1. PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
SI RAMBUT JAGUNG
BLOK NUTRISI
KODE NSA 131
Kelompok 8 :
1. Doni Novrilliadi (G1D013001)
2. Liya Sintiawati (G1D013013)
3. Cucu Tresnasih (G1D013026)
4. Yulia Nurcahyani (G1D013032)
5. Tri Zuniati (G1D013043)
6. Septiana Prabawati (G1D013050)
7. Septo Kristiana (G1D013054)
8. Intan Nurdiana (G1D013066)
9. Wilis Putri Arista (G1D013075)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2014
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gizi mempunyai peran besar dalam daur kehidupan. Setiap tahap daur
kehidupan terkait dengan satu set prioritas nutrien yang berbeda. Semua orang
sepanjang kehidupan membutuhkan nutrien yang sama, namun dalam jumlah yang
berbeda. Nutrien tertentu yang didapat dari makanan, melalui peranan fisiologis yang
spesifik dan tidak tergantung pada nutrien yang lain, sangat dibutuhkan untuk hidup
dan sehat (Kusharisupeni, 2007).
Istilah gizi dan ilmu gizi di Indonesia baru dikenal sekitar tahun 1952-
1955 sebagai terjemahan kata bahasa Inggris nutrition. Kata gizi berasal dari bahasa
Arab ghidza yang berarti makanan. Menurut dialek Mesir, ghidza dibaca ghizi.
Selain itu sebagian orang menterjemahkan nutrition dengan mengejanya sebagai
nutrisi( Kamus Umum Bahasa Indonesia Badudu-Zain, 1994).
Zat gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses
pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat tersebut
selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk kedalam cairan tubuh (Almatsier,
2004).
Pada kasus PBL kali ini akan di bahas mengenai ketidakcukupan gizi dalam
tubuh yang menyebabkan masalah nutrisi. Berikut merupakan kasus yang kan di
analisis.
An. Jepri berusia 5 tahun datang ke puskesmas diantar ibunya dengan keluhan
perut buncit, badannya sangat kurus, rambut berwarna seperti rambut jagung, edema
pada ekstremitas, belum bisa berbicara dan berjalan. Informasi yang didapat dari
ibunnya mengatakan bahwa anak Jepri selama tiga tahun di beri makan singkong
karena keterbatasan ekonomi keluarga. Saat melakukan pengkajian, didapatkan bahwa
BB anak tersebut adalah 10 Kg, ners Panji kemudian menghitung status kategori
sangat kurus. Ners Panji berencana melakukan pengkajian lebih lanjut dan
menentukan masalah keperawatan pada anak Jepri, sehingga Ners Panji dapat
menentukan rencana tindakan mandiri dan kolaborasi yang tepat pada anak tersebut.
3. B. Tujuan
1. Mengetahui perbedaan antara marasmus dan kwashiorkhor.
2. Mengetahui patofisiologi penyakit edema.
3. Mengetahui pengakuran status gizi NCHS persentil, Z-Score dan IMT.
4. Mengetahui asuhan keperawatan pada kasus tersebut.
4. BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perbedaan Antara Marasmus dan Kwasiorkhor
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian,
yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan
karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi
buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh
membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana
seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya
berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein,
karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis
yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk
adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency,
2005).
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor.
Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda
1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot
di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati
dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun
setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus
adalah (Depkes RI, 2000).
2. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah gangguan gizi kerena kekurangan protein. Penampilan tipe
kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya
mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian
tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus
dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.
5. 3. Marasmus-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor
dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga
energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping
menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda
kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan
biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).
Perbedaan tanda dan gejala marasmus dan kwashiorkhor menurut Suryanah
(1996)
No. Kwashiorkor Marasmus
1. Muka bulat seperti bulat (moon face) Anak terlihat tua dan tubuh kecil
2. Rambut tidak normal dan warna
seperti jagung serta mudah dicabut
Rambut normal dan warnanya hitam
3. Lengan bagian bawah bengkak,
pembesaran pada hati dan edema
pada kaki
Badan kurus dan tak ada lapisan
kulit
4. Kelihatan tidak lapar Kelihatan sangat lapar
5. BB kurang walaupun tidak kurus BB sangat kuarang
6. Diare Kadang-kadang disertai diare
menahun
7. Lingkar lengan <14 cm Lingkar lengan >14 cm
8. Anemis Mata cekung
9. Tampak sedih dan duduk diam tidak
bergerak (apatis)
Lebih aktif dan tidak apatis
10. Perut bengkak/buncit karena otot
perut lemah
Tidak ada busung/buncit
11. Edema Tidak ada edema
6. B. Patofisiologi Penyakit Edema
Edema disebabkan karena permeabilitas kapiler glomerulus meningkat. Tekanan
osmotik darah lebih besar dari pada limfe. Daya permeabilitas ini bergantung kepada
substansi yang mengikat sel-sel endotel tersebut. Pada keadaan tertentu, misalnya
akibat pengaruh toksin yang bekerja terhadap endotel, permeabilitas kapiler dapat
bertambah. Akibatnya ialah protein plasma keluar kapiler, sehingga tekanan osmotic
koloid darah menurun dan sebaliknya tekanan osmotic cairan interstitium bertambah.
Hal ini mengakibatkan makin banyak cairan yang meninggalkan kapiler dan
menimbulkan edema. Hal ini disebabkan karena :
1. Hipoproteinemia
Menurunnya jumlah protein darah (hipoproteinemia) menimbulkan rendahnya
daya ikat air protein plasma yang tersisa, sehingga cairan plasma merembes keluar
vaskula sebagai cairan edema. Hipoproteinemia ini biasanya mengakibatkan
edema umum.
2. Tekanan osmotik koloid
Tekanan osmotik koloid dalam jaringan biasanya hanya kecil sekali, sehingga
tidak dapat melawan tekanan osmotik yang terdapat dalam darah. Tetapi pada
keadaan tertentu jumlah protein dalam jaringan dapat meninggi, misalnya jika
permeabilitas kapiler bertambah. Dalam hal ini maka tekanan osmotic jaringan
dapat menyebabkan edema.
7. 3. Retensi natrium dan air
Retensi natrium terjadi bila eksresi natrium dalam kemih lebih kecil dari pada
yang masuk (intake). Karena konsentrasi natrium meninggi maka akan terjadi
hipertoni. Hipertoni menyebabkan air ditahan, sehingga jumlah cairan
ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan interstitium) bertambah. Akibatnya terjadi
edema.
Diketahui dari kasus bahwa klien mengalami edema karena kukurangan
protein atau dapat disebut juga Edema Hipoalbuminalik. Menurut Underwood
(1999) Kekurangan protein dapat menjadikan edema karena berkurangnya
tekanan osmotik plasma. Rendahnya tekanan osmotik plasma membuat cairan
tidak dapat ditarik kembali kedalam akhir vena dari anyaman kapiler dan tetap
ada dalam jaringan. Cairan yang ada didalam jaringan inilah yang membuat
edema.
C. Pengukuran Status Gizi
Ambang batas status gizi dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu persen terhadap
median, persentil, dan standar deviasi unit atau Z-score, yaitu :
1. Persen Terhadap Median
Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi
median sama dengan persentil 50 (Supariasa, 2001).
Rumus persen terhadap median :
%median =
m
x 100%
2. Persentil
Para pakar merasa kurang puas dengan menggunakan persen terhadap
median, akhirnya memilih cara persentil. Persentil 50 sama dengan median atau
nilai tengah dari jumlah populasi berasa diatasnya dan setengahnya berada
dibawahnya. National Center for Health Statistics (NCHS) merekomendasikan
persentil ke 5 sebagai batas gizi baik dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas
gizi lebih (Supariasa, 2001).
3. Standar Deriasi Unit (SD)
8. Standar deviasi unit disebut juga Z-skor. WHO menyarankan
menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan
(Supariasa, 2001). Rumus perhitungan status gizi dengan Z-score yaitu :
SG =
(賊)
Ket :
1) Nilai Riil = nilai hasil pengukuran (TB atau BB)
2) Nilai Median berdasarkan umur dapat dilihat di tabel z-score (terlampir)
3) 賊SD,
+ SD = Standar deviasi upper, digunakan saat nilai riil lebih besar daripada
nilai median
- SD = Standar deviasi lower, digunakan saat nilai riil kurang dari nilai median
Besarnya nilai standar deviasi dapat dilihat di tabel Z-score (terlampir)
4) Ukuran
Indeks SG Z-Score
BB/U BB lebih (over weight)
BB normal (normal weight)
BB rendah (under weight)
BB sangat rendah (severe
underweight)
> +2 SD
-2 SD s/d +2 SD
-3 SD s/d < -2 SD
< -3 SD
TB/U
PB/U
TB jangkung (tall)
TB normal (normal height)
TB pendek (stunted)
TB sangat pendek (severe stunted)
> +2 SD
-2 SD s/d +2 SD
-3 SD s/d < -2 SD
< -3 SD
BB/TB
BB/PB
Gemuk (fatty)
Normal
Kurus (wasted)
Sangat kurus (severe wasted)
> +2 SD
-2 SD s/d +2 SD
-3 SD s/d < -2 SD
< -3 SD
9. Contoh soal :
Diket : Data yang diperoleh An. Jepri
BB anak : 10 kg Nilai riil < nilai Median, SD Upper (-SD) : 16
Usia : 5 tahun
Nilai median : 18, 3
Jawab : SG :
(賊)
=
1018,3
18,316
=
8,3
2,3
= -3,6
Kesimpulan, Status gizi anak Jepri sangat rendah karena SG kurang dari -3 yaitu -3,6
Pengukuran yang lain yang dapat digunakan pada orang dewasa adalah dengan
menggunakan IMT (Indeks Massa Tubuh)
Rumus : IMT =
牛 ()
2 (2 )
Pedoman :
IMT <17,0 = BB kurang tingkat berat
IMT 17,0 s.d. 18,5 = BB kurang tingkat sedang
IMT 18,5-25 = BB Normal
IMT 25,0-27,0 = BB lebih tingkat ringan
IMT > 25 = BB lebih tingkat berat
D. Asuhan Keperawatan
10. 1. Pengkajian
a. Identitas
1) Nama : An. Febri
2) Usia : 5 tahun
3) Jenis kelamin : laki-laki
b. Keluhan utama : - berat badan turun
- tidak nafsu makan
c. Riwayat kesehatan keluarga : - hanya makan singkong selama 3 tahun
- ekonomi keluarganya rendah
d. Pola fungsional : pola makan = makan singkong
e. Pemeriksaan fisik : - rambut jagung
- edema ekstremitas
- badan sangat kurus
- perut buncit
- BB = 10 kg
- z-score = -3,6 (sangat rendah)
f. Data tumbuh kembang : belum bisa bicara dan berjalan
g. Pemeriksaan penunjang :
2. Analisa data pengkajian
No.
Tanggal
pengkajian
Analisa data Masalah Etiologi Symptom
1. 18
September
2014
DS :
Ibu pasien
mengatakan
bahwa anak
Ketidak-seimbangan
nutrisi
(kurang dari
Faktor
ekonomi
11. Jepri selama 3
tahun hanya
diberi makan
singkong
DO :
BB = 10 kg
(20% dibawah
BBI)
Z-score = -3,6
(sangat rendah)
NCHS = 50%
(gizi buruk)
Perut buncit
Rambut jagung
Edema
ekstremitas
kebutuhan)
Berdasarkan hasil analisa data pengkajian dapat ditetapkan diagnosa
terhadap An. Febri sesuai dengan buku panduan NANDA yaitu
Ketidakseimbangan nurisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan faktor
ekonomi. Adapun batasan karakteristiknya antara lain : kurangnya makanan, BB
lebih dari 20% dibawah BBI dan hasil penghitungan Z score dan NCHS
menunjukkan gizi pasien sangat buruk.
3. Rencana keperawatan
No.
Tangg
al
Diagnosa
keperawatan
Tujuan dan hasil
kriteria (NOC)
Intervensi
(NIC)
Rasionalisasi
1. 18
Septe
Ketidak-seimbangan
NOC : Nutrition
Status
NIC :
1. Nutrition
12. mber
2014
nutrisi b.d.
faktor ekonomi
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
status nutrisi pasien
meningkat dengan
kriteria hasil :
Indikator A T
Nutrient
1 3
intake
Weight
ratio
1 3
Keterangan :
1= buruk
2= kurang
3= sedang
4= baik
5= sangat baik
management
a. tentukan
pilihan
makanan
pasien.
b. sediakan
pilihan
makanan yang
sesuai untuk
pasien.
c. lakukan
kolaborasi
dengan ahli
gizi.
2. Nutrition
theraphy
a. lakukan
penkajian
nurisi lebih
lanjut
b. berikan
makanan
dengan warna,
bentuk, tekstur
dan jenis yang
unik dan
beragam.
3. Nutritional
counseling
a. diskusikan
kebutuhan
Agar makanan
yang akan
diberikan
kepada pasien
sesuai dengan
angka
kebutuhan
kalori dan
jenis nutrien
apa saja yang
dibutuhkan
pasien.
Untuk
menarik
perhatian
pasien agar
nafsu
makannya
meningkat.
Agar keluarga
13. nutrisi pasien
dan presepsi
pasien/keluaga
tentang
makanan yang
telah
direkomen-dasikan.
b. berikan
informasi
kepada
keluarga
mengenai
kebutuhan
nutrisi pasien
untuk
kesehatannya.
4. Nutritional
monitoring
a. monitor
pemilihan
makanan.
b. monitor
intake kalori
dan nutrient.
c. catat
perubahan
signifikan
status nutrisi
dan inisiatif
treatments
d. catat ada
dan pasien
mengetahui
apa saja
kebutuhan
nutrisi yang
harus dipenuhi
untuk
meningkatkan
status gizi dan
kesehatannya
dan berusaha
untuk
memenuhinya.
Untuk
mengetahui
perkembangan
pada status
nutrisi pasien
sebelum dan
setelah
dilakukan
tindakan
14. tidaknya luka,
edema, dll.
keperawatan,
serta
mengetahui
apakah ada
gangguan lain
atau tidak.
15. BAB III
KESIMPULAN
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi
buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau
kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Patofisiologi penyakit edema
disebabkan karena permeabilitas kapiler glomerulus meningkat. Tekanan osmotik darah lebih
besar dari pada limfe. Pengukuran menggunakan NCHS Z-Score didapat hasil -3,6 yang
menandakan anak Febri dalam kondisi sangat rendah status gizinnya. Diagnosa yang muncul
pada kasus tersebut Ketidakseimbangan nurisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
faktor ekonomi. Adapun batasan karakteristiknya antara lain : kurangnya makanan, BB lebih
dari 20% dibawah BBI dan hasil penghitungan Z score dan NCHS menunjukkan gizi pasien
sangat buruk.
16. BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Badudu-Zain. 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Davey, P.2005.At A Glance Medicine.Jakarta:Erlangga
Depkes RI, 2000. Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional tahun 2001-2005, Jakarta.
Kusharisupeni, 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan (Prinsip-Prinsip Dasar).Dalam:
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas KesehatanMasyarakat
Universitas Indonesia, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat.Jakarta: P.T.
RajaGrafindo Persada, 135.
Mc.Closkey, J.C. and Bulecheck, G.M. (2004). Nursing Intervention Clssification (NIC).
4th Edition. USA : Mosby.
Moorhead, S. and Johnson, M., et al. (2004). Nursing Outcomes Classification (NOC)
4th Edition. USA : Mosby.
NANDA. (2012). Diagnosa keperawatan : definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.
Nency Y, Arifin M.T., 2005. Gizi Buruk Ancaman Generasi yang Hilang. Diakses tanggal 21
Sep. 14, http://ppi-jepang.org.
Supariasa, I. D. N. (2001). Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC
Tambayong, J.2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta:EGC
Underwood, J.C.E. (1999). Patologi : Umum dan Sistematik Ed 2. Jakarta : EGC.