tidak awas dan waspada akan kelorop (tertipu dan masuk (inkarnasi)
menjadi binatang ternak. Melalui teknik kedua akan ditemukan warna merah
wahananing nafsu ammarah yang ada dalam jiwa. Kalau tidak awas kita diajak oleh
suara yang memanaskan hati maka masuklah orang ke dalam alam jin. Melalui teknik
ketiga akan tampak cahaya hijau, rasanya dingin, wahananing nafsu supiyah. Tajali-nya
penglihatan suka kepada yang indah-indah, kalau tidak awas dan waspada orang akan
terjerumus ke dalam alam binatang air. Melalui teknik keempat akan tampak cahaya
kuning, wahananing nafsu mutmainah, rasanya tenang dan senang, banyak burung
berkicau, semua mengajak untuk tinggal. Melalui teknik kelima ada bianglala berwarna
tujuh macam lambang alam tumbuh-tumbuhan.Melalui teknik keenam terlihat cahaya
putih lambang alam malakut.Melalui teknik ketujuh terlihat cahaya kuning keemasan
lambang alam ruh. Melalui teknik kedelapan akan tampak cahaya terang benderang.
Lambang alam surge penasaran tetapi bukan surge sejati. Terakhir, melalui teknik
kesembilan akan berjumpa dengan cahaya terang benderang tiada batas. Disitulah
manusia merasakan bersatu dengan Tuhan, tempat Azali Abadi, tidak ada perbandingan
dan persamaan, laisa ka mislihi syaiun.Insan harus memilih alam yang terakhir yang
menjadi tujuan manusia sejati dan tidak tertipu warna-warna lain yang
mendahului.Mula-mula masuk pintu I, akan bertemu dengan cahaya hitam, yakni
wahaning nafsu lawwamah, seperti binatang. Tujuan hidupnya hanya kepada syahwat
6. perut dan birahi. Jika tidak waspada akan kelorop (tertipu) masuk (inkarnasi) menjadi
binatang ternak.
Pintu II akan bertemu cahaya merah, ialah wahaning nafsu amarah, yang ada di
dalam jin berkasakan. Pengaruhnya yang menguasai pendengaran. Jika tidak
waspada maka masuklah orang ke dalam alam jin.
Pintu III akan bertemu dengan cahaya hijau, ialah wahaning nafsu supiyah, rasanya
dingin, banyak tampak ikan air dan binatang laut. Tajallinya penglihatan suka pada
yang indah-indah, jika tidak awas orang akan terjerumus masuk ke dalam alam
binatang air dan laut.
Pintu IV akan tampak cahaya kuning, adalah wahaning nafsu mutmainnah, rasanya
tenang banyak burung berkicau, semua seolah-olah mengajak tinggal bersama.
Kalau tidak waspada orang akan terjeumus masuk ke dalam alam burung.
Pintu V, setelah dilalui akan tampak bianglala berwarna tujuh macam melambaikan
seolah-olah mengajak kita tinggal bersama. Jika tidak waspada maka akan tetap
tinggal dalam alam tumbuh-tumbuhan.
Pintu VI akan tampak cahaya putih terang terdengar seolah-olah suara halus dan
merdu mengajak tinggal bersama-sama. Jika tidak awas maka akan masuk alam
malakut.
Pintu VII setelah dilalui akan terlihat cahay kuning keemas-emasan yang berasal
dari suatu kelompok benda seperti rumah lebah, sedap serta nyaman dipandang.
Itulah hakikat hati tempat berkumpul para ruh dan kalau berhenti maka tidak akan
sampai ke tempat sejati yang kita cari.
Pintu VIII terbuka luas dan mudah dimasuki. Tampak cahaya terang benderang, rasa
nikmat dan tenang yang tidak ada bandingannya. Inilah surga bagi mereka yang
bernuat baik di dunia, tetapi bukan surga sejati yang dituju.
Pintu IX ialah pintu penghabisan. Jika manusia dapat masuk ke sini maka ia akan
berjumpa dengan cahaya terang benderang yang tidak terbatas. Di sinilah surga
sejati yang dirakit oleh Tuhan yang sejati. Tempat azali abadi tdak ada
perbandingan dan persamaan, laisa kamitslihi syaiun.
7. Pertumbuhan dan Perkembangan
Ngelmu Sejati Cirebonini diduga berasal dari ajaran keberagamaan Syarif
Hidayatullah yang secara turun menurun diwejanhgkan tiap generasi kepada generasi
berikutnya. Ajaran tersebut akan terlihat jika kita mempelajari perjuangannya ketika
mengebarkan agama Islam di tatar Cirebon.
Perjuangan Syarif Hidayatullah untuk menyebarkan Islam diawali ketia ia datang ke
Pulau Jawa bergabung dan berguru kepada Sunan Ampel sebagai pimpinan para wali
zaman itu. Syarif Hidayatullah kemudian ditempatkan di Cirebon sebagai wilayah tanggung
jawabnya dalam rangkaian kerja Wali Sanga. Di Cirebon, Syarif Hidayatullah bergabung dan
berguru kepada Syekh Nur Jati di Gunung Jati. Pada tahap ini Syarif Hidayatullah berhasil
menyebarkan Islam di desa Babadan, suatu wilayah di Indramayu, mengislamkan
Kawunganten, suatu wilayah di Banten, dan mengislamkan Raja Galuh dan Luragung di
wilayah Kuningan (Ayatrohaedi, 1986).
Tahap kedua usaha Syarif Hidayatullah dalam menyebarkan Islam adalah dengan
memakai sarana politik.Pertama-tama memproklamirkan Kadipaten Cirebon sebagai
kerajaan Islam yang merdeka, terlepas dari Kerjaaan Galuh pada tahun 1579.Salah satu
bukti pemindahan kekuasaan ini adalah Singabarong3.Setelah itu karena Sunda
mengadakan perjanjian kerjasama dengan Portugis yang didasarkan kekhawatiran akan
semakin meluasnya pengaruh Islam, Syarif Hidayatullah bekerja sama dengan Demak
menyusun Angkatan Bersenjata dengan panglima perangnya Fatahillah merebut Banten
dari kerajaan Sunda kemudian mengusir Portugis dari Jayakarta (Ekadjati, 1989:153).
Tahap ketiga, ketika Syarif Hidayatullah telah merasa agak lanjut usia dan telah
menyerahkan masalah politik dan birokrasi kepada putera dan menantunya, Syarif
Hidayatullah lebih banyak mengkonsentrasikan diri di Gunung Sembung berdakwah
melalui pendekatan tasawuf. Perhatian ditujukan kepada membimbing putera, menantu,
dan murid-muridnya secara ruhani dengan pengamalan tasawuf.Caranya dengan banyak
zikir bersama-sama dengan para pengikutnya.
3
Wawancara dengan Maskun, salah satu pajabat keraton Cirebon, di Keraton Kasepuhantanggal 20 April 2013.
8. Dari paparan sejarah penyebaran Islam yang dilakukan Syarif Hidayatullah tersebut
di atas dapat dipahami bahwa Syarif Hidayatullah mendapat penghargaan karena dianggap
sebagai tokoh yang paking berjasa menyebarkan Islam.Dengan kata lain pengamalan
kebaragamaan di Jawa Barat berasal dari ajaran-ajaran Syarif Hidayatullah. Menurut
penuturan Budi Sulistiono4, ada dua corak ajaran Syarif Hidayatullah dalam memperluas
ajarannya.Pertama, tasawuf yang biasa diberikan kepada keluarga kerajaan dan syariat
kepada warga umumnya.Memang setiap wali yang mengajar agama di Jawa memiliki
kecenderungan berbeda-beda.Syekh Siti Jenar ekstrem bertasawuf, Sunan Kudus taat
mengikuti fiqih, Sunan Kalijaga sangat toleran terhadap adat istiadat setempat, di samping
menghadapi audien yang masih dipengaruhi agama Hindu Budha.Maka Syarif Hidayatullah
agaknya berusaha untuk berpedoman pada kitab Ihya Ulumuddin karya Al-Ghazali untuk
memadukan fiqh dan tasawuf.Tidak kaku terikat serba fiqh yang kering, tidak keras
terhadap adat istiadat masyarakat setempat, namun juga tidak terlalu toleran serat tidak
ekstrem dalam bertasawuf sebagaimana tasawuf Syekh Siti Jenar.
Sebagaimana disebutkan pengaruh Syarif Hidayatullah dalam penyebaran Islam
dapat dibedakan menjadi pengaruh kepada golongan awam ketika ia belum menjadi raja,
pengaruh golongan bangsawan ketika menjadi raja, dan pengaruh kepada murid-murid,
golongan elite agamawan, dan wali-wali muda ketika ia telah bertempat di peguron gunug
Sembung Gunung Jati. Kepada golongan awam pembinaan dilakukan dengan cara
keteladanan yang praktis, yang dipraktekkan oleh Syarif Hidayatullah dan keluarganya
sehingga menjadi tradisi yang memungkinkan tercipta adat lembaga yang bersifat
normatif.
Dalam salah satu tradisinya, Syarif Hidayatullah kadang mengadakan pertemuan
berkala pada waktu-waktu tertentu misalnya pada peristiwa Idul Fitri dan
Muludan.Pertemuan atau tatap muka dengan Syarif Hidayatullah, atau disebut Syekh oleh
masyarakat, adalah suatu yang sangat ditunggu-tunggu.Masyarakat ingin mendengar
wejangan-wejangannya. Wejangan itu akan sangat diperhatikan untuk dicari maknanya
kemudian dihubungkan pada lapangan hidupnya, keberuntungannya, keselamatnnya, serta
keberhasilan mereka. Kunjungan setiap tahun makin lama makin ramai sehingga bersifat
4
Wawancara pribadi dengan Budi Sulistiono, Guru Besar Sejarah UIN Jakarta, di Jakarta tanggal 24 April 2013.
9. missal.Karena sifatnya missal itulah, menurut Sunanto (1999) kemungkinan ajaran-ajaran
Syarif Hidayatullah mengalami diversifikasi menjadi bagian Ngelmu Sejati.Salah satu
contoh, tentang praktek wirid yang sebenarnya merupakan penyempurna sebuah syariat
dikerjakan dan ini merupakan usaha Syarif Hidayatullah untuk menyatukan syariat dan
hakikat Laa ilaaha illa Allah Muhammad Rasulullah sebagai rumusan untuk mempertajam
tauhid yang menjadi inti Islam. Namun dalam masyarakat pemahamannya menjadi lain.
Masyarakat, atas pertanyaan yang diajukan, mengatakan bahwa sembahyang lima waktu
yang utama terletak pada eling (ingat=zikir). Apabila telaheling (zikir) akan terbuka lima
hal: penglihatan, pendengaran, perasaan, pengucapan, dan pengetahuan. Inilah inti ajaran
Ngelmu Sejati Cirebon mengenai salat diam. Zikir, eling, ingat, yang terus menerus menurut
pemahaman mereka sudah cukup tanpa harus melaksanakan shalat atau ibadah-ibadah
lain dalam syariat Islam.
Kesimpulan
Ngelmu Sejati Cirebon kalau dilihat dari ajarannya agaknya merupakan satu aliran
mistik Islam yang dijawakan.Artinya, ajaran tersebut merupakan sinkretis dari mistik
Islam yang tercampur dengan mistik Jawa yang berakar dari agama Hindu Budha.Nafas
Hinduisme terasa kental sekali ketika berbicara mengenai perjalanan manusia setelah mati
yang mendeskripsikan ajaran reinkarnasi dalam Hindu.Oleh karena itu, Islam syariat
(Islam Sunni) menganggapnya sebagai telah keluar dari Islam, sedang Islam tasawuf
menganggapnya masih Islam tetapi mereduksinya.
Daftar Bacaan
Edi S. Ekadjati, Carita Parahiyangan, Karya Tim Pimpinan Pangeran Wangsakerta, Bandung:
Yayasan Pembangunan Jawa Barat, 1989.
Kamil Kertapraja, Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia, Jakarta: Yayasan
Masagung, 1985, hal. 90 95.
Muhaimin Dr, Islam Dalam Bingkai Budaya Lokal Potret dari Cirebon,. Jakarta: PT. Logos
Wacana Ilmu, 2002.
Sunanto, Musyrifah. Laporan Penelitian Aliran Ngelmu Sejati Cirebon menurut Pandangan
Islam (Tinjauan Historis dan Mistis), Lembaga Penelitian IAIN Jakarta, 1999.