1) Ali bin Abi Thalib menjadi teladan bagi kakaknya Aqil tentang keadilan dan anti korupsi dengan hanya menyajikan roti dan garam di meja makan tanpa menggunakan harta Baitul Mal untuk kepentingan pribadi.
2) Ali menolak tawaran Aqil untuk merampok harta orang kaya demi menutupi utangnya, dengan alasan bahwa mencuri harta seseorang lebih baik daripada mencuri harta
1 of 2
More Related Content
Pemimpin itu teladan
1. Pemimpin Itu Teladan
Oleh Wiyanto Suud
Satu teladan itu lebih efektif dari seribu nasihat. Dan, lisan perbuatan itu lebih
fasih daripada lisan perkataan. Satu contoh keteladanan dari Ali bin Abi Thalib
menunjukkan betapa keteladanan itu sangat efektif menciptakan pranata sosial yang
dicita-citakan Islam.
Syahdan, pada suatu hari Aqil datang ke Ali bin Abi Thalib, ia menyambut gembira
kedatangan sang kakak. Ketika tiba waktu makan malam, Aqil tidak melihat apa-apa di
atas meja selain roti dan garam. Ia terkejut melihat kenyataan tersebut karena
kedatangannya untuk meminta bantuan kepada Ali demi menutupi utangnya.
Ali berkata, “Tunggu sebentar, aku akan ambilkan harta milikku.” Aqil mulai kesal
dan berkata, “Bukankah Baitul Mal ada di tanganmu? Mengapa engkau memberiku dari
harta milikmu sendiri?” Beliau menjawab, “Kalau kau mau, ambillah pedangmu dan aku
akan mengambil pedangku, lalu kita keluar bersama-sama menuju ke kawasan Hairah
yang di dalamnya terdapat pedagang-pedagang kaya, kita masuki rumah salah seorang
dari mereka dan kita ambil harta kekayaannya.”
Aqil menolak dan berkata, “Memangnya aku datang untuk merampok!”. Ali pun
menjawab, “Mencuri harta kekayaan seorang dari mereka itu masih lebih baik daripada
engkau mencuri harta milik semua kaum Muslimin.” Demikianlah teladan
kepemimpinan Ali bin Abi Thalib.
Untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hal keteladanan, Allah SWT
menganjurkan kepada kita untuk selalu berdoa, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah
kepada kami istri-istri dan keturunan yang menjadi penenang hati bagi kami, dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan [25]: 74)
Dimuat di “Hikmah” Republika, 24 November 2009.
2. Al-Qurthubi mengatakan, jika seseorang memiliki istri yang terkumpul padanya
sifat-sifat terpuji, seperti pandai menjaga kesucian, lembut, taat kepada suami, atau
memiliki anak yang taat kepada Allah dan berbakti kepada kedua orang tuanya, maka
hatinya tidak akan tertarik lagi untuk melirik wanita atau anak orang lain. Itulah yang
disebut dengan "penenang hati", yang hanya bisa dicapai apabila apa yang dimilikinya
itu mendapat berkat dari Allah.
Adapun maksud "imam bagi orang-orang yang bertakwa", yakni menjadi teladan
bagi mereka dalam hal kebaikan. Seseorang tidak akan bisa menjadi teladan yang baik
bagi orang lain kecuali ia telah berbuat baik kepada orang lain dan bertakwa kepada
Allah.
Relevansi ketakwaan dan kepemimpinan di sini dijelaskan oleh Ibrahim an-Nakha'i,
bahwa orang Muslim yang bertakwa tidak berhasrat meminta kepemimpinan kepada
Allah, tetapi mengharap teladan yang baik dari-Nya. Karena dengan keteladanan,
kepemimpinan itu akan datang dengan sendirinya.