Dokumen tersebut merangkum tentang pajak penghasilan badan, mulai dari pengertian badan dan wajib pajak badan, dasar hukum pajak penghasilan badan, variabel-variabel perhitungan pajak penghasilan badan, serta tata cara perhitungan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan badan.
1 of 17
More Related Content
Pajak penghasilan wp badan
1. PRESENTASE MAKALAH
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN WAJIB
PAJAK BADAN
KELOMPOK 9
IMANUEL EFA YABES HULU (1406043068)
NI PUTU DIAN HARTINI (1406043047)
KOMANG SRI MEININGSIH (1406043065)
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN PERPAJAKAN
2. Konsep Dasar PPh Badan
Dasar Hukum PPh Badan
Variabel Variabel Dalam
Perhitungan PPh Badan
Tata Cara Perhitungan,
Penyetoran Dan Pelaporan
RUMUSAN MASALAH
3. A. Pengertian Badan
Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, pasal 1 angka 3, Badan adalah
sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan
nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial poltik, atau organisasi lainnya,
lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
KONSEP DASAR
4. Wajib Pajak Badan adalah Badan seperti
yang dimaksud pada UU KUP, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan atau memiliki kewajiban subjektif
dan kewajiban objektif serta telah
mendaftarkan diri untuk memproleh Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP).
B. Wajib Pajak Badan
5. Pada pasal 1 UU Pajak Penghasillan, Pajak Penghasilan adalah Pajak
yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak.
Adapun subjek dari PPh Badan yaitu :
1. Wajib Pajak Badan dalam negeri, yaitu badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia.
2. Wajib Pajak Badan luar negeri, yaitu badan yang tidak didirikan atau tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, dan atau badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha melalui BUT di
Indonesia.
C. Pajak Penghasilan Badan
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh tahun 2009) mulai
berlaku pada tanggal 1 Januari 2009 dan sebagian besar
aturan pelaksanaannya telah diterbitkan. Perubahan
ketentuan peraturan perpajakan ini mengakibatkan
berubahnya bentuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT PPh Badan). Sebagai
tindak lanjut penyampaian SPT PPh Badan, akan dilaksanakan
penelitian SPT dan atas SPT yang memenuhi kriteria akan
dilakukan pemeriksaan.
2.2 Dasar Hukum PPh Badan
7. TARIF WP BADAN Omzet di atas 50 M
Lapisan Penghasilan Tarif
s.d Rp 50.000.000 10%
Di atas Rp50.000.000 s.d. Rp 100.000.000 15%
Di atas Rp100.000.000 30%
Ketentuan Lama :
Ketentuan Baru (Mulai tahun 2009) khusus
WP Badan dgn omzet di atas 50 M :
T
A
R
I
F
Tahun Tarif Tunggal
Tahun 2009 28 %
Tahun 2010 - sekarang 25 %
Sebelum
Tahun Pajak
2009
Pasal 17 ayat (1) huruf b & ayat (2a)
(Pasal 17 ayat (1) huruf b & ayat (2a) UU PPh)
8. Pendapatan usaha dan penghasilan kena pajak
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto
sampai dengan Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah)
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50%
(lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas
Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai
dengan Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah).
3.3 Variabel-variabel Dalam Perhitugan PPh Badan
9. PT. A MERUPAKAN UMKM MENPUNYAI PEREDARAN BRUTO Rp.
4.300.000.000 PENGHASILAN KENA PAJAK Rp. 500.000.000.
BERAPA PPh PASAL 29 (TAHUNAN) YANG TERUTANG??
JAWAB :
UNTUK TAHUN 2009 TAHUN PELAPORAN 2010
28% X 50% X Rp. 500.000.000,- = Rp. 70.000.000,-
UNTUK TAHUN 2010 TAHUN PELAPORAN 2010 DAN SETERUSNYA
25% X 50% X Rp. 500.000.000,- = Rp. 62.500.000,-
UNTUK PEREDARAN BRUTO < Rp. 4.800.000.000 (Empat Miliyar
Delapan Ratus Ribu Rupiah)
10. PT. ABC MEMPUNYAI PENGHASILAN BRUTO Rp. 20 MILYAR
PENGHASILAN KENA PAJAK Rp. 3 MILYAR. BERAPA PPh
TAHUNAN TERUTANG ?
PERHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK YANG TERUTANG :
A. PENGHASILAN KENA PAJAK MENDAPAT FASILITAS
PENGURANGAN TARIF
(4.800.000.000/PENGH.BRUTO) X PKP
(4.800.000.000/20.000.000.000) X Rp. 3.000.000.000,- = Rp.
720.000.000,-
UNTUK WP YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN> Rp. 4.8 M
11. PKP PKP YG MENDAPATKAN FASILITAS
Rp. 3.000.000.000 720.000.000 = 2.280.000.000
PPh TAHUNAN YANG TERUTANG APABILA TAHUN 2009 PELAPORAN 2010 :
28% X 50% X Rp. 720.000.000 = Rp. 100.800.000,-
28% X Rp 2.280.000.000 = Rp. 638.400.000,-
TOTAL PPh TAHUNAN TERUTANG = Rp. 739.200.000,-
PPh TAHUNAN YANG TERUTANG APABILA TAHUN 2010 PELAPORAN 2011:
25% X 50% X Rp. 720.000.000,- =Rp. 90.000.000,-
25% X Rp.2.280.000.000,- =Rp. 570.000.000,-
TOTAL PPh TAHUNAN TERUTANG =Rp. 660.000.000,-
B. PENGHASILAN KENA PAJAK TIDAK MENDAPATKAN FASILITAS
PENGURANGAN TARIF
12. Perhitungan PPh Badan dilakukan pada setiap akhir tahun
pajak. Jika ada kekurangan pembayaran pajak, maka wajib
disetorkan paling lambat tanggal 25 pada bulan ketiga setelah
tahun pajak berakhir. Pelaporan PPh Badan terutang setiap
tahunnya dilaporkan dengan cara membuat SPT Tahunan PPh
Badan, dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat
paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah tahun pajak
berakhir. PPh tsb disetor paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya setelah masa pajak perolehan penghasilan
yang berakhir (untuk Masa). Dan paling lambat tanggal 25 Maret
tahun berikutnya setelah tahun pajak perolehan penghasilan
yang berakhir (untuk Tahunan)
4.4 Tata Cara Perhitungan, Penyetoran, dan
Pelaporan
13. Pembayaran PPh tersebut dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) paling lambat tgl 20 bulan berikutnya
setelah masa pajak perolehan penghasilan yang berakhir
(untuk Masa). Dan paling lambat tgl 31 Maret tahun
berikutnya setelah tahun pajak perolehan penghasilan
yangberakhir (untuk Tahunan).
Pelaksanaan pembayaran pajak dapat dilakukan Kantor
Penerima Pembayaran dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP) yang dapat diambil di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) atau KP4 terdekat, atau dengan cara lain melalui
pembayaran pajak secara elektronik.
14. Contoh Penghitungan Angsuran PPh 25
PPh TERUTANG MENURUT SPT TAHUNAN PPh 2009 SEBESAR Rp
50.000.000,00
DIKURANGI :
a. PPh YG DIPOTONG
PEMBERI KERJA (PPh PSL. 21) Rp 15.000.000,00
b. PPh YG DIPUNGUT
PIHAK LAIN (PPh PSL. 22) Rp 10.000.000,00
c. PPh YANG DIPOTONG
PIHAK LAIN (PPh PSL 23) Rp 2.500.000,00
d. KREDIT PPh
LUAR NEGERI (PPh PSL. 24) Rp 7.500.000,00
JUMLAH KREDIT PAJAK (Rp 35.000.000,00)
SELISIH Rp 15.000.000,00
Tata cara perhitungan PPh Pasal 25 untuk wajib pajak badan
adalah sebagai berikut :
15. BESARNYA ANGSURAN YG HRS DIBAYAR SENDIRI
SETIAP BULAN UTK THN 2010 SEBESAR : Rp
15.000.000,00 : 12 = Rp 1.250.000,00
APABILA PENGHASILAN YG DITERIMA ATAU
DIPEROLEH HANYA MELIPUTI BAGIAN TAHUN PAJAK
YAITU MELIPUTI 6 BULAN DLM TAHUN 2009, MAKA
BESARNYA ANGSURAN BULANAN YG HARUS DIBAYAR
SENDIRI SETIAP BULAN DLM TAHUN 2010 ADALAH :
Rp 15.000.000,- : 6 = Rp 2.500.000,-
16. PEMBUKUAN
Orang atau Badan yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas di Indonesia harus mengadakan pembukuan yang
dapat menyajikan keterangan-keterangan yang cukup untuk
menghitung Penghasilan Kena Pajak atau harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, guna penghitungan jumlah pajak
terhutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Bagi Wajib Pajak yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dibebaskan dari kewajiban untuk
mengadakan pembukuan, sekurang-kurangnya harus
menyelenggarakan pencatatan untuk dijadikan dasar pengenaan
pajak yang terhutang. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus
diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan
mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.