ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
Disusun oleh :
Yeliani Rachmi Fauzi
   05200ID10084
ï‚ž Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli
  menjadi kaku mengembang dan terus menerus
  terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus
  Irianto.2004.216)
ï‚ž Emfisema merupakan morfologik didefisiensi
  sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara
  distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi
  dindingnya.(Robbins.1994.253)
ï‚ž Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat
  kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan
  alveoli.(Corwin.2000.435)
Terdapat 2 (dua) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan
    berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru :
ï‚ž   Panlobular (panacinar), yaitu terjadi kerusakan bronkus
    pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Semua ruang udara
    di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit
    penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang
    hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan
    penurunan berat badan.
ï‚ž   Sentrilobular (sentroacinar), yaitu perubahan patologi
    terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari
    asinus tetap baik. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-
    ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia
    (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan
    episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada
    sianosis, edema perifer, dan gagal napas.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan emfisema paru yaitu :
ï‚ž Rokok
  Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia
  pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan
  hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bromkus.
ï‚ž Polusi
  Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan
  angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang
  padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat
  menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
ï‚ž Infeksi
  Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat.
  Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma
  bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya
  dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
ï‚ž Genetik
ï‚ž Paparan Debu
ï‚ž Dispnea
 Pada inspeksi: bentuk dada ‘burrel chest’
ï‚ž Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak
  efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori
  pernapasan (sternokleidomastoid)
ï‚ž Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan
  fremitus pada seluruh bidang paru.
ï‚ž Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan
  krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi
ï‚ž Anoreksia, penurunan berat badan, dan
  kelemahan umum
ï‚ž Distensi vena leher selama ekspirasi.
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru
disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat
pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai
sebagian tau seluruhparu.
Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat
dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau
bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus
menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan
demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di
sebelah distal dari alveolus.
Pada emfisema terjadi penyempitan saluran
nafas, penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan
nafas dan sesak, penyempitan saluran nafas disebabkan oleh
berkurangnya elastisitas paru-paru.
ï‚ž Sering mengalami infeksi pada saluran
  pernafasan
ï‚ž Daya tahan tubuh kurang sempurna
ï‚ž Tingkat kerusakan paru semakin parah
ï‚ž Proses peradangan yang kronis pada saluran
  nafas
ï‚ž Pneumonia
ï‚ž Atelaktasis
ï‚ž Pneumothoraks
ï‚ž Meningkatkan resiko gagal nafas pada
  pasien.
ï‚ž   Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya
    diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda
    vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler
    (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
ï‚ž   Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab
    dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah
    obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan
    untuk mengevaluasi efek terapi, mis., bronkodilator.
ï‚ž   TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada
    asma; penurunan emfisema
ï‚ž   Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema
ï‚ž   Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan
    asma
ï‚ž   FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat
    menurun pada bronkitis dan asma
ï‚ž   GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis
    h.Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus
    pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat
    (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada
    bronkitis
ï‚ž   JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas),
    peningkatan eosinofil (asma)
ï‚ž   Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan
    defisiensi dan diagnosa emfisema primer
ï‚ž   Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi,
    mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitolitik untuk
    mengetahui keganasan atau gangguan alergi
ï‚ž   EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma
    berat); disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P
    pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS
    (emfisema)
ï‚ž   EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat
    disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator,
    perencanaan/evaluasi program latihan

More Related Content

Ppt emfisema

  • 1. Disusun oleh : Yeliani Rachmi Fauzi 05200ID10084
  • 2. ï‚ž Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216) ï‚ž Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.(Robbins.1994.253) ï‚ž Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli.(Corwin.2000.435)
  • 3. Terdapat 2 (dua) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru : ï‚ž Panlobular (panacinar), yaitu terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan. ï‚ž Sentrilobular (sentroacinar), yaitu perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi- ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas.
  • 4. Beberapa hal yang dapat menyebabkan emfisema paru yaitu : ï‚ž Rokok Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bromkus. ï‚ž Polusi Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar. ï‚ž Infeksi Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema. ï‚ž Genetik ï‚ž Paparan Debu
  • 5. ï‚ž Dispnea ï‚ž Pada inspeksi: bentuk dada ‘burrel chest’ ï‚ž Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid) ï‚ž Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru. ï‚ž Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi ï‚ž Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum ï‚ž Distensi vena leher selama ekspirasi.
  • 6. Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian tau seluruhparu. Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus. Pada emfisema terjadi penyempitan saluran nafas, penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan sesak, penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.
  • 7. ï‚ž Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan ï‚ž Daya tahan tubuh kurang sempurna ï‚ž Tingkat kerusakan paru semakin parah ï‚ž Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas ï‚ž Pneumonia ï‚ž Atelaktasis ï‚ž Pneumothoraks ï‚ž Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.
  • 8. ï‚ž Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma). ï‚ž Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis., bronkodilator. ï‚ž TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan emfisema ï‚ž Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema ï‚ž Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma ï‚ž FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkitis dan asma
  • 9. ï‚ž GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis h.Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkitis ï‚ž JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma) ï‚ž Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer ï‚ž Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi ï‚ž EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema) ï‚ž EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan