1. A. Pendahuluan
Minyak kelapa murni atau biasa disebut VCO (singkatan dari Virgin Coconut Oil)
yang telah terbukti bermanfaat bagi kesehatan, saat ini mulai banyak dicari orang untuk
menyelesaikan permasalahan kesehatan. Selain juga didukung tren yang berkembang
mengenai makanan kesehatan sekarang ini mulai mengarah kepada bahan-bahan yang
berasal dari alam dan murni. Apalagi bagi orang-orang yang mempunyai ketergantungan
tinggi terhadap obat-obat kimia dan merasa tidak ada perubahan. Dalam banyak publikasi,
VCO telah terbukti mampu mengatasi dan membantu menyembuhkan berbagai macam
penyakit seperti diabetes, darah tinggi, hepatitis, maag, kista indung telur bahkan jantung
koroner. Hal tersebut membuka suatu peluang usaha untuk memproduksi VCO dan
memasarkannya ke masyarakat, apalagi bahan baku kelapa yang berkualitas mudah
diperoleh dan murah. Proses pembuatannya juga mudah dan tidak memerlukan peralatan
yang rumit dan canggih, bahkan bisa dilakukan sebagai industri rumah tangga. Selain
menghasilkan VCO, hasil samping dan limbah produksi VCO bisa dimanfaatkan juga
sebagai peluang bisnis lain seperti:
- sabut kelapa dibuat keset atau bahan baku jok mobil
- tempurung kelapa bisa diolah menjadi peralatan rumah tangga dan bahan bakar arang
- air kelapa diolah menjadi nata de coco
- ampas perasan santan sebagai bahan isian kayu lapis
- santan menjadi VCO
- lapisan minyak di bawah VCO digunakan sebagai minyak goreng
- endapan minyak kelapa bisa diolah menjadi makanan atau kuah gudeg
Peluang usaha yang sangat menjanjikan dan permintaan masyarakat yang
semakin meningkat membuat pebisnis ramai-ramai mencuri start untuk memproduksi VCO
sehingga dalam kurun waktu singkat berbagai macam merek dan kualitas VCO telah
beredar di pasaran. Ibarat medan perang, para pengusaha bertarung mengusung merek
masing-masing. Berbagai teknologi ditawarkan demi menghasilkan minyak perawan
bermutu, sebut saja teknik pancingan, fermentasi, penambahan asam dan lain-lain. Bagi
perusahaan besar, mereka tak segan menggandeng lembaga penelitian untuk menguji
produk agar mutunya prima. Tak jarang beberapa produsen mencantumkan lembaga
penelitian sebagai jaminan bahwa produknya bermutu.
2. 2
Dari berbagai penelitian terhadap VCO, asam laurat didaulat berperan penting.
Berpedoman pada hasil tersebut, para produsen berlomba menghasilkan produk berkadar
asam laurat tinggi. Di pasaran, VCO beredar dengan kadar asam laurat yang bervariasi
antara 44 55 %.
B. Alasan Memilih Suatu Produk VCO
Membanjirnya merek VCO di pasaran membuat konsumen banyak pilihan,
sehingga produsen VCO harus benar-benar paham tentang keunggulan dan kelebihan
VCO serta strategi memasarkan produknya. Ada beberapa hal penting yang menjadi
pertimbangan konsumen untuk membeli suatu produk VCO, tentu saja setiap konsumen
pasti menginginkan VCO yang berkualitas. Hal-hal tersebut harus diketahui oleh produsen
dan informasi tersebut bisa diketahui oleh konsumen di produk VCO yang mereka
pasarkan, antara lain :
1. Kualitas VCO
Konsumen di Indonesia terpaku pada kadar asam laurat sehingga mereka
menganggap VCO yang berkualitas harus mempunyai kadar asam laurat yang tinggi.
Memang semakin tinggi kadarnya semakin bagus VCO, tetapi yang rendah pun 40%
bukan berarti jelek. Idealnya, kandungan asam laurat di dalam VCO di atas 47%. Orang
sehat sebetulnya tidak membutuhkan asam laurat dari VCO, sebab menu sehari-hari
sudah mengandung asam-asam lemak termasuk asam laurat. Konsumsi langsung
biasanya diperlukan oleh orang sakit. Tetapi bagi orang sehat yang aktivitasnya lebih
tinggi dari energi yang dimiliki perlu untuk mengkonsumsi VCO.
Secara fisik, VCO yang bagus berwarna putih bening seperti air dan jernih. Selain
itu beraroma harum dan rasa bisa diterima serta tidak tengik. Tengik terjadi akibat proses
oksidasi karena tingginya kadar air dalam VCO, semakin tinggi kadar air maka VCO
semakin cepat tengik. Di samping itu, protein yang masih tersisa juga bisa memicu
ketengikan bila melebihi ambang batas, 0,5 %. Di dasar botol VCO kadang terdapat
butiran kecil, halus dan putih yaitu protein yang mengendap akibat penyaringan tak
sempurna. Protein merupakan sarana mikroba untuk tumbuh sehingga menyebabkan
ketengikan. Endapan lain yang mungkin timbul di dasar botol biasanya berwarna cokelat
yang merupakan partikel lemak yang tidak berbahaya.
3. 3
Banyaknya protein dalam VCO dapat diketahui dari endapan berupa butiran kecil,
halus dan putih tersebut. Cara memunculkan endapan mudah, VCO dimasukkan lemari es
hingga warnanya berubah. Setelah dikeluarkan dari lemari es, maka beberapa saat
kemudian VCO akan kembali ke bentuk semula. Saat itulah biasanya endapan muncul.
Sedangkan untuk melihat kadar air, dapat dilakukan dengan mengocok-ngocok VCO di
dalam botol. Jika gelembung-gelembungnya bertahan lama untuk naik, maka kadar airnya
rendah. Sebaliknya jika kadar airnya tinggi, gelembungnya cepat naik. Uji lain dapat
dilakukan dengan mendiamkan VCO pada suhu rendah, dalam ruangan berpendingin.
Jika VCO mudah membeku maka kemurniannya lebih bagus, sebab di bawah suhu 25oC
minyak kelapa murni sudah membeku tetapi jika kadar airnya tinggi proses pembekuan
menjadi lebih lama.
2. Proses pengolahan VCO
Proses pengolahan VCO layak diketahui calon konsumen, sebab teknologi juga
mempengaruhi kualitas/mutu VCO yang dihasilkan. VCO yang diperoleh melalui proses
enzimatis dan pancingan, berpeluang meningkatkan kadar asam lemak bebas yang
bersifat karsinogenik atau merangsang tumbuhnya sel kanker. Asam lemak bebas
melonjak karena terjadinya fermentasi dimana enzim memecah asam lemak menjadi
asam lemak bebas. Semakin lama inkubasi semakin tinggi juga penambahan asam lemak
bebas. Dengan proses enzimatis, VCO dihasilkan selama 5 8 jam dan fermentasi
lebih dari itu akan memacu penambahan asam lemak bebas. Oleh karena itu produsen
yang memproduksi VCO dengan teknologi enzimatis dan pancingan mesti ekstradisiplin
sehingga begitu terbentuk minyak kelapa harus segera dipisahkan. Penambahan waktu
produksi satu jam saja menyebabkan penambahan asam lemak bebas yang lumayan
banyak. Adanya asam lemak bebas bisa dideteksi dengan indera penciuman yaitu adanya
bau alkohol asam dan rasanya agak masam.
Sebenarnya metode enzimatis mempunyai beberapa keunggulan, dimana VCO
yang dihasilkan melalui teknologi enzimatis mampu membuang bahan terlarut yang tidak
diperlukan dan membahayakan tubuh. Contohnya, cendawan Aspergilus flavus penyebab
aflatoksin dan mikroba lain dapat dihilangkan oleh enzim.
Teknologi pengolahan lain adalah pres dan pemanasan (minimal). Keduanya
mengubah warna VCO menjadi kekuningan. Pemanasan minimal, 50 60oC tidak
4. 4
mengubah senyawa aktif dalam VCO lantaran tahan panas. Asam laurat, misalnya, rusak
pada pemanasan di atas 306oC.
3. Penampilan VCO
Balutan baju sang perawan merupakan faktor penting yang mempengaruhi calon
konsumen untuk memilih suatu produk. Di pasaran, VCO tampil dengan balutan aneka
bahan, ada yang dikemas dalam botol kaca atau plastik bahkan ada yang lebih canggih
lagi yaitu botol kaca itu masih ditutup styrofoam yang kedap bau. Warna botol pun banyak
ragamnya, dengan warna kemasan putih bening mendominasi pasaran meski VCO
beresiko terdegradasi jika terkena deraan sinat matahari terus menerus. Ada juga warna
kemasan putih susu dan coklat, botol berwarna gelap melindungi VCO dari sinar matahari
tetapi konsumen tidak bisa melihat kejernihannya.
Jenis kemasan VCO, mempengaruhi laju peningkatan kadar air dan kandungan
asam lemak bebas dalam VCO. Pengemasan dalam botol kaca menyebabkan kadar air
VCO lebih rendah bila penyimpanan dilakukan selama 4 bulan, yakni 0,072%. Dalam
kurun waktu yang sama, kadar air menjadi 0,122% jika dikemas dalam botol plastik.
Semakin lama disimpan, kadar asam lemak bebas VCO ternyata menurun sehingga VCO
tahan disimpan hingga kurang lebih 2 tahun.
4. Informasi VCO
Informasi lengkap tentang VCO dari produsen juga sangat membantu konsumen
untuk menentukan pilihan. Dalam hal ini label kemasan dan brosur memegang peranan
penting. Label kemasan setidaknya harus mencantumkan merek, nama produsen, izin
edar VCO, keterangan singkat produk, proses pengolahan, cara penggunaan dan kode
produksi serta waktu kadaluarsa produk. Jika memungkinkan dicantumkan komposisi
produk yang diujikan di laboratorium. Izin edar berupa kode seperti BPOM MD, BPOM TR,
Depkes RI P-IRT atau Depkes RI SP yang dilanjutkan nomor registrasi. Adanya ijin edar
tersebut akan menambah keyakinan konsumen terhadap suatu merek VCO juga
menjamin keamanan konsumen. Keterangan singkat produk dan cara pengolahan akan
memberikan gambaran kepada konsumen tentang produk VCO. Tanggal kadaluarsa
produk merupakan suatu keharusan karena menentukan kualitas VCO, masih layak dan
aman atau tidak untuk dikonsumsi.
5. 5
Informasi yang lebih detail disajikan dalam brosur, antara lain mengenai penyakit-
penyakit yang dapat disembuhkan dan tentang manfaat VCO bagi kesehatan. Apa yang
dicantumkan di label kemasan, dijelaskan lebih rinci dalam brosur. Nama produsen dan
alamat yang bisa dihubungi harus dicantumkan dengan jelas sehingga konsumen akan
lebih mudah memperoleh produk.
5. Volume kemasan
Volume kemasan VCO sebaiknya berkisar antara 50 100 ml, karena setiap
kemasan yang sudah dibuka baik digunakan maksimal 1 bulan, untuk menjaga kualitas
VCO tetap bagus. Sehingga dibuat produk VCO kemasan dengan volume tersebut sesuai
kebutuhan selama 1 bulan. Selain itu ditinjau dari harga, akan terasa lebih murah
dibandingkan apabila harus membeli kemasan 500 ml atau 1 liter.
6. Harga
Harga juga merupakan faktor penting bagi konsumen untuk memilih suatu produk
VCO. Harga yang murah belum tentu akan membuat konsumen tertarik untuk membeli,
karena harga yang terlalu murah dibandingkan produk-produk produsen lain akan
membuat konsumen meragukan kualitas. Oleh karena itu pada waktu penentuan harga,
yang pertama dilakukan adalah menghitung biaya produksi.
Misalnya : Untuk membuat 1 liter minyak kelapa murni dengan kualitas baik diperlukan
kurang lebih 7 buah kelapa kualitas baik. Biaya operasional produksi seperti peralatan
habis pakai dan tenaga harus diperhitungkan, ditambah biaya sampai VCO terkemas dan
siap dijual. Perhitungannya sebagai berikut :
- 7 buah kelapa kualitas bagus @Rp 1.200,00 Rp 8.400,00
- biaya parut dan peras santan @Rp 400,00 Rp 2.800,00
- saringan habis pakai Rp 10.000,00
- tenaga Rp 20.000,00
- lain-lain Rp 8.000,00
Total Rp 49.200,00
1 L minyak dikemas @ 50 ml maka biaya produksi per kemasan : Rp 49.200,00 / 20 = Rp
2.460,00
ditambah biaya label, brosur, botol dan pengemasan @Rp 2.300,00 menjadi Rp 4.760,00.
6. 6
Maka biaya produksi per kemasan 50 ml sebesar Rp 4.760,00
Selanjutnya produsen perlu melakukan survey berapa harga VCO di pasaran untuk
menentukan harga. Rata-rata VCO yang beredar di pasaran, dijual dengan selisih sekitar
40 % dari biaya produksi, sehingga bisa dikatakan memberikan keuntungan lumayan
besar. Tetapi untuk produsen pemula, sebaiknya mengambil harga sedikit di bawah harga
pasar.
C. Strategi Pemasaran
Hal selanjutnya yang harus dipikirkan oleh produsen adalah bagaimana
memasarkan produknya. Menghadapi persaingan yang ketat, setelah menghasilkan
produksi berkualitas dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, perlu suatu
strategi pemasaran. Pertama, ditentukan potensi pasar yang baik misalnya ibu-ibu. Untuk
menggarap potensi tersebut, pengenalan produk bisa dilakukan dengan membagi brosur
pada arisan ibu-ibu, menitipkan produk di warung-warung belanja, toko-toko disertai
brosur. Potensi pasar yang lain misalnya penderita sakit, maka perlu dicoba memasarkan
produk di puskesmas, menitipkan di apotik, di tempat praktek dokter dan tempat-tempat
sejenis. Untuk pemasaran yang lebih luas dilakukan penawaran bagi orang-orang yang
bersedia menjadi distributor terutama di daerah-daerah luar kota Yogyakarta. Pendekatan
personal juga perlu dilakukan untuk menjelaskan tentang produk dan manfaatnya.
D. Penutup
Demikianlah uraian tentang analisis ekonomi usaha produksi dan pemasaran
Virgin Coconut Oil. Semakin banyak permintaan terhadap VCO, ternyata pelaku usaha
yang bergerak di bidang pembuatan VCO juga semakin banyak. Oleh karena itu mulai dari
perencanaan awal hingga pemasaran VCO harus diperhitungkan dengan baik dan cermat.
E. Daftar Pustaka
Anonim; VCO, sang perawan yang dicari; Harian Kompas Tanggal 23 November 2005
Bambang Setiaji; Pengolahan Kelapa Terpadu, Jurusan Kimia FMIPA UGM, 2005
Trubus; Virgin Coconut Oil; Penerbit Majalah Trubus, Jakarta, Juli 2005