ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
MENTERIPERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA
PERA TURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: PM. 11 TAHUN 2012
TENTANG
TATA CARA PENETAPAN TRASE JALUR KERETA API
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 115 Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan
Perkeretaapian, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Perhubungan tentang Tata Cara Penetapan Trase Jalur Kereta
Api;
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 65 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4722);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129 dan Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5048);
3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 91 Tahun 2011;
4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi Kementerian Negara serta
Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi Eselon I Kementerian
Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 92 Tahun 2011 ;
5. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 60 Tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perhubungan;
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG TATA
CARA PENETAPAN TRASE JALUR KERETA API.
1. Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas
prasarana, sarana dan sumber daya manusia serta norma,
kriteria, persyaratan dan prosedur untuk penyelenggaraan
transportasi kereta api.
2. Trase adalah rencana tapak jalur kereta api yang telah diketahui
titik-titik koordinatnya.
3. Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak,
baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana
perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di
jalan rei yang terkait dengan perjalanan kereta api.
4. Prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta
api, dan fasilitas operasi kereta api agar kereta api dapat
dioperasikan.
5. Jalur kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak
jalan rei yang meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang
milik jalur kereta api, dan ruang pengawasan jalur kereta api,
termasuk bagian atas dan bawahnya yang diperuntukan bagi
lalu lintas kereta api.
6. Ruang Manfaat Jalur adalah jalan rei dan bidang tanah di kiri
dan kanan jalan rei beserta ruang di kiri kanan atas dan bawah
yang digunakan untuk konstruksi jalan rei, penempatan fasilitas
operasi kereta api serta bangunan pelengkap lainnya.
7. Ruang Milik Jalur adalah bidang tanah di kiri dan kanan ruang
manfaat jalur kereta api yang digunakan untuk pengamanan
konstruksi jalan rei, baik yang terletak pada permukaan,
dibawah permukaan dan diatas permukaan tanah, yang
lebarnya diukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan ruang
manfaat jalur kereta api yang lebarnya paling sedikit 6 (enam)
meter.
8. Ruang Pengawasan Jalur adalah bidang tanah atau bidang lain
di kiri dan di kanan ruang milik jalur kereta api digunakan untuk
pengamanan dan kelancaran operasi kereta api, dengan batas
9 (sembi Ian) meter pada permukaan tanah. Untuk jembatan
dengan bentang lebih besar dari 10 (sepuluh) meter pada
permukaan tanah yang melintas sungai, maka lebar ruwasja
menjadi 50 (lima puluh) meter ke arah hilir dan hulu sungai,
yang diukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan ruang milik
jalur kereta api.
9. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
10. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
TUJUAN DAN SASARAN PENETAPAN TRASE
JALUR KERETAAPI
Bagian Kesatu
Tujuan Penetapan Trase Jalur Kereta Api
keharmonisan antara jaringan jalur kereta api dan perencanaan
tata ruang wilayah sesuai tatarannya;
keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang untuk jaringan
jalur kereta api dalam rangka perlindungan fungsi ruang dan
pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat
pembangunan jalur kereta api;
keterpaduan jaringan jalur kereta api sebagai satu kesatuan
sistem jaringan transportasi nasional, sehingga mempermudah
dan memperlancar pelayanan angkutan orang dan/atau barang;
efisiensi penyelenggaraan perkeretaapian.
j
Penetapan trase jalur kereta api menjadi pedoman untuk
melaksanakan kegiatan perencanaan teknis, analisis mengenai
dampak lingkungan hidup atau UKL dan UPL, serta pengadaan tanah
sebelum melaksanakan pembangunan jalur kereta api.
Bagian Kedua
Sasaran Penetapan Trase Jalur Kereta Api
Sasaran penetapan trase jalur kereta api untuk mewujudkan
tersedianya ruang yang memadai untuk rumaja, rumija dan ruwasja
guna menjamin keselamatan, keamanan dan kelancaran perjalanan
kereta api.
Bagian kesatu
Umum
a. titik-titik koordinat;
b. lokasi stasiun;
c. rencana kebutuhan lahan; dan
d. skala gambar.
(2) Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya
menetapkan trase jalur kereta api:
a. sesuai rencana induk perkeretaapian;
b. di luar rencana induk perkeretaapian.
(3) Gubernur atau bupati/walikota dalam menetapkan trase jalur
kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus terlebih
dahulu mendapat persetujuan Menteri.
Bagian Kedua
Persyaratan pengajuan penetapan trase
(1) Penetapan trase jalur kereta api dilakukan atas prakarsa dari
Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya
atau dari badan usaha.
(2) Penetapan trase jalur kereta api atas prakarsa Menteri,
gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan rencana
induk perkeretaapian dan/atau kebijakan strategis nasional.
(3) Penetapan trase jalur kereta api atas prakarsa badan usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan rencana
induk perkeretaapian atau di luar rencana induk perkeretaapian.
(1) Dalam hal Menteri menetapkan trase jalur kereta api nasional
dan dalam memberikan persetujuan penetapan trase jalur
kereta api provinsi atau kabupaten/kota, Menteri membentuk tim
evaluasi usulan trase jalur kereta api.
(2) Tim evaluasi sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) sekurang-
kurangnya beranggotakan unsur dari unit kerja terkait yang
terdiri dari:
a. unsur teknis;
b. unsur hukum;
c. unsurkeuangan;dan
d. unsur perencanaan.
Penetapan trase jalur kereta api harus dilengkapi dengan persyaratan
kajian teknis trase jalur kereta api.
Kajian teknis trase jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 paling sedikit memuat:
a. gambar rencana trase jalur kereta api; dan
b. data teknis lainnya;
Gambar rencana trase jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf a di atas adalah gambar situasi dan rencana trase jalur
kereta api yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. titik-titik koordinat;
b. lokasi stasiun;
c. rencana kebutuhan lahan; dan
d. skala gambar.
Data teknis lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b,
paling sedikit harus memuat hal-hal sebagai berikut:
a. potensi angkutan;
b. pola operasi;
c. kebutuhan lahan;
d. keterpaduan inter dan antar moda;
e. dampak sosial dan lingkungan;
f. panjang jalur kereta api;
g. jenis konstruksi jalan rei (at grade, elevated, underground);
h. kondisi geografi dan topografi;
i. kondisi geologi;
j. kondisi fisik tanah;
k. kelandaian maksimum;
I. perpotongan.
Titik Koordinat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a
digunakan untuk mengidentifikasi lokasi-Iokasi sebagai berikut:
a. stasiun, depo, balai yasa dan bangunan pendukung lainnya;
b. as rencana jalur kereta api;
c. jembatan dan terowongan;
d. patok referensi (bench mark); dan
e. penyelidikan tanah.
(1) Penentuan titik-titik koordinat trase jalur kereta api sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 dilakukan dengan metode dan
instrumen pengumpulan data, serta standar pengolahan data
geospasial yang meliputi :
a. sistem proyeksi dan sistem koordinat yang dengan jelas
dan pasti dapat ditransformasikan ke dalam sistem
koordinat standar nasional;
b. format, basisdata, dan metadata yang dapat dengan
mudah diintegrasikan dengan informasi geospasial lain;
dan
c. menggunakan titik ikat referensi (bench mark) yang jelas.
(2) Metode dan instrumen pengumpulan data, serta standar
pengolahan data geospasial sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang informasi geospasial.
(1) Data Geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(2) merupakan data tentang lokasi geografis, dimensi atau
ukuran, dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan
manusia yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan
bumi.
(2) Informasi Geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (2) merupakan data geospasial yang sudah diolah
sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam perumusan
kebijakan, pengambilan keputusan, dan/atau pelaksanaan
kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian.
Lokasi stasiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b harus
memperhatikan:
a. potensi angkutan berupa pergerakan penumpang dan/atau
barang;
b. pengoperasian kereta api;
c. kepentingan pelayanan;
d. keterpaduan dengan moda transportasi lain;
e. kondisi geografis.
(1) Rencana kebutuhan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 huruf c harus memperhatikan:
a. luas lahan yang dibebaskan;
b. tata guna lahan.
(2) Rencana kebutuhan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) didasarkan atas penentuan:
a. kebutuhan stasiun, depo, balai yasa, fasilitas operasi,
dan bangunan pendukung lainnya;
b. jalur kereta api yang meliputi ruang manfaat jalur dan
ruang milik jalur.
Skala gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d harus
memenuhi persyaratan:
a. menggunakan besaran tertentu sehingga semua gambar dan
notasinya dapat terbaca dengan jelas;
b. menggunakan sistem skala batang (bar scale) dan/atau skala
angka;
c. menggunakan skala gambar 1:5000 atau yang lebih besar.
Potensi angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a,
meliputi:
a. perkiraan jumlah pengguna jasa;
b. perkiraan ketersediaan sumber daya alam yang akan diangkut;
c. pertumbuhan perekonomian;
d. pola pergerakan asal tujuan orang dan/atau barang.
a. perkiraan volume turun/naik penumpang dan/atau bongkar/muat
barang di setiap stasiun (loading profile).;
b. rencana kebutuhan sarana perkeretaapian yang akan
dioperasikan;
c. rencana jumlah dan kelas jalur yang akan dibangun;
d. rencana lokasi dan jenis stasiun;
e. tata letak dan kebutuhan jalur di stasiun;
f. sistem persinyalan dan hubungan blok;
g. waktu tempuh, frekuensi, dan headway kereta api; dan
h. kecepatan maksimum sarana dan prasarana.
Keterpaduan inter dan antar moda, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 huruf d harus memperhatikan keberadaan moda transportasi
kereta api dan moda transportasi lainnya.
(1) Dampak sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 huruf e, harus memperhatikan:
a. dampak sosial terhadap masyarakat;
b. dampak terhadap Iingkungan sekitar.
(2) Dampak sosial terhadap masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, harus menciptakan peningkatan
kesejahteraan bagi masyarakat sekitar.
(3) Dampak terhadap lingkungan sekitar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, harus terbebas dari gangguan terhadap
ekosistem lingkungan yang akan dilalui jalur kereta api.
Dalam hal pengajuan penetapan trase jalur kereta api dilakukan oleh
Badan Usaha, selain memenuhi persyaratan kajian teknis trase jalur
kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, harus dilengkapi
dengan:
a. akte pendirian Badan Hukum Indonesia;
b. nomor pokok wajib pajak;
c. surat keterangan domisili perusahaan;
d. dokumen rencana tata ruang wilayah;
e. persetujuan dan/atau rekomendasi trase jalur kereta api.
Rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
huruf d sesuai dengan tataran wilayah trase jalur kereta api yang akan
ditetapkan.
Persetujuan dan/atau rekomendasi trase jalur kereta api sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 huruf e diatur dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. dalam hal trase jalur kereta api yang diusulkan melintasi batas
wilayah provinsi, ditetapkan oleh Menteri;
b. dalam hal trase jalur kereta api yang diusulkan melintasi batas
wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi, ditetapkan oleh
gubernur setelah mendapat persetujuan dari Menteri;
c. dalam hal trase jalur kereta api yang diusulkan berada dalam
kabupaten/kota, ditetapkan oleh bupati/walikota setelah
mendapat rekomendasi dari gubernur dan persetujuan dari
Menteri.
Bagian Ketiga
Tata Cara Pengajuan Penetapan Trase Jalur Kereta Api
a. Menteri, untuk trase jalur kereta api yang melintasi batas
wilayah provinsi;
b. gubernur, untuk trase jalur kereta api yang melintasi batas
wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi setelah mendapat
persetujuan dari Menteri;
c. bupati/walikota, untuk trase jalur kereta api yang berada dalam
kabupaten/kota setelah mendapat rekomendasi dari gubernur
dan persetujuan dari Menteri.
(1) Permohonan penetapan trase jalur kereta api yang melintasi
batas wilayah provinsi diajukan kepada Menteri dilengkapi
dengan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 dan Pasal 22.
(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Menteri melakukan evaluasi paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja setelah permohonan diterima secara lengkap yang
dibuktikan dengan tanda bukti penerimaan.
(3) Evaluasi terhadap dokumen persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri dengan
melibatkan unit kerja terkait.
(4) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Menteri menerbitkan:
a. surat keputusan penetapan trase jalur kereta api; atau
b. surat penolakan dilengkapi dengan alasan penolakan.
(5) Permohonan yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf b, dapat diajukan kembali setelah pemohon melengkapi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan
Pasal22.
(1) Permohonan penetapan trase jalur kereta api yang melintasi
batas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi, diajukan
kepada gubernur dilengkapi dengan dokumen persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 22.
(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), gubernur melakukan evaluasi paling lama 90 (sembilan
puluh) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap yang
dibuktikan dengan tanda bukti penerimaan.
(3) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), gubernur menerbitkan:
a. surat rekomendasi penetapan trase jalur kereta api; atau
b. surat penolakan dilengkapi dengan alasan penolakan.
(4) Berdasarkan rekomendasi penetapan trase jalur kereta api
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, gubernur
menyampaikan permohonan persetujuan kepada Menteri
disertai dokumen persyaratan dan rekomendasi gubernur.
(5) Menteri berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) melakukan evaluasi paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja setelah dokumen diterima secara lengkap yang dibuktikan
dengan tanda bukti penerimaan.
(6) Evaluasi terhadap dokumen persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dilakukan oleh Menteri dengan
melibatkan unit kerja terkait.
(7) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(6), Menteri memberikan persetujuan kepada gubernur untuk
menetapkan trase jalur kereta api.
(8) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
dapat disertai dengan syarat tertentu berupa tambahan
persyaratan administrasi dan teknis yang harus dipenuhi
sebelum ditetapkan trase jalur kereta api.
(9) Dalam hal syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
telah dipenuhi, gubernur menetapkan trase jalur kereta api.
(1) Permohonan penetapan trase jalur kereta api dalam wilayah
kabupaten/kota diajukan kepada bupati/walikota dilengkapi
dengan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 dan Pasal 22.
(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), bupati/walikota melakukan evaluasi paling lama 90
(sembilan puluh) hari kerja setelah dokumen diterima secara
lengkap yang dibuktikan dengan tanda bukti penerimaan.
(3) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), bupati/walikota menerbitkan:
a. surat rekomendasi penetapan trase jalur kereta api; atau
b. surat penolakan dilengkapi dengan alasan penolakan.
(4) Berdasarkan rekomendasi penetapan trase jalur kereta api
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, bupati/walikota
meneruskan permohonan kepada gubernur untuk mendapat
rekomendasi.
(5) Bupati/walikota setelah mendapat rekomendasi dari gubernur
menyampaikan permohonan persetujuan kepada Menteri
disertai dokumen persyaratan, rekomendasi dari bupati/walikota,
dan rekomendasi dari gubernur.
(6) Menteri berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) melakukan evaluasi paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja setelah dokumen diterima secara lengkap yang dibuktikan
dengan tanda bukti penerimaan.
(7) Evaluasi terhadap dokumen persya rata n sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) dilakukan oleh Menteri dengan
melibatkan unit kerja terkait.
(8) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(7), Menteri memberikan persetujuan kepada bupati/walikota
untuk menetapkan trase jalur kereta api.
(9) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
dapat disertai dengan syarat tertentu berupa tambahan
persyaratan administrasi dan teknis yang harus dipenuhi
sebelum ditetapkan trase jalur kereta api.
(10) Dalam hal syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
telah dipenuhi oleh pemohon izin pembangunan, bupati/walikota
menetapkan trase jalur kereta api.
Bentuk surat permohonan, surat penetapan, dan surat penolakan
penetapan trase jalur kereta api sebagaimana contoh 1, contoh 2, dan
contoh 3, dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.
(1) Trase jalur kereta api yang sudah ditetapkan dan belum
dibangun dapat dilakukan perubahan karena adanya:
a. perubahan rencana induk perkeretaapian;
b. perubahan RTRW;
c. bencana alam.
(2) Usulan perubahan penetapan trase jalur kereta api
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
BABIV
KETENTUANPENUTUP
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 1 Februari 2012
MENTERIPERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 6 Februari 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
UMAR IS SH MM MH
Pembina Utama Muda (IV/c)
NIP. 19630220 198903 1 001
Nomor
Lampiran
Perihal
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN
NOMOR PM 11 TAHUN 2012
TANGGAL : 1 Februari 2012
: permohonan penetapan trase
jalur kereta api izin
... (MENTERI PERHUBUNGANIGUBERNUR
...IBUPATIIWALIKOTA. ..)
1. Dengan hormat disampaikan bahwa berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perkeretaapian, bersama
ini kami PT. ... mengajukan permohonan penetapan trase jalur
kereta api umum ... (nasional, provinsi, atau kabupaten/kota) dari ...
ke ....
2. Sebagai bahan pertimbangan permohonan penetapan trase jalur
kereta api sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas, terlampir
disampaikan dokumen persyaratan berupa:
a. memiliki akte pendirian Badan Hukum Indonesia;
b. memiliki nomor pokok wajib pajak;
c. memiliki surat keterangan domisili perusahaan;
d. rencana tata ruang wilayah;
e. persetujuan dan/atau rekomendasi trase jalur kereta api;
f. kajian teknis trase jalur kereta api.
(nama Direktur utama dan cap
instansi)
PENETAPAN TRASE JALUR KERETA API UMUM ...
OARI ... KE ... ,
a. bahwa berdasarkan Pasal 115 Peraturan Pemerintah Nomor 56
Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian telah
diatur mengenai trase jalur kereta api;
b. bahwa Oirektur Utama PT. ... melalui surat Nomor ... tanggal ...
telah mengajukan permohonan penetapan trase jalur kereta api;
c. bahwa setelah dilakukan penelaahan dan pengkajian baik dari
aspek legalitas maupun aspek teknis terhadap dokumen
permohonan penetapan trase jalur kereta api PT. ..., pada
prinsipnya telah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis;
b. bahwa sehubungan dengan huruf a, huruf b, dan huruf c
tersebut di atas, perlu menetapkan Keputusan Menteri
Perhubungan tentang Penetapan Trase Jalur Kereta Umum Oari
... Ke ...;
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65
dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4722);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaran Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 129 dan Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5048);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Tahun 2009
Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5086);
Memperhatikan: 1. Surat permohonan PT. ... Nomor ... tanggal ... perihal
permohonan penetapan trase jalur kereta api;
2. Berita acara rapat evaluasi persyaratan permohonan
penetapan trase jalur kereta api PT. ...;
Menetapkan KEPUTUSAN ... (MENTERI PERHUBUNGAN. GUBERNUR ... , ATAU BUPATIIWALIKOTA
...) TENTANG PENETAPAN TRASE JALUR KERETA API UMUM
OARI ... KE. ...
PERTAMA Menetapkan trase jalur kereta api umum dari ... ke ... dengan peta
berskala ... : ... sebagaimana tercantum dalam lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini dengan
ketentuan sebagai berikut:
b. letak stasiun berada di ...
c. letak fasilitas operasi berada di ...
d. rencana kebutuhan lahan ±. ... m2
(Dirjen Perkeretaapian, Gubemur ... atau BupatiIWalikota ...) melakukan pembinaan
dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan Keputusan ini.
Oitetapkan di
Pada tanggal
(MENTERI PERHUBUNGAN. GUBERNUR ...• atau
BUPATIIWALIKOTA .. .)
1.
2. ...; dst (instansi terkait).
SENTUK SURAT PENOLAKAN PERMOHONAN PENETAPAN TRASE JALUR KERETA
API
Nomor
Lampiran
Perihal Penolakan permohonan penetapan trase
jalur Kereta api izin usaha
1. Berkenaan dengan surat Saudara Nomor '" tanggal ... perihal
permohonan penetapan trase jalur kereta api, bersama ini diberitahukan
bahwa setelah dilakukan evaluasi terhadap dokumen persyaratan
penetapan trase jalur kereta api yang Saudara ajukan, maka
permohonan Saudara belum/tidak dapat diproses lebih lanjut karena:
a.... ;
b. ...; dst. (diisi alasan penolakan)
2. Dapat kami sampaikan pula bahwa Saudara dapat mengajukan kembali
permohonan penetapan trase jalur kereta api setelah semua persyaratan
dipenuhi.
...
(MENTER/ PERHUBUNGAN, GUBERNUR ... ,
atau BUPAT/IWALIKOTA .. .)
Tembusan:
1. ...,
2. ... dst
Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 1 Februari 2012
MENTERIPERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA
Salinan sesuai denga
KEPALA SIR
UMAR IS SH MM MH
Pembina Utama Muda (IV/c)
NIP. 19630220 198903 1 001

More Related Content

Penetapan trase pm no.-11_tahun_2012

  • 1. MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERA TURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM. 11 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENETAPAN TRASE JALUR KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 115 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Tata Cara Penetapan Trase Jalur Kereta Api; 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 5048); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011; 4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 ; 5. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan;
  • 2. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG TATA CARA PENETAPAN TRASE JALUR KERETA API. 1. Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana dan sumber daya manusia serta norma, kriteria, persyaratan dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api. 2. Trase adalah rencana tapak jalur kereta api yang telah diketahui titik-titik koordinatnya. 3. Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rei yang terkait dengan perjalanan kereta api. 4. Prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api agar kereta api dapat dioperasikan. 5. Jalur kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rei yang meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik jalur kereta api, dan ruang pengawasan jalur kereta api, termasuk bagian atas dan bawahnya yang diperuntukan bagi lalu lintas kereta api. 6. Ruang Manfaat Jalur adalah jalan rei dan bidang tanah di kiri dan kanan jalan rei beserta ruang di kiri kanan atas dan bawah yang digunakan untuk konstruksi jalan rei, penempatan fasilitas operasi kereta api serta bangunan pelengkap lainnya. 7. Ruang Milik Jalur adalah bidang tanah di kiri dan kanan ruang manfaat jalur kereta api yang digunakan untuk pengamanan konstruksi jalan rei, baik yang terletak pada permukaan, dibawah permukaan dan diatas permukaan tanah, yang lebarnya diukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan ruang manfaat jalur kereta api yang lebarnya paling sedikit 6 (enam) meter.
  • 3. 8. Ruang Pengawasan Jalur adalah bidang tanah atau bidang lain di kiri dan di kanan ruang milik jalur kereta api digunakan untuk pengamanan dan kelancaran operasi kereta api, dengan batas 9 (sembi Ian) meter pada permukaan tanah. Untuk jembatan dengan bentang lebih besar dari 10 (sepuluh) meter pada permukaan tanah yang melintas sungai, maka lebar ruwasja menjadi 50 (lima puluh) meter ke arah hilir dan hulu sungai, yang diukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan ruang milik jalur kereta api. 9. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 10. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. TUJUAN DAN SASARAN PENETAPAN TRASE JALUR KERETAAPI Bagian Kesatu Tujuan Penetapan Trase Jalur Kereta Api keharmonisan antara jaringan jalur kereta api dan perencanaan tata ruang wilayah sesuai tatarannya; keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang untuk jaringan jalur kereta api dalam rangka perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pembangunan jalur kereta api; keterpaduan jaringan jalur kereta api sebagai satu kesatuan sistem jaringan transportasi nasional, sehingga mempermudah dan memperlancar pelayanan angkutan orang dan/atau barang; efisiensi penyelenggaraan perkeretaapian. j
  • 4. Penetapan trase jalur kereta api menjadi pedoman untuk melaksanakan kegiatan perencanaan teknis, analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau UKL dan UPL, serta pengadaan tanah sebelum melaksanakan pembangunan jalur kereta api. Bagian Kedua Sasaran Penetapan Trase Jalur Kereta Api Sasaran penetapan trase jalur kereta api untuk mewujudkan tersedianya ruang yang memadai untuk rumaja, rumija dan ruwasja guna menjamin keselamatan, keamanan dan kelancaran perjalanan kereta api. Bagian kesatu Umum a. titik-titik koordinat; b. lokasi stasiun; c. rencana kebutuhan lahan; dan d. skala gambar. (2) Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya menetapkan trase jalur kereta api: a. sesuai rencana induk perkeretaapian; b. di luar rencana induk perkeretaapian. (3) Gubernur atau bupati/walikota dalam menetapkan trase jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri.
  • 5. Bagian Kedua Persyaratan pengajuan penetapan trase (1) Penetapan trase jalur kereta api dilakukan atas prakarsa dari Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya atau dari badan usaha. (2) Penetapan trase jalur kereta api atas prakarsa Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan rencana induk perkeretaapian dan/atau kebijakan strategis nasional. (3) Penetapan trase jalur kereta api atas prakarsa badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan rencana induk perkeretaapian atau di luar rencana induk perkeretaapian. (1) Dalam hal Menteri menetapkan trase jalur kereta api nasional dan dalam memberikan persetujuan penetapan trase jalur kereta api provinsi atau kabupaten/kota, Menteri membentuk tim evaluasi usulan trase jalur kereta api. (2) Tim evaluasi sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) sekurang- kurangnya beranggotakan unsur dari unit kerja terkait yang terdiri dari: a. unsur teknis; b. unsur hukum; c. unsurkeuangan;dan d. unsur perencanaan. Penetapan trase jalur kereta api harus dilengkapi dengan persyaratan kajian teknis trase jalur kereta api. Kajian teknis trase jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 paling sedikit memuat: a. gambar rencana trase jalur kereta api; dan b. data teknis lainnya;
  • 6. Gambar rencana trase jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a di atas adalah gambar situasi dan rencana trase jalur kereta api yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. titik-titik koordinat; b. lokasi stasiun; c. rencana kebutuhan lahan; dan d. skala gambar. Data teknis lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, paling sedikit harus memuat hal-hal sebagai berikut: a. potensi angkutan; b. pola operasi; c. kebutuhan lahan; d. keterpaduan inter dan antar moda; e. dampak sosial dan lingkungan; f. panjang jalur kereta api; g. jenis konstruksi jalan rei (at grade, elevated, underground); h. kondisi geografi dan topografi; i. kondisi geologi; j. kondisi fisik tanah; k. kelandaian maksimum; I. perpotongan. Titik Koordinat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a digunakan untuk mengidentifikasi lokasi-Iokasi sebagai berikut: a. stasiun, depo, balai yasa dan bangunan pendukung lainnya; b. as rencana jalur kereta api; c. jembatan dan terowongan; d. patok referensi (bench mark); dan e. penyelidikan tanah. (1) Penentuan titik-titik koordinat trase jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dilakukan dengan metode dan instrumen pengumpulan data, serta standar pengolahan data geospasial yang meliputi : a. sistem proyeksi dan sistem koordinat yang dengan jelas dan pasti dapat ditransformasikan ke dalam sistem koordinat standar nasional;
  • 7. b. format, basisdata, dan metadata yang dapat dengan mudah diintegrasikan dengan informasi geospasial lain; dan c. menggunakan titik ikat referensi (bench mark) yang jelas. (2) Metode dan instrumen pengumpulan data, serta standar pengolahan data geospasial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang informasi geospasial. (1) Data Geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) merupakan data tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran, dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi. (2) Informasi Geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) merupakan data geospasial yang sudah diolah sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan/atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian. Lokasi stasiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b harus memperhatikan: a. potensi angkutan berupa pergerakan penumpang dan/atau barang; b. pengoperasian kereta api; c. kepentingan pelayanan; d. keterpaduan dengan moda transportasi lain; e. kondisi geografis. (1) Rencana kebutuhan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c harus memperhatikan: a. luas lahan yang dibebaskan; b. tata guna lahan.
  • 8. (2) Rencana kebutuhan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas penentuan: a. kebutuhan stasiun, depo, balai yasa, fasilitas operasi, dan bangunan pendukung lainnya; b. jalur kereta api yang meliputi ruang manfaat jalur dan ruang milik jalur. Skala gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d harus memenuhi persyaratan: a. menggunakan besaran tertentu sehingga semua gambar dan notasinya dapat terbaca dengan jelas; b. menggunakan sistem skala batang (bar scale) dan/atau skala angka; c. menggunakan skala gambar 1:5000 atau yang lebih besar. Potensi angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, meliputi: a. perkiraan jumlah pengguna jasa; b. perkiraan ketersediaan sumber daya alam yang akan diangkut; c. pertumbuhan perekonomian; d. pola pergerakan asal tujuan orang dan/atau barang. a. perkiraan volume turun/naik penumpang dan/atau bongkar/muat barang di setiap stasiun (loading profile).; b. rencana kebutuhan sarana perkeretaapian yang akan dioperasikan; c. rencana jumlah dan kelas jalur yang akan dibangun; d. rencana lokasi dan jenis stasiun; e. tata letak dan kebutuhan jalur di stasiun; f. sistem persinyalan dan hubungan blok; g. waktu tempuh, frekuensi, dan headway kereta api; dan h. kecepatan maksimum sarana dan prasarana. Keterpaduan inter dan antar moda, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d harus memperhatikan keberadaan moda transportasi kereta api dan moda transportasi lainnya.
  • 9. (1) Dampak sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf e, harus memperhatikan: a. dampak sosial terhadap masyarakat; b. dampak terhadap Iingkungan sekitar. (2) Dampak sosial terhadap masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus menciptakan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar. (3) Dampak terhadap lingkungan sekitar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, harus terbebas dari gangguan terhadap ekosistem lingkungan yang akan dilalui jalur kereta api. Dalam hal pengajuan penetapan trase jalur kereta api dilakukan oleh Badan Usaha, selain memenuhi persyaratan kajian teknis trase jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, harus dilengkapi dengan: a. akte pendirian Badan Hukum Indonesia; b. nomor pokok wajib pajak; c. surat keterangan domisili perusahaan; d. dokumen rencana tata ruang wilayah; e. persetujuan dan/atau rekomendasi trase jalur kereta api. Rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d sesuai dengan tataran wilayah trase jalur kereta api yang akan ditetapkan. Persetujuan dan/atau rekomendasi trase jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf e diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a. dalam hal trase jalur kereta api yang diusulkan melintasi batas wilayah provinsi, ditetapkan oleh Menteri; b. dalam hal trase jalur kereta api yang diusulkan melintasi batas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi, ditetapkan oleh gubernur setelah mendapat persetujuan dari Menteri; c. dalam hal trase jalur kereta api yang diusulkan berada dalam kabupaten/kota, ditetapkan oleh bupati/walikota setelah mendapat rekomendasi dari gubernur dan persetujuan dari Menteri.
  • 10. Bagian Ketiga Tata Cara Pengajuan Penetapan Trase Jalur Kereta Api a. Menteri, untuk trase jalur kereta api yang melintasi batas wilayah provinsi; b. gubernur, untuk trase jalur kereta api yang melintasi batas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi setelah mendapat persetujuan dari Menteri; c. bupati/walikota, untuk trase jalur kereta api yang berada dalam kabupaten/kota setelah mendapat rekomendasi dari gubernur dan persetujuan dari Menteri. (1) Permohonan penetapan trase jalur kereta api yang melintasi batas wilayah provinsi diajukan kepada Menteri dilengkapi dengan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 22. (2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri melakukan evaluasi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap yang dibuktikan dengan tanda bukti penerimaan. (3) Evaluasi terhadap dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri dengan melibatkan unit kerja terkait. (4) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri menerbitkan: a. surat keputusan penetapan trase jalur kereta api; atau b. surat penolakan dilengkapi dengan alasan penolakan. (5) Permohonan yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, dapat diajukan kembali setelah pemohon melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal22. (1) Permohonan penetapan trase jalur kereta api yang melintasi batas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi, diajukan kepada gubernur dilengkapi dengan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 22.
  • 11. (2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), gubernur melakukan evaluasi paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap yang dibuktikan dengan tanda bukti penerimaan. (3) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), gubernur menerbitkan: a. surat rekomendasi penetapan trase jalur kereta api; atau b. surat penolakan dilengkapi dengan alasan penolakan. (4) Berdasarkan rekomendasi penetapan trase jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, gubernur menyampaikan permohonan persetujuan kepada Menteri disertai dokumen persyaratan dan rekomendasi gubernur. (5) Menteri berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) melakukan evaluasi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap yang dibuktikan dengan tanda bukti penerimaan. (6) Evaluasi terhadap dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan oleh Menteri dengan melibatkan unit kerja terkait. (7) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Menteri memberikan persetujuan kepada gubernur untuk menetapkan trase jalur kereta api. (8) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat disertai dengan syarat tertentu berupa tambahan persyaratan administrasi dan teknis yang harus dipenuhi sebelum ditetapkan trase jalur kereta api. (9) Dalam hal syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) telah dipenuhi, gubernur menetapkan trase jalur kereta api. (1) Permohonan penetapan trase jalur kereta api dalam wilayah kabupaten/kota diajukan kepada bupati/walikota dilengkapi dengan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 22. (2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bupati/walikota melakukan evaluasi paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap yang dibuktikan dengan tanda bukti penerimaan.
  • 12. (3) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bupati/walikota menerbitkan: a. surat rekomendasi penetapan trase jalur kereta api; atau b. surat penolakan dilengkapi dengan alasan penolakan. (4) Berdasarkan rekomendasi penetapan trase jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, bupati/walikota meneruskan permohonan kepada gubernur untuk mendapat rekomendasi. (5) Bupati/walikota setelah mendapat rekomendasi dari gubernur menyampaikan permohonan persetujuan kepada Menteri disertai dokumen persyaratan, rekomendasi dari bupati/walikota, dan rekomendasi dari gubernur. (6) Menteri berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melakukan evaluasi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap yang dibuktikan dengan tanda bukti penerimaan. (7) Evaluasi terhadap dokumen persya rata n sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan oleh Menteri dengan melibatkan unit kerja terkait. (8) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Menteri memberikan persetujuan kepada bupati/walikota untuk menetapkan trase jalur kereta api. (9) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat disertai dengan syarat tertentu berupa tambahan persyaratan administrasi dan teknis yang harus dipenuhi sebelum ditetapkan trase jalur kereta api. (10) Dalam hal syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (9) telah dipenuhi oleh pemohon izin pembangunan, bupati/walikota menetapkan trase jalur kereta api. Bentuk surat permohonan, surat penetapan, dan surat penolakan penetapan trase jalur kereta api sebagaimana contoh 1, contoh 2, dan contoh 3, dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
  • 13. (1) Trase jalur kereta api yang sudah ditetapkan dan belum dibangun dapat dilakukan perubahan karena adanya: a. perubahan rencana induk perkeretaapian; b. perubahan RTRW; c. bencana alam. (2) Usulan perubahan penetapan trase jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. BABIV KETENTUANPENUTUP Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 1 Februari 2012 MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 6 Februari 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd UMAR IS SH MM MH Pembina Utama Muda (IV/c) NIP. 19630220 198903 1 001
  • 14. Nomor Lampiran Perihal LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 11 TAHUN 2012 TANGGAL : 1 Februari 2012 : permohonan penetapan trase jalur kereta api izin ... (MENTERI PERHUBUNGANIGUBERNUR ...IBUPATIIWALIKOTA. ..) 1. Dengan hormat disampaikan bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perkeretaapian, bersama ini kami PT. ... mengajukan permohonan penetapan trase jalur kereta api umum ... (nasional, provinsi, atau kabupaten/kota) dari ... ke .... 2. Sebagai bahan pertimbangan permohonan penetapan trase jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas, terlampir disampaikan dokumen persyaratan berupa: a. memiliki akte pendirian Badan Hukum Indonesia; b. memiliki nomor pokok wajib pajak; c. memiliki surat keterangan domisili perusahaan; d. rencana tata ruang wilayah; e. persetujuan dan/atau rekomendasi trase jalur kereta api; f. kajian teknis trase jalur kereta api. (nama Direktur utama dan cap instansi)
  • 15. PENETAPAN TRASE JALUR KERETA API UMUM ... OARI ... KE ... , a. bahwa berdasarkan Pasal 115 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian telah diatur mengenai trase jalur kereta api; b. bahwa Oirektur Utama PT. ... melalui surat Nomor ... tanggal ... telah mengajukan permohonan penetapan trase jalur kereta api; c. bahwa setelah dilakukan penelaahan dan pengkajian baik dari aspek legalitas maupun aspek teknis terhadap dokumen permohonan penetapan trase jalur kereta api PT. ..., pada prinsipnya telah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis; b. bahwa sehubungan dengan huruf a, huruf b, dan huruf c tersebut di atas, perlu menetapkan Keputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan Trase Jalur Kereta Umum Oari ... Ke ...; 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4722); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaran Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 5048); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5086);
  • 16. Memperhatikan: 1. Surat permohonan PT. ... Nomor ... tanggal ... perihal permohonan penetapan trase jalur kereta api; 2. Berita acara rapat evaluasi persyaratan permohonan penetapan trase jalur kereta api PT. ...; Menetapkan KEPUTUSAN ... (MENTERI PERHUBUNGAN. GUBERNUR ... , ATAU BUPATIIWALIKOTA ...) TENTANG PENETAPAN TRASE JALUR KERETA API UMUM OARI ... KE. ... PERTAMA Menetapkan trase jalur kereta api umum dari ... ke ... dengan peta berskala ... : ... sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini dengan ketentuan sebagai berikut: b. letak stasiun berada di ... c. letak fasilitas operasi berada di ... d. rencana kebutuhan lahan ±. ... m2 (Dirjen Perkeretaapian, Gubemur ... atau BupatiIWalikota ...) melakukan pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan Keputusan ini. Oitetapkan di Pada tanggal (MENTERI PERHUBUNGAN. GUBERNUR ...• atau BUPATIIWALIKOTA .. .) 1. 2. ...; dst (instansi terkait).
  • 17. SENTUK SURAT PENOLAKAN PERMOHONAN PENETAPAN TRASE JALUR KERETA API Nomor Lampiran Perihal Penolakan permohonan penetapan trase jalur Kereta api izin usaha 1. Berkenaan dengan surat Saudara Nomor '" tanggal ... perihal permohonan penetapan trase jalur kereta api, bersama ini diberitahukan bahwa setelah dilakukan evaluasi terhadap dokumen persyaratan penetapan trase jalur kereta api yang Saudara ajukan, maka permohonan Saudara belum/tidak dapat diproses lebih lanjut karena: a.... ; b. ...; dst. (diisi alasan penolakan) 2. Dapat kami sampaikan pula bahwa Saudara dapat mengajukan kembali permohonan penetapan trase jalur kereta api setelah semua persyaratan dipenuhi. ... (MENTER/ PERHUBUNGAN, GUBERNUR ... , atau BUPAT/IWALIKOTA .. .) Tembusan: 1. ..., 2. ... dst Ditetapkan di : Jakarta Pada Tanggal : 1 Februari 2012 MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA Salinan sesuai denga KEPALA SIR UMAR IS SH MM MH Pembina Utama Muda (IV/c) NIP. 19630220 198903 1 001