1) UU Desa memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah desa untuk mengelola dan mengurus urusan pemerintahan serta kepentingan masyarakat setempat. 2) Peraturan desa menjadi payung hukum bagi kegiatan pemerintahan desa dan warganya. 3) Pedoman penyusunan peraturan desa ini bertujuan untuk memberikan acuan bagi pemerintah desa dalam menyusun peraturan desa.
1 of 20
Download to read offline
More Related Content
Panduan Penyusunan Perdes sept 2015
1. 1
Bab I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini Desa, kawasan perdesaan, dan
perbatasan menjadi pusat pembangunan. Beragam
kebijakanpun semakin intens diproses dari desa
dan pinggiran Indonesia. Selain dibuat secara
partisipatif, kebijakan-kebijakan tersebut juga
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Apalagi pasca berlakunya UU no 6 Tahun 2014
tentang Desa dan Peraturan pelaksanaannya,
Desa semakin memiliki kewenangan yang kuat
untuk menentukan arah pembangunan. Adapun
kewenangan desa secara teknis diatur lebih lanjut
dalam PP no 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan
2. 2
dari UU no 6 Tahun 2014 dan PP no 60 Tahun
2014 tentang Dana Desa.
Dalam UU tersebut definisi Desa disebutkan
sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah dan memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat. Selain itu desa memiliki hak
asal-usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Semula kewenangan desa menjadi bagian dari
kebijakan desentralisasi, yakni otonomi daerah,
namun sekarang berubah menjadi azas rekognisi
3. 3
(pengakuan) dan subsidiaritas atau yang disebut
dengan kewenangan skala lokal desa (Yando ;
2014). Mengapa kewenangan desa perlu
diperbarui? Sebab utamanya adalah karena
desentralisasi dengan pola lama masih menyisakan
sejumlah ketertinggalan pembangunan desa.
Faktanya, percepatan pembangunan masih
terpusat di kota sehingga mengakibatkan
kesenjangan antara desa dengan kota.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan indikator
kesenjangan, yaitu koefisien/Indeks Gini Indonesia,
sejak tahun 2011 telah menembus angka 0,41;
situasi yang kontras mengingat pertumbuhan
ekonomi dalam (2010-2012) selalu tumbuh di atas
6 %. Meski pada tahun 2014-2015 akhirnya
4. 4
menurun pada kisaran 4,7 % - 5,14 % (lensa
Indonesia 2015). Kemudian mengenai urbanisasi,
pada tahun 2013 komposisi penduduk kota dan
desa di Indonesia nyaris berimbang, yakni 50,15 %
penduduk Indonesia berada di Desa. Jika trend ini
berlanjut, diperkirakan pada tahun 2045, pada
momen 100 tahun kemerdekaan, sekitar 86 %
penduduk akan tinggal di perkotaan.
Merespon kondisi tersebut, Pemerintah dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 memasang
sejumlah target, yaitu mengentaskan minimal 5000
(lima ribu) desa tertinggal dan terbangunnya 2000
desa Mandiri. Setiap Tahun akan ditangani secara
bertahap, yaitu 500 Desa pada tahun 2015, 1000
5. 5
desa pada tahun 2016, 1500 desa pada tahun
2017, 1500 Desa pada Tahun 2018, dan 500 desa
pada Tahun 2019, sehingga selama 5 tahun, yakni
selama 2015-2019, secara total akan ditangani
sebanyak 5000 desa. Sedangkan untuk mencapai
minimal 2000 desa mandiri akan dibangun melalui
gerakan desa untuk membangun secara bertahap
sebanyak 200 desa pada tahun 2015, 400 Desa
pada tahun 2016, 600 desa pada tahun 2017, 600
desa pada tahun 2018 dan 200 desa pada tahun
2019. Sehingga selama 5 tahun akan terbangun
minimal 2000 desa mandiri.
Selain itu UU Desa juga mengamanahkan dua
pendekatan utama dalam pembangunan, yaitu
Desa Membangun dan Membangun Desa. Desa
6. 6
membangun adalah upaya yang dilaksanakan oleh
masyarakat desa dan kelembagaan desa untuk
membangun desa sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhannya masing-masing. Sedangkan
membangun desa adalah upaya-upaya yang harus
dilakukan oleh pemangku kepentingan di luar desa,
yaitu Pemerintah Pusat dan daerah, swasta dan
organisasi non pemerintah untuk membantu desa
dalam mewujudkan cita-cita pembangunan yang
tidak dapat dilakukan sendiri oleh desa.
Pembangunan skala desa berfokus di area desa
diatur dan diurus pelaksanaannya oleh Desa
masing-masing 1. Sedangkan pembangunan yang
berada dalam area kawasan perdesaan, diatur oleh
1 Pasal 85 ayat 3, UU no. 6/2014
7. 7
Kabupaten atau Kementerian Sektor untuk
didelegasikan pelaksanaannya kepada Desa 2.
Pembangunan yang mencakup skala atas desa
juga dapat dilakukan dalam Skema Kerjasama
Antar Desa3 jika melibatkan dua desa atau lebih.
Namun apabila desa tidak dapat melaksanakan
pembangunan secara lintas desa, maka
pelaksanaannya diatur dan diurus oleh Kabupaten
atau Sektor4 . Sektor yang dimaksud disini adalah
Kementerian dan Lembaga.
Selama ini Kementerian dan Lembaga terlibat
dalam pembangunan desa dalam pola
Membangun desa. Namun situasi berubah paska
berlakunya UU Desa, sehingga keterlibatan
2 Pasal 85 ayat 2, UU no.6/2014 danPasal 122, ayat 3 PP no. 43/2014
3 Pasal 92, UU no. 6/2014
4 Pasal 85 ayat 1, UU no.6/2014 danPasal 122 ayat 4, PPno.43/2014
8. 8
Kementerian dan Lembaga dibatasi dan tergantung
pada kebutuhan desa. Dengan kata lain, jika
perencanaan berbasis desa (yang dikenal dengan
RPJM Desa) dikembangkan secara lintas desa,
maka peranan pemerintahan di atasnya
dibutuhkan. Pemerintahan di atasnya adalah
Pemerintah Pusat (termasuk di dalamnya adalah
Kementerian dan Lembaga), Pemerintah Provinsi
maupun Pemerintah Kab/kota. Terutama pada saat
perencanaan mulai mencakup aspek-aspek yang
dirasakan manfaatnya oleh desa-desa secara
kolektif, misalnya air bersih, listrik, irigasi maupun
lingkungan (misalnya sanitasi dan persampahan).
Semua persoalan yang lintas desa dan berbasis
kawasan membutuhkan integrasi perencanaan
9. 9
menjadi Perencanaan kawasan. Perencanaan
kawasan adalah perencanaan yang
menghubungkan perencanaan antara satu desa
dengan desa yang lain (dalam satu level
pemerintahan) dan dirasakan sama pentingnya
serta menjadi prioritas bagi semua desa. Pada
kondisi seperti inilah dibutuhkan keterlibatan
kementerian dan lembaga untuk membantu
membangun desa. Perencanaan kawasan adalah
perencanaan antar desa. Sehingga dalam
pelaksanaannya, pembangunan kawasan adalah
pembangunan lintas desa.
Pembangunan lintas desa membutuhkan
keterlibatan pemerintahan di atasnya. Sebab desa
tidak dapat melaksanakan pembangunan sendiri di
10. 10
wilayahnya masing-masing apabila membutuhkan
1)Intervensi teknologi, yang tidak dapat dijangkau
oleh desa, seperti misalnya pemasaran home
industri yang ditekuni oleh masyarakat desa, atau
teknologi yang dibutuhkan untuk peningkatan
kualitas produk sektor informal di beberapa desa
dan 2) Penanganan teknis yang berdampak
kawasan, seperti air bersih yang lokasi sumber
airnya terletak di salah satu desa. tetapi airnya
dibutuhkan oleh desa-desa tetangganya.
Selain penyusunan Rencana Kawasan, isu-isu
strategis yang dimuat dalam UU Desa adalah
penyusunan RPJM Desa sebagai satu-satunya
produk perencanaan desa, Mekanisme Pemilihan
Kepala Desa, Mekanisme Musyawarah Warga,
11. 11
Peranan kelembagaan Masyarakat, Pemberdayaan
Masyarakat, Dana Desa dan Penanggulangan
Kemiskinan. Semua itu berimplikasi pada luasnya
kewenangan desa dalam pembangunan desa.
Sehingga Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan
Desa bersama masyarakatnya menjadi lebih sibuk
dan produktif. Untuk melegalkan kesibukan
tersebut maka diperlukan landasan hukum yang
memayungi semua perbuatan hukum, peristiwa
hukum dan hubungan hukum Pemerintah Desa,
Lembaga Desa dan warga desa. Agar berlaku
mengikat secara normatif, maka bentuk payung
hukum tersebut adalah Peraturan desa. Kini
Landasan hukum penyusunan Peraturan Desa
telah berdiri sendiri, diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri no 111 Tahun 2014 tentang
12. 12
Pedoman Teknis Peraturan di Desa yang
menjabarkan ketentuan Pasal 69 UU Desa tentang
Peraturan desa dan Pasal 70 UU Desa tentang
Peraturan Bersama Kepala Desa
1.2. Tujuan
Pedoman Penyusunan Peraturan Desa berlaku
sebagai dasar bagi :
a Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dalam
menyusun Peraturan Desa
b Semua pemangku kepentingan terkait
Pemerintahan Desa untuk dipelajari
13. 13
1.3. Keluaran
Tersusun Pedoman Penyusunan Peraturan Desa
yang mempertimbangkan aspek yuridis, filosofis
dan sosiologis sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku sebagai acuan
bagi Pemerintah desa, Badan Permusyawaratan
Desa dan semua pemangku Kepentingan
1.4. Prinsip - Prinsip
1 Bertumpu pada Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan. Pelaksanaan Gerakan Desa
dalam pembangunan senantiasa bertumpu
pada peningkatan harkat dan martabat manusia
seutuhnya
2 Otonomi. Desa dan masyarakat memiliki
kewenangan secara mandiri untuk mengelola
14. 14
desa dan berpartisipasi dalam menentukan
kegiatan pembangunan desa dalam skala lokal
desa
3 Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan
kegiatan pembangunan desa yang bersifat
sektoral dan kewilayahan/kawasan dilimpahkan
kepada pemerintah desa atau masyarakat
sesuai dengan kapasitasnya
4 Berorientasi pada kesejahteraan. Semua
kegiatan yang dilaksanakan ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
5 Partisipasi. Masyarakat terlibat secara aktif
dalam setiap proses pengambilan keputusan
dan secara gotong royong menjalankan
pembangunan desa
15. 15
6 Kesetaraan dan Keadilan gender. Laki-laki dan
perempuan mempunyai kesetaraan dalam
perannya di setiap tahap pembangunan di desa
dalam menikmati secara manfaat
7 Demokratis. Setiap Pengambilan Keputusan
pembangunan di desa dilaksanakan secara
musyawarah dan mufakat dengan tetap
mengedepankan orientasi peningkatan
kesejahteraan masyarakat
8 Transparansi dan Akuntabel. Pembangunan di
Desa dilaksanakan secara transparan dan
akuntable serta memberikan akses yang
memadai kepada masyarakat terhadap segala
informasi dan proses pengambilan keputusan
sehingga pengelolaan kegiatan dapat
dilaksanakan.
16. 16
1.5. Sasaran
Seluruh Pemerintah Desa, BPD dan semua
pemangku kepentingan di 74.093 Desa5 di
Indonesia mampu menyusun dan memahami
mekanisme Peraturan desa sesuai dengan kaidah
dan ketentuan yang berlaku
1.6. Ketentuan Umum
1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut
Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat,
5 data Buku 1 RPJMN 2015-2019
17. 17
hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau
yang disebut dengan nama lain dibantu
perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Desa.
4. Badan Permusyawaratan Desa atau yang
disebut dengan nama lain, yang selanjutnya
disebut BPD adalah lembaga yang
18. 18
melaksanakan fungsi pemerintahan yang
anggotanya merupakan wakil dari penduduk
Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan
ditetapkan secara demokratis.
5. Peraturan di Desa adalah Peraturan yang
meliputi Peraturan Desa, Peraturan Bersama
Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa.
6. Peraturan Desa adalah Peraturan Perundang-
undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa
setelah dibahas dan disepakati bersama BPD.
7. Peraturan Bersama Kepala Desa adalah
Peraturan yang ditetapkan oleh dua atau lebih
Kepala Desa dan bersifat mengatur.
8. Peraturan Kepala Desa adalah Peraturan yang
ditetapkan oleh Kepala Desa dan bersifat
mengatur.
19. 19
9. Keputusan Kepala Desa adalah penetapan
yang bersifat konkrit, individual, dan final.
10. Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian
terhadap rancangan Peraturan Desa untuk
mengetahui bertentangan dengan kepentingan
umum dan/atau Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi.
11. Pengundangan adalah penempatan Peraturan
di desa dalam Lembaran Desa atau Berita
Desa.
12. Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian
terhadap Peraturan di Desa untuk mengetahui
bertentangan dengan kepentingan umum,
dan/atau Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi.
20. 20
13. Bertentangan dengan kepentingan umum
adalah kebijakan yang menyebabkan
terganggunya kerukunan antar warga
masyarakat, terganggunya akses terhadap
pelayanan publik, terganggunya ketentraman
dan ketertiban umum, terganggunya kegiatan
ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan/atau diskriminasi terhadap
suku, agama dan kepercayaan, ras, antar
golongan, dan gender.
14. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, yang
selanjutnya disebut APB Desa adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan desa.