Dokumen tersebut membahas berbagai tantangan yang dihadapi keluarga masa kini, termasuk kemajuan teknologi yang mempermudah akses informasi positif dan negatif, peran perempuan yang bekerja di luar rumah, dan gaya hidup yang mengejar karir dan prestasi namun mengabaikan waktu bersama keluarga. Hal ini dapat memengaruhi komunikasi dan keutuhan keluarga.
3. Tidaklah salah kalau dikatakan bahwa keluarga masa kini
menghadapi berbagai problematika, khususnya dalam kaitannya
dengan perkembangan masyarakat modern. Hal ini makin
diperumit oleh semakin longgarnya nilai-nilai yang mengikat
keluarga, terutama menyangkut komunikasi, cinta kasih dan
kesetiaan. Alkitab pun telah mempersaksikan perseturuan dan
kekerasan dalam keluarga yang terjadi dalam kehidupan umat
Tuhan, antara lain peristiwa Kain dan Habel (Kej. 4:1-16),
peristiwa Daud dan Batsyeba (2 Sam. Dan 11 dan 12), hubungan
Saul dan Yonatan (1 Sam. 18, 19 dan 20), dan lain-lain. Namun,
dibandingkan dengan kondisi yang diceritakan oleh Alkitab,
keluarga masa kini menghadapi berbagai masalah yang cukup
kompleks seperti yang dijelaskan berikut ini.
4. 1. Kemajuan Komunikasi dan Kemudahan Pemerolehan
Informasi
Kemajuan di bidang teknologi komunikasih dan informatika
telah membuat manusia dengan mudah mengakses berbagai
informasi, baik informasi yang bersifat positif maupun negative.
Contoh dengan membuka berbagai situs internet melalui computer,
manusia dapat menyerap banyak informasi di berbagai bidang,
baik bersifat positif maupun negative. Begitu juga melalui televisi.
Chatting di internet memungkinkan orang saling bersurat dan
mencurahkan berbagai keluh-kesah, tanpa perlu mengenal identitas
lebih jauh. Kegiatan ini dengan mudah bisa memicu
perselingkuhan.
5. Kemudahan memperoleh informasi juga membuat kita
cenderung tidak mengolah lagi seberapa jauh informasi yang
diterima itu benar dan baik. Keterbatasan waktu membuat kita
merasa harus bereaksi secara cepat terhadap informasi yang kita
dengar. Padahal untuk bersikap kritis, sebetulnya dibutuhkan waktu
untuk berpikir dengan jernih dan mengambil keputusan yang
bertanggung jawab. Pemberitaan media yang bersifat provokatif
berpotensi melahirkan konflik antar-agama, antar kelas social
maupun antar-suku. Dampak tidak langsung dari ini adalah
menjamurnya budaya instan: tidak disiapkan waktu yang cukup
untuk membahas bersama keputusan yang baik di antara anggota-
anggota keluarga, termasuk di antara suami dan istri, atau di antara
orang tua dengan anak.
6. Sebagai sarana hiburan, televisi dan film
menyajikan kehidupan keluarga yang tidak lagi
tradisional: satu Ayah, satu Ibu , dan anak-
anak.Seorang ayah bisa memiliki sejumlah anak
dari sejumlah anak dari sejumlah istri, atau
sebaliknya, seorang ibu memiliki sejumlah anak
yang masing-masing diperoleh dari sejumlah pria.
Berselingkuh bisa dianggap nikmat, biasa, gaya
hidup modern. Padahal, itu menyalahi prinsip
kesetiaan dan kesucian pernikahan. Selain itu
persoalan keluarga yang ada bisa diselesaikan
dengan cerai, konflik, atau kekerasan. Seharusnya
anggota keluarga membahas bersama masalah yang
sedang dihadapi dan merumuskan jalan keluarnya.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menyikapi
secara kritis dan mewaspadai media.
7. 2. Perempuan Yang Bekerja Di Luar Rumah dan Teologi
Feminis
Pada abad ke-21 ini, sudah merupakan hal yang biasa
jika para perempuan pun memikul tanggung jawab
sebagai pencari nafkah atau bekerja di luar rumah. Mitos
bahwa perempuan itu lemah dan hanya mengerjakan
tugas-tugas yang ada di dalm rumah (tugas domestic)
sudah tidak relevan lagi. Filosofit Jawa, yang mematol
daerah perempuan di sekitar kasur, dapur dan sumur, yang
identik dengan tugas domestic (tugas rumah), tidak lagi
tepat untuk generasi masa kini. Banyak keluarga muda
yang menampilkan peran suami-istri yang secara
bersama-sama mengasuh anak atau mengurus dapur dan
pekerjaan rumah tangga lainnya. Padahal, umumnya
budaya kita menyatakan pantang bagi seorang laki-laki
melakukan tugas domestic, termasuk mengasuh anak.
Pandangan tersebut secara perlahan-lahan mulai luntur
diganti oleh kemitraan laki-laki dengan perempuan.
8. Hal yang harus diperhatikan bahwa dengan makin meluasnya
peran dan aktivitas perempuan, terutama dengan bekerja di luar
rumah, hal itu memberikan dampak pada kehidupan keluarga.
Khususnya bagi perempuan yang menikah, sejak mengandung,
perannya sebagai pendidik pertama dan utama bagi anaknya sudah di
laksanakan. Apalagi para pakar psikologi mengakui bahwa kualitas
dan kuantitas pertemuan orang tua dengan anak menentukan
pembentukan jati diri seorang anak. Jadi, jika sang Ibu bekerja di luar
rumah, itu berarti kuantitas pertemuan dengan anak berkurang
dibandingkan dengan ibu yang bekerja di rumah atau yang tidak
bekerja dan hanya mengurus rumah tangga. Terlepas dari perdebatan
di sekitar apakah kualitas dan kuantitas yang lebih berperan, para
perempuan yang bekerja di luar rumah harus bersikap bijaksana dalam
mengatur waktu bersama anak. Pasangan suami-istri yang sama-sama
bekerja di luar rumah seharusnya mampu menemukan cara
komunokasiyang tepat sehingga keutuhan keluarga tetap terjamin.
9. 3. Workaholic (Bekerja Tanpa Henti )
Bekerja untuk menghasilkan uang dan
sekaligus menjadi makna hidup manusia.
Semboyan waktu adalah uang cenderung
membius masyarakat masa kini, terutama
masyarakat kota, untuk menggunakan waktu
sebanyak-banyaknya dalam bekerja dan mengejar
berbagai benda yang menunjukkan bahwa mereka
memiliki taraf hidup yang modern. Ini
menyebabkan hampir tidak ada waktu luang untuk
beristirahat ataupun rekreasi.
10. Meskipun tidak semua orang terbius oleh
semboyan tersebut, masyarakat masa kini dituntut
untuk lebih professional dalam bekerja. Jenjang
karier yang menanjak dalam pekerjaannya juga
dianggap sebagai ukuran keberhasilan hidup
seseorang. Ini menyebabkan orang berlomba-
lomba menunjukkan prestasi kerja yang baik
dengan bekerja tanpa henti. Bila semua ini tidak
diimbangi dengan pembagian waktu secara
cermat dan adil, bukan hanya dirinya yang akan
menjadi korban, melainkan juga keluarga.
Manusia yang bekerja secara terus-menerus
cenderung melupakan orang-orang yang ada di
sekitarnya, baik itu pasangan maupun anak-anak,
selain juga menimbulkan dampak pada
kesehatannya.
11. 4. Gaya Hidup Modern
Dalam abad ke-20 muncul beberapa tampilan yang
dianggap sebagai ikon kehidupan modern: restoran siap
saji (fast food ), minuman ringan siap saji, model baju,
model rambut, diskotik, caf辿,dan lain-lain. Di masa kini,
restouran siap saji digandringi anak-anak, kaum remaja,
bahkan orang tua: seolah-olah remaja yang mampu jajan
di sana itulah yang disebut remaja gaul. Uang saku remaja
sering habis untuk membiayai gaya hidup seperti ini.
Makanan dan minuman modern dari Barat mendesak
makanan dan minuman local seperti soto ayam, nasi uduk,
kari ayam, air nira, air kelapa muda, dan lain-lain.
Padahal, penelitian membuktikan bahwa makanan dan
minuman modern ini lebih berpotensi menimbulkan
bebagai penyakit.
12. Yang paling menghebohkan adalah semakin
banayak remaja maupun orang dewasa yang terlibat
penggunaan narkoba. Diawali sebagai keisengan
mencari jalan pecandu narkoba, yang ternyata semakin
lama makin menjerat. Anggota keluarga yang menjadi
pecandu narkoba membiayai hobinya ini dengan uang
yang tidak sedikit, bahkan bila sudah tidak memiliki
uang, mereka mencuri barang-barang atau uang
keluarganya. Selain itu, mereka juga tidak segan
berbohong demi mencapai yang mereka inginkan.
13. 5. Kekerasan Dalam Keluarga
Yang dimaksud dengan kekerasan adalah kata-kata
atau tindakan serta pikiran kita yang menyebabkan
orang lain merasa tertindas dan menderita; dapat
berbentuk pemukulan, hukuman fisik, dan berbagai
siksaan termasuk siksaan seksual, sikap yang
melecehkan, dan lain sebagainya. Kekerasan juga hadir
dalam keluarga yang dilakukan oleh suami terhadap
isrti atau sebaliknya, dan keluarga terhadap pembantu
rumah tangga.
14. Sekian dan terimaksih atas
perhatiannya, jika ada kata-kata
yang kurang berkenang di hati
saudara-saudara, saya mohon
maaf.
Iam Sorry Friends
Oleh
Desiaman Telaumbanua