Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dokumen tersebut membahas pelatihan pengukuran antropometri yang diberikan kepada kader Posyandu untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan mereka dalam mengukur parameter pertumbuhan anak.
2. Hasilnya menunjukkan peningkatan rata-rata skor pengetahuan kader setelah menerima pelatihan tersebut.
3. Pelatihan tersebut diharapkan dapat men
Dokumen tersebut merupakan ringkasan dari tesis yang membahas peranan Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) terhadap kesehatan reproduksi remaja di Kecamatan Buleleng, Bali. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan Puskesmas, keterlaksanaan program PKPR, dan peranan program PKPR terhadap kesehatan reproduksi remaja. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan wawancara
Tiga kalimat ringkasan artikel tersebut adalah:
Artikel ini meneliti hubungan antara pola makan dengan status gizi pada anak usia prasekolah di TK Kristen Tunas Rama Kota Makassar. Hasilnya menunjukkan ada hubungan antara pola makan yang baik dengan status gizi yang baik pada anak, dengan 82,1% anak memiliki pola makan baik dan status gizi baik.
"[Ringkasan]"
Tiga tantangan utama dalam perubahah perilaku untuk pencegahan stunting adalah (1) pola konsumsi yang kurang seimbang dan gizi, (2) pola asuhan kesehatan dan tumbuh kembang yang kurang memadai, serta (3) higienis pribadi dan lingkungan yang masih buruk. Perlu intervensi sosial budaya dan peningkatan ekonomi keluarga guna mendukung perubahan perilaku tersebut.
1. Sebagian besar tenaga kesehatan memiliki sikap positif terhadap metode kangguru dan sebagian besar juga pernah melaksanakan metode tersebut.
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap dan pelaksanaan metode kangguru pada bayi berat lahir rendah di rumah sakit.
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kesehatan bersikap positif dan pernah melaksanakan metode k
Teks tersebut membahas analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas pelayanan antenatal trimester pertama oleh bidan desa di Kabupaten Temanggung. Penelitian menemukan bahwa beban kerja, pengetahuan, dan supervisi berhubungan signifikan dengan kualitas pelayanan, sementara dana, SOP, dan sarana tidak berhubungan. Disarankan fokus pada tugas utama bidan desa dan peningkatan pengetahuan secara berkelanj
Dokumen tersebut membahas tentang stunting di Indonesia dan peran kesehatan lingkungan dalam penurunannya. Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang. Dokumen ini menjelaskan faktor-faktor penyebab stunting seperti sanitasi dan kebersihan lingkungan serta strategi penanggulangannya melalui program STBM dan PKGBM.
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI KELAS X DI SM...Sii AQyuu
Ìý
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan siklus menstruasi pada remaja putri kelas X di SMA PGRI 4 Denpasar. Penelitian ini menunjukkan bahwa 40,3% remaja putri memiliki status gizi kurang, 52,8% memiliki status gizi baik, dan 6,9% memiliki status gizi lebih. Terdapat hubungan signifikan antara status gizi dengan siklus menstruasi, di mana remaja
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang masalah gizi pada balita dan pengetahuan ibu tentang status gizi balita.
2) Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik ibu dan gambaran pengetahuan ibu tentang status gizi balita.
3) Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan untuk penelitian selanjutnya.
Dokumen tersebut membahas upaya pemenuhan masalah gizi khususnya stunting pada balita di Indonesia melalui pemberian makanan tambahan. Beberapa poin penting yang diangkat antara lain definisi stunting, penyebab stunting, serta upaya yang dilakukan yaitu gerakan perbaikan gizi dengan fokus 1000 hari pertama kehidupan dan pemberian makanan tambahan. Hasil perbandingan dua jurnal menunjukkan pemberian makanan tambahan bermanfaat untuk meningkat
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara peran kader dengan pelaksanaan kegiatan posyandu lansia di Puskesmas Wonorejo, Samarinda.
2) Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran kader berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan posyandu lansia.
3) Puskesmas diharapkan memberikan pelatihan khusus untuk kader guna meningkatkan peran dan tugas mereka
"[Ringkasan]"
Tiga tantangan utama dalam perubahah perilaku untuk pencegahan stunting adalah (1) pola konsumsi yang kurang seimbang dan gizi, (2) pola asuhan kesehatan dan tumbuh kembang yang kurang memadai, serta (3) higienis pribadi dan lingkungan yang masih buruk. Perlu intervensi sosial budaya dan peningkatan ekonomi keluarga guna mendukung perubahan perilaku tersebut.
1. Sebagian besar tenaga kesehatan memiliki sikap positif terhadap metode kangguru dan sebagian besar juga pernah melaksanakan metode tersebut.
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap dan pelaksanaan metode kangguru pada bayi berat lahir rendah di rumah sakit.
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kesehatan bersikap positif dan pernah melaksanakan metode k
Teks tersebut membahas analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas pelayanan antenatal trimester pertama oleh bidan desa di Kabupaten Temanggung. Penelitian menemukan bahwa beban kerja, pengetahuan, dan supervisi berhubungan signifikan dengan kualitas pelayanan, sementara dana, SOP, dan sarana tidak berhubungan. Disarankan fokus pada tugas utama bidan desa dan peningkatan pengetahuan secara berkelanj
Dokumen tersebut membahas tentang stunting di Indonesia dan peran kesehatan lingkungan dalam penurunannya. Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang. Dokumen ini menjelaskan faktor-faktor penyebab stunting seperti sanitasi dan kebersihan lingkungan serta strategi penanggulangannya melalui program STBM dan PKGBM.
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI KELAS X DI SM...Sii AQyuu
Ìý
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan siklus menstruasi pada remaja putri kelas X di SMA PGRI 4 Denpasar. Penelitian ini menunjukkan bahwa 40,3% remaja putri memiliki status gizi kurang, 52,8% memiliki status gizi baik, dan 6,9% memiliki status gizi lebih. Terdapat hubungan signifikan antara status gizi dengan siklus menstruasi, di mana remaja
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang masalah gizi pada balita dan pengetahuan ibu tentang status gizi balita.
2) Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik ibu dan gambaran pengetahuan ibu tentang status gizi balita.
3) Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan untuk penelitian selanjutnya.
Dokumen tersebut membahas upaya pemenuhan masalah gizi khususnya stunting pada balita di Indonesia melalui pemberian makanan tambahan. Beberapa poin penting yang diangkat antara lain definisi stunting, penyebab stunting, serta upaya yang dilakukan yaitu gerakan perbaikan gizi dengan fokus 1000 hari pertama kehidupan dan pemberian makanan tambahan. Hasil perbandingan dua jurnal menunjukkan pemberian makanan tambahan bermanfaat untuk meningkat
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara peran kader dengan pelaksanaan kegiatan posyandu lansia di Puskesmas Wonorejo, Samarinda.
2) Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran kader berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan posyandu lansia.
3) Puskesmas diharapkan memberikan pelatihan khusus untuk kader guna meningkatkan peran dan tugas mereka
#TANGKI4D PLATFOM TRANDING MASA KINI KARNA TINGKAT KEMENANGAN YANG SANGAT TINGGITANGKI4D
Ìý
Bagi kalian yang ingin mendapatkan kemenangan situs slot bonus kami merupakan saran terbaik buat kalian, hanya mengunakan modal rendah & penyedia bonus terbaik sepanjang masa
follow semua dan claim bonus dari kami #Tangki4dexclusive #tangki4dlink #tangki4dvip #bandarsbobet #idpro2025 #stargamingasia #situsjitu #jppragmaticplay #scatternagahitam
Dukungan FAO ECTAD terhadap Program Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di ...Wahid Husein
Ìý
Situasi rabies di dunia
Situasi rabies di Indonesia
Program rabies di Indonesia
Apa yang dilakukan ECTAD Indonesia
Tantangan utama
Rekomendasi ke depan
Penyegaran Kader Posyandu dalam Pengukuran Antropometri di Wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo Pekanbaru.pdf
1. PENYEGARAN KADER POSYANDU DALAM
PENGUKURAN ANTROPOMETRI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SIDOMULYO PEKANBARU
FITRI*, LILY RESTUSARI*
*Dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Riau
ABSTRAK
Pemantauan pertumbuhan merupakan salah satu kegiatan utama program
perbaikan gizi, yang menitikberatkan pada upaya pencegahan dan peningkatan
gizi anak. Disebutkan bahwa sekurangnya 80% balita disetiap kabupaten/kota di
timbang setiap bulan dan berat badannya naik sebagai indikasi bahwa balita
tersebut tumbuh sehat. Soekirman (2000) menyatakan bahwa salah satu penyebab
terjadinya kasus kurang gizi pada masyarakat karena tidak berfungsinya lembaga–
lembaga sosial dalam masyarakat seperti Posyandu. Penurunan aktivitas Posyandu
tersebut berakibat pemantauan gizi pada anak dan ibu hamil terabaikan. Salah satu
metode penilaian status gizi secara langsung yang paling popular dan dapat
diterapkan untuk populasi dengan jumlah sampel besar adalah antropometri.
Pengukuran antropometri di Posyandu biasanya dilakukan oleh kader. Hasil
penelitian Satoto dkk (2002), menunjukkan tingkat kemampuan, ketelitian dan
akurasi data yang dikumpulkan kader masih rendah, 90,3% kader tidak benar
dalam melakukan penimbangan. Kesalahan penimbangan terutama dalam
mengatur posisi bandul timbangan. Hasil penelitian tersebut juga menggambarkan
terdapat 88,9% dari kader yang dipilih sebagai sampel tidak mengetahui cara
menimbang yang benar. Akibatnya informasi status gizi anak balita menjadi tidak
akurat artinya seharusnya status gizi baik bisa menjadi gizi kurang, dan atau gizi
buruk dan sebaliknya.
Tujuan kegiatan ini yaitu untuk mengetahui penerapan pengukuran
antopometri oleh kader di posyandu. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini
yakni penyegaran (refreshing) kader dan pendampingan (bimbingan untuk kader).
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan di 5 posyandu
(posyandu Lancang Kuning, Dang Merdu, Sri Mersing, Toyyibah dan Ibu Sejati)
wilayah kerja puskesmas Sidomulyo, Kota Pekanbaru. Berdasarkan hasil kegiatan
yang telah dilaksanakan terjadi peningkatan Pengetahuan dan wawasan kader
tentang pengukuran antropometri pada bayi dan balita mengalami peningkatan
setelah dilaksanakan penyegaran dengan rata-rata nilai akhir yaitu pre-test 85,41
dan post-test 96,66. Kemampuan dan keterampilan kader dalam pengukuran
antropometri di posyandu mengalami peningkatan. Skor hasil evaluasi
pengukuran berat badan (100%), tinggi badan (100%), panjang badan (100%) dan
lingkar lengan atas (100%). Perlu dilakukan lagi kegiatan yang sama di posyandu-
posyandu lainnya. Serta pihak puskesmas diharapkan untuk selalu memantau
kerja kader posyandu dengan mendampingi dan memberi edukasi tentang
pengukuran antropometri yang benar.
Kata Kunci : Kader Posyandu, Penyegaran, Antropometri
Daftar Pustaka : 26 Referensi (2000-2017)
1
2. 2
PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015
– 2019 menetapkan 4 sasaran
pembangunan kesehatan, dimana
salah satu sasaran yang harus dicapai
adalah menurunkan prevalensi balita
stunting (pendek) 32,9% (2013)
menjadi 28% pada tahun 2019
(Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional, 2015).
Stunting (pendek) atau kurang
gizi kronik adalah suatu bentuk lain
dari kegagalan pertumbuhan. Anak
yang mengalami stunting sering
terlihat memiliki badan normal yang
proporsional, namun sebenarnya
tinggi badannya lebih pendek dari
tinggi badan normal yang dimiliki
anak seusianya. Stunting merupakan
proses kumulatif dan disebabkan
oleh asupan zat-zat gizi yang tidak
cukup atau penyakit infeksi yang
berulang, atau kedua-duanya.
Stunting dapat juga terjadi sebelum
kelahiran dan disebabkan oleh
asupan gizi yang sangat kurang saat
masa kehamilan, pola asuh makan
yang sangat kurang, rendahnya
kualitas makanan sejalan dengan
frekuensi infeksi sehingga dapat
menghambat pertumbuhan
(UNICEF, 2009).
Stunting yang terjadi pada anak
merupakan faktor risiko
meningkatnya kematian, kemampuan
kognitif, dan perkembangan motorik
yang rendah serta fungsi-fungsi
tubuh yang tidak seimbang (Allen &
Gillespie, 2001). Hasil dari beberapa
penelitian juga memperlihatkan
anak-anak yang di lahirkan dalam
keadaan BBLR dan dengan usia
kehamilan yang kurang ternyata
memiliki nilai IQ yang lebih rendah,
keterampilan berbicara yang lebih
buruk, kemampuan membaca yang
lebih rendah, dan prestasi di sekolah
yang lebih buruk (Gibney et. al
2009).
Riset Kesehatan Dasar 2013
mencatat prevalensi stunting nasional
mencapai 37,2 persen, meningkat
dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007
(36,8%). Artinya, pertumbuhan tak
maksimal diderita oleh sekitar 8,9
juta anak Indonesia, atau satu dari
tiga anak Indonesia. Prevalensi
stunting di Indonesia lebih tinggi
daripada negara-negara lain di Asia
Tenggara, seperti Myanmar (35%),
Vietnam (23%), dan Thailand (16%).
Tinggi badan menurut umur
(TB/U) adalah indikator untuk
mengetahui seorang anak stunting
atau normal. Tinggi badan
merupakan antropometri yang
menggambarkan pertumbuhan
skeletal. Dalam keadaan normal,
tinggi badan tumbuh seiring
pertambahan umur. Pertumbuhan
tinggi badan relatif kurang sensitif
terhadap masalah kekurangan gizi
dalam waktu pendek. Indeks TB/U
menggambarkan status gizi masa
lampau serta erat kaitannya dengan
sosial ekonomi (Supariasa dkk,
2013).
Pemantauan pertumbuhan
merupakan salah satu kegiatan utama
program perbaikan gizi, yang
menitikberatkan pada upaya
pencegahan dan peningkatan gizi
anak. Disebutkan bahwa
sekurangnya 80% balita disetiap
kabupaten/kota di timbang setiap
bulan dan berat badannya naik
sebagai indikasi bahwa balita
tersebut tumbuh sehat. Soekirman
(2000) menyatakan bahwa salah satu
penyebab terjadinya kasus kurang
gizi pada masyarakat karena tidak
berfungsinya lembaga–lembaga
sosial dalam masyarakat seperti
Posyandu. Penurunan aktivitas
Posyandu tersebut berakibat
3. pemantauan gizi pada anak dan ibu
hamil terabaikan.
Salah satu metode penilaian
status gizi secara langsung yang
paling popular dan dapat diterapkan
untuk populasi dengan jumlah
sampel besar adalah antropometri.
Antropometri sebagai indikator
status gizi dapat dilakukan dengan
mengukur beberapa parameter,
sedangkan parameter adalah ukuran
tunggal dari ukuran tubuh manusia.
Tinggi badan merupakan parameter
yang penting bagi keadaan yang
telah lalu dan keadaan sekarang.
Pengukuran tinggi badan atau
panjang badan pada anak dapat
dilakukan dengan alat pengukur
tinggi badan/panjang badan dengan
presisi 0,1 cm (Supariasa dkk, 2013).
Pengukuran antropometri di
Posyandu biasanya dilakukan oleh
kader. Hasil penelitian Satoto dkk
(2002), menunjukkan tingkat
kemampuan, ketelitian dan akurasi
data yang dikumpulkan kader masih
rendah, 90,3% kader tidak benar
dalam melakukan penimbangan.
Kesalahan penimbangan terutama
dalam mengatur posisi bandul
timbangan. Hasil penelitian tersebut
juga menggambarkan terdapat 88,9%
dari kader yang dipilih sebagai
sampel tidak mengetahui cara
menimbang yang benar. Akibatnya
informasi status gizi anak balita
menjadi tidak akurat artinya
seharusnya status gizi baik bisa
menjadi gizi kurang, dan atau gizi
buruk dan sebaliknya.
Kegiatan Posyandu sangat
tergantung pada peran kader.
Biasanya kegiatan rutin posyandu
diselenggarakan dan dimotori oleh
kader posyandu dengan bimbingan
teknis dari petugas kesehatan.
Jumlah minimal kader untuk setiap
posyandu sebanyak 5 orang sesuai
dengan jumlah kegiatan utama yang
dilaksanakan oleh posyandu dengan
sistem layanan 5 meja atau 5 langkah
kegiatan (Depkes RI, 2006).
Peningkatan kualitas pelayanan
posyandu dapat dilakukan dari
berbagai aspek pelayanan seperti
peningkatan fasilitas sarana dan
prasarana, sumber daya manusia, dan
kegiatan pelaksanaan posyandu.
Pelayanan posyandu yang berkualitas
harus diikuti oleh tugas dan fungsi
institusi pembina posyandu secara
keseluruhan yaitu kelangsungan
posyandu sebagai unit pelayanan
kesehatan dasar masyarakat,
khususnya dari kelompok paling
rentan ibu dan anak. Meskipun
posyandu merupakan unit pelayanan
kesehatan dasar berbasis masyarakat
yang berada di desa/kelurahan,
namun karena peran posyandu sangat
menentukan terhadap gambaran
kondisi ibu dan anak secara nasional,
maka disetiap daerah perlu dilakukan
pemantauan kegiatan melalui
Revitalisasi Posyandu. Pada tingkat
operasional (desa/kelurahan,
kecamatan), pemantauan dilakukan
secara bulanan, dengan
melaksanakan kunjungan lapangan
atau dengan mempelajari laporan
yang disampaikan oleh posyandu di
wilayah kerjanya (Depkes RI, 2001).
Posyandu Lancang Kuning,
Dang Merdu, Sri Mersing, Toyyibah
dan Ibu Sejati merupakan posyandu
yang terletak diwilayah kerja
Puskesmas Sidomulyo Pekanbaru.
Posyandu-posyandu tersebut
merupakan posyandu yang aktif dan
ramai dikunjungi. Dari survei yang
diperoleh di Puskesmas Sidomulyo,
ke lima posyandu tersebut memiliki
angka kunjungan yang tertinggi dan
pencatatan laporan bulanan posyandu
yang rapi dan terstruktur.
4. 4
Berdasarkan latar belakang di
atas perlu adanya suatu kegiatan
pengabdian masyarakat dalam
bidang pembinaan kader posyandu
yang diharapkan dapat digunakan
untuk meningkatkan kualitas
pelayanan posyandu di Kota
Pekanbaru. Salah satu upaya yang
dilakukan yaitu dengan memberikan
pelatihan antropometri untuk
meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan kader dalam
pengukuran antropometri. Sehingga
dapat meningkatkan peran dan
kinerja kader dalam kegiatan
posyandu.
PELAKSANAAN KEGIATAN
Waktu dan Lokasi
Kegiatan dilaksanakan pada
bulan April sampai Juli 2018. Lokasi
kegiatan pengabdian kepada
masyarakat ini dilaksanakan di 5
posyandu (posyandu Lancang
Kuning, Dang Merdu, Sri Mersing,
Toyyibah dan Ibu Sejati) wilayah
kerja puskesmas Sidomulyo, Kota
Pekanbaru.
Sarana dan Alat
Sarana yang digunakan dalam
kegiatan ini meliputi ruangan atau
aula. Alat yang digunakan adalah
kuesioner, laptop, infokus,
timbangan, mikrotoa, alat panjang
badan, pita lila dan alat tulis dan
buku saku pengukuran antropometri.
Metode Pelaksanaan
Metode yang dilaksanakan
pada kegiatan pengabdian
masyarakat ini adalah penyegaran
(refresing) kader, pendampingan
(bimbingan untuk kader) dan
evaluasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
a. Hasil Pre-Test dan Post-Test
Dari hasil kegiatan
pengabmas yang telah dilakukan,
terdapat 25 orang kader yang
mengikuti kegiatan pengabmas.
Namun, pada saat pelatihan terdapat
1 orang kader yang tidak hadir pada
saat pelatihan. Berikut hasil dari skor
pre-test dan post-test kader
posyandu.
Tabel 1. Skor Pengetahuan Kader
Setelah Pelatihan
No. Topik
Skor
Pre-test Post-Test
B S B S
1. Pengertian Posyandu 21 3 24 0
2. Program Posyandu 7 17 18 6
3. Sistem 5 meja 23 1 24 0
4. Pengertian antropometri 18 6 24 0
5. Pengukuran PB 23 1 24 0
6. Pengukuran TB 23 1 24 0
7. Alat pengukur TB 22 2 24 0
8. Alat pengukur BB 22 2 23 1
9. Alat pengukur LILA 23 1 24 0
10. KMS 23 1 24 0
Berikut hasil dari kenaikan
rata-rata nilai pre-test dan post-test
kader posyandu pada saat sebelum
dan setelah penyegaran kader.
Tabel 2. Kenaikan Rata-Rata Nilai
Pre-Test dan Post-Test Kader
Posyandu
Posyandu
Nilai Rata-
Rata
Selisih
Peningk
atan
Pre-
Test
Post-
Test
Dang Merdu 84 98 14
Lancang Kuning 94 100 6
Sri Mersing 92 100 8
Ibu Sejati 90 90 0
Toyyibah 68 94 26
Berikut hasil dari rata-rata
nilai pre-test dan post-test kader
5. posyandu pada saat sebelum dan
setelah penyegaran kader.
Tabel 3. Hasil Rata-Rata Pre-Test
dan Post-Test Kader Posyandu di
Wilayah Kerja Puskesmas
Sidomulyo
Variabel
Mean ± Std.
Deviation
P-Value
Nilai Pre-test 85.41 ± 16.41
0.002*
Nilai Postest 96.66 ± 5.64
Ket : Ada perbedaan yang signifikan
dalam uji paired sample t-test (
<0.05)
b. Hasil Observasi
Untuk melihat keberhasilan
dalam kegiatan ini, kader diberikan
lembaran evaluasi berupa formulir
checklist yang diisi oleh pelaksana
kegiatan pengabmas. Berikut hasil
skor lembar observasi yang
diperoleh.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hasil
Penilaian Keterampilan Pengukuran
Antropometri Berat Badan Kader
Posyandu Ibu Sejati
Bagian
Observasi
Skor
Penda
mpin
gan 1
Penda
mpin
gan 2
Evalu
asi
n % n % n %
Menyebut
tujuan
pengukuran
10 100 7 100 10 100
Mempersiapkan
alat
10 100 7 100 10 100
Meminimalisir
pakaian
responden
6 60 3 42.8 10 100
Membaca skala
pada posisi
yang benar
10 100 7 100 10 100
Mengulangi
pengukuran 3x
0 0 3 42.8 10 100
Mencatat hasil
pengukuran
10 100 7 100 10 100
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Hasil
Penilaian Keterampilan
Pengukuran Antropometri Berat
Badan Kader Posyandu Toyyibah
Bagian
Observasi
Skor
Penda
mpin
gan 1
Penda
mpin
gan 2
Evalu
asi
n % n % n %
Menyebut
tujuan
pengukuran
10 100 6 100 10 100
Mempersiapkan
alat
10 100 6 100 10 100
Meminimalisir
pakaian
responden
4 40 4 67 10 100
Membaca skala
pada posisi
yang benar
10 100 6 100 10 100
Mengulangi
pengukuran 3x
4 40 4 67 10 100
Mencatat hasil
pengukuran
10 100 6 100 10 100
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Hasil
Penilaian Keterampilan
Pengukuran Antropometri Berat
Badan Kader Posyandu Dang
Merdu
Bagian
Observasi
Skor
Penda
mpin
gan 1
Penda
mpin
gan 2
Evalu
asi
n % n % n %
Menyebut
tujuan
pengukuran
10 100 10 100 10 100
Mempersiapkan
alat
10 100 10 100 10 100
Meminimalisir
pakaian
responden
10 100 10 100 10 100
Membaca skala
pada posisi
yang benar
10 100 10 100 10 100
Mengulangi
pengukuran 3x
7 70 10 100 10 100
Mencatat hasil
pengukuran
10 100 10 100 10 100
6. 6
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Hasil
Penilaian Keterampilan
Pengukuran Antropometri Berat
Badan Kader Posyandu Lancang
Kuning
Bagian
Observasi
Skor
Penda
mpin
gan 1
Penda
mpin
gan 2
Evalu
asi
n % n % n %
Menyebut
tujuan
pengukuran
10 100 10 100 10 100
Mempersiapkan
alat
10 100 10 100 10 100
Meminimalisir
pakaian
responden
7 70 10 100 10 100
Membaca skala
pada posisi
yang benar
10 100 10 100 10 100
Mengulangi
pengukuran 3x
7 70 10 100 10 100
Mencatat hasil
pengukuran
9 90 10 100 10 100
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Hasil
Penilaian Keterampilan
Pengukuran Antropometri Berat
Badan Kader Posyandu Sri Mersing
Bagian
Observasi
Skor
Penda
mpin
gan 1
Penda
mpin
gan 2
Evalu
asi
n % n % n %
Menyebut
tujuan
pengukuran
10 100 8 100 10 100
Mempersiapkan
alat
10 100 8 100 10 100
Meminimalisir
pakaian
responden
9 90 8 100 10 100
Membaca skala
pada posisi
yang benar
10 100 8 100 10 100
Mengulangi
pengukuran 3x
9 90 8 100 10 100
Mencatat hasil
pengukuran
10 100 8 100 10 100
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Hasil
Penilaian Keterampilan
Pengukuran Antropometri
Panjang Badan Kader Posyandu
Dang Merdu
Bagian
Observasi
Skor
Penda
mping
an 1
Penda
mping
an 2
Evalua
si
n % n % n %
Menyebut tujuan
pengukuran
10 100 8 100 10 100
Mempersiapkan
alat
10 100 8 100 10 100
Mngarahkan
asisten untuk
membantu
10 100 8 100 10 100
Meminimalisir
pakaian bayi
10 100 8 100 10 100
Meletakkan bayi
pada posisi yang
benar
10 100 8 100 10 100
Melakukan
pengukuran PB
10 100 8 100 10 100
Membaca skala
pada posisi yang
benar
10 100 8 100 10 100
Mengulangi
pengukuran 3x
7 70 8 100 10 100
Mencatat hasil
pengukuran
10 100 8 100 10 100
Tabel 10. Distribusi Frekuensi
Hasil Penilaian Keterampilan
Pengukuran Antropometri
Panjang Badan Kader Posyandu
Lancang Kuning
Bagian
Observasi
Skor
Penda
mping
an 1
Penda
mping
an 2
Evalua
si
n % n % n %
Menyebut tujuan
pengukuran
10 100 10 100 7 100
Mempersiapkan
alat
10 100 10 100 7 100
Mngarahkan
asisten untuk
membantu
10 100 10 100 7 100
Meminimalisir
pakaian bayi
10 100 10 100 7 100
7. Meletakkan bayi
pada posisi yang
benar
10 100 10 100 7 100
Melakukan
pengukuran PB
10 100 10 100 7 100
Membaca skala
pada posisi yang
benar
10 100 10 100 7 100
Mengulangi
pengukuran 3x
7 70 10 100 7 100
Mencatat hasil
pengukuran
10 100 10 100 7 100
Tabel 11. Distribusi Frekuensi
Hasil Penilaian Keterampilan
Pengukuran Antropometri
Panjang Badan Kader Posyandu
Sri Mersing
Bagian
Observasi
Skor
Penda
mping
an 1
Penda
mping
an 2
Evalua
si
n % n % n %
Menyebut tujuan
pengukuran
6 100 4 100 6 100
Mempersiapkan
alat
6 100 4 100 6 100
Mngarahkan
asisten untuk
membantu
6 100 4 100 6 100
Meminimalisir
pakaian bayi
5 83.3 4 100 6 100
Meletakkan bayi
pada posisi yang
benar
6 100 4 100 6 100
Melakukan
pengukuran PB
6 100 4 100 6 100
Membaca skala
pada posisi yang
benar
6 100 4 100 6 100
Mengulangi
pengukuran 3x
5 83.3 4 100 6 100
Mencatat hasil
pengukuran
6 100 4 100 6 100
Tabel 12. Distribusi Frekuensi Hasil Penilaian
Keterampilan Pengukuran Antropometri Tinggi Badan
Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas
Sidomulyo
Bagian
Observasi
Posyandu
Ibu
Sejati
Dang
Merdu
Lancang
Kuning
Sri
Mersing
n % n % n % n %
Menyebut
tujuan
pengukuran
1 100 2 100 3 100 4 100
Mempersiapkan
alat
1 100 2 100 3 100 4 100
Meminimalisir
pakaian
responden
1 100 2 100 3 100 4 100
Menunjukkan
posisi kepala
yang benar
1 100 2 100 3 100 4 100
Melakukan
pengukuran
tinggi badan
1 100 2 100 3 100 4 100
Membaca skala
pada posisi
yang benar
1 100 2 100 3 100 4 100
Mengulangi
pengukuran 3x
1 100 2 100 3 100 4 100
Mencatat hasil
pengukuran
1 100 2 100 3 100 4 100
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Hasil Penilaian
Keterampilan Pengukuran Antropometri
LILA Kader Posyandu Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sidomulyo
Bagian
Observasi
Ibu Sejati Sri Mersing
Pendam
pingan
Evaluasi
Pendampi
ngan
Evaluasi
n % n % n % n %
Menyebut
tujuan
pengukuran
0 0 1 100 4 100 2 100
Mempersiapkan
alat
0 0 1 100 4 100 2 100
Meminimalisir
pakaian
responden
0 0 1 100 4 100 2 100
Menunjukkan
posisi kepala
yang benar
0 0 1 100 4 100 2 100
Melakukan
pengukuran
tinggi badan
0 0 1 100 4 100
2 100
8. 8
Membaca skala
pada posisi
yang benar
0 0 1 100 4 100
Mengulangi
pengukuran 3x
0 0 1 100 4 100
Mencatat hasil
pengukuran
0 0 1 100 4 100
PEMBAHASAN
a. Penyegaran (Refresing) Kader
Kegiatan penyegaran kader
yaitu berupa pelatihan. Kegiatan
diawali dengan memberikan pre-test
sebelum menjelaskan tentang sistem
5 meja dan pengukuran antropometri
di posyandu. Setelah penjelasan
materi, para peserta diberikan post-
test dengan pertanyaan yang sama
dengan pre-test terkait dengan materi
yang telah dijelaskan. Hal ini untuk
melihat sejauh mana pemahaman
kader terhadap materi yang telah
dijelaskan.
Dapat dilihat dari tabel 1 para
peserta kurang mengetahui tentang
program posyandu. Hal ini dapat
dilihat dari hasil pre-test dan post-
test pertanyaan tentang program
posyandu masih banyak yang
menjawab salah. Namun, terlihat
perbedaan dari hasil pre-test dan
post-test. Berdasarkan hasil pre-test
sebelum pelatihan, kader banyak
yang masih belum mengetahui
tentang program posyandu,
antropometri dan alat-alat
antropometri. Sedangkan setelah
pelatihan, hasil post-test
menunjukkan bahwa pengetahuan
kader tentang program posyandu,
antropometri dan alat-alat
antropometri meningkat. Hal ini
dapat dilihat dari skor kader pada
saat post-test meningkat dari hasil
skor pre-test.
Setelah dilakukan pelatihan,
rata-rata nilai kader tiap posyandu
mengalami peningkatan. Dari tabel 2
dapat dilihat bahwa nilai rata-rata
hasil post-test yang diperoleh oleh
semua kader posyandu mengalami
peningkatan, kecuali posyandu ibu
sejati. Berdasarkan selisih
peningkatan, nilai rata-rata kader
posyandu Toyyibah memiliki
peningkatan nilai yang paling tinggi
yaitu sebesar 26. Sedangkan
posyandu Ibu Sejati tidak mengalami
peningkatan.
Berdasarkan tabel 3 dapat
dilihat bahwa rata-rata nilai kader
yaitu pre-test 85,41 dan post-test
96,66. Hasil uji statistik didapatkan
nilai 0,002 (p<0,01), artinya ada
perbedaan yang signifikan antara
hasil pre-test dan post-test yang
dilakukan oleh kader posyandu.
Maka dapat dilihat bahwa setelah
diberikan pelatihan terjadi
peningkatan pengetahuan kader.
Pelatihan merupakan salah
satu cara untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap
kader. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Sukiarso (2007) yang
mendapatkan hasil terjadinya
peningkatan sebesar 63,3% pada
kader gizi yang dilakukan pelatihan
dengan metode BBM (Belajar
Berdasarkan Masalah). Pelatihan
dengan metode ceramah yang
disertai diskusi, simulasi, dan praktik
dapat meningkatkan pengetahuan
mahasiswa dalam melakukan
kegiatan penimbangan balita di
posyandu. Temuan ini juga sesuai
dengan pernyataan yang
dikemukakan Notoatmojo (2003),
bahwa pendidikan kesehatan dalam
jangka waktu pendek dapat
menghasilkan perubahan dan
peningkatan pengetahuan individu,
kelompok, dan masyarakat.
Dari hasil penyegaran yang
telah dilakukan dapat dikatakan
bahwa selama proses pelatihan para
kader sangat antusias dalam
9. mengikuti pelatihan. Hal ini dapat
dilihat dari respon para kader, adanya
pertanyaan mengenai materi yang
dijelaskan dan keinginan kader untuk
bisa melakukan pengukuran
antropometri yang sesuai prosedur.
Dalam pelatihan ini para peserta
diajarkan secara teori tentang tata
cara menggunakan alat antropometri
berat badan, panjang badan atau
tinggi badan dan pita lila.
Pemberian materi dan praktik
secara keseluruhan diberikan pada
kader posyandu, khusus untuk
praktik pelaksanaannya ada yang
difokuskan pada beberapa poin cara
pengukuran antropometri (berat
badan dan tinggi badan) yang
menjadi kelemahan kader posyandu.
Hasil penyegaran kader ini
menunjukan adanya peningkatan
skor pre-test ke post-test. Hal ini
dapat disimpulkan pelatihan yang
diberikan kepada kader posyandu
mengenai keterampilan kader dalam
pengukuran antropometri sudah
berhasil meningkatkan keterampilan
kader posyandu.
b. Pendampingan (Bimbingan
untuk Kader)
Kegiatan pendampingan
kader yang dilakukan berupa
kunjungan ke posyandu pada saat
hari posyandu untuk melihat
penerapan dari hasil penyegaran
kader yang telah dilakukan. Kegiatan
ini dilakukan sebanyak 2 kali, yang
pertama kader masih didampingi dan
dibimbing oleh petugas pengabmas
dalam melakukan pengukuran
antropometri. Sedangkan yang
kedua, kader hanya didampingi dan
melakukan pengukuran antropometri
secara mandiri. Setiap posyandu
diambil 10 sampel responden yang
terdiri dari bayi, balita dan ibu hamil
untuk diukur berat bada, tinggi badan
atau panjang badan dan Lila. Serta
menginterpretasikan hasil
pengukuran
1. Keterampilan Kader dalam
Pengukuran Berat Badan
Hasil pengamatan pada
pengukuran berat badan sudah cukup
baik. Sebelum menimbang, kader
terlebih dahulu sudah menjelaskan
tujuan dilakukan penimbangan berat
badan dan menyiapkan peralatan
yang akan digunakan. Timbangan
yang digunakan sudah diletakkan di
tempat yang datar dan mudah dibaca
serta sudah dikalibrasi. Untuk dacin,
digantungkan di tempat yang kokoh.
Setelah itu anak yang akan ditimbang
diminimalisir pakaian yang
digunakannya. Namun, beberapa
kader masih ada yang lupa
melepaskan atribut yang dipakai
anak pada saat menimbang dan tidak
mengulangi pengukuran sebanyak 3
kali. Selain itu, di posyandu
Toyyibah ditemukan adanya
kekurangan alat yaitu hanya tersedia
1 dacin. Sehingga penimbangan
balita di posyandu Toyyibah
memerlukan waktu yang cukup lama
dibandingkan posyandu lainnya.
Setelah data hasil penimbangan
dibaca dan dicatat, kader diminta
untuk menginterpretasikan hasilnya
kedalam status gizi. Namun sebagian
besar kader belum melakukannya.
Tindakan koreksi yang dilakukan
yaitu sebaiknya setiap kader dibekali
buku saku yang berisi pedoman
tentang antropometri dan cara
membaca status gizi.
2. Keterampilan Kader dalam
Pengukuran Panjang Badan
atau Tinggi Badan.
Hasil pengamatan pada
pengukuran panjang badan atau
tinggi badan sudah cukup baik.
Sebelum mengukur, kader terlebih
10. 10
dahulu sudah menjelaskan tujuan
dilakukan penimbangan berat badan
dan menyiapkan peralatan yang akan
digunakan. Namun, untuk alat
pengukur tinggi atau panjang badan
di semua posyandu masih sangat
terbatas. Sebelum kegiatan
pendampingan dilakukan, posyandu
Dang Merdu, Lancang Kuning dan
Sri Mersing sudah menyiapkan
alatnya. Kader posyandu tersebut
membuat sendiri alat pengukur
panjang badan dengan menggunakan
kayu atau menggunakan meteran.
Sedangkan posyandu ibu sejati dan
toyyibah tidak menyiapkan alat
pengukur panjang badan. Sehingga
sampai akhir kegiatan pengabmas
tidak dapat dilakukan pengukuran
tinggi badan dan panjang badan.
Selain itu, pengukuran panjang atau
tinggi badan tidak diulangi 3 kali dan
tidak di interpretasikan hasil
pengukurannya. Tindakan koreksi
yang dilakukan yaitu sebaiknya
setiap kader dibekali buku saku yang
berisi pedoman tentang antropometri
dan cara membaca status gizi. Juga
diperlukan kreatifitas kader untuk
mengatasi masalah keterbatasan alat,
sehingga pengukuran tetap dapat
terlaksana.
3. Keterampilan Kader dalam
Pengukuran Lingkar Lengan
Atas (LILA)
Hasil pengukuran lingkar
lengan atas pada ibu hamil sudah
terlaksana dengan baik. Semua kader
sudah melakukan prosedur
pengukuran Lila dengan baik dan
benar. Untuk interpretasi hasil
pengkuran masih ada beberapa kader
yang masih belum bisa
melakukannya.
Berdasarkan hasil dari
seluruh kegiatan pendampingan,
dapat disimpulkan bahwa
ketrampilan kader dalam melakukan
kegiatan antropometri masih perlu
ditingkatkan lagi dan dilakukan lebih
teliti lagi. Karena masih adanya
kader yang kurang terampil pada
kegiatan penimbangan berat badan
dan pengukuran tinggi badan, seperti
tidak mengusahakan anak ditimbang
dengan pakaian yang seminimal
mungkin, pengukuran tidak
dilakukan 2 atau 3 kali. Hal ini sesuai
dengan penelitian UNICEF (2002)
bahwa tingkat ketelitian kader dalam
menimbang hanya 39% dan tingkat
akurasinya hanya 3%. Rendahnya
ketelitian dan keterampilan kader
dalam melakukan penimbangan berat
badan balita mungkin disebabkan
oleh banyak faktor, seperti :
pelaksanaan prosedur penimbangan,
pengetahuan, umur, pendidikan,
pekerjaan, jumlah pelatihan yang
diikuti dan frekuensi penimbangan
yang dilakukan (Dodinofria, 2008).
Selain itu, tindakan koreksi
lainnya yang dilakukan yaitu
sebaiknya setiap kader dibekali buku
saku yang berisi pedoman tentang
antropometri dan cara membaca
status gizi. Penggunaan media buku
saku ini dapat meningkatkan
pengetahuan kader dalam
menginterpretasikan status gizi.
c. Evaluasi Kader Posyandu
Untuk melihat keberhasilan
dalam kegiatan ini, kader diberikan
lembaran evaluasi berupa formulir
checklist tentang prosedur
pengukuran berta badan, tinggi
badan atau panjang badan dan
lingkar lengan atas. Lembar
observasi ini diisi oleh pelaksana
kegiatan pengabmas.
1. Pengukuran Berat Badan
Berdasarkan tabel 4 diketahui
bahwa keterampilan pengukuran
antropometri berat badan sebagian
11. besar kader di posyandu Ibu Sejati
masih banyak yang belum
melakukan minimalisirkan pakaian
atau melepaskan aksesoris responden
(42,86%) dan mengulang
pengukuran sebanyak 3 kali
(42,86%) pada saat pendampingan
kader. Namun, pada saat evaluasi
semua kader sudah melakukan semua
tahapan dengan benar.
Pada tabel 5 dapat kita
ketahui bahwa keterampilan
pengukuran antropometri berat badan
sebagian besar kader di posyandu
Toyyibah masih banyak yang belum
melakukan minimalisirkan pakaian
atau melepaskan aksesoris responden
(67%) dan mengulang pengukuran
sebanyak 3 kali (67%) pada saat
pendampingan kader. Namun, pada
saat evaluasi semua kader sudah
melakukan semua tahapan dengan
benar.
Pada tabel 6 dapat diketahui
bahwa keterampilan pengukuran
antropometri berat badan sebagian
besar kader di posyandu Dang Merdu
sudah baik. Tapi masih ada beberapa
kader yang tidak melakukan
pengulangan pengukuran sebanyak 3
kali (70%) pada saat pendampingan
kader. Namun, pada saat
pendampingan kedua dan evaluasi
semua kader sudah melakukan semua
tahapan dengan benar.
Pada tabel 7 dapat diketahui
bahwa keterampilan pengukuran
antropometri berat badan sebagian
besar kader di posyandu Lancang
Kuning sudah baik. Tapi masih ada
beberapa kader yang tidak
melakukan minimalisir pakaian atau
melepaskan aksesoris responden
(67%) dan mengulang pengukuran
sebanyak 3 kali (67%) pada saat
pendampingan kader. Namun, pada
saat pendampingan kedua dan
evaluasi semua kader sudah
melakukan semua tahapan dengan
benar.
Pada tabel 8 diketahui bahwa
keterampilan pengukuran
antropometri berat badan sebagian
besar kader di posyandu Sri Mersing
sudah baik. Tapi masih ada beberapa
kader yang tidak melakukan
minimalisir pakaian atau melepaskan
aksesoris responden dan mengulang
pengukuran sebanyak 3 kali pada
saat pendampingan kader pertama.
Namun, pada saat pendampingan
kedua dan evaluasi semua kader
sudah melakukan semua tahapan
dengan benar.
2. Pengukuran Panjang Badan
Pengukuran antropometri
panjang badan di posyandu Ibu Sejati
dan Toyyibah tidak dapat dilakukan
penilaian karena pengukuran tidak
dilakukan. Hal ini dikarenakan
posyandu Ibu Sejati dan Toyyibah
tidak memiliki alat pengukuran
panjang badan.
Berdasarkan tabel 9 diketahui
bahwa keterampilan pengukuran
antropometri panjang badan sebagian
besar kader di posyandu Dang Merdu
sudah baik. Tapi masih ada beberapa
kader yang tidak melakukan
pengulangan pengukuran sebanyak 3
kali pada saat pendampingan kader
pertama. Namun, pada saat
pendampingan kedua dan evaluasi
semua kader sudah melakukan semua
tahapan dengan benar.
Berdasarkan tabel 10
diketahui bahwa keterampilan
pengukuran antropometri panjang
badan sebagian besar kader di
posyandu Lancang Kuning sudah
baik. Tapi masih ada beberapa kader
yang tidak melakukan pengulangan
pengukuran sebanyak 3 kali pada
saat pendampingan kader pertama.
Namun, pada saat pendampingan
12. 12
kedua dan evaluasi semua kader
sudah melakukan semua tahapan
dengan benar.
Berdasarkan tabel 11
diketahui bahwa keterampilan
pengukuran antropometri panjang
badan sebagian besar kader di
posyandu Sri Mersing sudah baik.
Tapi masih ada beberapa kader yang
tidak melepaskan topi responden dan
tidak mengulang pengukuran
sebanyak 3 kali pada saat
pendampingan kader pertama.
Namun, pada saat pendampingan
kedua dan evaluasi semua kader
sudah melakukan semua tahapan
dengan benar.
3. Pengukuran Tinggi Badan
Berdasarkan tabel 12
diketahui bahwa keterampilan
pengukuran antropometri tinggi
badan kader di posyandu Ibu Sejati,
Dang Merdu, Lancang Kuning dan
Sri Mersing sudah baik. Hal ini dapat
dilihat bahwa kemampuan kader
dalam melakukan semua tahapan
pengukuran sudah benar (100%).
Namun, di posyandu Toyyibah tidak
dilakukan penilaian kader, karena
tidak ada responden yang diukur
dengan alat pengukuran tinggi badan.
4. Pengukuran Lingkar Lengan
Atas
Berdasarkan tabel 13 pada
saat evaluasi dilakukan terdapat
peningkatan skor keterampilan kader
di posyandu Ibu Sejati dan Sri
Mersing pada saat pengukuran
lingkar lengan atas. Namun, di
posyandu Toyyibah, Dang Merdu
dan Lancang Kuning tidak dilakukan
penilaian kader, karena tidak ada
responden ibu hamil yang diukur
lingkar lengan atasnya.
Berdasarkan hasil evaluasi
pengukuran berat badan, tinggi
badan, panjang badan dan lingkar
lengan atas dapat dilihat peningkatan
skor kemampuan kader dalam
melakukan setiap tahapan
pengukuran. Meningkatnya hasil
evaluasi tersebut sesuai dengan
penelitian terdahulu. Peningkatan
pengetahuan dan keterampilan akan
terjadi antara sebelum dan sesudah
pelatihan. Menurut Noto atmodjo
(2005), pelatihan memiliki tujuan
penting untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan
sebagai kriteria keberhasilan
program kesehatan secara
keseluruhan. Tujuan umum pelatihan
kader posyandu adalah
meningkatkan kemampuan kader
posyandu dalam mengelola dan
menyampaikan pelayanan kepada
masyarakat.
Hasil ini juga sejalan dengan
penelitian Nurainun, Ardiani dan
Sudaryati (2015) menyatakan bahwa
ada kecenderungan semakin baik
pengetahuan kader semakin terampil
kader tersebut dalam pengukuran BB
dan TB, begitu juga sebaliknya
semakin kurang pengetahuan kader
maka semakin tidak terampil dalam
melakukan pengukuran BB dan TB.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
1. Pengetahuan dan wawasan kader
tentang pengukuran antropometri
pada bayi dan balita mengalami
peningkatan setelah dilaksankan
penyegaran. Rata-rata nilai akhir
yaitu pre-test 85,41 dan post-test
96,66.
2. Kemampuan dan keterampilan
kader dalam pengukuran
antropometri di posyandu
mengalami peningkatan. Skor
hasil evaluasi pengukuran berat
badan (100%), tinggi badan
13. (100%), panjang badan (100%)
dan lingkar lengan atas (100%).
SARAN
Perlu dilakukan lagi kegiatan
yang sama di posyandu-posyandu
lainnya. Serta pihak puskesmas
diharapkan untuk selalu memantau
kerja kader posyandu dengan
mendampingi dan memberi edukasi
tentang pengukuran antropometri
yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. , Gillespie, S. 2001. What
works? A review of the
efficacy and effectiveness of
nutrition intervention.
ACC/SCN. Nutrition Policy
Paper No. 15.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2001.
Survei Kesehatan Nasional
2001. Laporan SKRT 2001:
Studi Morbiditas dan
Disabilitas.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2013.
Riset Kesehatan Dasar
2013. Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2010.
Riset Kesehatan Dasar
2010. Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2007.
Riset Kesehatan Dasar
2007. Jakarta.
Cahyo Ismawati S. , 2010.
Posyandu dan Desa Siaga.
Panduan untuk Bidan dan
Kader. Bantul : Nuha Medika
Departemen Kesehatan RI. 2003.
Petunjuk Teknis Pemantauan
Status Gizi Orang Dewasa
dengan Indeks Massa Tubuh.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2006.
Pedoman Umum
Pengelolaan Posyandu.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2006.
Bimbingan Manajemen Pusat
Kesehatan Ibu dan Anak.
Jakarta: Departemen
Kesehatan.
Gibney, M. J. , et al. 2009. Gizi
Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: EGC.
Gibson, R. S. 2005. Principles of
Nutritional Assessment.
Second Edition. Oxford
University Press Inc, New
York.
Harjatmo, Titus Priyo; Par’i, Holil
M. ; Wiyono, S. , 2017.
Penilaian Status Gizi, Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Kementrian Kesehatan RI. 2011.
Keputusan Menteri
Kesehatan Republik
Indonesia Nomor :
1995/Menkes/SK/XII/2010
tentang Standar
Antropometri Penilaian
Status Gizi Anak. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI
Direktoral Jenderal Bina Gizi
dan Kesehatan Ibu dan Anak.
Kementerian Kesehatan RI. 2013.
Pemantauan Pertumbuhan
Balita. Jakarta: Direktorat
Gizi Masyarakat, Ditjen Bina
Kesehatan Masyarakat.
Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional.
2015. Rencana
Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2015-
2019. Jakarta.
14. 14
Notoatmojo, Soekidjo. 2003.
Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan. Cetakan Pertama.
Jakarta : PT Rineka Cipta.
Nurainun., Ardiani, F., & Sudaryati,
E. 2015. Gambaran
Keterampilan Kader dalam
Pengukuran BB dan TB
berdasarkan Karakteristik
Kader di Wilayah Kerja
Puskesmas Langsa Timur
Provinsi Aceh tahun 2015.
Jurnal Gizi. Hal 1-10.
Satoto, AB. , Jahari, dan Soekirman.
2002. Growth Data from
Posyandu in Indonesia:
Precision, Accuracy,
Reliability and Utilization.
Jurnal Gizi Indonesia. 26:
17-23.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan
Aplikasinya. Jakarta:
Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan
Nasional.
Sukiarso, Edy. 2007. Pengaruh
Pelatihan dengan Metode
Belajar Berdasarkan
Masalah terhadap
Pengetahuan dan
Keterampilan Kader Gizi
dalam Kegiatan Posyandu.
Tesis tidak diterbitkan. FKM
Universitas Diponegoro,
Semarang.
Supariasa, I. D. N. , Bakhyar, B. &
Ibnu F. 2013. Penilaian
Status Gizi (Edisi Revisi).
Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Unicef. 2009. Tracking Progress on
Child and Maternal Nutrition
a Survival and Development
Priority. New York. USA.
World Health Organization (WHO).
2012. Angka Kematian Bayi.
Amerika: WHO.