2. DEFENISI
Epilepsi : kejadian kejang
yang terjadi berulang
(kambuhan)
Kejang : manifestasi klinik
dari aktivitas neuron yang
berlebihan di dalam korteks
serebral
Manifestasi klinik kejang
sangat bervariasi tergantung
dari daerah otak fungsional
yang terlibat
3. Epidemiologi
Agak sulit mengestimasi jumlah kasus epilepsy
pada kondisi tanpa serangan, pasien terlihat
normal dan semua data lab juga normal, selain itu
ada stigma tertentu pada penderita epilepsy
malu/enggan
mengakui
Insiden paling tinggi pada umur 20 tahun
pertama,menurun sampai umur 50 th, dan
meningkat lagi setelahnya terkait dg kemungkinan
terjadinya penyakit cerebrovasular
Pada 75% pasien, epilepsy terjadi sebelum umur
18 th
4. Prognosis
Prognosis umumnya baik, 70 80% pasien yang
mengalami epilepsy akan sembuh, dan kurang lebih
separo pasien akan bisa lepas obat
20 - 30% mungkin akan berkembang menjadi
epilepsi kronis pengobatan semakin sulit 5 % di
antaranya akan tergantung pada orang lain dalam
kehidupan sehari-hari
Pasien dg lebih dari satu jenis epilepsi, mengalami
retardasi mental, dan gangguan psikiatri dan
neurologik prognosis jelek
5. Etiologi
Epilepsi mungkin disebabkan oleh:
aktivitas saraf abnormal akibat proses patologis
yang mempengaruhi otak
gangguan biokimia atau metabolik dan lesi
mikroskopik di otak akibat trauma otak pada saat
lahir atau cedera lain
pada bayi penyebab paling sering adalah asfiksi
atau hipoksia waktu lahir, trauma intrakranial waktu
lahir, gangguan metabolik, malformasi congenital
pada otak, atau infeksi
pada anak-anak dan remaja mayoritas adalah
epilepsy idiopatik, pada umur 5-6 tahun disebabkan
karena febril
pada usia dewasa penyebab lebih bervariasi
idiopatik, karena birth trauma, cedera kepala, tumor
7. Patogenesis
Kejang disebabkan karena ada
ketidakseimbangan antara
pengaruh inhibisi dan eksitatori
pada otak
Ketidakseimbangan bisa terjadi
karena :
Kurangnya transmisi inhibitori
Contoh: setelah pemberian
antagonis GABA, atau selama
penghentian pemberian agonis
GABA (alkohol, benzodiazepin)
Meningkatnya aksi eksitatori
meningkat
9. Diagnosis
Pasien didiagnosis epilepsi jika mengalami
serangan kejang secara berulang
Untuk menentukan jenis epilepsinya, selain
dari
gejala, diperlukan berbagai alat diagnostik :
EEG
CT-scan
MRI
Lain-lain
A CT or CAT scan (computed tomography)
is a much more sensitive imaging
technique than X-ray, allowing high
definition not only of the bony structures,
but of the soft tissues.
10. Klasifikasi epilepsi
Berdasarkan tanda klinik
dan data EEG, kejang dibagi
menjadi :
kejang umum(generalized
seizure) jika aktivasi
terjadi pd kedua hemisfere
otak secara bersama-sama
kejang parsial/focal jika
dimulai dari daerah tertentu
dari otak
11. Kejang umum terbagi atas:
Tonic-clonic convulsion = grand mal
merupakan bentuk paling banyak terjadi
pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah-engah,
keluar air liur
bisa terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit lidah
terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah,
kebingungan, sakit kepala atau
12. Abscense attacks = petit mal
jenis yang jarang
umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau
awal
remaja
penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-
kedip,
dengan kepala terkulai
kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan sering
tidak
disadari
Myoclonic seizure
biasanya tjd pada pagi hari, setelah bangun tidur
pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba
jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pada
pasien normal
Atonic seizure
jarang terjadi
pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan
Otot jatuh, tapi bisa segera recovered]
Petit mal
13. Kejang parsial terbagi menjadi :
Simple partial seizures
pasien tidak kehilangan kesadaran
terjadi sentakan-sentakan pada bagian tertentu
dari
tubuh
Complex partial seizures
pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali:
gerakan mengunyah, meringis, dll tanpa kesadaran
Kejang parsial
14. Sasaran Terapi
Mengontrol supaya tidak terjadi
kejang dan meminimalisasi
adverse effect of drug
Strategi Terapi
mencegah atau menurunkan lepasnya muatan listrik
syaraf yang berlebihanmelalui perubahan pada
kanal ion atau mengatur ketersediaan
neurotransmitter
15. Prinsip umum terapi epilepsi:
monoterapi lebih baikmengurangi potensi
adverse effect, meningkatkan kepatuhan pasien,
tidak terbukti bahwa politerapi lebih baik dari
monoterapi
hindari atau minimalkan penggunaan
antiepilepsi sedatiftoleransi, efek pada
intelegensia, memori, kemampuan motorik bisa
menetap selama pengobatan
jika mungkin, mulai terapi dgn satu antiepilepsi
non-sedatif, jika gagal baru diberi sedatif atau
politerapi
berikan terapi sesuai dgn jenis epilepsinya
16. mulai dengan dosis terkecil dan dapat
ditingkatkan
sesuai dg kondisi klinis pasien penting :
kepatuhan pasien
adavariasi individual terhadap respon obat
antiepilepsi perlu pemantauan ketat dan
penyesuaian dosis
jika suatu obat gagal mencapai terapi yang
diharapkan pelan-pelan dihentikan dan diganti
dengan obat lain (jgn politerapi)
lakukan monitoring kadar obat dalam darah jika
mungkin, lakukan penyesuaian dosis dgn melihat
juga kondisi klinis pasien
17. Tatalaksana terapi
Non farmakologi:
Amati faktor pemicu
Menghindari faktor pemicu (jika ada),
misalnya : stress, OR, konsumsi kopi atau
alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat
makan, dll.
Farmakologi : menggunakan obat-obat
antiepilepsi
18. Obat-obat anti epilepsi
Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:
Inaktivasi kanal Na menurunkan kemampuan syaraf untuk
menghantarkan muatan listrik
Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin okskarbazepin, valproat
Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik:
agonis reseptor GABA meningkatkan transmisi inhibitori dg
mengaktifkan kerja reseptor GABA contoh: benzodiazepin,
barbiturat
menghambat GABA transaminase konsentrasi GABA meningkat
contoh: Vigabatrin
menghambat GABA transporter memperlama aksi GABA
contoh: Tiagabin
meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien
mungkin dg menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikular
pool contoh: Gabapentin
19. Target aksi obat epilepsi
Kanal ion Na
Reseptor GABA (terkait dg kanal Cl)