ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
OLMESARTAN
MEKANISME AKSI OBAT, EFEK TERAPI, DAN EFEK SAMPING
DALAM MENURUNKAN TEKANAN DARAH
Ariiq Azmi Rofiqi Sulkhan
A. Pendahuluan
Tekanan darah tinggi merupakan penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor.
Golongan obat antihipertensi yang dapat digunakan antara lain adalah diuretik, beta-bloker,
simpatolitik, antagonis kanal Ca2+, inhibitor ACE, dan antagonis reseptor angiotensin II
(ARBs). Golongan obat ARBs ini bekerja secara spesifik pada reseptor angiotensin II tipe
1 (Pepeliascov et al., 2015).
Salah satu obat golongan ARBs yaitu olmesartan. Obat ini merupakan agen
antihipertensi yang bekerja secara spesifik sebagai antagonis reseptor angiotensin II tipe 1
(AT1). Kerja olmesartan yaitu dengan menghambat peningkatan tekanan darah sebagai efek
dari angiotensin II melalui jalur RAAS (renin-angiotensin-aldosterone-system).
B. Mekanisme Aksi Obat
Mekanisme pengontrolan tekanan darah di dalam tubuh merupakan hasil dari interaksi
sistem fisiologi yang beragam seperti kardiovaskuler, renal (ginjal), neural, dan sistem
endokrin. Sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) merupakan salah satu jalur yang
berperan penting dalam meregulasi tekanan darah. Sistem ini membantu dalam menjaga
homeostasis kardiovaskuler. Gangguan pada sistem ini akan memicu terjadinya hipertensi.
Aktivasi RAAS dilakukan oleh prorenin yang disekresikan oleh sel juxtaglomeruler
pada nefron ginjal. Prorenin kemudian diubah menjadi renin. Pada aliran darah, renin
bekerja secara enzimatis dalam mengubah angiotensinogen, protein plasma yang dihasilkan
hati, menjadi angiotensin I yang kemudian akan diubah menjadi angiotensin II oleh enzim
pengubah angiotensin (angiotensin converting enzyme-ACE). Pengubahan ini tejadi pada
aliran darah yang melalui paru-paru.
Angiotensin merupakan suatu hormon peptida yang menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah. Angiotensin juga merangsang pelepasan
aldosteron dari korteks adrenal. Adanya aldosteron dapat menyebabkan retensi garam dan
air pada ginjal sehingga dapat meningkatkan volume cairan di pembuluh darah. Angiotensin
II merupakan angiotensin yang berperan aktif dalam meningkatkan tekanan darah.
Aksi utama angiotensin II dalam mengontrol tekanan darah dimediasi oleh dua jenis
reseptor yaitu reseptor angiotensin 1 (AT1) dan reseptor angiotensin 2 (AT2). Bloker
reseptor angiotensin II selektif terhadap reseptor AT1, seperti pada olmesartan. Obat ini
bekerja secara antagonis, yaitu dengan memblokade aksi angiotensin II. Blokade reseptor
AT1 akan menghambat vasokonstriksi dan menurunkan sintesis aldosteron.
Reseptor AT1 tergandeng dengan protein Gq yang mengaktivasi sistem fosfolipase.
Protein Gq yang teaktivasi akan menstimulasi enzim fosfolipase C (PLC) dan membuka
kanal Ca2+. PLC membelah PIP2 (fosfatidil inositol bifosfat) menjadi IP3 (inositol trifosfat)
dan DAG (diasilgliserol). IP3 berikatan dengan reseptor spesifik pada retikulum
endoplasma yang terikat dengan kanal Ca2+ sehingga memicu pelepasan Ca intrasel
(Ikawati, 2008). Pada reseptor AT1 terdapat dua daerah di mana angiotensin II dan
antagonisnya dapat berikatan. Antagonis reseptor AT1 berinteraksi dengan asam amino
pada domain transmembran sehingga menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor
AT1. Angiotensin II yang gagal berikatan dengan reseptornya menyebabkan transduksi
sinyal yang terhenti dan meniadakan efek angiotensin seperti vasokonstriksi, sekresi
aldosteron, retensi garam, dll. Blokade aksi angiotensin II akan menurukan aksi aldosteron
pada ginjal. Cairan pada pembuluh darah menurun sehingga dapat menurunkan tekanan
darah.
Afinitas olmesartan lebih kuat terhadap AT1 daripada AT2. Obat golongan ARBs ini
memiliki konfigurasi molekuler spesifik yang dapat mengingkatkan aksi. Dibandingkan
dengan obat ARBs yang lain, olmesartan memberikan hasil penurunan tekanan darah yang
paling baik (Pepeliascov et al., 2015).
C. Efek Terapi dan Efek Samping Obat
Olmesartan digunakan sendiri atau bersama dengan obat lain untuk merelaksasikan
pembuluh darah. Olmesartan merupakan antagonis reseptor angiotensin II tipe 1 yang
memberikan efek penuruan dan pengontrolan tekanan darah tinggi. Efek terapi yang
diberikan yaitu terjadinya penurunan tekanan darah.
Efek samping umum yang disebabkan oleh obat golongan ARBs yaitu timbulnya
pening dan hiperkalemia. Hiperkalemia terjadi karena obat golongan ini dapat
meningkatkan kadar potasium (kalium) di dalam tubuh. Efek samping lainnya yang dapat
terjadi yaitu (Rishi and Garland, 2016) :
1. Mual
2. Diare kronis
3. Dehidrasi
4. Weight loss
5. Inflamasi kronis dan akut pada duodenum
6. Gagal ginjal akut
Pasien biasanya mengonsumsi olmesartan selama beberapa bulan, dan selama waktu itulah
biasanya pasien mengalami beberapa gejala seperti diare, dehidrasi, dan gagal ginjal akut.
Kombinasi olmesartan dapat dilakukan secara dual maupun tripel. Efek terapi
olmesartan dapat meningkat dengan dilakukannya kombinasi seperti olmesartan dan
hidroklorotiazid serta olmesartan dan amlodipin. Kombinasi tripel juga dapat dilakukan
seperti olmesartan, hidroklorotiazid, dan amlodipin (Gorostidi, 2015).
Olmesartan, hidroklorotiazid, dan amlodipin merupakan kombinasi yang sering
digunakan dalam menurunkan tekanan darah tinggi. Kombinasi tripel ini diketahui memiliki
efek penurunan tekanan darah yang lebih baik daripada kombinasi oleh dua obat saja.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kombinasi ketiga obat tersebut memberikan
efek samping seperti sakit kepala, stroke, lelah, pening, gastritis, hipersomnia, hipoglikemia,
infeksi saluran pernapasan, dan hipotensi. Namun, pengobatan kombinasi trial terhadap
penderita tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dan tidak sehat ini masih dianggap
aman dan dapat ditoleransi selama periode pengobatan yang pendek (Mohan et al., 2015).
Menurut Gong et al. (2015) olmesartan juga efektif dalam mengatasi asterosklerosis
yang menjadi penyebab utama penyakit kardiovaskuler. Olmesartan dapat meningkatkan
fungsi dan mobilisasi sel endotelia progenitor pada pasien aterosklerosis. Sel endotelia
progenitor terletak pada sirkulasi perifer dan dapat menunjukkan kemampuan regenerasi
endotelia endogen yang berpartisipasi pada perbaikan kerusakan endotelia arteri. Proses
regenerasi ini melibatkan mobilisasi sel endotelia progenitor pada sumsum tulang menuju
ke sirkulasi darah perifer. Sel-sel ini yang akan memperbaiki integritas endotelia vaskuler
dan menghasilkan pembentukan pembuluh darah baru.
DAFTAR PUSTAKA
Gong, X., Li Shao., Yi-Min Fu., Yong Z. 2015. Effect of Olmesartan on Endothelial Progenitor
Cell Mobilization and Function in Carotid Atherosclerosis. Medical Science Monitor,
21: 1189-1193.
Gorostidi, Manuel. 2015. Effect of Olmesartan-Based Therapies on Theraputic Indicators
Obtained Through Out-of-Office Blood Pressure. Cardiology and Therapy, 4 (Suppl
1): 19-30.
Ikawati, Zullies. 2008. Pengantar Farmakologi Molekuler. Yogyakarta : UGM Press.
Mohan J.C., Rishi J., Vijay C., and Amit B. 2015. Short Term Safety and Tolerability of a
Fixed Dose Combination of Olmesartan, Amlodipine, and Hydrochlorothiazide.
Journal of Clinical and Diagnostic Research, 9 (8): OC10-OC13.
Pepeliascov, V., Kleber D.M.G., Dones C.J.J., Helen D.L., and Felipe D.L.J. 2015. AT1
Receptor Antagonist: Pharmacological Treatment of Hypertention in Brazil.
Biomedical Science and Engineering, 3 (2): 41-45.
Rishi, A., and Katherine G. 2015. Unusual Severe Side Effect of a Commonly Used Drug. The
Journal of Clinical Hypertension, 18 (4): 363.

More Related Content

Olmesartan - Review

  • 1. OLMESARTAN MEKANISME AKSI OBAT, EFEK TERAPI, DAN EFEK SAMPING DALAM MENURUNKAN TEKANAN DARAH Ariiq Azmi Rofiqi Sulkhan
  • 2. A. Pendahuluan Tekanan darah tinggi merupakan penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor. Golongan obat antihipertensi yang dapat digunakan antara lain adalah diuretik, beta-bloker, simpatolitik, antagonis kanal Ca2+, inhibitor ACE, dan antagonis reseptor angiotensin II (ARBs). Golongan obat ARBs ini bekerja secara spesifik pada reseptor angiotensin II tipe 1 (Pepeliascov et al., 2015). Salah satu obat golongan ARBs yaitu olmesartan. Obat ini merupakan agen antihipertensi yang bekerja secara spesifik sebagai antagonis reseptor angiotensin II tipe 1 (AT1). Kerja olmesartan yaitu dengan menghambat peningkatan tekanan darah sebagai efek dari angiotensin II melalui jalur RAAS (renin-angiotensin-aldosterone-system). B. Mekanisme Aksi Obat Mekanisme pengontrolan tekanan darah di dalam tubuh merupakan hasil dari interaksi sistem fisiologi yang beragam seperti kardiovaskuler, renal (ginjal), neural, dan sistem endokrin. Sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) merupakan salah satu jalur yang berperan penting dalam meregulasi tekanan darah. Sistem ini membantu dalam menjaga homeostasis kardiovaskuler. Gangguan pada sistem ini akan memicu terjadinya hipertensi. Aktivasi RAAS dilakukan oleh prorenin yang disekresikan oleh sel juxtaglomeruler pada nefron ginjal. Prorenin kemudian diubah menjadi renin. Pada aliran darah, renin bekerja secara enzimatis dalam mengubah angiotensinogen, protein plasma yang dihasilkan hati, menjadi angiotensin I yang kemudian akan diubah menjadi angiotensin II oleh enzim pengubah angiotensin (angiotensin converting enzyme-ACE). Pengubahan ini tejadi pada aliran darah yang melalui paru-paru. Angiotensin merupakan suatu hormon peptida yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah. Angiotensin juga merangsang pelepasan aldosteron dari korteks adrenal. Adanya aldosteron dapat menyebabkan retensi garam dan air pada ginjal sehingga dapat meningkatkan volume cairan di pembuluh darah. Angiotensin II merupakan angiotensin yang berperan aktif dalam meningkatkan tekanan darah. Aksi utama angiotensin II dalam mengontrol tekanan darah dimediasi oleh dua jenis reseptor yaitu reseptor angiotensin 1 (AT1) dan reseptor angiotensin 2 (AT2). Bloker reseptor angiotensin II selektif terhadap reseptor AT1, seperti pada olmesartan. Obat ini bekerja secara antagonis, yaitu dengan memblokade aksi angiotensin II. Blokade reseptor AT1 akan menghambat vasokonstriksi dan menurunkan sintesis aldosteron.
  • 3. Reseptor AT1 tergandeng dengan protein Gq yang mengaktivasi sistem fosfolipase. Protein Gq yang teaktivasi akan menstimulasi enzim fosfolipase C (PLC) dan membuka kanal Ca2+. PLC membelah PIP2 (fosfatidil inositol bifosfat) menjadi IP3 (inositol trifosfat) dan DAG (diasilgliserol). IP3 berikatan dengan reseptor spesifik pada retikulum endoplasma yang terikat dengan kanal Ca2+ sehingga memicu pelepasan Ca intrasel (Ikawati, 2008). Pada reseptor AT1 terdapat dua daerah di mana angiotensin II dan antagonisnya dapat berikatan. Antagonis reseptor AT1 berinteraksi dengan asam amino pada domain transmembran sehingga menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor AT1. Angiotensin II yang gagal berikatan dengan reseptornya menyebabkan transduksi sinyal yang terhenti dan meniadakan efek angiotensin seperti vasokonstriksi, sekresi aldosteron, retensi garam, dll. Blokade aksi angiotensin II akan menurukan aksi aldosteron pada ginjal. Cairan pada pembuluh darah menurun sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Afinitas olmesartan lebih kuat terhadap AT1 daripada AT2. Obat golongan ARBs ini memiliki konfigurasi molekuler spesifik yang dapat mengingkatkan aksi. Dibandingkan dengan obat ARBs yang lain, olmesartan memberikan hasil penurunan tekanan darah yang paling baik (Pepeliascov et al., 2015). C. Efek Terapi dan Efek Samping Obat Olmesartan digunakan sendiri atau bersama dengan obat lain untuk merelaksasikan pembuluh darah. Olmesartan merupakan antagonis reseptor angiotensin II tipe 1 yang memberikan efek penuruan dan pengontrolan tekanan darah tinggi. Efek terapi yang diberikan yaitu terjadinya penurunan tekanan darah. Efek samping umum yang disebabkan oleh obat golongan ARBs yaitu timbulnya pening dan hiperkalemia. Hiperkalemia terjadi karena obat golongan ini dapat meningkatkan kadar potasium (kalium) di dalam tubuh. Efek samping lainnya yang dapat terjadi yaitu (Rishi and Garland, 2016) : 1. Mual 2. Diare kronis 3. Dehidrasi 4. Weight loss 5. Inflamasi kronis dan akut pada duodenum 6. Gagal ginjal akut
  • 4. Pasien biasanya mengonsumsi olmesartan selama beberapa bulan, dan selama waktu itulah biasanya pasien mengalami beberapa gejala seperti diare, dehidrasi, dan gagal ginjal akut. Kombinasi olmesartan dapat dilakukan secara dual maupun tripel. Efek terapi olmesartan dapat meningkat dengan dilakukannya kombinasi seperti olmesartan dan hidroklorotiazid serta olmesartan dan amlodipin. Kombinasi tripel juga dapat dilakukan seperti olmesartan, hidroklorotiazid, dan amlodipin (Gorostidi, 2015). Olmesartan, hidroklorotiazid, dan amlodipin merupakan kombinasi yang sering digunakan dalam menurunkan tekanan darah tinggi. Kombinasi tripel ini diketahui memiliki efek penurunan tekanan darah yang lebih baik daripada kombinasi oleh dua obat saja. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kombinasi ketiga obat tersebut memberikan efek samping seperti sakit kepala, stroke, lelah, pening, gastritis, hipersomnia, hipoglikemia, infeksi saluran pernapasan, dan hipotensi. Namun, pengobatan kombinasi trial terhadap penderita tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dan tidak sehat ini masih dianggap aman dan dapat ditoleransi selama periode pengobatan yang pendek (Mohan et al., 2015). Menurut Gong et al. (2015) olmesartan juga efektif dalam mengatasi asterosklerosis yang menjadi penyebab utama penyakit kardiovaskuler. Olmesartan dapat meningkatkan fungsi dan mobilisasi sel endotelia progenitor pada pasien aterosklerosis. Sel endotelia progenitor terletak pada sirkulasi perifer dan dapat menunjukkan kemampuan regenerasi endotelia endogen yang berpartisipasi pada perbaikan kerusakan endotelia arteri. Proses regenerasi ini melibatkan mobilisasi sel endotelia progenitor pada sumsum tulang menuju ke sirkulasi darah perifer. Sel-sel ini yang akan memperbaiki integritas endotelia vaskuler dan menghasilkan pembentukan pembuluh darah baru. DAFTAR PUSTAKA
  • 5. Gong, X., Li Shao., Yi-Min Fu., Yong Z. 2015. Effect of Olmesartan on Endothelial Progenitor Cell Mobilization and Function in Carotid Atherosclerosis. Medical Science Monitor, 21: 1189-1193. Gorostidi, Manuel. 2015. Effect of Olmesartan-Based Therapies on Theraputic Indicators Obtained Through Out-of-Office Blood Pressure. Cardiology and Therapy, 4 (Suppl 1): 19-30. Ikawati, Zullies. 2008. Pengantar Farmakologi Molekuler. Yogyakarta : UGM Press. Mohan J.C., Rishi J., Vijay C., and Amit B. 2015. Short Term Safety and Tolerability of a Fixed Dose Combination of Olmesartan, Amlodipine, and Hydrochlorothiazide. Journal of Clinical and Diagnostic Research, 9 (8): OC10-OC13. Pepeliascov, V., Kleber D.M.G., Dones C.J.J., Helen D.L., and Felipe D.L.J. 2015. AT1 Receptor Antagonist: Pharmacological Treatment of Hypertention in Brazil. Biomedical Science and Engineering, 3 (2): 41-45. Rishi, A., and Katherine G. 2015. Unusual Severe Side Effect of a Commonly Used Drug. The Journal of Clinical Hypertension, 18 (4): 363.