Secara umum postmo mengatakan bahwa ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu yang paling valid bahkan ilmu alam sekalipun, ilmu adalah hasil konstruksi para ilmuwan, dimana diri mereka sendiri tidak bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu.
2. PostModernism
Postmodernisme adalah sebuah perspektif
yang tidak mudah untuk didefinisikan.
Definisi postmodernisme masih
diperdebatkan oleh banyak pihak, bahkan
oleh para pendukungnya sendiri.
Adapun Pemikir-pemikir postmodernism
antara lain: Max Weber, Richard Ashley,
Robert B.J. Walker, D. Campbell.
3. PostModernism
Secara umum postmo mengatakan bahwa
ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu yang
paling valid bahkan ilmu alam sekalipun,
ilmu adalah hasil konstruksi para ilmuwan,
dimana diri mereka sendiri tidak bebas dari
kepentingan-kepentingan tertentu.
Postmodernisme tidak dapat dikatakan
sebagai kontinuitas dari teori kritis.
4. PostModernism
Apabila teori kritis berasumsi bahwa proyek
pencerahan harus dilanjutkan, dengan kata lain era
modernisme harus di rekonstruksi. Postmodernisme
berpendapat bahwa proyek pencerahan telah gagal
sama sekali, modernisme harus di dekonstruksi dari
dalam.
Secara ironis dapat dikatakan bahwa postmodernisme
menghancurkan teori modernisme dari dalam namun
sayangnya tanpa menyediakan solusi atau teori baru
untuk menggantikannya.
5. Power and Knowledge in IR
Postmodernisme memandang bahwa power
membutuhkan knowledge, dan knowledge juga
membutuhkan power. Kebenaran bisa diciptakan oleh
pihak yang dominan, yang memiliki knowledge dan
power.
Power di sini lebih berupa authority, otoritas untuk
menekan pihak lain agar mau menerima kebenaran yang
diciptakan oleh pihak dominan ini. Dengan kata lain,
kebenaran adalah hasil konstruksi sebuah rezim of truth.
Knowledge tidak bersifat objektif, knowledge bisa
dipercaya dengan adanya power. Power kemudian
berpengaruh kepada sovereignty.
7. Genealogy
Genealogi difahami sebagai sebuah metode
penemuan kebenaran melalui intepretasi proses
sejarah yang bertujuan sebagai counter terhadap
pemaknaan tunggal atau narasi mayoritas.
Dikatakan oleh kaum postmodernisme, bahwa
sejarah tidak tunggal. Selalu ada pluralitas dalam
sejarah, sementara itu hanya satu perspektif yang
kita lihat dan kita pahami selama ini.
8. Dekonstruksi
Postmodernisme merupakan sebuah penolakan
radikal terhadap pemikiran modern.
Postmodernisme adalah sebuah revolusi dalam ilmu
pengetahuan. Secara lebih tegas, postmo menandai
berakhirnya cara pandang yang totalistik dan utuh.
Postmodernisme tidak memiliki teori. Ia berfungsi
sebagai mata pisau untuk mengoyak teori-teori
yang bersifat otoritatif dan tunggal, yang di
konstruksi oleh kekuasaan yang ada dan diamini
selama beberapa lamanya oleh umat manusia.
Intinya adalah penolakan adanya realitas yang utuh
dan tunggal sebagai obyek dari persepsi kita.
9. Karakter dari pemikiran modern adalah
apa yang disebut sebagai Logocentris,
yaitu alam menyediakan segala sesuatu dan
kita tinggal mengaksesnya atau
mempelajarinya.
Permasalahannya kemudian adalah, tidak
semua orang memiliki akses terhadap apa
yang disediakan oleh alam.
Postmodernisme berusaha untuk
mendekonstruksi hal ini.
10. Postmodernisme tidak percaya kepada logocentris.
Postmodernisme berupaya untuk mendekonstruksi segala
definisi yang dapat memenjarakan. Jika satu pihak sudah
memberikan definisi atau melakukan kategorisasi, maka
artinya satu penjara telah tercipta.
Kategorisasi semacam ini bisa menimbulkan discourse,
yaitu wacana yang menggambarkan diri sendiri benar
dan pihak lain salah. Karena pihak lain dianggap salah,
maka pihak lain itu harus dikembalikan ke jalan yang
benar dengan menggunakan power dan knowledge yang
dimiliki, misalnya dengan dimasukkan ke penjara atau ke
rumah sakit jiwa.
Contoh dari discourse adalah peristiwa holocaust serta
adanya RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi.
11. Postmodernisme tidak menerima kategorisasi
seperti ini. Postmodernisme memandang bahwa
tidak masalah jika ada definisi tentang kebenaran,
asalkan semua pihak memiliki akses terhadap
kebenaran tersebut.
Postmodernisme ingin agar setiap orang
mengklaim atau memberi karakter tentang
dirinya sendiri, dan bukan orang lain yang
memberikan label. Sehingga, postmodernisme
tidak bisa menerima labelisasi semacam normal,
gila, porno, dan sebagainya.
12. Dengan demikian, postmodernisme sangat
menjunjung subyektivitas. Hal ini kemudian
menimbulkan kritik bahwa jika subyektivitas adalah
segala-galanya, maka akan terbuka kemungkinan
timbulnya sebuah dunia yang anarki, karena setiap
orang menjadi berhak melakukan apa saja yang
menurutnya benar.
Postmodernisme yang anti kemapanan menjadi
terlihat hanya mampu mendekonstruksi tanpa bisa
memberikan solusi ideal atas apa yang
didekonstruksinya.
Dengan kata lain, postmodernisme hanya terima
bongkar tapi tidak terima pasang.