Ringkasan dari makalah tersebut adalah:
1. Makalah ini membahas potensi pariwisata budaya di Sumatera Utara dalam meningkatkan kunjungan wisatawan.
2. Pariwisata budaya diharapkan dapat menjaga kelestarian budaya lokal serta memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat.
3. Terdapat berbagai tantangan dalam pengembangan pariwisata budaya seperti kurangnya keterlibatan masyarakat
1 of 8
Downloaded 67 times
More Related Content
Pengelolaan pariwisata budaya dan harapan wisatawan
1. MAKALAH SEMINAR
POTENSI KEBUDAYAAN SUMATERA UTARA DALAM MENINGKATKAN
ANGKA KUNJUNGAN WISATAWAN
Sub Tema: Pengelolaan Pariwisata Budaya dan Harapan Wisatawan
SAMERDANTA SINULINGGA, S.ST.Par, M. Par
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
D3 PARIWISATA
MEDAN
2. Point-Point Mengenai Pengelolaan Pariwisata Budaya dan Harapan Wisatawan:
1. Latar Belakang dan Manfaat
Inisiasi Pariwisata Budaya dimulai pada tahun 1990-an
Dilatarbelakangi untuk mengontrolperkembangan Mass Tourism
the paradox of tourisms potential to provide the motivation and resources to defend
ethnic or group identity ranged against the idea that mass tourism is unlikely to lead to
solidarity and understanding between diverse ethnic groups(Burns 1999:32)
Development of a complex of the state adjusting measures on prevention (or to
decrease) negative influence of growing tourist streams as noncontrollable mass tourism
can represent serious danger to ecology and culture, economy and an internal political
situation (UNESCO 2005:37)
Menekankan pada kebanggaan kedua belah pihak (pengunjung dan stakeholder).
Seminimal mungkin untuk tidak menggunakan elemen produk dari luar daerah, tetapi
tetap mempertahankan dan melestarikan apa yang ada di daerah tersebut. Maka dari itu,
Pengelolaan pariwisata budaya sedarinya sangat sensitif dalam pelaksanaannya.
Kegiatan ini sangat selektif terhadap wisatawan yang berkunjung, membatasi jumlah
wisatawan yang berkunjung, dan mengontrol setiap tindakan dari wisatawan yang
berkunjung, demi untuk menjaga, mempertahankan dan melestarikan keunikan yang ada
di daerah tersebut.
Memiliki Direct Effect Kepada Stakeholder terutama masyarakat awam.
2. Definisi Pariwisata Budaya
Ada banyak definisi pariwisata budaya di dunia, namun dari berbagai definisi tersebut pasti
mengandung beberapa point penting ini, seperti: Pelestarian Budaya, Ke-Autentikan Destinasi
Budaya, Wisata dengan Minat Khusus, Aktivitas dan Orientasi Pengetahuan dan Kepedulian,
Partisipasi masyarakat lokal, Pengetahuan / Edukasi, Kebanggaan dan Kepuasan Kedua Belah
Pihak (pengunjung dan stakeholder).
3. 3. Produk Pariwisata Budaya :
(Jiang 2008:4)
4. Pasar Wisatawan (Anonim 2007:7)
5. Organisasi Yang Menaungi Aktivitas Pariwisata Budaya
UNWTO
UNESCO
OECD
NTHP
Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif
GIPI
6. Peraturan Yang Mendukung Aktivitas Pariwisata Budaya
Peraturan Pemerintah No 67 Tahun 1996 (Penyelenggaraan Kepariwisataan)
INPRES No 16 Tahun 2005 (Kebijakan Pembangunan Kebudayaan Dan Pariwisata)
UU No 10 Tahun 2009 (Kepariwisataan)
UU No 11 Tahun 2010 (Tentang Cagar Budaya)
4. Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2011 (Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Nasional 2010-2025)
Peraturan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata No: Pm.26/Um.001/Mkp/2010 (Pedoman
Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata
Melalui Desa Wisata)
Kode Etik Kepariwisataan Dunia
Peraturan Kebudayaan Dan Pariwisata Nomor : PM.37/UM.001/MKP/07 Tentang
Kriteria Dan Penetapan Destinasi Pariwisata Unggulan
7. 3 kunci yang meningkatkan eksistensi pariwisata budaya:
People are taking shorter holidays and vacations.
Authentic places are important to understanding history and culture.
Careness
Relationship
8. Prinsip-Prinsip Pengembangan Pariwisata Budaya
Preserve And Protect Resources
Focus On Authenticity And Quality
Make Sites Come Alive With Interpretation
Find The Fit Between Community And Tourism
Collaborate For Sustainability
9. Kisah Sukses Pengelolaan Pariwisata Budaya(Sarkar 2010:33)
Desa Wisata Pathan
100 Kilometer Dari Kalkuta Yang Terletak Di Timur Kota India, Terdapat Sebuah Dusun Kecil Yang
Bernama Dusun Patra. Sebuah Dusun Yang Mampu Menciptakan Masyarakat Yang Harmonis Dan
Damai Melalui Konservasi Budaya. Terletak Di Sungai Besar Kangsabati, Distrik Midnapore Barat,
Provinisi Bengal Barat, Dusun Patra Menceritakan Sebuah Kisah Yang Heroik Dari Seorang Pegawai
Sekolah Rendah Bernama Mohammed Yeasin Pathan, Ia Seorang Muslim Yang Berusaha Melindungi
Sebuah Kuil/Tempat Beribadah Umat Hindu Abad 17 Dan 18 Bernama Kuil Terracota.
Tanpa Usaha Muhamed Yeasin , Mungkin Saja Kuil Yang Memiliki Kekayaan Seni Ini Akan Hancur,
Hilang Dan Dilupakan.
Mohamed Yeasin Pathan Sebenarnya Bukanlah Penduduk Asli Daerah Tersebut, Ia Tinggal 2 Km
Jauhnya Dari Dusun Tersebut. Seiring Perkembangan Waktu Ia Menyadari Bahwa Kuil Tersebut Adalah
Bagian Dari Warisan Budaya Negara Yang Memang Harus Dilindungi Keberadaannya.
Usahanya Dimulai Pada Tahun 1971, Pada Saat Itu Ia Ber-Umur 17 Tahun. Kuil Tersebut Diabaikan
Selama Kurang Lebih 100 Tahun Lamanya, Sehingga Tak Dapat Dipungkiri, Banyak Dari Komponen
Kuil Yang Sudah Rusak Seperti Struktur Dan Identitas Arsitekturnya.
Apa Yang Dia Kerjakan Bukanlah Sesuatu Yang Mudah Untuk Diwujudkan. Orang Yang Beragama
Hindu Menentangnya Karena Ia Beragama Muslim, Juga Tidak Ketinggalan Orang Yang Beragama
5. Muslim Menentangnya Karena Ia Memimpikan Membangun Ulang Kuil Yang Adalah Tempat Beribadah
Umat Beragama Hindu. Tak Dapat Dihindari, Karena Hal Tersebut Ia Banyak Mendapat Cercaan, Hingga
Sampai Mengalami Kekerasan Fisik.
Akhirnya Ia Berhasil Melewati Berbagai Masalah, Dan Menginspirasi Sebagian Besar Penduduk Lokal
Yang Ada Disana Dan Mampu Mengikutsertakan Mereka Untuk Melindungi Warisan Budaya Tersebut.
Dia Menyadari Bahwa Restorasi Dari Kuil Ini Mampu Membuat Peluang Pariwisata Yang Cukup Besar
Berupa Benefit, Pembangunan Infrastruktur Dan Aminities (Pembangunan Hospitality Sector).
Dari Hal Tersebut, Dengan Pertolongan Dari Sumber Daya Lokal Yang Berbeda Agama Dan Latar
Belakang Suku Dia Membentuk Suatu Badan Lembaga Swadaya Masyarakat Dengan Nama Patra
Archeological Preservation Committee. Menyadari Dia Menghadapi Suatu Permasalahan Pada
Pendanaan, Maka Kemudian Dia Mengumpulkan Berbagai Cara Untuk Mendapatkannya. Pada Tahun
1998 Dia Berhasil Mendapatkan Dana Sebesar 2 Miliar Dari National Planning Commision Of India
Granted, Dan Sukses Merestorasi Kuil Tersebut. Tidak Itu Saja, Dari Penghasilan Tersebut, Dia Berhasil
Mempersatukan Dan Membangun Ikatan Yang Harmonis Antara Umat Hindu Dan Muslim. Hindu Dan
Muslim Bersatu Padu Berpartisipasi Dalam Pesta Raya Dan Selebrasi. Butuh Perjuangan Selama Kurang
Lebih 30 Tahun Untuk Mendapat Pengakuan Atas Usahanya Tersebut.
Sekarang Ini Dengan Konsep Alternative Tourism-Nya, Mohammed Yeasin Berhasil Membuat Desa
Patra Menjadi Suatu Kesatuan Holistik Dengan Daya Tarik Kunjungan Wisata Yang Ramai Dikunjungi
Baik Dari Lokal Maupun Distrik. Pada Tahun 2005 Desa Pathan Mendapatkan President Award Dari
Pemerintah India Karena Berhasil Memberdayakan Komunitas Lokal
10. Permasalahan Dalam Pengembangan Dan Pengelolaan Pariwisata Budaya
Masyarakat
o Kurangnya Rasa saling memiliki potensi yang ada pada mereka
o Wawasan yang lemah terhadap pengembangan pariwisata
o Stigma negatif terhadap pendatang dan perubahan
o Politik lokal yang bersifat negatif dan cenderung memecah belah
Pemerintah
o Tidak perduli mengenai apapun yang terjadi di masyarakat
o Membuat peraturan berdasarkan project dan keuntungan pribadi bukan kepada
fungsi atau kegiatan yang kebermanfaatannya dapat di rasakan berbagai pihak.
o Intervensi politik dalam kegiatan wisata sangat tinggi dalam dekade terakhir.
Banyak project pengembangan pariwisata seperti pembuatan kamar mandi di area
wisata, pembuatan villa pemda di tepi danau, dan fasilitas infrastruktur lainnya
hanya diketahui oleh pemerintah saja. Dampaknya:
1. Perawatan fasilitas tidak terawat karena memang tidak ada kunjungan
wisata di daerah tersebut
6. 2. Masyarakat cenderung merusakfasilitas karena masyarakat tidak
diberitahu fasilitas itu untuk apa dan untuk siapa
3. Pengutipan retribusi objek wisata sering berakhir dengan ketidakjelasan
dan cenderung tidak menyentuh masyarakat lokal tersebut.
Wisatawan
o Masih memiliki karakter mass-tourist (individual, cenderung bersifat profesional,
membina hubungan yang sekedarnya, dan secara umum berjumlah besar namun
cenderung merusak)
Industri Pariwisata
o Lebih memetingkan bisnis dan keuntungan pribadi dari pada kelestarian lingkungan,
budaya dan manfaat kepada masyarakat lokal secara langsung.
Kaum Akademis
o Cenderung lebih banyak meng-kritik industri pariwisata dan pemerintah, namun
sering kali apabila pihak akademisi ditugaskan untuk meng-operasionalkan kegiatan
wisata itu sendiri, malahan banyak tersendat dan cenderung tidak berjalan seperti
yang diharapkan.
o Operasionalisasi Pariwisata budaya disadari sangat berat dalam pelaksanaannya.
Karena dalam pelaksanaannya harus melibatkan berbagai pihak atau stakeholder,
dan mempertimbangkan berbagai aspek yang ada. Letak kaum akademisi sebagai
penengah dari berbagai sektor ini lah yang menjadi titik lemah. Arogansi ilmu yang
tinggi, pemahaman teori yang lemah: berakibat temuan solusi yang lemah juga; dan
mungkin jarang ke lapangan; membuat banyak kaum akademisi kikuk dalam
menengahi berbagai macam stakeholder ini.
Hal-hal seperti ini lah yang menghasilkan banyak retorika dan sistem belaka yang
membuat masyarakat dan stakeholder lainnya kurang percaya dengan pihak
akademisi. Masyarakat awam yang tidak tahu fungsi teori sering membuat istilah:
Sudahlah... tak perlu teori, tak usah banyak baca buku, di-lapangan anda akan
banyak dapat ilmu dari pada membaca buku, banyak-kan saja praktek. Ini adalah
suatu bentuk sindiran bahwa ternyata banyak para akademisi yang lemah dalam
teori. Padahal dari sisi pelaksanaan untuk mencapai tujuan yang kita inginkan
setidaknya kita harus paham dengan sistem teori yang kita miliki; yang fungsinya
tentu untuk mempermudah aktivitas kita dan mengurangi kesalahan yang fatal di
lapangan dalam berinteraksi dengan stakeholder. Apabila hurup cetak miring diatas
dilakukan maka akan semakin banyak akademisi kacau yang akan tercipta dan
7. pariwisata budaya di Sumatera Utara akan sekedar jadi impian belaka. Penanganan
pariwisata budaya membutuhkan sistem teori pariwisata yang kompleks.
Media
o Dunia media massa adalah industri bisnis itu sendiri. Bagaimana cara
mempopulerkan dan meraup keuntungan dari suatu informasi, menjadi tujuan utama
dari industri ini.Karena pasar indonesia merupakan pangsa pasar yang memiliki
ekspektasi tinggi pada informasi, maka daya serap industri ini sangat cerah di
Indonesia. Kelemahannya adalah terkadang informasi harus dikemas hingga dapat
layak untuk dijual. Disinilah,kehancuran mitra dan rekan koordinasi biasanya.
Dimana terdapat beberapa rekan media massa yang tidak mengikuti jalur kode etik
media tersebut. Padahal berbicara kualitas pariwisata budaya, sangat lekat dengan
istilah saling topang menopang dan bahu membahu.
11. Harapan Wisatawan
Indikator harapan wisatawan untuk kepariwisataan Indonesia tertuang dalam Sapta Pesona
(UNESCO 2009:10-13), yaitu Aman, Tertib, Bersih, Indah, Ramah Dan Kenangan.
12. Bagaimana mewujudkan pariwisata budaya
Fokus
Mitra
Sistem Pengelolaan
Partisipasi
Masyarakat Budaya + Pemerintah + Industri Pariwisata + Kaum Akademis + Media
Hasilnya
Kepuasan dan Kebanggaan Masyarakat Budaya, Stakeholder dan Wisatawan
Dampaknya: Harmonis Antara Budaya dan Pariwisata + Devisa Negara + PAD + Kenangan
(Pariwisata Budaya)
8. DAFTAR PUSTAKA
Burns,Peter M. 1999. An Introduction to Tourism and Anthropology. London. Routledge
UNESCO. 2005. Proceedings of the International Conference "Innovative Policies for Heritage
Safeguarding and Cultural Tourism Development, 25 27 November, 2005. Moscow.
Jiang, Xuan and Andrew Homsey. 2008. Heritage Tourism Planning Guidebook. University of
Delaware.
Anonim. 2007. Heritage Tourism Guidebook. Texas Historical Commission
Sarkar, Sudipta Kiran And Babu P George. 2010. Peace Through Alternative Tourism: Case Studies
From Bengal (India). The Journal Of Tourism And Peace Research. Malaysia.
UNESCO. 2009. Ekowisata: panduan dasar pelaksanaan (UHJAK/2009/PI/H/9). UNESCO Office
Jakarta and Regional Bureau for Science in Asia and the Pacific. Jakarta.