1. PERJUANGAN BANGSA INDONESIA MEREBUT IRIAN BARAT
Salah satu keputusan Konfrensi Meja Bundar (KMB) adalah masalah Irian Barat akan
dibahas setelah setahun pengakuan kedaulatan. Namun terjadi perbedaan penafsiran dimana
Indonesia menafsirkan bahwa Belanda akan menyerahkan Irian Barat setelah setahun KMB,
sedangkan Belanda menafsirkan hanya merundingkan saja masalah Irian Barat. Dalam
perjalan waktu, Belanda tidak pernah merundingkan masalah Irian Barat dengan Indonesia.
Hal inilah lantas menjadi latar belakang terjadinya peruangan bangsa Indonesia merebut Irian
Barat. Untuk menghadapi sikap Belanda Tersebut maka Indonesia melakukan berbagai upaya
sebagai berikut:
1. Peruangan Diplomasi (Pendekatan Diplomasi)
a. Konferensi Tingkat Menteri Dalam Rangka Uni Indonesia Belanda
Pada tanggal 24 maret 1950 di Jakarta diadakan Konferensi ini dengan keputusan
membentuk sebuah komisi yang anggotanya terdiri dari wakil Indonesia dan
Belanda guna mnyelesaikan masalah Irian Barat. Namun, upaya ini tidak
membuahkan hasil. Bahkan pada tahun 1952 Belanda memasukkan Irian Barat
sebagai bagian dari kerajaan Belanda. Oleh karena itu, pada April 1953 pemerintah
RI menghapus misi militer Belanda.
b. Perundingan Melalui Forum PBB
Setelah upaya diplomasi secara bileteral gagal, pada tahun 1954 Indonesia mulai
membawa masalah Irian Barat ke forum PBB. Namun usaha inipun mengalami
kegagalan. Belanda meyakinkan dalam sidang PBB bahwa masalah Irian Barat
merupakan masalah bileteral antara Indonesia-Belanda, yakni dalam intern uni
Indonesia-Belanda.
2. Perjuangan dengan Konfortasi Politik dan Ekonomi
a. Pembubaran Uni Indonesia-Belanda
Pada tanggal 13 februari 1956, pemerintah RI membubarkan Uni Indonesia-
Belanda secara sepihak dengan undang-undang no 13 tahun 1965. Secara singkat
undang-undang tetersebut menetapkan bahwa hubungan selanjutnya antara negara-
negara yang berdaulat penuh berdasarkan hukum internasional. Maka, kepentingan
Belanda di Indonesia berlaku sesuai hukum yang ada di Indonesia.
b. Pembentukan Ppemerintah Provinsi Irian Barat
Ditahun yang sama, yakni tanggal 17 Agustus 1956, dibentuklah provinsi Irian
Barat dengan ibu kota Soa Siu, Tidore (Maluku Utara) yang meliputi: wilayah Irian
yang diduduki belanda; Tidore; Weda; Oba; Patani; dan Wasile. Pada tanggal 23
september 1956 Sultan Tidore, Zainal Abidin Syah, dilantik menjadi Gubernur
pertama Irian Barat.
c. Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda
Pada tahun 1957 Indonesia mulai melakukan tindakan tegas yaitu pengambilalihan
perusahaan-perusahaan milik belanda di Indonesia. Pada mulanya tindakan ini
dilakukan secara spontan oleh rakyat dan buruh yang berkerja di perusahaan milik
Belanda. Perusahaan Belanda yang diambil alih oleh pemerintah Indonesia antara
lain: gedung Nederlandsche Handel Maatschappij N.V, Bank Escompto (sekarang
2. menjadi bank Dagang Negara, termasuk Bank Mandiri), Percetakan De Unie,
Perusahaan Philips, dan Perusahaan Penerbangan KLM.
3. Perjuangan Melalui Konfrontasi Bersenjata
a. Tri Komando Rakyat (Trikora)
Pada tanggal 9 Desember 1961 Presiden Soekarno mengeluarkan Komando yang
dikenal dengan Tri Komando Rakyat (Trikora) yang berisi:
1) Gagalkan pembentukan Negara Papua bikinan Belanda
2) Kibarkan Merah Putih di Irian Barat Milik Indonesia
3) Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan
kesatuan tanah air dan bangsa.
b. Pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat
Setelah dikeluarkan Trikora, pemerintah Indonesia segera membentuk provinsi
Irian Barat baru dengan ibu kota di Kota Baru (Jayapura) dan sebagai gubernur
adalah Putra Irian. Pada bulan januari 1962 pemerintah membentuk Komando
Mandala Pembebasan Irian Barat yang berkedudukan di Makasar. Komando ini
adalah pengembangan operasi militer dengan tujuan pengembangan wiliyah Irian
Barat kedalam kekuasaan negara republik Indonesia. Sebagai panglima Mandala
adalah Mayor Jendral Soeharto.
Pada tanggal 15 Januari 1962, sebelum Komando Mandala menyelesaikan
konsolidasinya, terjadi pertempuran di laut Aru. Pertempuran itu melibatkan 3
perahu Motor Torpedo Boat (MTB) yang bergabung dalam kesatuan patroli cepat,
yakni RI Macan Tutul, RI Macan Kumbang, dan RI Harimau yang sedang
berpatroli rutin di laut Arafuru dengan kapal perusak dan fregot (kapal Perang)
milik Belanda. Dalam insiden ini Laksamana Pertama (Komodor) Yos Sudarso,
bersama komandan KRI Macan Tutul, Kapten (laut) Wiratno, dan beberapa prajurit
TNI-AL gugur sebagai pahlawan. Sebelum gugur Komodor Yos Sudarso sempat
mengucapkan pesan terakhir Kobarkan Semangat Pertempuran
c. Operasi untuk Merebut Irian Barat
Adapun operasi-operasi yang direncenakan Komando Mandala di irian Barat
dibedakan Menjadi tiga fase
(1) Fase Inflitasi (sampai akhir 1962)
Dilakukan dengan cara memasukkan kompi TNI kesekitaran sasaran tertentu
untuk menciptakan daerah bebas de facto. Operasi yang dilakukan dengan
pendaratan melalui darat dan udara telah berhasil menyusupkan ABRI dan
sukarelawan, antara lain sebagai berikut:
(a) Operasi Banteng di Fak-fak dan Kaimana
(b) Operasi Serigala di Sorong dan Teminabuan
(c) Operasi Naga di Merauke
(d) Operasi Jatayu di Sorong, Kaimana, dan Merauke.
Operasi-operasi tersebut dilakukan pada bulan maret sampai Agustus 1962.
Selain operai-operasi diatas, direncanakan pula serangan terbuka merebut Irian
Barat dengan Operasi Jayawijaya.
3. (2) Fase Eksploitasi (mulai awal 1963)
Mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, menduduki semua
pos pertahanan musuh yang penting.
(3) Fase Konsolidasi (awal 1964)
Menegakkan kekuasaan Republik Indonesia secara mutlak di Irian Barat.
d. Persetujuan New York
Berkat kesungguhan Indonesia dalam memperjuangkan Irian Barat, Sekertaris
Jendral PBB U Thant mengaukan kepada salah seorang doplomat Amerika Serikat
Ellworth Bunker untuk mengajukan usul penyelesaian masalah Irian Barat. Usul
yang diberikan ini kemudian dikenal dengan Rencana Bunker. Adapaun isi dari
rencana Bunker adalah:
Pemerintahan Irian Barat harus diserahkan kepada RI melalui badan PBB
yang disebut United Nations Temporary Excecutive Authority (UNTEA).
Dengan adanya rencana Bunker diatas maka sikap Indonesia adalah
menerimanya, sedangkan Belanda bersihkukuh mempertahankan Irian Barat. Oleh
sebab itu pada tanggal 14 Agustus 1962 diadakan operasi besar-besaran yang disebut
sebagai Operasi Jayawijaya. Tanggal penyerbuan ini disebut sebagai Hari H atau
Hari Penyerbuan
Sebagai tindak lanjut dari Rencana Bunker, pada tanggal 15 Agustus 1962
Indonesia dan Belanda menandatangani sebuah perjanjian di New York, bertempat di
Markas Besar PBB, yang kemudian dikenal sebagai perjanjian New York. Adapaun
isi dari perjanian New York adalah:
(1) Pemerintah belanda akan menyerahan Irian Barat kepada Penguasa
Pelaksana Sementara PBB (UNTEA) pada 1 Oktober 1962
(2) Pada tanggal 1 Oktober 1962 bendera Belanda akan di kibarkan di Irian
Barat bersama dengan bendera PBB yang kemudian akan diturunkan pada
tanggal 31 Desember untuk digantikan dengan bendera Indonesia
mendampingi bendera PBB
(3) Pemerintah UNTEA berakhir pada tanggal 1 Mei 1963, pemerintahan
selanjutnya akan diserahkan kepada pihak Indonesia
(4) Pemulangan orang-orang sipil dan militer Belanda harus sudah selesai pada
tanggal 1 Mei 1963
(5) Pada tahun 1969 rakyat Irian Barat diberi kesempatan untuk menyatakan
pendapatnya tatap dalam wilayah RI atau memisahkan diri dari RI melalui
Penentuan Pendapat Rakyat (Peperaa)
Selanjutnya untuk menjamin keamanan wilayah Irian Barat, dibentuk pasukan
keamanan PBB yang dinamakan United Nations Security Forces (UNSF) dibawah
pimpinan Brigjen Said Uddin Khan dari Pakistan. Pemerintahan Sementara PBB
(UNTEA) berada dibawah pimpinan Jalal Abdoh dari Iran. Pada 1 Mei 1963
diangkatlah E. J . Bonay, seorang putra asli Irian Barat, sebagai Gubernur Irian Barat
yang pertama, bersamaan dengan diangkatnya Gubernur di Irian barat, maka
Komando Mandala resmi dibubarkan.
4. e. Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)
Sebagai wujud perjanjian New York, sebelum akhir 1969 diselenggarakan
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) dengan ketentuan bahwa Indonesia maupun
Belanda menghormati keputusan hasil Penentuan Pendapat Rakyat Irian Barat
tersebut. Hasil dari Pepera adalah bahwa rakyat Irian Barat menghendaki sebagai
bagian dari wilayah Republik Indonesia. Selanjutnya hasil dari Papera tersebut
dibawa ke New York oleh utusan Sekjen PBB Ortizs Sanz untuk dilaporkan dalam
sidang Umum PBB ke-24 pada bulan Nopember 1969.