際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Presentase
Pengaruh gaya hidup terhadap keluarga
Tidaklah salah kalau dikatakan bahwa keluarga masa kini
menghadapi berbagai problematika, khususnya dalam kaitannya
dengan perkembangan masyarakat modern. Hal ini makin
diperumit oleh semakin longgarnya nilai-nilai yang mengikat
keluarga, terutama menyangkut komunikasi, cinta kasih dan
kesetiaan. Alkitab pun telah mempersaksikan perseturuan dan
kekerasan dalam keluarga yang terjadi dalam kehidupan umat
Tuhan, antara lain peristiwa Kain dan Habel (Kej. 4:1-16),
peristiwa Daud dan Batsyeba (2 Sam. Dan 11 dan 12), hubungan
Saul dan Yonatan (1 Sam. 18, 19 dan 20), dan lain-lain. Namun,
dibandingkan dengan kondisi yang diceritakan oleh Alkitab,
keluarga masa kini menghadapi berbagai masalah yang cukup
kompleks seperti yang dijelaskan berikut ini.
1. Kemajuan Komunikasi dan Kemudahan Pemerolehan
   Informasi

       Kemajuan di bidang teknologi komunikasih dan informatika
  telah membuat manusia dengan mudah mengakses berbagai
  informasi, baik informasi yang bersifat positif maupun negative.
  Contoh dengan membuka berbagai situs internet melalui computer,
  manusia dapat menyerap banyak informasi di berbagai bidang,
  baik bersifat positif maupun negative. Begitu juga melalui televisi.
  Chatting di internet memungkinkan orang saling bersurat dan
  mencurahkan berbagai keluh-kesah, tanpa perlu mengenal identitas
  lebih jauh. Kegiatan ini dengan mudah bisa memicu
  perselingkuhan.
Kemudahan memperoleh informasi juga membuat kita
cenderung tidak mengolah lagi seberapa jauh informasi yang
diterima itu benar dan baik. Keterbatasan waktu membuat kita
merasa harus bereaksi secara cepat terhadap informasi yang kita
dengar. Padahal untuk bersikap kritis, sebetulnya dibutuhkan waktu
untuk berpikir dengan jernih dan mengambil keputusan yang
bertanggung jawab. Pemberitaan media yang bersifat provokatif
berpotensi melahirkan konflik antar-agama, antar kelas social
maupun antar-suku. Dampak tidak langsung dari ini adalah
menjamurnya budaya instan: tidak disiapkan waktu yang cukup
untuk membahas bersama keputusan yang baik di antara anggota-
anggota keluarga, termasuk di antara suami dan istri, atau di antara
orang tua dengan anak.
Sebagai sarana hiburan, televisi dan film
menyajikan kehidupan keluarga yang tidak lagi
tradisional: satu Ayah, satu Ibu , dan anak-
anak.Seorang ayah bisa memiliki sejumlah anak
dari sejumlah anak dari sejumlah istri, atau
sebaliknya, seorang ibu memiliki sejumlah anak
yang masing-masing diperoleh dari sejumlah pria.
Berselingkuh bisa dianggap nikmat, biasa, gaya
hidup modern. Padahal, itu menyalahi prinsip
kesetiaan dan kesucian pernikahan. Selain itu
persoalan keluarga yang ada bisa diselesaikan
dengan cerai, konflik, atau kekerasan. Seharusnya
anggota keluarga membahas bersama masalah yang
sedang dihadapi dan merumuskan jalan keluarnya.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menyikapi
secara kritis dan mewaspadai media.
2. Perempuan Yang Bekerja Di Luar Rumah dan Teologi
   Feminis

      Pada abad ke-21 ini, sudah merupakan hal yang biasa
  jika para perempuan pun memikul tanggung jawab
  sebagai pencari nafkah atau bekerja di luar rumah. Mitos
  bahwa perempuan itu lemah dan hanya mengerjakan
  tugas-tugas yang ada di dalm rumah (tugas domestic)
  sudah tidak relevan lagi. Filosofit Jawa, yang mematol
  daerah perempuan di sekitar kasur, dapur dan sumur, yang
  identik dengan tugas domestic (tugas rumah), tidak lagi
  tepat untuk generasi masa kini. Banyak keluarga muda
  yang menampilkan peran suami-istri yang secara
  bersama-sama mengasuh anak atau mengurus dapur dan
  pekerjaan rumah tangga lainnya. Padahal, umumnya
  budaya kita menyatakan pantang bagi seorang laki-laki
  melakukan tugas domestic, termasuk mengasuh anak.
  Pandangan tersebut secara perlahan-lahan mulai luntur
  diganti oleh kemitraan laki-laki dengan perempuan.
Hal yang harus diperhatikan bahwa dengan makin meluasnya
peran dan aktivitas perempuan, terutama dengan bekerja di luar
rumah, hal itu memberikan dampak pada kehidupan keluarga.
Khususnya bagi perempuan yang menikah, sejak mengandung,
perannya sebagai pendidik pertama dan utama bagi anaknya sudah di
laksanakan. Apalagi para pakar psikologi mengakui bahwa kualitas
dan kuantitas pertemuan orang tua dengan anak menentukan
pembentukan jati diri seorang anak. Jadi, jika sang Ibu bekerja di luar
rumah, itu berarti kuantitas pertemuan dengan anak berkurang
dibandingkan dengan ibu yang bekerja di rumah atau yang tidak
bekerja dan hanya mengurus rumah tangga. Terlepas dari perdebatan
di sekitar apakah kualitas dan kuantitas yang lebih berperan, para
perempuan yang bekerja di luar rumah harus bersikap bijaksana dalam
mengatur waktu bersama anak. Pasangan suami-istri yang sama-sama
bekerja di luar rumah seharusnya mampu menemukan cara
komunokasiyang tepat sehingga keutuhan keluarga tetap terjamin.
3. Workaholic (Bekerja Tanpa Henti )

      Bekerja untuk menghasilkan uang dan
  sekaligus menjadi makna hidup manusia.
  Semboyan  waktu adalah uang cenderung
  membius masyarakat masa kini, terutama
  masyarakat kota, untuk menggunakan waktu
  sebanyak-banyaknya dalam bekerja dan mengejar
  berbagai benda yang menunjukkan bahwa mereka
  memiliki     taraf  hidup    yang modern.   Ini
  menyebabkan hampir tidak ada waktu luang untuk
  beristirahat ataupun rekreasi.
Meskipun tidak semua orang terbius oleh
semboyan tersebut, masyarakat masa kini dituntut
untuk lebih professional dalam bekerja. Jenjang
karier yang menanjak dalam pekerjaannya juga
dianggap sebagai ukuran keberhasilan hidup
seseorang. Ini menyebabkan orang berlomba-
lomba menunjukkan prestasi kerja yang baik
dengan bekerja tanpa henti. Bila semua ini tidak
diimbangi dengan pembagian waktu secara
cermat dan adil, bukan hanya dirinya yang akan
menjadi korban, melainkan juga keluarga.
Manusia yang bekerja       secara terus-menerus
cenderung melupakan orang-orang yang ada di
sekitarnya, baik itu pasangan maupun anak-anak,
selain   juga     menimbulkan    dampak    pada
kesehatannya.
4. Gaya Hidup Modern

       Dalam abad ke-20 muncul beberapa tampilan yang
  dianggap sebagai ikon kehidupan modern: restoran siap
  saji (fast food ), minuman ringan siap saji, model baju,
  model rambut, diskotik, caf辿,dan lain-lain. Di masa kini,
  restouran siap saji digandringi anak-anak, kaum remaja,
  bahkan orang tua: seolah-olah remaja yang mampu jajan
  di sana itulah yang disebut remaja gaul. Uang saku remaja
  sering habis untuk membiayai gaya hidup seperti ini.
  Makanan dan minuman modern dari Barat mendesak
  makanan dan minuman local seperti soto ayam, nasi uduk,
  kari ayam, air nira, air kelapa muda, dan lain-lain.
  Padahal, penelitian membuktikan bahwa makanan dan
  minuman modern ini lebih berpotensi menimbulkan
  bebagai penyakit.
Yang paling menghebohkan adalah semakin
banayak remaja maupun orang dewasa yang terlibat
penggunaan narkoba. Diawali sebagai keisengan
mencari jalan pecandu narkoba, yang ternyata semakin
lama makin menjerat. Anggota keluarga yang menjadi
pecandu narkoba membiayai hobinya ini dengan uang
yang tidak sedikit, bahkan bila sudah tidak memiliki
uang, mereka mencuri barang-barang atau uang
keluarganya. Selain itu, mereka juga tidak segan
berbohong demi mencapai yang mereka inginkan.
5. Kekerasan Dalam Keluarga

       Yang dimaksud dengan kekerasan adalah kata-kata
  atau tindakan serta pikiran kita yang menyebabkan
  orang lain merasa tertindas dan menderita; dapat
  berbentuk pemukulan, hukuman fisik, dan berbagai
  siksaan termasuk siksaan seksual, sikap yang
  melecehkan, dan lain sebagainya. Kekerasan juga hadir
  dalam keluarga yang dilakukan oleh suami terhadap
  isrti atau sebaliknya, dan keluarga terhadap pembantu
  rumah tangga.
Sekian dan terimaksih atas
perhatiannya, jika ada kata-kata
 yang kurang berkenang di hati
 saudara-saudara, saya mohon
             maaf.

     Iam Sorry Friends
           Oleh
   Desiaman Telaumbanua

More Related Content

Pengaruh gaya hidup terhadap keluarga

  • 3. Tidaklah salah kalau dikatakan bahwa keluarga masa kini menghadapi berbagai problematika, khususnya dalam kaitannya dengan perkembangan masyarakat modern. Hal ini makin diperumit oleh semakin longgarnya nilai-nilai yang mengikat keluarga, terutama menyangkut komunikasi, cinta kasih dan kesetiaan. Alkitab pun telah mempersaksikan perseturuan dan kekerasan dalam keluarga yang terjadi dalam kehidupan umat Tuhan, antara lain peristiwa Kain dan Habel (Kej. 4:1-16), peristiwa Daud dan Batsyeba (2 Sam. Dan 11 dan 12), hubungan Saul dan Yonatan (1 Sam. 18, 19 dan 20), dan lain-lain. Namun, dibandingkan dengan kondisi yang diceritakan oleh Alkitab, keluarga masa kini menghadapi berbagai masalah yang cukup kompleks seperti yang dijelaskan berikut ini.
  • 4. 1. Kemajuan Komunikasi dan Kemudahan Pemerolehan Informasi Kemajuan di bidang teknologi komunikasih dan informatika telah membuat manusia dengan mudah mengakses berbagai informasi, baik informasi yang bersifat positif maupun negative. Contoh dengan membuka berbagai situs internet melalui computer, manusia dapat menyerap banyak informasi di berbagai bidang, baik bersifat positif maupun negative. Begitu juga melalui televisi. Chatting di internet memungkinkan orang saling bersurat dan mencurahkan berbagai keluh-kesah, tanpa perlu mengenal identitas lebih jauh. Kegiatan ini dengan mudah bisa memicu perselingkuhan.
  • 5. Kemudahan memperoleh informasi juga membuat kita cenderung tidak mengolah lagi seberapa jauh informasi yang diterima itu benar dan baik. Keterbatasan waktu membuat kita merasa harus bereaksi secara cepat terhadap informasi yang kita dengar. Padahal untuk bersikap kritis, sebetulnya dibutuhkan waktu untuk berpikir dengan jernih dan mengambil keputusan yang bertanggung jawab. Pemberitaan media yang bersifat provokatif berpotensi melahirkan konflik antar-agama, antar kelas social maupun antar-suku. Dampak tidak langsung dari ini adalah menjamurnya budaya instan: tidak disiapkan waktu yang cukup untuk membahas bersama keputusan yang baik di antara anggota- anggota keluarga, termasuk di antara suami dan istri, atau di antara orang tua dengan anak.
  • 6. Sebagai sarana hiburan, televisi dan film menyajikan kehidupan keluarga yang tidak lagi tradisional: satu Ayah, satu Ibu , dan anak- anak.Seorang ayah bisa memiliki sejumlah anak dari sejumlah anak dari sejumlah istri, atau sebaliknya, seorang ibu memiliki sejumlah anak yang masing-masing diperoleh dari sejumlah pria. Berselingkuh bisa dianggap nikmat, biasa, gaya hidup modern. Padahal, itu menyalahi prinsip kesetiaan dan kesucian pernikahan. Selain itu persoalan keluarga yang ada bisa diselesaikan dengan cerai, konflik, atau kekerasan. Seharusnya anggota keluarga membahas bersama masalah yang sedang dihadapi dan merumuskan jalan keluarnya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menyikapi secara kritis dan mewaspadai media.
  • 7. 2. Perempuan Yang Bekerja Di Luar Rumah dan Teologi Feminis Pada abad ke-21 ini, sudah merupakan hal yang biasa jika para perempuan pun memikul tanggung jawab sebagai pencari nafkah atau bekerja di luar rumah. Mitos bahwa perempuan itu lemah dan hanya mengerjakan tugas-tugas yang ada di dalm rumah (tugas domestic) sudah tidak relevan lagi. Filosofit Jawa, yang mematol daerah perempuan di sekitar kasur, dapur dan sumur, yang identik dengan tugas domestic (tugas rumah), tidak lagi tepat untuk generasi masa kini. Banyak keluarga muda yang menampilkan peran suami-istri yang secara bersama-sama mengasuh anak atau mengurus dapur dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Padahal, umumnya budaya kita menyatakan pantang bagi seorang laki-laki melakukan tugas domestic, termasuk mengasuh anak. Pandangan tersebut secara perlahan-lahan mulai luntur diganti oleh kemitraan laki-laki dengan perempuan.
  • 8. Hal yang harus diperhatikan bahwa dengan makin meluasnya peran dan aktivitas perempuan, terutama dengan bekerja di luar rumah, hal itu memberikan dampak pada kehidupan keluarga. Khususnya bagi perempuan yang menikah, sejak mengandung, perannya sebagai pendidik pertama dan utama bagi anaknya sudah di laksanakan. Apalagi para pakar psikologi mengakui bahwa kualitas dan kuantitas pertemuan orang tua dengan anak menentukan pembentukan jati diri seorang anak. Jadi, jika sang Ibu bekerja di luar rumah, itu berarti kuantitas pertemuan dengan anak berkurang dibandingkan dengan ibu yang bekerja di rumah atau yang tidak bekerja dan hanya mengurus rumah tangga. Terlepas dari perdebatan di sekitar apakah kualitas dan kuantitas yang lebih berperan, para perempuan yang bekerja di luar rumah harus bersikap bijaksana dalam mengatur waktu bersama anak. Pasangan suami-istri yang sama-sama bekerja di luar rumah seharusnya mampu menemukan cara komunokasiyang tepat sehingga keutuhan keluarga tetap terjamin.
  • 9. 3. Workaholic (Bekerja Tanpa Henti ) Bekerja untuk menghasilkan uang dan sekaligus menjadi makna hidup manusia. Semboyan waktu adalah uang cenderung membius masyarakat masa kini, terutama masyarakat kota, untuk menggunakan waktu sebanyak-banyaknya dalam bekerja dan mengejar berbagai benda yang menunjukkan bahwa mereka memiliki taraf hidup yang modern. Ini menyebabkan hampir tidak ada waktu luang untuk beristirahat ataupun rekreasi.
  • 10. Meskipun tidak semua orang terbius oleh semboyan tersebut, masyarakat masa kini dituntut untuk lebih professional dalam bekerja. Jenjang karier yang menanjak dalam pekerjaannya juga dianggap sebagai ukuran keberhasilan hidup seseorang. Ini menyebabkan orang berlomba- lomba menunjukkan prestasi kerja yang baik dengan bekerja tanpa henti. Bila semua ini tidak diimbangi dengan pembagian waktu secara cermat dan adil, bukan hanya dirinya yang akan menjadi korban, melainkan juga keluarga. Manusia yang bekerja secara terus-menerus cenderung melupakan orang-orang yang ada di sekitarnya, baik itu pasangan maupun anak-anak, selain juga menimbulkan dampak pada kesehatannya.
  • 11. 4. Gaya Hidup Modern Dalam abad ke-20 muncul beberapa tampilan yang dianggap sebagai ikon kehidupan modern: restoran siap saji (fast food ), minuman ringan siap saji, model baju, model rambut, diskotik, caf辿,dan lain-lain. Di masa kini, restouran siap saji digandringi anak-anak, kaum remaja, bahkan orang tua: seolah-olah remaja yang mampu jajan di sana itulah yang disebut remaja gaul. Uang saku remaja sering habis untuk membiayai gaya hidup seperti ini. Makanan dan minuman modern dari Barat mendesak makanan dan minuman local seperti soto ayam, nasi uduk, kari ayam, air nira, air kelapa muda, dan lain-lain. Padahal, penelitian membuktikan bahwa makanan dan minuman modern ini lebih berpotensi menimbulkan bebagai penyakit.
  • 12. Yang paling menghebohkan adalah semakin banayak remaja maupun orang dewasa yang terlibat penggunaan narkoba. Diawali sebagai keisengan mencari jalan pecandu narkoba, yang ternyata semakin lama makin menjerat. Anggota keluarga yang menjadi pecandu narkoba membiayai hobinya ini dengan uang yang tidak sedikit, bahkan bila sudah tidak memiliki uang, mereka mencuri barang-barang atau uang keluarganya. Selain itu, mereka juga tidak segan berbohong demi mencapai yang mereka inginkan.
  • 13. 5. Kekerasan Dalam Keluarga Yang dimaksud dengan kekerasan adalah kata-kata atau tindakan serta pikiran kita yang menyebabkan orang lain merasa tertindas dan menderita; dapat berbentuk pemukulan, hukuman fisik, dan berbagai siksaan termasuk siksaan seksual, sikap yang melecehkan, dan lain sebagainya. Kekerasan juga hadir dalam keluarga yang dilakukan oleh suami terhadap isrti atau sebaliknya, dan keluarga terhadap pembantu rumah tangga.
  • 14. Sekian dan terimaksih atas perhatiannya, jika ada kata-kata yang kurang berkenang di hati saudara-saudara, saya mohon maaf. Iam Sorry Friends Oleh Desiaman Telaumbanua