Dokumen tersebut membahas tiga cara utama dalam mengelola risiko yaitu transfer risiko melalui asuransi atau pihak ketiga, pengendalian risiko, dan menanggung risiko sendiri. Transfer risiko dapat dilakukan dengan asuransi maupun kontrak non-asuransi, sementara pengendalian risiko bertujuan mengurangi kerugian potensial.
2. ï‚— Perlu kita ketahui bersama, bahwa pemindahan
resiko dapat digolongkan dalam dua cara, yaitu
 pengendalian resiko(materi kelompok 10)
 Risk financing transfer/pembelanjaan resiko
Pemindahan resiko melalui pengendalian resiko tidak
memerlukan pengerahan dana
3. ï‚— Pengendalian resiko merupakan usaha untuk
mengurangi kerugian potensial dan
mengusahakan agar resiko lebih dapat
diramalkan. Sedangkan, Pembelanjaan resiko
merupakan cara pengadaan dana untuk
memulihkan kerugian.
4. 1. Risk Financing Transfer
ï‚— Risk financing transfer merupakan usaha
memindahkan resiko disertai dengan pembiayaan.
Pemindahan resiko melalui risk financing berarti
transferer mencari dana eksternal untuk
membayarkan kerugian yang bersangkutan, jika
kerugian itu benar-benar terjadi.
5. ï‚— Pertama dengan cara Insurance Transfer,
merupakan pemindahan resiko kepada perusahaan
asuransi. Asuransi adalah salah satu cara dalam
menghadapi resiko, dengan mentransfer resiko ke
perusahaan asuransi, Akan tetapi tujuan pokok
asuransi bukanlah pemerataan atau pencegahan
kerugian, melainkan mengurangi uncertainty
(ketidakpastian) yang disebabkan oleh kesadaran
kemungkinan terjadinya kerugian.
6.  Kerugian potensial cukup besar, namun
probabilitasnya rendah
 Probabilitas dapat diperhitungkan
 Massal dan homogen
 Kerugian yang terjadi bersifat kebetulan
 Kerugian tertentu
7. ï‚— Cara kedua, yaitu: Non Insurance Transfer
ï‚— Kebanyakan pemindahan resiko kepada pihak non-
asuransi dilakukan melalui kontrak-kontrak bisnis biasa
dan melalui kontrak khusus untuk pemindahan resiko
ï‚— Pemindahan ini dapat dibedakan berdasarkan
tanggungjawab yang dipindahkan. Pada keadaan yang
ekstrim, transfer hanya memindahkan tanggung jawab
keuangan saja untuk tindakan yang tidak disengaja oleh
pihak transferee. Pada keadaan ekstrim yang lain pihak
transfreror akan menerima ganti rugi berkenaan dengan
yang disebutkan dalam kontrak, tidak memperhatikan
apa penyebab kerugian itu apakah kelalaian transferee,
pihak ketiga atau bencana alam
8. ï‚— Kontrak itu tidak mungkin hanya memindahkan sebagian
resiko daripada resiko yang menurut pendapat manajer
telah dipindahtangankan kepada pihak lain. Oleh karena
itu manajer harus mempelajari isi kontrak dengan
seksama.
ï‚— bahasa yang tertulis didalamnya adalah bahasa hukum
yang sangat sukar dipahami oleh orang yang tidak ahli
hukum sehingga menyebabkan salah tafsir atau salah
mengerti.
ï‚— surat kontrak dapat dibatalkan oleh pengadilan, jika isi
kontrak bertentangan dengan undang-undang peraturan
pemerintah, kebijaksanaan pemerintah atau tidak wajar
bagi transfree.
9. 2. Risk Retention (Menaggung Sendiri Resiko)
Retensi berarti bahwa perusahaan mempertahankan
sebagian atau seluruh kerugian yang dapat berakibat
bagi kerugian yang diberikan. Tidak semua resiko usaha
harus diasuransikan, sehingga resiko-resiko yang relatif
tidak begitu berpengaruh terhadap operasi usaha atau
perusahaan, biasanya akan ditangani oleh perusahaan
itu sendiri. Sumber pendanaan untuk menangani resiko
semacam ini berasal dari dalam perusahaan.
Penaggungan sendiri ini dapat bersifat pasif (tidak
direncanakan) dan dapat pula bersifat aktif
(direncanakan).
10. ï‚— Keharusan, karena tidak tersedia alternatif lain
ï‚— Biaya
ï‚— Kerugian harapan
ï‚— Oppertunity cost
ï‚— Kualitas pertanggungan
11.  Hal – hal yang mendorong pemakaian peralatan
retention
 Faktor-faktor Retention dibuat kurang menarik
12. ï‚— Tidak ada penyediaan sebelumnya
ï‚— Membentuk dana dan cadangan
ï‚— Asuransi sendiri
ï‚— Captive insurance