際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Reviewer:
FADLI RAHMADI

I.Pendahuluan
Sebagian besar hutan alam di Indonesia telah
ditebang atau telah dirancang sebagai hutan
produksi. Kondisi hutan alam bekas tebangan berbeda
dengan hutan primer. Kepadatan pohon sisa, pancang
dan semai spesies pohon komersial di hutan bekas
tebangan sering rendah, terutama jika hutan menjadi
sasaran penebangan berat (Adjers et al., 1995)

sistem silvikultur yang biasa digunakan untuk
mengelola alam hutan di Indonesia, Tebang Pilih
Tanam Indonesia (TPTI), mengasumsikan
pertumbuhan pasca-penebangan diameter 1 cm yr-1
dan mendefinisikan siklus tebang 35 tahun dengan
batas diameter pemotongan minimal 50 cm untuk
semua jenis kayu komersial.
lanjutan

(1) untuk menganalisis pengaruh silvikultur pasca
penebangan pada tingkat pertumbuhan pohon
yang tersisa,
(2) untuk mengevaluasi apakah pohon dipterokarpa
komersial, non-dipterokarpa dan non-komersial bisa
merespon perlakuan silvikultur pada areal bekas
tebangan.
Tujuan Penelitian

A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di areal bekas HPH, bekas tebangan
hutan alami, yang terletak di Kecamatan Sepauk, Kabupaten
Sintang, Provinsi Kalimantan Barat.
B. Metoda
Penelitian ini dilakukan di enam plot percobaan 80 mx 80 m
(Petak sampling ) masing-masing Setiap petak terdiri dari
64 petak dari 10 m x 10 m untuk memungkinkan kontrol
yang lebih baik dari pengukuran. Tiga plot dipilih untuk
menerima perlakuan silvikultur sementara tiga sisanya
sebagai plot kontrol.
Bahan dan Metode

C. Pengukuran
Dalam setiap plot, semua pohon minimal 10 cm dengan diameter
1,3 m (DBH) yang ditandai, dipetakan, diukur dan diidentifikasi
spesies. Pohon dikategorikan menjadi tiga kelompok spesies yang
berbeda.
(1) dipterokarpa(misalnya Shorea spp, Dipterocarpus spp, Hopea.
spp., Vatica spp., Dryobalanops spp.),
(2) kayu komersial selain dipterokarpa
(Misalnya Agathis spp., Durio spp., Koompassia spp., Dyera spp., Pal
aquium spp.), Dan
(3) jenis kayu non-komersial (termasuk spesies yang tidak
diketahui)
lanjutan

Peta lokasi

Tingkat pertumbuhan rata-rata Tegakan
di hutan bekas tebangan tanpa tambahan
perlakuan silvikultur (yaitu control plot)
adalah 0,29 cm per tahun untuk semua
spesies dan 0,68 cm yr-1 untuk spesies
dipterokarpa komersial.
Hasil dan Diskusi

Tabel 2. Rata-rata tingkat pertumbuhan pohon (cm tahun-1) Dari dipterokarpa
komersial (CD),komersial non-dipterokarpa (CND) dan non-komersial (nC) spesies Kelompok
dihitung untuk setiap periode pengukuran baik untuk pengobatan dan plot kontrol
Pertumbuhan Kelompok semua spesies.

Sekitar 75% dari pohon-pohon di plot kontrol
memiliki tingkat pertumbuhan di bawah 0,4 cm
yr-1. Selama periode pengamatan tujuh tahun,
beberapa catatan pertumbuhan pohon melebihi
1 cm yr-1yang diamati pada plot kontrol (yaitu
2,8%); semua diwakili oleh kelompok spesies
dipterokarpaceae.
Lanjutan........

Gambar 2. Frekuensi tingkat pertumbuhan pohon dari semua
spesies selama pengamatan tujuh tahun periode plot kontrol Kelas
tingkat pertumbuhan (cm tahun-1)Frequency (%)

Gambar 3. Frekuensi tingkat pertumbuhan pohon dari semua spesies selama
pengamatan tujuh tahun periode plot pengobatan Analisis efek pengobatan pada
tingkat pertumbuhan pohon yang tersisa ditunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan
bervariasi dengan waktu setelah perawatan aplikasi, pengobatan dan spesies
Kelompok .

 Hasilnya penelitian ini menunjukkan bahwa
penerapan perlakuan silvikultur setelah penebangan
dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan pohon
yang tersisa. Penelitian lain juga menemukan sejenis
Temuan (misalnya Nguyen-The et al, 1998;. de
Graaf et al, 1999;. Wadsworth dan
Zweede,2006). Efek positif menghapus liana dan
girdling pohon bersaing pada pertumbuhan tingkat
calon pohon yang diamati dalam penelitian ini
mendukung gagasan bahwa pasca-penebangan
perlakuan silvikultur yang diperlukan dan efektif .

Penerapan perlakuan pembebasan setelah log
melalui pemotongan liana dan girdling bersaing pohon
meningkatkan tingkat pertumbuhan pohon yang
tersisa di daerah studi areal bekas atas hutan di
Kalimantan Barat. Tingkat pertumbuhan rata-rata
tegakan tanpa perlakuan silvikultur tambahan sekitar
setengah dari tingkat pertumbuhan yang diamati
dalam plot perlakuan silvikultur.
kesimpulan

Tingkat pertumbuhan pohon yang tersisa
bervariasi dengan pengobatan, waktu setelah Aplikasi
pengobatan dan kelompok spesies.
Lanjuuuutt.....

Kayu kapas, kayu pulai....
Kedua kayu sama-sama mahal harganya....
Karna persentasi ambo sudah selesai,,,,
sekarang saatnya kawan bertanya..!!!! 
Thank you my
friends....!!
Selesai.......

More Related Content

Persentase jurnal inventarisasi Fadli Rahmadi (UMSB)

  • 2. I.Pendahuluan Sebagian besar hutan alam di Indonesia telah ditebang atau telah dirancang sebagai hutan produksi. Kondisi hutan alam bekas tebangan berbeda dengan hutan primer. Kepadatan pohon sisa, pancang dan semai spesies pohon komersial di hutan bekas tebangan sering rendah, terutama jika hutan menjadi sasaran penebangan berat (Adjers et al., 1995)
  • 3. sistem silvikultur yang biasa digunakan untuk mengelola alam hutan di Indonesia, Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), mengasumsikan pertumbuhan pasca-penebangan diameter 1 cm yr-1 dan mendefinisikan siklus tebang 35 tahun dengan batas diameter pemotongan minimal 50 cm untuk semua jenis kayu komersial. lanjutan
  • 4. (1) untuk menganalisis pengaruh silvikultur pasca penebangan pada tingkat pertumbuhan pohon yang tersisa, (2) untuk mengevaluasi apakah pohon dipterokarpa komersial, non-dipterokarpa dan non-komersial bisa merespon perlakuan silvikultur pada areal bekas tebangan. Tujuan Penelitian
  • 5. A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di areal bekas HPH, bekas tebangan hutan alami, yang terletak di Kecamatan Sepauk, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat. B. Metoda Penelitian ini dilakukan di enam plot percobaan 80 mx 80 m (Petak sampling ) masing-masing Setiap petak terdiri dari 64 petak dari 10 m x 10 m untuk memungkinkan kontrol yang lebih baik dari pengukuran. Tiga plot dipilih untuk menerima perlakuan silvikultur sementara tiga sisanya sebagai plot kontrol. Bahan dan Metode
  • 6. C. Pengukuran Dalam setiap plot, semua pohon minimal 10 cm dengan diameter 1,3 m (DBH) yang ditandai, dipetakan, diukur dan diidentifikasi spesies. Pohon dikategorikan menjadi tiga kelompok spesies yang berbeda. (1) dipterokarpa(misalnya Shorea spp, Dipterocarpus spp, Hopea. spp., Vatica spp., Dryobalanops spp.), (2) kayu komersial selain dipterokarpa (Misalnya Agathis spp., Durio spp., Koompassia spp., Dyera spp., Pal aquium spp.), Dan (3) jenis kayu non-komersial (termasuk spesies yang tidak diketahui) lanjutan
  • 8. Tingkat pertumbuhan rata-rata Tegakan di hutan bekas tebangan tanpa tambahan perlakuan silvikultur (yaitu control plot) adalah 0,29 cm per tahun untuk semua spesies dan 0,68 cm yr-1 untuk spesies dipterokarpa komersial. Hasil dan Diskusi
  • 9. Tabel 2. Rata-rata tingkat pertumbuhan pohon (cm tahun-1) Dari dipterokarpa komersial (CD),komersial non-dipterokarpa (CND) dan non-komersial (nC) spesies Kelompok dihitung untuk setiap periode pengukuran baik untuk pengobatan dan plot kontrol Pertumbuhan Kelompok semua spesies.
  • 10. Sekitar 75% dari pohon-pohon di plot kontrol memiliki tingkat pertumbuhan di bawah 0,4 cm yr-1. Selama periode pengamatan tujuh tahun, beberapa catatan pertumbuhan pohon melebihi 1 cm yr-1yang diamati pada plot kontrol (yaitu 2,8%); semua diwakili oleh kelompok spesies dipterokarpaceae. Lanjutan........
  • 11. Gambar 2. Frekuensi tingkat pertumbuhan pohon dari semua spesies selama pengamatan tujuh tahun periode plot kontrol Kelas tingkat pertumbuhan (cm tahun-1)Frequency (%)
  • 12. Gambar 3. Frekuensi tingkat pertumbuhan pohon dari semua spesies selama pengamatan tujuh tahun periode plot pengobatan Analisis efek pengobatan pada tingkat pertumbuhan pohon yang tersisa ditunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan bervariasi dengan waktu setelah perawatan aplikasi, pengobatan dan spesies Kelompok .
  • 13. Hasilnya penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan perlakuan silvikultur setelah penebangan dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan pohon yang tersisa. Penelitian lain juga menemukan sejenis Temuan (misalnya Nguyen-The et al, 1998;. de Graaf et al, 1999;. Wadsworth dan Zweede,2006). Efek positif menghapus liana dan girdling pohon bersaing pada pertumbuhan tingkat calon pohon yang diamati dalam penelitian ini mendukung gagasan bahwa pasca-penebangan perlakuan silvikultur yang diperlukan dan efektif .
  • 14. Penerapan perlakuan pembebasan setelah log melalui pemotongan liana dan girdling bersaing pohon meningkatkan tingkat pertumbuhan pohon yang tersisa di daerah studi areal bekas atas hutan di Kalimantan Barat. Tingkat pertumbuhan rata-rata tegakan tanpa perlakuan silvikultur tambahan sekitar setengah dari tingkat pertumbuhan yang diamati dalam plot perlakuan silvikultur. kesimpulan
  • 15. Tingkat pertumbuhan pohon yang tersisa bervariasi dengan pengobatan, waktu setelah Aplikasi pengobatan dan kelompok spesies. Lanjuuuutt.....
  • 16. Kayu kapas, kayu pulai.... Kedua kayu sama-sama mahal harganya.... Karna persentasi ambo sudah selesai,,,, sekarang saatnya kawan bertanya..!!!! Thank you my friends....!! Selesai.......