ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
Pembimbing : dr.Bustami Sp.BS
    Oleh : dr.T.Ronasky
      dr.Aswad affandi
PENDAHULUAN
 Bagian sistem saraf yang mengatur fungsi viseral tubuh disebut sistem saraf
    otonom.
   Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf tepi yang mengatur fungsi
    viseral tubuh.
   Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat-pusat yang terletak di
    medula spinalis, batang otak, dan hipotalamus.
   Juga, bagian korteks serebri khususnya korteks limbik, dapat
    menghantarkan impuls ke pusat-pusat yang lebih rendah sehingga demikian
    mempengaruhi pengaturan otonomik.
   Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis
    dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan.
Fisiologi sistem saraf otonom

 Serat-serat saraf simpatis maupun parasimpatis mensekresikan
  salah satu dari kedua bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin
  atau norepinefrin.
 Serabut postganglion sistem saraf simpatis mengekskresikan
  norepinefrin sebagai neurotransmitter.
 Neuron- neuron yang mengeluarkan norepinefrin ini
  dikenal dengan serabut adrenergik.
 Serabut     postganglion      sistem   saraf   parasimpatis
  mensekresikan asetilkolin sebagai neurotransmitter dan
  dikenal sebagai serabut kolinergik.
 Sedangkan asetilkolin yang dilepaskan dari serabut
  preganglion mengaktivasi baik postganglion simpatis
  maupun parasimpatis.
Sintesis asetilkolin penghancurannya setelah disekresikan, dan
lama kerjanya.

 Asetilkolin disintesis di ujung terminal serat saraf kolinergik.
 Sebagian besar sintesis ini terjadi di aksoplasma di luar vesikel.
 Selanjutnya, asetilkolin diangkut ke bagian dalam
  vesikel, tempat bahan tersebut disimpan dalam bentuk
  kepekatan tinggi sebelum akhirnya dilepaskan.
 Asetilkolin begitu disekresikan oleh ujung saraf
  kolinergik, maka akan menetap dalam jaringan selama
  beberapa detik, kemudian sebagian besar dipecah menjadi ion
  asetat dan kolin oleh enzim asetilkolin esterase yang berikatan
  dengan kolagen dan glikosaminoglikans dalam jaringan ikat
  setempat.
Gambar Neurotransmiter simpatik dan parasimpatik
KONSEP TRANSMISI SISTEM SARAF SIMPATIS DAN PARASIMPATIS


Mekanisme sekresi dan pemindahan transmitter pada
ujung postganglionik.
 Beberapa ujung saraf otonom postganglionik terutama saraf
  parasimpatis memang mirip dengan neuromuskular
  skeletal, namun ukurannya jauh lebih kecil.
 Beberapa serat saraf parasimpatis dan hampir semua serat saraf
  simpatis hanya bersinggungan dengan sel-sel efektor dari
  organ yang dipersarafinya, pada beberapa contoh, serat-serat
  ini berakhir pada jaringan ikat yang letaknya berdekatan
  dengan sel-sel yang dirangsangnya.
Sintesis norepinefrin, pemindahannya dan lama
kerjanya.
 Sintesis norepinefrin dimulai di aksoplasma ujung saraf
  terminal dari serat saraf adrenergik, namun disempurnakan di
  dalam vesikel.
 Pada medula adrenal, reaksi ini dilanjutkan satu tahap lagi
  untuk mengalihkan sekitar 80 persen norepinefrin menjadi
  epinefrin.
 Setelah norepinefrin disekresikan oleh ujung – ujung saraf
  terminal, maka kemudian dipindahkan dari tempat sekresinya
  melalui tiga cara berikut :
  1. Dengan proses tranport aktif, diambil lagi ke dalam ujung
     saraf adrenergik sendiri, yakni sebanyak 50 – 80 % dari
     norepinefrin yang disekresikan.
2. Dengan proses tranport aktif, diambil lagi ke dalam ujung
   saraf adrenergik sendiri, yakni sebanyak 50 – 80 % dari
   norepinefrin yang disekresikan.
3. Berdifusi keluar dari ujung saraf menuju cairan tubuh di
   sekelilingnya dan kemudian masuk ke dalam darah, yakni
   seluruh sisa norepinefrin yang ada.
4. Dalam jumlah yang sedikit, dihancurkan oleh enzim (salah
   satu enzim tersebut adalah monoamin oksidase, yang dapat
   dijumpai dalam ujung saraf itu sendiri, dan enzim katekol-O-
   metil transferase yang dapat berdifusi ke seluruh jaringan).
Perangsangan atau penghambatan        sel   efektor   oleh   perubahan
permeabilitas membrannya.
   Protein reseptor merupakan bagian integral dari membran sel,
    maka perubahan konformasional pada struktur protein reseptor
    dari banyak sel organ akan membuka atau menutup saluran ion
    melalui sela-sela molekul itu sendiri, dengan demikian merubah
    permeabilitas membran sel terhadap berbagai ion.
   Sebagai contoh, saluran ion natrium dan atau kalsium seringkali
    menjadi terbuka dan memungkinkan influks ion – ion tersebut
    dengan cepat untuk masuk ke dalam sel yang biasanya akan
    mendepolarisasikan membran sel dan merangsang sel.
   Juga pada beberapa sel perubahan lingkungan ion intraseluler akan
    menyebabkan kerja sel internal seperti efek langsung ion kalsium
    dalam menimbulkan kontraksi otot polos
Kerja reseptor melalui perubahan enzim intraseluler.
 Cara lain agar reseptor dapat berfungsi adalah dengan
  mengaktifkan atau mematikan aktivitas suatu enzim (atau zat
  kimia intraseluler lainnya) di dalam sel. Enzim seringkali
  terlekat pada protein reseptor dimana reseptor menonjol ke
  bagian dalam sel.
 Sebagai contoh, pengikatan epinefrin dengan reseptornya pada
  bagian luar sel akan meningkatkan aktivitas enzim
  adenilatsiklase pada bagian dalam sel, dan hal ini kemudian
  menyebabkan pembentukan adenosin monofosfat siklik
  (cAMP).
 cAMP kemudian dapat mengawali salah satu kerja dari sekian
  banyak aktivitas intraseluler yang berbeda-beda, efek pastinya
  bergantung pada mesin kimiawi dari sel efektor.
NTERAKSI NEUROTRANSMITER DENGAN RESEPTOR

 Norepineprin dan asetilkolin berinteraksi dengan reseptor
  ( protein makromolekul ) di membran lipid sel. Interaksi
  reseptor neurotransmitter ini akan menyebabkan aktivasi
  atau inhibisi enzim-enzim efektor seperti adenilatsiklase
  atau dapat merubah aliran ion-ion sodium dan potassium
  di membran sel melalui protein ion chanel.
 Perubahan-perubahan ini          akan merubah stimulus
  eksternal menjadi signal intraseluler
RESEPTOR-RESEPTOR NOREPINEFRIN

 Efek farmakologi katekolamin merupakan konsep awal dari
  reseptor-reseptor alfa dan beta adrenergik.
 Penelitian dengan memakai obat-obatan yang meniru kerja
  norepinefrin pada organ efektor simpatis (disebut sebagai
  simpatomimetik )
 Norepinefrin dan epinefrin, keduanya disekresikan kedalam
  darah oleh medula adrenal, mempunyai pengaruh perangsangan
  yang berbeda pada reseptor alfa dan beta.
 Oleh karena itu, pengaruh epinefrin dan norepinefrin pada
  berbagai organ efektor ditentukan oleh jenis reseptor yang
  terdapatdalam organ tersebut.
RESEPTOR ASETILKOLIN

 Reseptor-reseptor kolinergik dibagi menjadi nikotinik dan
  muskarinik. Secara fisiologi masing-masing reseptor
  dibagi menjadi beberapa subtipe.
 Reseptor nikotinik dibagi menjadi 2 yaitu reseptor N1 dan
  N2. N1 terdapat di ganglia otonom sedangkan N2 terdapat
  di neuromuscular junction.
 Reseptor muskarinik dibagi menjadi M1 dan M2.
  Reseptor M1 terdapat di ganglia otonom dan sistem saraf
  pusat sedangkan reseptor M2 ada di jantung dan kelenjar
  ludah.
Kerja eksitasi dan inhibisi akibat perangsangan simpatis dan
parasimpatis.

 Dalam tabel dicantumkan efek-efek yang terjadi pada organ
  viseral tubuh akibat terangsangnya saraf simpatis atau
  parasimpatis.
 Dari tabel ini dapat terlihat lagi bahwa perangsangan simpatis
  menimbulkan efek eksitasi pada beberapa organ tetapi
  menimbulkan efek inhibisi pada organ lainnya.

Efek Otonom pada organ Tubuh :
Organ               Efek Perangsangan Simpatis           Efek Perangsangan Parasimpatis

Mata
Pupil              Dilatasi                             Konstriksi
Otot siliaris      relaksasi ringan                     konstriksi

Kelenjar            vasokonstriksi dan sekresi ringan    rangsangan banyak sekali sekresi

Nasal
Lakrimalis
Parotis
Submandibula
Lambung
Pankreatik

Kelenjar keringat   banyak sekali keringat(kolinergik)   berkeringat pada telapak tangan
                                                         atau tangan

Kelenjar apokrin    tebal,sekresi yang berbau            tidak ada

Pembuluh darah      seringkali konstriksi                seringkali memberi sedikit efek/
                                                         tidak sama sekali
Organ               Efek Perangsangan Simpatis          Efek Perangsangan Parasimpatis

Jantung             pengurangan kecepatan               peningkatan kecepatan

Otot               peningkatan kekuatan kontraksi      Penurunan kekuatan kontraksi
                                                        (khususnya atrium)
Pembuluh koroner   dilatasi(α);konstriksi(β)           Dilatasi

Paru
 Bronkus           Dilatasi                            Konstriksi
Pembuluh darah     Konstriksi Sedang                   Dilatasi

Usus
Lumen              Peningkatan Peristaltis Dan Tonus   Penurunan peristaltis dan tonus
 Sfingter          peningkatan tonus                   Relaksasi
Hati                pelepasan glukosa                   sintesa glikogen ringan

Kandung Empedu      Relaksasi                           Kontraksi

Saluran empedu

Ginjal              berkurangnya pengeluaran dan        tidak ada
                    sekresi renin
Organ                    Efek Perangsangan Simpatis   Efek Perangsangan Parasimpatis


Kandung kemih
Detrusor                Relaksasi ringan             Kontraksi
Trigonum                Kontraksi                    Relaksasi

Penis                    Ejakulasi                    Ereksi

Arteriol sistemik
 Viscera abdominal      konstriksi                   Tidak adaTidak ada
 Otot                   konstriksi (adrenergik)

Kulit                    Konstriksi                   Tidak ada

Darah
Koagulasi               Meningkat                    Tidak ada
Glulukosa               Meningkat                    Tidak ada
Lipid                   Meningkat                    Tidak ada
Metabolisme Basal        Meningkat sampai 100%        Tidak ada

Sekresi medula adrenal   Meningkat                    Tidak ada

Aktivitas mental         Meningkat                    Tidak ada
Organ              Efek Perangsangan Simpatis   Efek Perangsangan Parasimpatis

Otot piloerektor   kontraksi                    tidak ada

Otot skeletal      peningkatan glikogenolisis   tidak ada
                   Peningkatan kekuatan
Sel-sel lemak      lipolisis                    tidak ada
Efek Perangsangan Simpatis dan Parasimpatis pada Organ Spesifik

 Mata. Ada dua fungsi mata yang diatur oleh sistem saraf otonom, yaitu
    dilatasi pupil dan pemusatan lensa.
   Kelenjar-kelenjar tubuh. Kelenjar nasalis, lakrimalis, saliva, dan sebagian
    besar kelenjar gastrointestinalis terangsang dengan kuat oleh sistem saraf
    parasimpatis sehingga mengeluarkan banyak sekali sekresi cairan.
   Sistem gastrointestinal. Sistem gastrointestinal mempunyai susunan saraf
    intrinsik sendiri yang dikenal sebagai pleksus intramural atau sistem saraf
    enterik usus.
   Jantung. Pada umumnya, perangsangan simpatis akan meningkatkan
    seluruh aktivitas jantung.
   Pembuluh darah sistemik. Sebagian besar pembuluh darah
    sistemik, khususnya yang terdapat di visera abdomen dan kulit anggota
    tubuh, akan berkonstriksi bila ada perangsangan simpatis.
Efek perangsangan simpatis dan parasimpatis terhadap tekanan arteri

 Tekanan arteri ditentukan oleh dua faktor, yaitu daya dorong
  darah dari jantung dan tahanan terhadap aliran darah ini yang
  melewati pembuluh darah.
 Perangsangan simpatis meningkatnya daya dorong oleh
  jantung dan tahanan terhadap aliran darah, yang biasanya
  menyebabkan tekanan menjadi sangat meningkat.
Efek perangsangan simpatis dan parasimpatis terhadap fungsi
tubuh lainnya.

 Pada umumnya sebagian besar struktur entodermal, seperti
  hati, kandung empedu, ureter, kandung kemih, dan bronkus
  dihambat oleh perangsangan simpatis namun dirangsang oleh
  perangsangan parasimpatis.
 Perangsangan     simpatis    juga   mempunyai      pengaruh
  metabolik, yakni menyebabkan pelepasan glukosa dari
  hati, meningkatkan konsentrasi gula darah, meningkatkan
  proses glikogenolisis dalam hati ndan otot, meningkatkan
  kekuatan otot, meningkatkan kecepatan metabolisme basal, dan
  meningkatkan aktivitas mental.
TONUS SISTEM SARAF OTONOM

Sistem saraf simpatis dan parasimpatis selalu aktif dan
 aktivitas basalnya diatur oleh tonus simpatis atau
 tonus parasimpatis.
Peningkatan atau penurunan aktivitas sistem saraf
 simpatis menyebabkan perubahan-perubahan yang
 saling berhubungan dalam resistensi sistem vaskuler.
 Bila tidak ada tonus simpatis, sistem saraf simpatis
 hanya menyebabkan vasokonstriksi.
Kehilangan innervasi secara akut



 Kehilangan sistem tonus saraf simpatis secara akut yang
  diakibatkan karena regional anesthesia atau transeksi korda
  spinalis akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah secara
  maksimal (spinal shock).
KEHILANGAN INERVASI AKIBAT KEADAAN HIPERSENSITIF


 Mekanisme dari kehilangan innervasi secara akut akibat reaksi
  hipersensitif diakibatkan karena proliferasi dari resptor-reseptor
  (up regulation) pada membran postsinaptik yang terjadi akibat
  norepineprin atau asetilkolin tidak dilepaskan lagi pada sinap
REFLEKS OTONOM

 Refleks otonom kardiovaskular. Ada beberapa refleks dalam
  sistem kardiovaskular yang terutama membantu mengatur
  tekanan darah arteri dan frekuensi denyut jantung.
 Refleks otonom gastrointestinal. Bagian teratas dari traktus
  gastrointestinal dan juga rektum terutama diatur oleh refleks
  otonom
 Refleks otonom lainnya Pengosongan kandung kemih caranya
  mirip dengan pengosongan rektum, peregangan kandung kemih
  menyebabkan timbulnya impuls ke medula spinalis, dan
  keadaan ini menyebabkan refleks kontraksi kandung kemih dan
  relaksasi    sfingter   urinaria,   sehingga    mempermudah
  pengeluaran urin.
Sistem simpatis seringkali memberi respon terhadap pelepasan
impuls secara masal.
 Pada kebanyakan kasus, impuls yang dikeluarkan oleh sistem
  saraf simpatis hampir merupakan suatu unit yang
  sempurna, fenomena ini disebut pelepasan impuls masal (mass
  discharge).
 Peristiwa ini seringkali timbul bila hipotalamus diaktivasi oleh
  timbulnya rasa takut atau cemas atau bila mengalami rasa nyeri
  yang berat. Akibat yang timbul merupakan reaksi yang
  menyebar ke seluruh tubuh, disebut respons stres atau tanda
  bahaya (alarm).
 ). Pada saat lainnya, aktivasi simpatis dapat terjadi pada
  bagian sistem yang terisolasi, terutama sebagai respons
  terhadap refleks yang melibatkan medula spinalis tetapi
  tidak melibatkan otak.
Respons "tanda bahaya " atau respon "stress" dari sitem saraf simpatis

 Bila sebagian besar daerah sistem saraf simpatis melepaskan impuls pada
  saat yang bersamaan – yakni yang disebut pelepasan impuls secara massal –
  maka dengan berbagai cara keadaan ini akan meningkatkan kemampuan
  tubuh untuk melakukan aktivitas otot yang besar.
 Marilah kita meringkaskan kejadian ini :
 1. Peningkatan tekanan arteri
 2. Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot bersamaan dengan
    penurunan aliran darah ke organ-organ, seperti traktus gastro intestinal
    dan ginjal, yang tidak diperlukan untuk aktivitas motorik yang cepat
 3. Peningkatan kecepatan metabolisme sel diseluruh tubuh
 4. Peningkatan konsentrasi glukosa darah
 5. Peningkatan proses glikolisis di hati dan otot
 6. Peningkatan kekuatan otot
 7. Peningkatan aktivitas mental
 8. Peningkatan kecepatan koagulasi darah
Pengaturan medula, pons, dan mesensefalon pada sistem saraf otonom

  Sebagian besar area dalam substansia retikuler dan traktus solitarius
   medula, pons dan mesensefalon seperti halnya banyak nuklei khusus
   mengatur berbagai fungsi otonom seperti tekanan arteri, frekuensi denyut
   jantung sekresi kelenjar di traktus gastrointestinal, gerakan peristaltik
   gastrointestinal dan kuatnya kontraksi kandung kemih.
  Perlu ditekankan disini bahwa faktor paling penting yang dikendalikan
   oleh batang otak adalah tekanan arteri, frekuensi denyut jantung dan
   frekuensi pernafasan.
Pengaturan pusat otonom batang otak oleh area yang lebih tinggi.


  Sinyal-sinyal yang berasal dari hipotalamus dan bahkan dari
   serebrum dapat mempengaruhi aktivitas hampir semua pusat
   pengatur otonom batang otak. Contohnya perangsangan daerah
   yang sesuai pada hipotalamus dapat mengaktifkan pusat
   pengatur kardiovaskular medula dengan cukup kuat untuk
   meningkatkan tekanan arteri sampai lebih dari dua kali normal.
  Demikian juga, pusat-pusat hipotalamik lainnya dapat
   mengatur suhu tubuh, meningkatkan atau menurunkan
   salivasi dan aktivitas gastrointestinal, atau menimbulkan
   pengosongan kandung kemih.
TERIMA KASIH

More Related Content

Ppt ans

  • 1. Pembimbing : dr.Bustami Sp.BS Oleh : dr.T.Ronasky dr.Aswad affandi
  • 2. PENDAHULUAN  Bagian sistem saraf yang mengatur fungsi viseral tubuh disebut sistem saraf otonom.  Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf tepi yang mengatur fungsi viseral tubuh.  Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat-pusat yang terletak di medula spinalis, batang otak, dan hipotalamus.  Juga, bagian korteks serebri khususnya korteks limbik, dapat menghantarkan impuls ke pusat-pusat yang lebih rendah sehingga demikian mempengaruhi pengaturan otonomik.  Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan.
  • 3. Fisiologi sistem saraf otonom  Serat-serat saraf simpatis maupun parasimpatis mensekresikan salah satu dari kedua bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin atau norepinefrin.  Serabut postganglion sistem saraf simpatis mengekskresikan norepinefrin sebagai neurotransmitter.  Neuron- neuron yang mengeluarkan norepinefrin ini dikenal dengan serabut adrenergik.  Serabut postganglion sistem saraf parasimpatis mensekresikan asetilkolin sebagai neurotransmitter dan dikenal sebagai serabut kolinergik.  Sedangkan asetilkolin yang dilepaskan dari serabut preganglion mengaktivasi baik postganglion simpatis maupun parasimpatis.
  • 4. Sintesis asetilkolin penghancurannya setelah disekresikan, dan lama kerjanya.  Asetilkolin disintesis di ujung terminal serat saraf kolinergik.  Sebagian besar sintesis ini terjadi di aksoplasma di luar vesikel.  Selanjutnya, asetilkolin diangkut ke bagian dalam vesikel, tempat bahan tersebut disimpan dalam bentuk kepekatan tinggi sebelum akhirnya dilepaskan.  Asetilkolin begitu disekresikan oleh ujung saraf kolinergik, maka akan menetap dalam jaringan selama beberapa detik, kemudian sebagian besar dipecah menjadi ion asetat dan kolin oleh enzim asetilkolin esterase yang berikatan dengan kolagen dan glikosaminoglikans dalam jaringan ikat setempat.
  • 6. KONSEP TRANSMISI SISTEM SARAF SIMPATIS DAN PARASIMPATIS Mekanisme sekresi dan pemindahan transmitter pada ujung postganglionik.  Beberapa ujung saraf otonom postganglionik terutama saraf parasimpatis memang mirip dengan neuromuskular skeletal, namun ukurannya jauh lebih kecil.  Beberapa serat saraf parasimpatis dan hampir semua serat saraf simpatis hanya bersinggungan dengan sel-sel efektor dari organ yang dipersarafinya, pada beberapa contoh, serat-serat ini berakhir pada jaringan ikat yang letaknya berdekatan dengan sel-sel yang dirangsangnya.
  • 7. Sintesis norepinefrin, pemindahannya dan lama kerjanya.  Sintesis norepinefrin dimulai di aksoplasma ujung saraf terminal dari serat saraf adrenergik, namun disempurnakan di dalam vesikel.  Pada medula adrenal, reaksi ini dilanjutkan satu tahap lagi untuk mengalihkan sekitar 80 persen norepinefrin menjadi epinefrin.  Setelah norepinefrin disekresikan oleh ujung – ujung saraf terminal, maka kemudian dipindahkan dari tempat sekresinya melalui tiga cara berikut : 1. Dengan proses tranport aktif, diambil lagi ke dalam ujung saraf adrenergik sendiri, yakni sebanyak 50 – 80 % dari norepinefrin yang disekresikan.
  • 8. 2. Dengan proses tranport aktif, diambil lagi ke dalam ujung saraf adrenergik sendiri, yakni sebanyak 50 – 80 % dari norepinefrin yang disekresikan. 3. Berdifusi keluar dari ujung saraf menuju cairan tubuh di sekelilingnya dan kemudian masuk ke dalam darah, yakni seluruh sisa norepinefrin yang ada. 4. Dalam jumlah yang sedikit, dihancurkan oleh enzim (salah satu enzim tersebut adalah monoamin oksidase, yang dapat dijumpai dalam ujung saraf itu sendiri, dan enzim katekol-O- metil transferase yang dapat berdifusi ke seluruh jaringan).
  • 9. Perangsangan atau penghambatan sel efektor oleh perubahan permeabilitas membrannya.  Protein reseptor merupakan bagian integral dari membran sel, maka perubahan konformasional pada struktur protein reseptor dari banyak sel organ akan membuka atau menutup saluran ion melalui sela-sela molekul itu sendiri, dengan demikian merubah permeabilitas membran sel terhadap berbagai ion.  Sebagai contoh, saluran ion natrium dan atau kalsium seringkali menjadi terbuka dan memungkinkan influks ion – ion tersebut dengan cepat untuk masuk ke dalam sel yang biasanya akan mendepolarisasikan membran sel dan merangsang sel.  Juga pada beberapa sel perubahan lingkungan ion intraseluler akan menyebabkan kerja sel internal seperti efek langsung ion kalsium dalam menimbulkan kontraksi otot polos
  • 10. Kerja reseptor melalui perubahan enzim intraseluler.  Cara lain agar reseptor dapat berfungsi adalah dengan mengaktifkan atau mematikan aktivitas suatu enzim (atau zat kimia intraseluler lainnya) di dalam sel. Enzim seringkali terlekat pada protein reseptor dimana reseptor menonjol ke bagian dalam sel.  Sebagai contoh, pengikatan epinefrin dengan reseptornya pada bagian luar sel akan meningkatkan aktivitas enzim adenilatsiklase pada bagian dalam sel, dan hal ini kemudian menyebabkan pembentukan adenosin monofosfat siklik (cAMP).  cAMP kemudian dapat mengawali salah satu kerja dari sekian banyak aktivitas intraseluler yang berbeda-beda, efek pastinya bergantung pada mesin kimiawi dari sel efektor.
  • 11. NTERAKSI NEUROTRANSMITER DENGAN RESEPTOR  Norepineprin dan asetilkolin berinteraksi dengan reseptor ( protein makromolekul ) di membran lipid sel. Interaksi reseptor neurotransmitter ini akan menyebabkan aktivasi atau inhibisi enzim-enzim efektor seperti adenilatsiklase atau dapat merubah aliran ion-ion sodium dan potassium di membran sel melalui protein ion chanel.  Perubahan-perubahan ini akan merubah stimulus eksternal menjadi signal intraseluler
  • 12. RESEPTOR-RESEPTOR NOREPINEFRIN  Efek farmakologi katekolamin merupakan konsep awal dari reseptor-reseptor alfa dan beta adrenergik.  Penelitian dengan memakai obat-obatan yang meniru kerja norepinefrin pada organ efektor simpatis (disebut sebagai simpatomimetik )  Norepinefrin dan epinefrin, keduanya disekresikan kedalam darah oleh medula adrenal, mempunyai pengaruh perangsangan yang berbeda pada reseptor alfa dan beta.  Oleh karena itu, pengaruh epinefrin dan norepinefrin pada berbagai organ efektor ditentukan oleh jenis reseptor yang terdapatdalam organ tersebut.
  • 13. RESEPTOR ASETILKOLIN  Reseptor-reseptor kolinergik dibagi menjadi nikotinik dan muskarinik. Secara fisiologi masing-masing reseptor dibagi menjadi beberapa subtipe.  Reseptor nikotinik dibagi menjadi 2 yaitu reseptor N1 dan N2. N1 terdapat di ganglia otonom sedangkan N2 terdapat di neuromuscular junction.  Reseptor muskarinik dibagi menjadi M1 dan M2. Reseptor M1 terdapat di ganglia otonom dan sistem saraf pusat sedangkan reseptor M2 ada di jantung dan kelenjar ludah.
  • 14. Kerja eksitasi dan inhibisi akibat perangsangan simpatis dan parasimpatis.  Dalam tabel dicantumkan efek-efek yang terjadi pada organ viseral tubuh akibat terangsangnya saraf simpatis atau parasimpatis.  Dari tabel ini dapat terlihat lagi bahwa perangsangan simpatis menimbulkan efek eksitasi pada beberapa organ tetapi menimbulkan efek inhibisi pada organ lainnya. Efek Otonom pada organ Tubuh :
  • 15. Organ Efek Perangsangan Simpatis Efek Perangsangan Parasimpatis Mata Pupil Dilatasi Konstriksi Otot siliaris relaksasi ringan konstriksi Kelenjar vasokonstriksi dan sekresi ringan rangsangan banyak sekali sekresi Nasal Lakrimalis Parotis Submandibula Lambung Pankreatik Kelenjar keringat banyak sekali keringat(kolinergik) berkeringat pada telapak tangan atau tangan Kelenjar apokrin tebal,sekresi yang berbau tidak ada Pembuluh darah seringkali konstriksi seringkali memberi sedikit efek/ tidak sama sekali
  • 16. Organ Efek Perangsangan Simpatis Efek Perangsangan Parasimpatis Jantung pengurangan kecepatan peningkatan kecepatan Otot peningkatan kekuatan kontraksi Penurunan kekuatan kontraksi (khususnya atrium) Pembuluh koroner dilatasi(α);konstriksi(β) Dilatasi Paru  Bronkus Dilatasi Konstriksi Pembuluh darah Konstriksi Sedang Dilatasi Usus Lumen Peningkatan Peristaltis Dan Tonus Penurunan peristaltis dan tonus  Sfingter peningkatan tonus Relaksasi Hati pelepasan glukosa sintesa glikogen ringan Kandung Empedu Relaksasi Kontraksi Saluran empedu Ginjal berkurangnya pengeluaran dan tidak ada sekresi renin
  • 17. Organ Efek Perangsangan Simpatis Efek Perangsangan Parasimpatis Kandung kemih Detrusor Relaksasi ringan Kontraksi Trigonum Kontraksi Relaksasi Penis Ejakulasi Ereksi Arteriol sistemik  Viscera abdominal konstriksi Tidak adaTidak ada  Otot konstriksi (adrenergik) Kulit Konstriksi Tidak ada Darah Koagulasi Meningkat Tidak ada Glulukosa Meningkat Tidak ada Lipid Meningkat Tidak ada Metabolisme Basal Meningkat sampai 100% Tidak ada Sekresi medula adrenal Meningkat Tidak ada Aktivitas mental Meningkat Tidak ada
  • 18. Organ Efek Perangsangan Simpatis Efek Perangsangan Parasimpatis Otot piloerektor kontraksi tidak ada Otot skeletal peningkatan glikogenolisis tidak ada Peningkatan kekuatan Sel-sel lemak lipolisis tidak ada
  • 19. Efek Perangsangan Simpatis dan Parasimpatis pada Organ Spesifik  Mata. Ada dua fungsi mata yang diatur oleh sistem saraf otonom, yaitu dilatasi pupil dan pemusatan lensa.  Kelenjar-kelenjar tubuh. Kelenjar nasalis, lakrimalis, saliva, dan sebagian besar kelenjar gastrointestinalis terangsang dengan kuat oleh sistem saraf parasimpatis sehingga mengeluarkan banyak sekali sekresi cairan.  Sistem gastrointestinal. Sistem gastrointestinal mempunyai susunan saraf intrinsik sendiri yang dikenal sebagai pleksus intramural atau sistem saraf enterik usus.  Jantung. Pada umumnya, perangsangan simpatis akan meningkatkan seluruh aktivitas jantung.  Pembuluh darah sistemik. Sebagian besar pembuluh darah sistemik, khususnya yang terdapat di visera abdomen dan kulit anggota tubuh, akan berkonstriksi bila ada perangsangan simpatis.
  • 20. Efek perangsangan simpatis dan parasimpatis terhadap tekanan arteri  Tekanan arteri ditentukan oleh dua faktor, yaitu daya dorong darah dari jantung dan tahanan terhadap aliran darah ini yang melewati pembuluh darah.  Perangsangan simpatis meningkatnya daya dorong oleh jantung dan tahanan terhadap aliran darah, yang biasanya menyebabkan tekanan menjadi sangat meningkat.
  • 21. Efek perangsangan simpatis dan parasimpatis terhadap fungsi tubuh lainnya.  Pada umumnya sebagian besar struktur entodermal, seperti hati, kandung empedu, ureter, kandung kemih, dan bronkus dihambat oleh perangsangan simpatis namun dirangsang oleh perangsangan parasimpatis.  Perangsangan simpatis juga mempunyai pengaruh metabolik, yakni menyebabkan pelepasan glukosa dari hati, meningkatkan konsentrasi gula darah, meningkatkan proses glikogenolisis dalam hati ndan otot, meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan kecepatan metabolisme basal, dan meningkatkan aktivitas mental.
  • 22. TONUS SISTEM SARAF OTONOM Sistem saraf simpatis dan parasimpatis selalu aktif dan aktivitas basalnya diatur oleh tonus simpatis atau tonus parasimpatis. Peningkatan atau penurunan aktivitas sistem saraf simpatis menyebabkan perubahan-perubahan yang saling berhubungan dalam resistensi sistem vaskuler. Bila tidak ada tonus simpatis, sistem saraf simpatis hanya menyebabkan vasokonstriksi.
  • 23. Kehilangan innervasi secara akut  Kehilangan sistem tonus saraf simpatis secara akut yang diakibatkan karena regional anesthesia atau transeksi korda spinalis akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah secara maksimal (spinal shock).
  • 24. KEHILANGAN INERVASI AKIBAT KEADAAN HIPERSENSITIF  Mekanisme dari kehilangan innervasi secara akut akibat reaksi hipersensitif diakibatkan karena proliferasi dari resptor-reseptor (up regulation) pada membran postsinaptik yang terjadi akibat norepineprin atau asetilkolin tidak dilepaskan lagi pada sinap
  • 25. REFLEKS OTONOM  Refleks otonom kardiovaskular. Ada beberapa refleks dalam sistem kardiovaskular yang terutama membantu mengatur tekanan darah arteri dan frekuensi denyut jantung.  Refleks otonom gastrointestinal. Bagian teratas dari traktus gastrointestinal dan juga rektum terutama diatur oleh refleks otonom  Refleks otonom lainnya Pengosongan kandung kemih caranya mirip dengan pengosongan rektum, peregangan kandung kemih menyebabkan timbulnya impuls ke medula spinalis, dan keadaan ini menyebabkan refleks kontraksi kandung kemih dan relaksasi sfingter urinaria, sehingga mempermudah pengeluaran urin.
  • 26. Sistem simpatis seringkali memberi respon terhadap pelepasan impuls secara masal.  Pada kebanyakan kasus, impuls yang dikeluarkan oleh sistem saraf simpatis hampir merupakan suatu unit yang sempurna, fenomena ini disebut pelepasan impuls masal (mass discharge).  Peristiwa ini seringkali timbul bila hipotalamus diaktivasi oleh timbulnya rasa takut atau cemas atau bila mengalami rasa nyeri yang berat. Akibat yang timbul merupakan reaksi yang menyebar ke seluruh tubuh, disebut respons stres atau tanda bahaya (alarm).  ). Pada saat lainnya, aktivasi simpatis dapat terjadi pada bagian sistem yang terisolasi, terutama sebagai respons terhadap refleks yang melibatkan medula spinalis tetapi tidak melibatkan otak.
  • 27. Respons "tanda bahaya " atau respon "stress" dari sitem saraf simpatis  Bila sebagian besar daerah sistem saraf simpatis melepaskan impuls pada saat yang bersamaan – yakni yang disebut pelepasan impuls secara massal – maka dengan berbagai cara keadaan ini akan meningkatkan kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas otot yang besar.  Marilah kita meringkaskan kejadian ini : 1. Peningkatan tekanan arteri 2. Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot bersamaan dengan penurunan aliran darah ke organ-organ, seperti traktus gastro intestinal dan ginjal, yang tidak diperlukan untuk aktivitas motorik yang cepat 3. Peningkatan kecepatan metabolisme sel diseluruh tubuh 4. Peningkatan konsentrasi glukosa darah 5. Peningkatan proses glikolisis di hati dan otot 6. Peningkatan kekuatan otot 7. Peningkatan aktivitas mental 8. Peningkatan kecepatan koagulasi darah
  • 28. Pengaturan medula, pons, dan mesensefalon pada sistem saraf otonom  Sebagian besar area dalam substansia retikuler dan traktus solitarius medula, pons dan mesensefalon seperti halnya banyak nuklei khusus mengatur berbagai fungsi otonom seperti tekanan arteri, frekuensi denyut jantung sekresi kelenjar di traktus gastrointestinal, gerakan peristaltik gastrointestinal dan kuatnya kontraksi kandung kemih.  Perlu ditekankan disini bahwa faktor paling penting yang dikendalikan oleh batang otak adalah tekanan arteri, frekuensi denyut jantung dan frekuensi pernafasan.
  • 29. Pengaturan pusat otonom batang otak oleh area yang lebih tinggi.  Sinyal-sinyal yang berasal dari hipotalamus dan bahkan dari serebrum dapat mempengaruhi aktivitas hampir semua pusat pengatur otonom batang otak. Contohnya perangsangan daerah yang sesuai pada hipotalamus dapat mengaktifkan pusat pengatur kardiovaskular medula dengan cukup kuat untuk meningkatkan tekanan arteri sampai lebih dari dua kali normal.  Demikian juga, pusat-pusat hipotalamik lainnya dapat mengatur suhu tubuh, meningkatkan atau menurunkan salivasi dan aktivitas gastrointestinal, atau menimbulkan pengosongan kandung kemih.