ditujukan untuk pengerjaan tugas dan menambah wawasan, oleh Fauzan Barnanda
1 of 11
Downloaded 34 times
More Related Content
Pengelolaan Pembangunan Ruang
1. 1. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan ruang
Dalam konsep pengelolaan pengembangan wilayah di Indonesia, terdapat
beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya :
Pertama adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan
sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni :
- faktor fisik,
- sosial-ekonomi, dan
- budaya.
Kedua adalah Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polarization
effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah
tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development).
Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antara
wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash and
spread effect.
Keempat adalah Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada
pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang
kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan.
Terakhir adalah Douglass (era 70-an)
yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa kota (rural urban linkages)
dalam pengembangan wilayah.
Sumber : http://www.penataanruang.net/taru/Makalah/DirjenPR_STTNASYogya
Efektivitas Individu :
Pandangan dari segi individu menekankan hasil karya karyawan / pegawai atau anggota tertentu dari
organisasi. Tugas yang harus dilaksanakan biasanya ditetapkan sebagai bagian dari pekerjaan atau
posisi dalam organisasi. Prestasi kerja individu dinilai secara rutin lewat kenaikan gaji, promosi dan
imbalan lain yang tersedia didalam organisasi.
Efektivitas Kelompok :
Jarang sekali individu bekerja sendirian atau terpisah dari orang-orang lain didalam organisasi.
Dalam kenyataannya individu biasanya bekerja bersama-sama dengan kelompok kerja, jadi
pandangan kedua ini menitik beratkan pada masalah dari segi efektivitas kelompok. Dalam beberapa
hal efektivitas kelompok adalah jumlah kontribusi dari semua anggotanya. Misalnya, bagi kelompok
ilmuan yang mengerjakan proyek-proyek individual, yang tidak saling berhubungan maka besarnya
efektivitas dari tiap-tiap individu. Dalam beberapa hal lain, efektivitas kelompok adalah besar dari
jumlah kontribusi tiap-tiap individu. Contoh semacam ini adalah lini perakitan yang menghasilkan
produk jadi sebagai hasil sumbangan khusus tetapi komulatif dari kontribusi tiap-tiap individu.
Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 1
2. Efektivitas Organisasi :
Organisasi terdiri dari individu dan kelompok, karena itu efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas
individu dan kelompok. Serta efektivitas organisasi dapat dinyatakan pula sebagai tingkat
keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran.
Richard M. Steers (1985;209) menyebutkan ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi efektivitas
yaitu;
Karakteristik Organisasi;
Karakteristik Lingkungan;
Karakteristik Pekerja;
Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektifitas
dalam pengelolaan ruang diantaranya :
1. Waktu
Faktor ini merupakan yang paling umum karena jika kita mengelola suatu ruang dengan
mengabaikan pengelolaan waktu maka tahap pembangunan tersebut tidak sesuai dengan
waktu yang ditentukan
2. Biaya
Bila biaya yang dikeluarkan tidak sesuai dengan jumlah pengeluaran yang telah di
kalkulasikan baik di harga lapang maupun harga barang, maka hasil pembangunan
tidak akan efektif
3. Jumlah partisipan
Bila waktu dan biaya sudah terpenuhi, namun jumlah partisipannya kurang mencukupi dari
target akan terjadi ketidakefektifan rencana yang sudah dibuat dalam pengelolaan ruang
4. Tingkat kesadaran
Dalam melakukan rencana pengelolaan, tentu ada saja dalam pelaksanaannya ada yang
kurang setuju dengan apa yang kita rencanakan. Akibatnya, pengelolaan menjadi tidak
efektif bahkan tidak efisien. Maka dari itu perlu ada kesadaran dalam diri masing-masing
bagi seorang perencana dan masyarakat itu sendiri.
5. Kuantitas dan Kualitas
Dalam aspeknya, kuantitas dan kualitas dapat menjadi suatu faktor dalam pengelolaan
ruang, dimana masyarakat pasti mengotoritaskan kenyamanan dan kebersihan dalam suatu
ruang
Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 2
3. 2. Tentukan strategi pengelolaan berdasakan aspeknya (POAC) untuk
rencana :
Pengelolaan Angkutan Umum Massal Kota
2.1 Planning : merencanakan (melakukan kegiatan suatu rancangan)
Visi : Mengelola volume kendaraan agar tertib
Misi : Menertibkan volume kendaraan khususnya angkutan umum demi
kelancaran lalu lintas di masa kini maupun masa mendatang.
Sasaran / Tujuan : agar lalu lintas di jalan lebih teratur dan tidak menimbulkan
kemacetan.
Strategi : berdasarkan prinsip SWOT (Strength, Weakness, Oportunity, Threat)
1. Strategi S-O
Peningkatan moda transportasi massal yang terintegrasi dengan pelayanan publik
sebagai fokus utama dengan dukungan dari stakeholder
Pengoptimalan SDM dalam pengelolaan angkutan umum jalan raya didukung
kerjasama dengan kepolisian lalulintas
Pengoptimalan sarana dan prasarana pengelolaan angkutan umum jalan raya
2. Strategi S-T
Pengoptimalan kerjasama sektor swasta dalam peningkatan kesadaran akan
penyelenggaraan pelayanan publik sehingga dapat meningkatkan keinginan
masyarakat untuk menggunakan angkutan umum
3. Strategi W-O
Penggunaan efisiensi anggaran sehingga anggaran evaluasi setiap tahunnya dapat
diperkecil b. Peningkatan pengawasan dan evaluasi pengelolaan angkutan umum jalan
raya dengan mengoptimalkan SDM dan kerjasama stakeholder serta dukungan
masyarakat
4. Strategi W-T
Peningkatan keterlibatan PO dan masyarakat dalam pengelolaan angkutan umum jalan
raya terutama dalam tahap penyusunan kebijakan angkutan umum agar sesuai dengan
kondisi lapangan
5. Strategi Simpatisan
Memberikan kenyamanan optimal bagi para penumpang
Selalu meningkatkan mutu kualitas angkutan missal
Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 3
4. 2.2 Organizing
Tugas-tugasnya:
1. Kepala Dinas
a. Sebagai Pengambil Keputusan
b. Sebagai orang yang bertanggung jawab .
2. Sekretariat
Sekretariat mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis administrasi kepada
seluruh satuan organisasi dalam lingkungan Dinas Perhubungan.
Untuk melaksanakan tugas, Sekretariat fungsi :
a. Pengelolaan administrasi umum dan urusan umum
Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 4
5. b. Pengelolaan administrasi kepegawaian dan kesejahteraan pegawai
c. Pengelolaan administrasi keuangan dan gaji pegawai
d. Pengelolaan administrasi perlengkapan perkantoran dan mengurus
pemeliharaan, kebersihan dan keamanan kantor
e. Pengelolaan urusan rumah tangga
f. Penyiapan bahan unuk penyusunan anggaran dan pelaporan
pertanggungjawaban keuangan
g. Pelaksanaan tugas-tugas hubungan kemasyarakatan
h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas
3. Sub Bagian
3.1 Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
a. Mengumpulkan bahan dan data dalam rangka penyusun ketatausahaan dan
kearsipan
b. Melaksanakan analisiskebutuhan perlengkapan kantor dan perbekalan serta
melaksanakan pemeliharaan perlengkapan dan peralatan kantor
c. Melaksanakan dan mengurus pemeliharaan kebersihan dan keamanan kantor
serta keprotokolan
d. Menyiapkan data dan pengelolaan administrasi kepegawaian
e. Menyiapkan proses upaya peningkatan kemampuan pegawai
f. Menyiapkan bahan unrtuk penyusunan dan penyempurnaan organisasi taat
laksana
g. Melaksanakan tugas-tugas hubungan kemasyarakatan
Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 5
6. h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Sekretariat sesuai dengan
tugas dan fungsinya
3.2 Sub Bagian Keuangan
a. Mengumpulkan dan mengolah bahan dalam rangka penyusunan anggaran
b. Melaksanakan pengelolaan penatausahaan keuangan dan administrasi
keuangan
c. Melaksanakan pembayaran gaji dan pembayaran keuangan laiinya
d. Melaksanakan analisis, evaluasi serta pengendalan terhadap pelaksanakan
pengelolaan keuangan
e. Meyusun laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan
3.3 Sub Bagian Perencanaan Evaluasi & Laporan
a. Melaksanakan tugas lapangan.
b. Memantau gerak lajunya pekerjaan di lapangan.
c. Merencanakan seluruh kegiatan bersama departemen terkait.
d. Mengumpulkan data kegiatan dan membuat laporan hasil kegiatan.
4. Kabid Teksar
a. Bertanggung jawab mengenai sarana dan prasana angkutan masal
b. Mengepelai divisi KASI Teknik Kendaraan dan KASI Uji Kendaraan
5. Kabid Angkutan
a. Mengkordinir Angkutan Masal dan Angkutan Barang
b. Mengepalai Kasi Angkutan Masal dan Kasi Angkutan Barang
6. UPTD Terminal
Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 6
7. a. Melaksanakan tugas lapang yaitu mengatur trayek
b. Menarik iuran dari angkutan masal
c.
7. UPTD Perparkiran
a. Mengkordinir Juru Parkir.
b. Melaksanakan Penertiban parkir di area terlarang
Actuating
Adalah proses implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam
organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan
tanggungjawabnya dengan penuh kesadaran dan produktifitas yang tinggi. Kegiatan dalam
Fungsi Pengarahan dan Implementasi antara lain :
Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan pemberian
motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam
pencapaian tujuan.
Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan dan menjelaskan
kebijakan yang ditetapkan.
2.4 Controlling
Faktor yang menjadi pendukung dalam pengelolaan angkutan umum jalan raya di kota
didapatkan dari kekuatan organisasi dan peluang yang ada, yaitu sebagai berikut:
1. Kesesuaian visi dan misi dengan kondisi
2. Pelaksanaan misi guna pencapaian visi
3. Ada arah penyelenggaraan pelayanan publik
4. Kuantitas SDM cukup memadai
5. Sarana dan Prasarana cukup memadai
6. Pemerintah Kota dan DPRD cukup mendukung
7. Adanya kerjasma dengan kepolisian lalulintas
Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 7
8. 8. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi masyarakat
9. Banyaknya pusat perbelanjaan (mall), ruko-ruko dan industri
10. Adanya kerjasama dengan pihak swasta yaitu Perusahaan Otobus untuk mengelola angkutan
11. Masyarakat sangat kritis dalam menyikapi kondisi pengelolaan angkutan .
Sedangkan faktor yang menjadi penghambat dalam pengelolaan angkutan umum jalan raya di
kota didapatkan dari kelemahan organisasi dan ancaman yang ada yaitu sebagai berikut:
1. Dishubkominfo kurang optimal dalam melakukan pengawasan, maka dalam tindakan
controlling disini yaitu melakukan tindakan yang lebih tegas agar badan dishub lebih
optimal dalam pengawasan.
2. Pemberian perijinan oleh Dishubkominfo kurang melihat kondisi lapangan.
3. Kualitas SDM kurang memadai
4. Anggaran kurang mencukupi, terbatas. Maka tindakan dalam controlling ini adalah
mengadakan iuran /biaya retribusi oleh pihak DLLLA kepada supir angkutan massal
5. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kurang mendukung kebijakan yang lain
6. Kurangnya kesadaran PO dalam penyelenggaraan pelayanan publik
7. Kemudahan kredit dari perbankan dan lembaga lain
8. Masyarakat selalu ingin yang cepat dan cenderung kurang sabar.
9. Masyarakat semakin banyak yang menggunakan kendaraan bermotor , maka solusi dalam
tindakan ini adalah pemerintah harus meminimalisir masuknya kendaraan baru ke kota
dengan membuat perda mengenai kepemilikan kendaraan
10. Kondisi wilayah yang naik turun
Setelah melakukan identifiksi mengenai faktor pendukung dan penghambat mengenai
pengelolaan angkutan umum jalan raya di kota, selanjutnya menentukan isu isu strategis
yang ada dalam pengelolaan angkutan umum jalan raya . Isu isu strategis ini diperoleh dari
hasil interaksi antara lingkungan internal dan eksternal dalam matriks SWOT. Berikut hasil
identifikasi isu isu strategis pengelolaan angkutan umum jalan raya di suatu kota:
Objek kontrol : beberapa personil dari polantas, masyarakat yang sadar akan tingkat
kenaikan jumlah angkutan umum, serta pemerintah yang berkaitan
akan pengelolaan angkutan umum di kota.
Alur kinerja Aktual :
o Pertama, sebagai dasar, kesadaran dari para supir lah yang harus ditingkatkan agar
kondisi di jalan tidak terjadi kemacetan.
o Kedua, bila perlu, ruas jalan yang sempit / rusak sebaiknya di lebarkan dan
diperbaiki sesegera mungkin agar kondisi di jalan lebih kondusif
o Ketiga, tentukan unit kendaraan umum untuk satu trayeknya. Misalkan dalam 1
trayek ditargetkan 100 unit angkutan umum
o Keempat, meningkatkan kualitas angkutan umum agar masyarakat lebih tertarik dan
merasa nyaman menggunakan angkot daripada menggunakan kendaraan prbadi
sehingga angkutan umum banyak peminatnya
Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 8
9. 3. Apakah rencana pembangunan diatas merupakan sektor publik/barang
publik atau non-publik ? JELASKAN !
Definisi
Publik : Barang publik murni (disediakan pemerintah dan swasta yang harus melakukan dan
mengatur distribusi barang tersebut): barang yang dari aspek penggunaanya non
rivalry yaitu tidak ada persaingan dan non exclusive yaitu tidak ada pengorbanan untuk
mendapatkannya. Misalnya : pertahanan, peradilan, dan perlindungan.
Semi-Publik : Barang semi publik (disediakan oleh pemerintah maupun swasta): barang yang dari
aspek penggunaanya non rivalry tetapi biaya namun ketika konsumen
mengkonsumsi secara berlebihan maka akan timbul kebosanan, misalnya : laut,
padang gembala taman, klub olah raga.
Semi-Private : Barang publik semi privat (disediakan oleh pemerintah maupun swasta): barang
yang penggunaannya bersifat rivalry, tetapi pemanfataan tidak bersifat exlusive.
Misalnya : rumah sakit, pemancar radio, rumah sakit swasta, sekolah swasta, dan
siaran televisi khusus.
Private : Barang privat (disediakan oleh swasta murni): bersifat rivalry yaitu adanya
persaingan penggunaan (konsumsi) dan exlusive yaitu adanya pengorbanan untuk
mendapatkannya. Misalnya : mobil, pakaian, kesehatan untuk orang miskin.
Sumber : http://encyptc.blogspot.com/2012/10/barang-publik-dan-eksternalitas.html
Dari permasalahan yang diteliti, rencana tentang pengelolaan angkutan umum secara massal ini
tergolong pada sektor semi-publik. Disebut demikian karena angkutan umum ini pada dasarnya
disubsidi oleh pemerintah sehingga upah supir pada angkutan umum ini tetap. Dan masyarakat juga
membayar supir tersebut karena menggunakan jasanya untuk mengantar ke suatu tempat dengan
kendaraanya. Sektor barang yang digunakan ini yaitu barang publik karena masyarakat tentu bisa
menikmati pula fasilitas yang diberikan dari pemerintah. Masyarakat bisa menikmati fasilitas
angkutan umum yang disubsidi oleh pemerintah.
4. Bagaimana peran serta publik dalam pengelolaan/penataan ruang
Sesuai dengan Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa peran serta
masyarakat disebutkan pada bagian konsideran butir d yang menyatakan bahwa keberadaan ruang
yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang
sehingga diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif agar
terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
Seperti kita ketahui bersama bahwa tujuan utama dalam penyelenggaraan penataan ruang
berkelanjutan pada akhirnya akan bermuara kembali kepada kesejahteraan masyarakat sehingga
dalam prosespembangunanberkelanjutan (sustainable development) peran serta masyarakat dengan
kearifan lokalnya perlu diberikan tools dan mekanisme yang jelas agar bisa berinteraksi dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
Kebutuhan akan peran serta masyarakat muncul di Indonesia dan di berbagai negara disebabkan oleh
beberapa alasan. Alasan yang paling utama adalah keterbatasan sistem demokrasi perwakilan
(representative democracy) yang kurang mampu mewaklili keragaman kepentingan
Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 9
10. masyarakat,terutamakelompok-kelompok minoritas, miskin, atau kelompok yang memiliki
keterbatasan akses terhadap proses pengambilan keputusan politik. Kebijakan publik menjadi arena
tertutup dan menjadi ajang kepentingan pribadi dan kelompok-kelompok yang memiliki akses
terhadap proses pengambilan keputusan politik.Sehingga untuk memperbaiki hal tersebut, maka
suara masyarakat perlu diperkuat dengan cara melibatkan secara langsung masyarakat dalam proses
penentuan kebijakan publik.
Bila kita cermati perkembangan politik pada beberapa negara barat yang telah mengalami sejarah
panjang demokrasi, akan terlihat kematangan sistem demokrasi perwakilan dengan partisipasi
masyarakat. Semakin baik proses dan sistem demokrasi perwakilan maka akan semakin mengurangi
kebutuhan peran serta masyarakat secara langsung dalam pengambilan keputusan publik.
Sebaliknya, pada sistem demokrasi perwakilan yang baru mengalami perubahan dan transisi ketika
kepercayaan belum terbangun cukup kuat antara wakil rakyat dan konstituennya maka kebutuhan
peran serta masyarakat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan politik semakin kuat.
Dalam konteks penataan ruang, maka peran serta masyarakat dapat didefinisikan sebagai proses
keterlibatan masyarakat yang memungkinkan mereka dapat mempengaruhi proses pengambilan
keputusan penataan ruang yang meliputi keseluruhan proses sebagaimana disebutkan dalam Undang-
undang nomor 26/2007 pasal 1 yaitu: pengaturan penataan ruang (ayat 9), pembinaan penataan ruang
(ayat 10), pelaksanaan penataan ruang (ayat 11), dan pengawasan penataan ruang (ayat 12)
Bila pengertian peran serta masyarakat lebih pada proses mempengaruhi pengambilan keputusan
dalam keseluruhan proses penataan ruang, maka tujuan utama peran serta masyarakat mencakup dua
hal pokok: pertama, melahirkan output rencana yang lebih baik daripada dilakukan hanya melalui
proses teknokratis, dan kedua, mendorong proses capacity building masyarakat dan pemerintah.
Output rencana tata ruang yang dihasilkan melalui proses partisipasi diharapkan dapat memperkecil
derajat konflik antar berbagai stakeholders terutama pada tahap pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Disamping itu, peran serta masyarakat dapat memberikan kontribusi agar
menghasilkan rencana tata ruang yang lebih sensitif dan lebih mampu mengartikulasikan kebutuhan
berbagai kelompok masyarakat yang beragam dengan tidak mengenyampingkan kearifan lokal.
Disamping memperbaiki kualitas rencana tata ruang, peran serta masyarakat dimaksudkan sebagai
proses pembelajaran masyarakat dan pemerintah yang secara langsung dapat memperbaiki kapasitas
mereka dalam mencapai kesepakatan. Tidak dipungkiri bahwa rencana tata ruang pada dasarnya
merupakan kesepakatan berbagai stakeholders yang dilahirkan melalui serangkain dialog yang
konstruktif dan berkelanjutan. Melalui proses dialog yang terus menerus sepanjang keseluruhan
proses penataan ruang, maka akan terjadi proses pembelajaran bersama dan pemahaman bersama
(mutual understanding) berbagai pihak tentang penataan ruang. Sehingga proses ini secara langsung
akan berkontribusi terhadap proses pembinaan penataan ruang.
Mekanisme Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang Berkelanjutan
Bila kita cermatibersama bahwa peran serta masyarakat yang sejalan dengan UU 26/2007
didalamnya mencakup empat kegiatan utama yaitu : pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan
pengawasan penataan ruang. Keempat ruang lingkup tersebut lebih luas dari ruang lingkup yang
disebutkan dalam PP 69/1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara
Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang yang hanya mencakup empat hal yaitu perencanaan,
pemanfaatan, dan pengendalian penataan ruang serta pembinaan masyarakat.Mekanisme peran serta
masyarakat dilakukan sesuai dengan tahapan kegiatan penataan ruang. Secara umum mekanisme
tersebut dapat berbentuk penyampaian informasi, usul dan saran lisan maupun tulisan melalui
Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 10
11. berbagai media informasi sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada (media cetak dan
elektronik, seminar, workshop, konsultasi publik, brosur, kegiatan budaya, website, kegiatan
pameran, public hearing dengan masyarakat) kepada lembaga-lembaga yang berwenang; dan
keterlibatan secara langsung dalam kegiatan penataan ruang, misalnya sebagai salah satu wakil
masyarakat yang terlibat dalam penyusunan rencana tata ruang. Selain upaya-upaya yang bersifat
individual, mekanisme peran serta dapat dilakukan oleh kelompok dan organisasi masyarakat serta
organisasi profesi yang melakukan advocacy planning kepada lembaga-lembaga yang berwenang.
peran serta masyarakat dilakukan bisa melalui lokakarya atau konsultasi publik untuk menjaring
aspirasi masyarakat yang dilakukan secara bertahap. Tahap pertama lokakarya bisa dilakukan lebih
dari satu kali untuk setiap daerah Kabupaten/Kota. Pada tahap ini setiap warga Kabupaten/Kota
dapat menghadiri acara lokakarya/konsultasi tersebut yang diselenggarakan oleh Pemda. Output
workshop pertama adalah serangkaian isu-isu yang terkait pengaturan penataan ruang. Pada tahap ini
juga ditentukan wakil-wakil masyarakat yang dapat mengikuti tahap kedua.
Tahap kedua merupakan lokakarya atau konsultasi publik pada skala propinsi yang akan
mendiskusikan lebih lanjut hasil-hasil diskusi pada tahap pertama. Bila pada tahap pertama,
masyarakat mengemukakan masalah pengaturan penataan ruang pada skala yang lebih kecil, maka
pada tahap kedua, isu yg akan dibicarakan akan meliputi masalah-masalah pada skala yang lebih
luas (propinsi). Pada tahap kedua ini , peserta dapat dibagi dalam beberapa kelompok berdasarkan
isu-isu spesifik yang telah dihasilkan pada tahap pertama untuk mempertajam isu dan memperoleh
informasi dan tanggapan dari pihak eskekutif dan legislatif. Lokakarya bisa dilakukan lebih dari satu
kali tergantung kebutuhan.
Sumber : http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=176
Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 11