2. PENGERTIAN
Definisi asma yang saat ini banyak dipakai di
indonesia yaitu Asma adalah penyakit paru
dengan karakteristik :
ï‚— Obtruksi saluran nafas yang bersifat
reversible baik secara
ï‚— spontan maunpun secara farmakologis.
ï‚— Inflamasi saluran pernafasan bersifat kronis
ï‚— peningkatan respon saluran nafas terhadap
berbagai
ï‚— rangsangan.
3. EPIDEMIOLOGI
ï‚— Insiden terjadinya asma dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain : jenis kelamin, umur
pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor
lingkungan. Pada negara maju seperti Amerika dan
Inggris insiden terjadinya asma adalah 5 % dari
populasi, ini merupakan jumlah yang cukup banyak.
ï‚— Perbandingan antara anak perempuan dan anak laki-
laki 1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa perbandingan
ini sama dan pada fase menopause perbandingan
antara perempuan dan laki-laki relatif tidak jauh
berbeda saat anak. Prevalensi terjadinya asma lebih
banyak pada anak kecil dari pada orang dewasa.
4. PATOGENESIS
Patogenesis dan etiologi dari asma masih
belum banyak diketahui dengan pasti
tetapi beberapa literatur mencoba
menawarkan hipotesis yang mungkin
dapat menjelaskan terjadinya asma.
Dasar hipotesis yang berkembang saat ini
adalah mekanisme inflamasi dan
mekanisme respon saluran pernafasan
yang berlebihan.
5. PATOFISIOLOGI
Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan
kombinasi dari spasme otot bronkus, sumbat
mukosa, edema dan inflamasi dinding bronkus.
Obstruksi bertambah berat selama periode ekspirasi
karena secara fisiologis saluran nafas pada fase
tersebut. Sehingga udara pada distal terperangkap
dan tak dapat di ekspirasikan, kemudian terjadi
peningkatan volume residu, kapasaitas residu
fungsional dan penderita akan bernafas dengan
volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total.
Keadaan ini kita sebut dengan hiperinflasi yang
bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan
pertukaran gas dapat terjadi, hiperinflasi memerlukan
bantuan otot bantu pernafasan.
6. KLASIFIKASI
ï‚— Asma mempunyai karakteristik yang berbeda antara
satu dan yang lain. Karakteristik ini tergantung pada
etiologi dari asma itu sendiri. Dahulu asma dibagi
dalam 2 hal besar yaitu asma alergenik atau asma
intrinsik dan asma non alergenik atau non alergi.
Asma yang bersifat alergenik pada umumnya
dijumpai pada anak-anak mekanisme yang
menjelaskan adalah reaksi immunologi berupa
hipersensitivitas terhadap alergen, sedangkan non
alergenik umumnya terjadi pada orang dewasa. Saat
ini kedua klasifikasi tidak lagi dipakai karena pada
beberapa pasien dapat datang berobat dengan ke-2
jenis asma sehingga perlu ada klasifikasi yang lebih
spesific untuk menjelaskan tentang asma.
7. Kesepakatan para ahli membagi kedalam 6 kategori
berdasarkan etiologi dari asma itu sendiri yaitu :
ï‚— Asma ekstrinsik atopic
ï‚— Asma ekstrinsik non atopik
ï‚— Asma kriptogenik
ï‚— Asma karena kegiatan jasmani
ï‚— Asma yang berkaitan dengan penyakit bronko
pulmonary
ï‚— dan lain lain.
Sedangkan berdasarkan tingkat kegawatan asma
terbagi dalam :
ï‚— Asma ringan
ï‚— Asma sedang
ï‚— Asma berat
ï‚— Asma pada kehamilan
8. GEJALA KLINIK
Gambaran asma secara klasik adalah episodik
batuk, mengi dan sesak nafas. Pada periode awal
gejala sering tidak jelas seperti rasa berat di
dada, dan pada asma tipe alergenik sering
disertai bersin-bersin dan pilek. Walaupun
awalnya batuk tanpa sekret dalam perjalanannya
terjadi sekret yang berwarna mukoid sampai
dengan purulen. Pada sebagian penderita gejala
klinis hanya batuk tanpa disertai mengi atau
dikenal dengan cough variant asthma bila hal ini
muncul maka konfirmasi dengan pemeriksaan
spirometri dan lakukan bronkodilator tes atau uji
provokasi bronkus dengan metakolin.
9. pada setiap waktu tergantung pada ada tidaknya faktor
pencetus. Faktor pencetus pada asma antara lain :
ï‚— Infeksi virus pada saluran pernafasan atas.
ï‚— Paparan alergen tertentu
ï‚— Paparan terhadap bahan iritan seperti asap rokok, dan
minyak wangi.
ï‚— Kegiatan jasmani seperti lari yang melelahkan
ï‚— Emosional
ï‚— Obat-obatan tertentu seperti aspirin, beta bloker, dan anti
inlamasi
ï‚— non steroid
ï‚— Lingkungan kerja
ï‚— Polusi udara
ï‚— Pengawet makanan seperti sulfit.
ï‚— Lainnya seperti kehamilan dan sinusitis.
Hal yang membedakan antara asma dan penyakit paru
lainnya adalah pada saat serangan asma dapat hilang
dengan ataupun tanpa obat-obatan.
10. PEMERIKSAAN FISIK
Perhatian pertama adalah pada keadaan
umum pasien, pasien dengan kondisi
yang sangat berat akan duduk tegak.
Selain itu pada pemeriksaan fisik
didapatkan ;
ï‚— penggunaan otot-otot bantu pernafasan
ï‚— Frekuensi nafas > 30 kali per menit
ï‚— Takikardia > 120 x/menit
ï‚— Pulsus Parokdoksus >12 mmHg
ï‚— wheezing ekspiratoar
11. PEMERIKSAAN PENUNJANG
ï‚— Spirometri
Cara yang sederhana adalah uji bronkodilator
nebulizer golongan adrenerjek beta. Uji ini dilakukan
menggunakan spirometri sebelum dan sesudah
penggunaan bronkhodilator, bila didapatkan
peningkatan VEP1 atau KVP lebih dari 20% maka
didiagnosis sebagai asma, tetapi bila tidak memenuhi
kriteria ini diagnosis asma belum tentu gugur
memerlukan tes konfirmasi yang lain.
Pemeriksaan menggunakan spirometri selain
menegakkan diagnosis juga dapat menilai derajat
obstruksi yang ada dan efek pengobatan yang telah
dilakukan.
12. ï‚— Uji provokasi bronkhus
Tes ini jarang dilakukan di indonesia. Tes ini untuk
memprovokasi bronkus agar efek asma bisa dibaca, tes ini
menggunakan histamin, metakolin, kegiatan
jasmani, udara dingin, larutan garam hipertonik. Bila
terjadi penurunan VEP1 sebesar 20% maka dianggap
bermakna. Uji jasmani dilakukan dengan meminta
penderita berlari cepat selama 6 menit sehingga mencapai
denyut jantung 80 sd 90 % kemudian dievaluasi. Jika
terjadi penurunan arus puncak ekspirasi minimal 10%
maka dapat dinyatakan positip.
ï‚— Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil merupakan ciri dari asma, menggunakan
kristal Charcot-leyden, dan spiral Curschmann.