際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Ilmu Jarh Wa Tadil
Ditulis kembali Oleh :
Hamba Allah
Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa-
mahasiswi mampu :
Menguasai, Menjelaskan dan Menganalisis
Konsep Imu Jarh wa Tadil, Dasar Hukum,
Obyek Pentajrihan, Lafadz yang digunakan,
Teori yang digunakan bila terjadi Taarudl
Baina Tajrih wa Tadil dan Kitab-kitab Mutabar
dalam Ilmu Jarh Wa Tadil
Indikator
Pada akhir perkuliahan ini mahasiswa-
mahasiswi diharapkan mampu :
1. menjelaskan Konsep Dasar Jarh Wa Tadil
2. menjelaskan Dasar Hukum Jarh Wa Tadil
3. menjelaskan Obyek Pentajrihan Perawi
4. menjelaskan Lafadz Jarh Wa Tadil
5. Menjelaskan Taarudl Baina Tajrih-Tadil
1. Konsep Jarh wa Tadil
2. Dasar Hukum Jarh wa Tadil
3. Obyek Pentajrihan Perawi
4. Lafadz dan Peringkat Jarh wa Tadil
5. Taarudl Penilaian Tadil vs Tajrih
Materi Pokok
悋 惘悋悋惠 惡 忰惓  悋惘悋悸 悋忰悋  惡忰惓 悋悵 悋惺
惘惆悋
悋悴惘忰悋 愕惡 惡悋 悋忰惆惓 悋惘悋  悋愀惺 悋忰惆惓 惺惆悽 
惷惡愀 悋 惡惺惆悋惠
悋惠惺惆悋 惺惆 惡悖 惺 悋忰 悋惘悋 惠慍悸  惺愕
惷悋惡愀
Jarh : Proses yang dilakukan oleh seorang
kritikus hadis di dalam meneliti dan mengkaji
nilai kualitas intelektual dan kelurusan moral
seorang perawi dengan cara Membuka Aib
dan Kejelekan serta kekurangan yang terdapat
padanya. Keaiban dan Kecacatan yang nampak
pada diri seseorang berakibat pada ditolaknya
hadis yang disampaikan olehnya
Tadil adalah pemberian pujian baik oleh
seorang atau beberapa kritikus hadis yang
ditujukan pada seorang penyampai hadis,
sehingga hadis yang diriwayatkan oleh orang
yang ditadil bisa dijadikan sebagai hadis shohih
Kriteria Ulama Ahli Kritik
al Mutasadidun, yakni suatu kelompok ulama yang
amat ketat dalam meneliti dan teguh memegang
prinsip-prinsip verifikasi jarh wa tadil
al Mutawasithun, yakni kelompok yang agak
moderat, tidak kaku dan longgar di dalam
menggunakan persyaratan hadis-hadis shahih
al Mutasahilun, yaitu suatu kelompok ulama yang
agak longgar di dalam menerapkan prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan syarat-syarat penerimaan
hadis shahih
Persyaratan Ahli Kritik Perawi
1. Harus memiliki keahlian dalam Ulumul Hadis
2. Harus tahu hal-hal yang mencacatkan Rawi
3. Memiliki pengetahuan yang luas dalam Qaidah
dan Ushul al Hadis
4. Memiliki Integritas Keilmuan dan Ketaqwaan
5. Mencukupkan diri dalam mengkritik Perawi
6. Harus melakukan Rihlah dan penelitian Rawi
7. Memiliki reputasi yang luas dalam bidang
Ilmu Jarh Wa Tadil
8. Menjauhi sikap Taashub (Fanatik Mazhab)
DASAR HUKUM
 Surat al Hujurat ayat 6 berikut ini :
≒悖悋惠惶 悖 惠惡悋 惡惡悋悄 悋愕 悴悋悄 悒 悋悋 悋悵悋 惡悋
悋惆 惺惠 悋 惺 惠惶惡忰悋 惡悴悋悸(悋忰悴惘悋惠:6)
 artinya ;Hai orang-orang yang beriman jika
datang kepadamu orang fasiq membawa suatu
berita maka periksalah dengan teliti agar kamu
tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu
itu (al Hujurat :6).

≒惘悴 惘悴 悋  悒 惘悴悋  愆惆 悋愕惠愆惆悋
惠惘惷  悋惘悋惠悋惠悵惘 悒惆悋悋 惠惷 悖 悋愆惆悋悄
悋悖悽惘 悒忰惆悋悋(悋惡惘悸:282)
 artinya :Dan persaksikanlah dengan dua orang
saksi dari orang-orang lelaki (diantaramu) jika
tidak ada dua orang lelaki maka (boleh) seorang
lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridlai supaya jika seorang lupa maka
seorang lagi mengingatkannya ( Q.S al Baqarah
:282).
Obyek / Ruang Lingkup Jarh Tadil
Bidah.
Pelaku bidah dikategorikan dalam dua hal : yang
berakibat pada Kekafiran dan Kefasikan. Ada
yang melakukan bidah untuk amalannya sendiri
dan ada pula yang dia sebarkan kepada orang
lain.
Mukhalafah
Mukhalafah
Maksudnya adalah Seorang perawi yang
meriwayatkan sebuah hadis dan apa yang
diriwayatkannya itu bertentangan dengan
mayoritas umum periwayatan perawi yang lebih
Tsiqah darinya. Ada dua kemungkinan hadisya
menjadi Hadis Syadz atau menjadi Hadis
Matruk.
Ghalat
Ghalath
Maksudnya Kualitas hafalan seorang perawi
yang tidak pasti kevalidannya. Kadang sering
mengalami kekeliruan dalam hafalan dan
kadangkala hanya sedikit saja kesalahan
hafalannya. Ada kekeliruan hafalan yag bisa
merusak mana al- Hadis ada juga kekeliruan
periwayatan tapi tidak sampai merusak mana al
Hadis
Jahalatul Hal
Jahalatul Hal
Maksudnya adalah Ketidakjelasan Identitas atau
Keadaan si Perawi, baik menyangkut keserupaan
nama, ketidakjelasan nama, penggunaan laqab
dan kuniyah yang tidak pada tempatnya atau
karena adanya kesulitan memastikan identitas si
Perawi
Dawa al Inqitha
Dawa al Inqitha
Maksudnya adalah sebuah periwayatan hadis
yang diduga dalam hadis tersebut terdapat
keterputusan sanad atau ketidaksambungan
antar perawinya. Baik bisa dipastikan
keterputusan sanad karena sudah diketahui
identitas perawinya atau masih berupa dugaan
berdasarkan penggunaan Lafadz dalam proses
Tahammulu Wa Adaul Hadisnya
Tingkatan Lafadh Tadil
Tingkatan Pertama ialah tadil dengan
menggunakan ibarah atau ungkapan yang
menunjukkan Mubalaghah dalam mentadil
dengan menggunakan sighat Afal at Tafdlil dan
sebangsanya
悋惓 悋悋悋愕
悋惓惡惠 悋悋悋愕
悋惓悸  悋惠 悒
Tingkatan Kedua, cirinya perawi diberi gelar
dengan kalimah yang bermakna Adil dan Dhabit
akan tetapi tidak menggunakan sighat Afal at
Tafdlil. Sighat yang digunakan adalah pemberian
sifat adil dan dhabit dengan disertai adanya
Taukid baik Taukid Lafdhiy maupun Taukid
Manawiy.
惓悸 悋惓悸
惓悸惷悋惡愀
忰悴悸 忰悋惴 惓悸
Tingkatan Ketiga ini mengindikasikan adanya
sifat kecerdasan akal berupa kuat dan kokohnya
hafalan seorang perawi akan tetapi tidak
tergambar pada lafaz tersebut adanya sifat adil
yang harus terdapat pada seorang perawi
Tsiqah.
悋惷悋惡愀
悋忰悋惴
惠 悋
Tingkatan Keempat adalah Lafaz-lafaz yang
menggunakan sighat dan memberi pengertian
seorang perawi tersebut adalah Adil, akan tetapi
tidak mengindikasikan adanya sifat
dlabit/cerdas pada diri sang perawi tersebut.
悋惶惆
悋悖
惡悖愕 悋 悋惡
惡悖愕 惡 愕 悋
Tingkatan Kelima adalah Lafaz tadil dengan
yang memberi pengertian bahwa Perawinya
adalah seorang yang adil akan tetapi tidak
dhabit. Maksudnya adalah seorang perawi yang
dari segi moral berkualitas baik akan tetapi dari
segi kecerdasan intelektual kurang memadai.
忰 悋悋惶惆
惘悋 悋惺
悋愕愀
悋忰惆惓 悴惆 悋
Martabat Keenam ini adalah tadil dengan
menggunakan lafaz-lafaz yang memberi
pengertian perawi adalah seorang yang Adil
akan tetapi kualitas keadilannya tidak
meyakinkan. Artinya Keadilanya tidak sampai
pada derajat yang menjadikannya sebagai
seorang perawi yang bisa diterima hadisnya.
惶惆 悋悒愆悖悋
悋惡悖愕 悖 悋惘悴悋惡
惶忰
惡
KETENTUAN HUKUM
Kesimpulan :
Perawi yang di Tadil dengan lafaz yang berada di
peringkat 1 - 4 hadisnya Diterima sebagai hadis
shahih / hasan.
Akan tetapi bagi perawi yang di tadil dengan lafaz
pada peringkat ke 5-6 hadisnya tdk langsung
diterima juga tidak langsung ditolak, akan tetapi
harus dilakukan penelitian lebih lanjut melalui
metode al Itibar ( Hadis Syawahid dan Hadis
Mutabi )
Tingkatan Lafadh Tajrih
Tingkatan Pertama dari lafaz tajrih dengan
menggunakan ibarah yang menunjukkan
Mubalaghah dalam mentajrih yaitu dengan
menggunakan sighat Afal at Tafdlil dan
sebangsanya.
悋悵惡 悋悋悋愕
悋惷惺 悋悋悋愕
悋惷惺  悋惠 悒
Tingkatan Kedua adalah lafaz tajrih dengan
menggunakan ibarah yang menunjukkan
mubalaghah juga akan tetapi dengan
menggunakan lafaz-lafaz di bawah lafaz-lafaz
tingkat pertama.
悵悋惡
惷悋惺
惆悴悋
Tingkatan Ketiga ini adalah lafaz-lafaz tajrih
dengan menggunakan lafaz-lafaz yang memberi
pengertian perawi adalah seorang yang
tertuduh dusta atau memalsukan hadis, seorang
yang diabaikan hadisnya atau yang ditinggalkan
hadisnya.
惠 悋惡悋悵惡
惡悋 惠 悋惷惺
悋忰惆惓 惠惘 悋
Tingkatan Keempat ini adalah tajrih dengan
menggunakan lafaz-lafaz yang memberi
pengertian bahwa perawi bahwa perawi adalah
seorang yang sangat lemah kualitasnya sehingga
ulama melakukan penolakan terhadap hadisnya.
悋悋 悋忰惆惓
愀惘悽 悋悋忰惆惓
忰惆惓 惘惆悋 悋
Tingkatan Kelima ini adalah lafaz-lafaz
yang oleh para ulama dipandang sebagai
hadis yang berkualitas rendah dan kacau
hafalannya dan sebagainya.
忰惠悴 悋 悋惡
悋悋
悋忰惆惓 惘 悋
Tingkatan Keenam adalah Tingkatan atau
martabah yang lafaz-lafaz nya dipandang
sebagai hadis yang berkualitas rendah atau dhaif
tanpa menyebutkan letak atau sebab kedhaifan
hadis tersebut.
 悋惷惺
忰惆惓  悋惷惺
惺惘  惘 悋
KETENTUAN HUKUM
Kesimpulan :
Perawi yang di Tajrih dengan lafaz yang berada
di peringkat 1 - 4 hadisnya langsung Ditolak
sebagai hadis.
Sedangkan bagi perawi yang di tajrih dengan
lafaz pada peringkat ke 5-6 hadisnya tdk
langsung ditolak, akan tetapi harus dilakukan
penelitian lebih lanjut melalui metode al Itibar
( Hadis Syawahid dan Hadis Mutabi )
TAARUDL PENILAIAN
Jika terjadi penilaian yang berbeda
dalam menilai Kecacatan dan
Keadilan perawi, maka penilaian
manakah yang lebih didahulukan?
Bila ada seorang kritikus menilai
tercela (jarh) terhadap kualitas pribadi
seorang perawi tertentu, sementara
itu pada saat yang sama sang perawi
justru di puji (tadil) oleh kritikus yang
lainnya , maka yang dianggap benar
adalah kritikan yang berupa celaan
(jarh)
maksudnya adalah jika terdapat seorang kritikus
hadis menilai jarh atau mencela kualitas seorang
perawi sementara oleh ahli kritik yang lainnya
sang perawi justru dipuji atau ditadil, maka yang
dianggap benar adalah pendapat yang memuji
atau mentadil sang perawi, sehingga dengan
demikian hadis orang yang diperselisihkan
kualitas perawi sanadnya maka yang dianggap
valid adalah penilaian yang bersifat memuji
Bila terjadi perbedaan pendapat dalam
mengkritik dan memuji seorang
perawi, maka yang dimenangkan
adalah penilaian yang berisi pujian
kecuali jika kritikan itu disertai
penjelasan yang terperinci tentang
alasan-alasan kritikan tersebut
Jika Ulama Pengkritik yang mengemukakan
ketercelaan perawi itu adalah termasuk orang
yang dlaif, maka kritikannya terhadap orang
yang Tsiqah tidak dapat diterima.
Tidak mungkin orang yang lemah kualitas
keadilannya dianggap kredibel menilai perawi
yang kualitas keadilannya lebih baik.
Kritikan atau Penilaian negatif pada seorang
perawi yang belum jelas identitasnya akan
ditolak kecuali sudah bisa dipastikan bahwa
perawi yang dinilai itu tidak salah sasaran.
Sebab perawi seringkali dikenal tidak
berdasarkan namanya sendiri melainkan
berdasarkan nama Laqab, Kuniyah atau sebutan
yang populer baginya
 maksudnya adalah penilaian yang bersifat ketercelaan
terhadap seorang perawi jika itu adalah disebabkan oleh
adanya bentuk permusuhan dan pertikaian yang terjadi
diantara kedua perawi dan ahli kritik tersebut, maka
penilaian itu tidak bisa diperhitungkan sebagai kritik yang
valid.
 Dengan alasan bahwa hasil kritikan yang demikian ini
pastilah tidak didasarkan pada suatu kejujuran ilmiah dari
para pengkritiknya. Kebencian dan permusuhan yang
meliputi suasana hati sang pengkritik dan sang perawi tidak
akan bisa memunculkan suatu penilain yang bersifat
obyektif dan penuh raa tanggungjawab baik tanggungjawab
secara ilmiah amaupun yang bersifat keagamaan.

More Related Content

Pertemuan ke-13: ilmu Jarh wa Ta'dil

  • 1. Ilmu Jarh Wa Tadil Ditulis kembali Oleh : Hamba Allah
  • 2. Kompetensi Dasar Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa- mahasiswi mampu : Menguasai, Menjelaskan dan Menganalisis Konsep Imu Jarh wa Tadil, Dasar Hukum, Obyek Pentajrihan, Lafadz yang digunakan, Teori yang digunakan bila terjadi Taarudl Baina Tajrih wa Tadil dan Kitab-kitab Mutabar dalam Ilmu Jarh Wa Tadil
  • 3. Indikator Pada akhir perkuliahan ini mahasiswa- mahasiswi diharapkan mampu : 1. menjelaskan Konsep Dasar Jarh Wa Tadil 2. menjelaskan Dasar Hukum Jarh Wa Tadil 3. menjelaskan Obyek Pentajrihan Perawi 4. menjelaskan Lafadz Jarh Wa Tadil 5. Menjelaskan Taarudl Baina Tajrih-Tadil
  • 4. 1. Konsep Jarh wa Tadil 2. Dasar Hukum Jarh wa Tadil 3. Obyek Pentajrihan Perawi 4. Lafadz dan Peringkat Jarh wa Tadil 5. Taarudl Penilaian Tadil vs Tajrih Materi Pokok
  • 5. 悋 惘悋悋惠 惡 忰惓 悋惘悋悸 悋忰悋 惡忰惓 悋悵 悋惺 惘惆悋 悋悴惘忰悋 愕惡 惡悋 悋忰惆惓 悋惘悋 悋愀惺 悋忰惆惓 惺惆悽 惷惡愀 悋 惡惺惆悋惠 悋惠惺惆悋 惺惆 惡悖 惺 悋忰 悋惘悋 惠慍悸 惺愕 惷悋惡愀
  • 6. Jarh : Proses yang dilakukan oleh seorang kritikus hadis di dalam meneliti dan mengkaji nilai kualitas intelektual dan kelurusan moral seorang perawi dengan cara Membuka Aib dan Kejelekan serta kekurangan yang terdapat padanya. Keaiban dan Kecacatan yang nampak pada diri seseorang berakibat pada ditolaknya hadis yang disampaikan olehnya
  • 7. Tadil adalah pemberian pujian baik oleh seorang atau beberapa kritikus hadis yang ditujukan pada seorang penyampai hadis, sehingga hadis yang diriwayatkan oleh orang yang ditadil bisa dijadikan sebagai hadis shohih
  • 8. Kriteria Ulama Ahli Kritik al Mutasadidun, yakni suatu kelompok ulama yang amat ketat dalam meneliti dan teguh memegang prinsip-prinsip verifikasi jarh wa tadil al Mutawasithun, yakni kelompok yang agak moderat, tidak kaku dan longgar di dalam menggunakan persyaratan hadis-hadis shahih al Mutasahilun, yaitu suatu kelompok ulama yang agak longgar di dalam menerapkan prinsip-prinsip yang berkenaan dengan syarat-syarat penerimaan hadis shahih
  • 9. Persyaratan Ahli Kritik Perawi 1. Harus memiliki keahlian dalam Ulumul Hadis 2. Harus tahu hal-hal yang mencacatkan Rawi 3. Memiliki pengetahuan yang luas dalam Qaidah dan Ushul al Hadis 4. Memiliki Integritas Keilmuan dan Ketaqwaan 5. Mencukupkan diri dalam mengkritik Perawi 6. Harus melakukan Rihlah dan penelitian Rawi 7. Memiliki reputasi yang luas dalam bidang Ilmu Jarh Wa Tadil 8. Menjauhi sikap Taashub (Fanatik Mazhab)
  • 10. DASAR HUKUM Surat al Hujurat ayat 6 berikut ini : ≒悖悋惠惶 悖 惠惡悋 惡惡悋悄 悋愕 悴悋悄 悒 悋悋 悋悵悋 惡悋 悋惆 惺惠 悋 惺 惠惶惡忰悋 惡悴悋悸(悋忰悴惘悋惠:6) artinya ;Hai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu (al Hujurat :6).
  • 11. ≒惘悴 惘悴 悋 悒 惘悴悋 愆惆 悋愕惠愆惆悋 惠惘惷 悋惘悋惠悋惠悵惘 悒惆悋悋 惠惷 悖 悋愆惆悋悄 悋悖悽惘 悒忰惆悋悋(悋惡惘悸:282) artinya :Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (diantaramu) jika tidak ada dua orang lelaki maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridlai supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya ( Q.S al Baqarah :282).
  • 12. Obyek / Ruang Lingkup Jarh Tadil Bidah. Pelaku bidah dikategorikan dalam dua hal : yang berakibat pada Kekafiran dan Kefasikan. Ada yang melakukan bidah untuk amalannya sendiri dan ada pula yang dia sebarkan kepada orang lain.
  • 13. Mukhalafah Mukhalafah Maksudnya adalah Seorang perawi yang meriwayatkan sebuah hadis dan apa yang diriwayatkannya itu bertentangan dengan mayoritas umum periwayatan perawi yang lebih Tsiqah darinya. Ada dua kemungkinan hadisya menjadi Hadis Syadz atau menjadi Hadis Matruk.
  • 14. Ghalat Ghalath Maksudnya Kualitas hafalan seorang perawi yang tidak pasti kevalidannya. Kadang sering mengalami kekeliruan dalam hafalan dan kadangkala hanya sedikit saja kesalahan hafalannya. Ada kekeliruan hafalan yag bisa merusak mana al- Hadis ada juga kekeliruan periwayatan tapi tidak sampai merusak mana al Hadis
  • 15. Jahalatul Hal Jahalatul Hal Maksudnya adalah Ketidakjelasan Identitas atau Keadaan si Perawi, baik menyangkut keserupaan nama, ketidakjelasan nama, penggunaan laqab dan kuniyah yang tidak pada tempatnya atau karena adanya kesulitan memastikan identitas si Perawi
  • 16. Dawa al Inqitha Dawa al Inqitha Maksudnya adalah sebuah periwayatan hadis yang diduga dalam hadis tersebut terdapat keterputusan sanad atau ketidaksambungan antar perawinya. Baik bisa dipastikan keterputusan sanad karena sudah diketahui identitas perawinya atau masih berupa dugaan berdasarkan penggunaan Lafadz dalam proses Tahammulu Wa Adaul Hadisnya
  • 17. Tingkatan Lafadh Tadil Tingkatan Pertama ialah tadil dengan menggunakan ibarah atau ungkapan yang menunjukkan Mubalaghah dalam mentadil dengan menggunakan sighat Afal at Tafdlil dan sebangsanya 悋惓 悋悋悋愕 悋惓惡惠 悋悋悋愕 悋惓悸 悋惠 悒
  • 18. Tingkatan Kedua, cirinya perawi diberi gelar dengan kalimah yang bermakna Adil dan Dhabit akan tetapi tidak menggunakan sighat Afal at Tafdlil. Sighat yang digunakan adalah pemberian sifat adil dan dhabit dengan disertai adanya Taukid baik Taukid Lafdhiy maupun Taukid Manawiy. 惓悸 悋惓悸 惓悸惷悋惡愀 忰悴悸 忰悋惴 惓悸
  • 19. Tingkatan Ketiga ini mengindikasikan adanya sifat kecerdasan akal berupa kuat dan kokohnya hafalan seorang perawi akan tetapi tidak tergambar pada lafaz tersebut adanya sifat adil yang harus terdapat pada seorang perawi Tsiqah. 悋惷悋惡愀 悋忰悋惴 惠 悋
  • 20. Tingkatan Keempat adalah Lafaz-lafaz yang menggunakan sighat dan memberi pengertian seorang perawi tersebut adalah Adil, akan tetapi tidak mengindikasikan adanya sifat dlabit/cerdas pada diri sang perawi tersebut. 悋惶惆 悋悖 惡悖愕 悋 悋惡 惡悖愕 惡 愕 悋
  • 21. Tingkatan Kelima adalah Lafaz tadil dengan yang memberi pengertian bahwa Perawinya adalah seorang yang adil akan tetapi tidak dhabit. Maksudnya adalah seorang perawi yang dari segi moral berkualitas baik akan tetapi dari segi kecerdasan intelektual kurang memadai. 忰 悋悋惶惆 惘悋 悋惺 悋愕愀 悋忰惆惓 悴惆 悋
  • 22. Martabat Keenam ini adalah tadil dengan menggunakan lafaz-lafaz yang memberi pengertian perawi adalah seorang yang Adil akan tetapi kualitas keadilannya tidak meyakinkan. Artinya Keadilanya tidak sampai pada derajat yang menjadikannya sebagai seorang perawi yang bisa diterima hadisnya. 惶惆 悋悒愆悖悋 悋惡悖愕 悖 悋惘悴悋惡 惶忰 惡
  • 23. KETENTUAN HUKUM Kesimpulan : Perawi yang di Tadil dengan lafaz yang berada di peringkat 1 - 4 hadisnya Diterima sebagai hadis shahih / hasan. Akan tetapi bagi perawi yang di tadil dengan lafaz pada peringkat ke 5-6 hadisnya tdk langsung diterima juga tidak langsung ditolak, akan tetapi harus dilakukan penelitian lebih lanjut melalui metode al Itibar ( Hadis Syawahid dan Hadis Mutabi )
  • 24. Tingkatan Lafadh Tajrih Tingkatan Pertama dari lafaz tajrih dengan menggunakan ibarah yang menunjukkan Mubalaghah dalam mentajrih yaitu dengan menggunakan sighat Afal at Tafdlil dan sebangsanya. 悋悵惡 悋悋悋愕 悋惷惺 悋悋悋愕 悋惷惺 悋惠 悒
  • 25. Tingkatan Kedua adalah lafaz tajrih dengan menggunakan ibarah yang menunjukkan mubalaghah juga akan tetapi dengan menggunakan lafaz-lafaz di bawah lafaz-lafaz tingkat pertama. 悵悋惡 惷悋惺 惆悴悋
  • 26. Tingkatan Ketiga ini adalah lafaz-lafaz tajrih dengan menggunakan lafaz-lafaz yang memberi pengertian perawi adalah seorang yang tertuduh dusta atau memalsukan hadis, seorang yang diabaikan hadisnya atau yang ditinggalkan hadisnya. 惠 悋惡悋悵惡 惡悋 惠 悋惷惺 悋忰惆惓 惠惘 悋
  • 27. Tingkatan Keempat ini adalah tajrih dengan menggunakan lafaz-lafaz yang memberi pengertian bahwa perawi bahwa perawi adalah seorang yang sangat lemah kualitasnya sehingga ulama melakukan penolakan terhadap hadisnya. 悋悋 悋忰惆惓 愀惘悽 悋悋忰惆惓 忰惆惓 惘惆悋 悋
  • 28. Tingkatan Kelima ini adalah lafaz-lafaz yang oleh para ulama dipandang sebagai hadis yang berkualitas rendah dan kacau hafalannya dan sebagainya. 忰惠悴 悋 悋惡 悋悋 悋忰惆惓 惘 悋
  • 29. Tingkatan Keenam adalah Tingkatan atau martabah yang lafaz-lafaz nya dipandang sebagai hadis yang berkualitas rendah atau dhaif tanpa menyebutkan letak atau sebab kedhaifan hadis tersebut. 悋惷惺 忰惆惓 悋惷惺 惺惘 惘 悋
  • 30. KETENTUAN HUKUM Kesimpulan : Perawi yang di Tajrih dengan lafaz yang berada di peringkat 1 - 4 hadisnya langsung Ditolak sebagai hadis. Sedangkan bagi perawi yang di tajrih dengan lafaz pada peringkat ke 5-6 hadisnya tdk langsung ditolak, akan tetapi harus dilakukan penelitian lebih lanjut melalui metode al Itibar ( Hadis Syawahid dan Hadis Mutabi )
  • 31. TAARUDL PENILAIAN Jika terjadi penilaian yang berbeda dalam menilai Kecacatan dan Keadilan perawi, maka penilaian manakah yang lebih didahulukan?
  • 32. Bila ada seorang kritikus menilai tercela (jarh) terhadap kualitas pribadi seorang perawi tertentu, sementara itu pada saat yang sama sang perawi justru di puji (tadil) oleh kritikus yang lainnya , maka yang dianggap benar adalah kritikan yang berupa celaan (jarh)
  • 33. maksudnya adalah jika terdapat seorang kritikus hadis menilai jarh atau mencela kualitas seorang perawi sementara oleh ahli kritik yang lainnya sang perawi justru dipuji atau ditadil, maka yang dianggap benar adalah pendapat yang memuji atau mentadil sang perawi, sehingga dengan demikian hadis orang yang diperselisihkan kualitas perawi sanadnya maka yang dianggap valid adalah penilaian yang bersifat memuji
  • 34. Bila terjadi perbedaan pendapat dalam mengkritik dan memuji seorang perawi, maka yang dimenangkan adalah penilaian yang berisi pujian kecuali jika kritikan itu disertai penjelasan yang terperinci tentang alasan-alasan kritikan tersebut
  • 35. Jika Ulama Pengkritik yang mengemukakan ketercelaan perawi itu adalah termasuk orang yang dlaif, maka kritikannya terhadap orang yang Tsiqah tidak dapat diterima. Tidak mungkin orang yang lemah kualitas keadilannya dianggap kredibel menilai perawi yang kualitas keadilannya lebih baik.
  • 36. Kritikan atau Penilaian negatif pada seorang perawi yang belum jelas identitasnya akan ditolak kecuali sudah bisa dipastikan bahwa perawi yang dinilai itu tidak salah sasaran. Sebab perawi seringkali dikenal tidak berdasarkan namanya sendiri melainkan berdasarkan nama Laqab, Kuniyah atau sebutan yang populer baginya
  • 37. maksudnya adalah penilaian yang bersifat ketercelaan terhadap seorang perawi jika itu adalah disebabkan oleh adanya bentuk permusuhan dan pertikaian yang terjadi diantara kedua perawi dan ahli kritik tersebut, maka penilaian itu tidak bisa diperhitungkan sebagai kritik yang valid. Dengan alasan bahwa hasil kritikan yang demikian ini pastilah tidak didasarkan pada suatu kejujuran ilmiah dari para pengkritiknya. Kebencian dan permusuhan yang meliputi suasana hati sang pengkritik dan sang perawi tidak akan bisa memunculkan suatu penilain yang bersifat obyektif dan penuh raa tanggungjawab baik tanggungjawab secara ilmiah amaupun yang bersifat keagamaan.