際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Nama Anggota :
1. Woro Susanti, SKM 221003741011207
2. Eka Prasetyani, S.Tr.A.K 221003741011202
3. dr. Indro Harianto Sp.PD 221003741011193
4. dr. Amril Yus Ubaidillah 221003741011226
5. Rizqi Robi Ali Sodiqin, S.H. 221003741011229
KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN UTANG PIUTANG
MELALUI PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
( Studi Kasus Atas Putusan Pengadilan Niaga
Nomor : 03/PKPU/2001/PN.NIAGA.JKT.PST dan
Nomor : 07/PKPU/2002/PN.NIAGA.JKT.PST )
BAB I PENDAHULUAN
Kepailitan seringkali disikapi oleh masyarakat suatu dunia yang sulit untuk
diprediksi, suatu perusahaan tidak selalu berjalan dengan baik dan seringkali kondisi
keuangan atau cash flow perusahaan tidak berjalan lancar sehingga perusahaan tersebut
tidak bisa melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepeda kreditur.
Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi dimana ada pihak yang merasa
dirugikan oleh pihak lain. Pihak yang merasa dirugikan akan menyampaikan
ketidakpuasannya kepada pihak kedua, apabila pihak kedua dapat menanggapi dan
memuaskan pihak pertama, selesailah konflik tersebut. Sebaliknya apabila reaksi pihak
kedua menunjukkan perbedaan pendapat atau memiliki nilai-nilai yang berbeda, akan
terjadilah apa yang dinamakan sengketa.
Berdasarkan perangkat hukum inilah, penyelesaian masalah utang-piutang
dilakukan melalui prosedur Putusan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Dalam penyelesaian masalah utang piutang melalui lembaga peradilan yang didasarkan
atas UU Kepailitan dan PKPU, terdapat dua (2) cara yang dapat ditempuh yaitu dengan
Putusan Pailit maupun dengan PKPU.
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diuraikan yang menjadi
pokok permasalahan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Apakah Putusan Pengadilan Niaga Nomor:
03/PKPU/2001/PN.NIAGA.JKT.PST yang menyatakan debitur pailit
tersebut telah sesuai dengan UU Kepailitan dan PKPU?
2. Apakah putusan pengadilan niaga Nomor:
07/PKPU/2002/PN.NIAGA.JKT.PST yang menerima perdamaian
tersebut telah memenuhi ketentuan Undang-Undang No. 47 Tahun 2004?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan utama yang hendak dicapai penulis dalam menyusun
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengkaji secara normatif dasar pertimbangan Hakim Pengadilan
Niaga yang memutuskan menyatakan debitur dalam keadaan pailit.
2. mengkaji secara normative dasar pertimbangan Hakim Pengadilan
Niaga yang memutuskan menyatakan sah perdamaian antara
pemohon PKPU dan para krediturnya.
1.4 kegunaan penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis.
PEMBAHASAN
BAB 2
2.1 Uraian Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
1. A. Kasus Posisi Putusan No.03/PKPU/2001/PN.NIAGA.JKT.PST
Pada tanggal 22 Mei 2001, Kusno Darmawan dalam jabatannya selaku Direktur Utama dari dan
oleh karena itu bertindak untuk dan atas nama PT. Kushendy Asri Busana, yang berkedudukan di Jakarta,
Jl.Cideng Barat No.79, Jakarta Pusat, bersama-sama dengan kuasa hukumnya Timbul Thomas Lubis, SH,
LL.M, dkk, Advokat dari kantor LUBIS, GANIE, SUROWIDJOJO telah mengajukan permohonan PKPU
Bahwa kemudian Majelis Hakim memberikan putusannya atas hasil voting tersebut, yang diputuskan
dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim tanggal 23 Oktober 2001
Mengadili :
 Menyatakan Debitur PT. KUSHENDY berada dalam keadaan Pailit;
 Menunjuk Ibu CH. Kristi Purnamiwulan, SH, Hakim Niaga pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
selaku Hakim Pengawas;
 Mengangkat ibu Hj. Tutik Sri Suharti, SH beralamat di jalan Garuda No.71B, Kemayoran, Jakarta
Pusat, terdaftar di Departemen Kehakiman Republik Indonesia No.C.HT.05.14-28 tahun 1999 tanggal
13 April 1999 sebagai Kurator;
 Menetapkan bahwa imbalan jasa bagi kurator dan biaya kepailitan akan ditetapkan kemudian setelah
kurator selesai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku;
 Membebankan biaya perkara pada debitur sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah).
1. B. Kasus Posisi Putusan No.07/PKPU/2002/PN.NIAGA.JKT.PST
Pada tanggal 4 November 2002 PT. Larasindo Jaya Agritama yang beralamat dijalan
Jend. Sudirman Kav.27, Menara Bank Bali Lantai 8 Jakarta Selatan diwakili oleh Adam Rustam
selaku Direktur bersama dengan Achmad Yani Yusuf, SH, Sahala Siahaa, SH, dan Ahmad Sakdan
Idris, SH Para Advokat dari PT. Larasindo Jaya Agritama mengajukan surat permohonan PKPU
yang didaftarkan Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat dengan Reg
No.07/PKPU/2002/PN.NIAGA.JKT.PST.
Majelis Hakim juga tidak menemukan alasan-alasan pengadilan untuk menolak
pengesahan perdamaian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 285 ayat Undang-Undang
No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU maka Pengadilan wajib mengesahkan
Perdamaian tersebut.
Memutuskan :
1. Menyatakan Sah Perdamaian yang dilakukan antara pemohon PKPU yaitu Adam Rustam,
jabatan Direktur dari dan oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama PT. Larasindo Jaya
Agritama, dengan para krediturnya;
2. Menghukum debitur dan para krediturnya untuk mentaati putusan perdamaian ini;
3. Membebankan biaya perkara sebesar Rp.5.000.000,- pada pemohon.
2.2 Hasil Penelitian
1. Alasan Pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang.
Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 235 ayat (1) UU Kepailitan dan
PKPU. Biasanya PKPU diajukan oleh debitur dengan didasarkan pada 2 (dua) latar
belakang, yaitu:
a. Debitur memang ingin merestrukturisasi utangnya;
Hal tersebut dapat dilihat dalam pasal 222 ayat (2) Undang-Undang No.
37 tahun 2004, Besar harapkan dari debitur dengan adanya proses PKPU, utang-
utangnya tersebut dapat direstrukturisasi sesuai dengan keinginan pihak debitur
dan kreditur konkuren.
b. Sebagai perlawanan terhadap permohonan pailit dari kreditur.
Sering pula terjadi bahwa permohonan PKPU diajukan oleh debitur
sebagai perlawanan terhadap permohonan pailit yang diajukan pihak kreditur.
Sebab didalam pasal 229 ayat (3) Undang-Undang No. 37 tahun 2004, jika
permohonan pernyataan Pailit dan permohonan PKPU diperiksa pada saat
bersamaan maka permohonan PKPU harus diputuskan lebih dahulu.
PKPU merupakan suatu istilah yang selalu dikaitkan dengan masalah
kepailitan. Istilah PKPU pada umumnya sering dihubungkan dengan masalah
insolvensi tersebut. Ketentuan mengenai Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang ini diatur dalam Bab III dari Pasal 222 hingga 294 Undang-Undang
Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang,
Berdasarkan ketentuan pasal 224 ayat (2) Undang-Undang No. 37
tahun 2004, dapat diketahui bahwa pada pokoknya Undang-Undang
Kepailitan dan PKPU memperlakukan pengajuan permohonan PKPU sama
dengan proses permohonan pernyataan kepailitan. Hanya saja dalam
permohonan PKPU ini selain dapat diajukan oleh debitur sendiri dibantu oleh
Advokatnya, juga dapat diajukan oleh krediturnya sebagaimana ketentuan
pasal 222 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU. Selain itu, pada surat permohonan
PKPU juga dilampirkan rencana perdamaian yang diinginkan. Jika pada
tanggal permohonan dimasukkan rencana perdamaian belum dapat diajukan,
kecuali ditentukan lain, maka rencana perdamaian tetap dapat diajukan,
sepanjang pengajuannya dilakukan sebelum tanggal sidang.
2. Prosedur dan Proses Pengajuan Permohonan
PKPU.
2.3.1 Pengertian
Perdamaian (akkord) mempunyai arti bahwa, proses peradilan
yang diakhiri dengan pengesahan (homologati) yang mengikat seluruh
kreditur dan oleh karenanya seluruh kreditur harus tunduk dengan hasil
pengambilan keputusan (voting). Pada hakekatnya pengesahan adalah
untuk menguatkan perjanjian antara debitur dengan para kreditur.
2.3.2 Tata cara Pengajuan Rencana Perdamaian.
Mengenai tata cara pengajuan Rencana Perdamaian, ada dua macam
cara :
a. Dengan melampirkan Rencana Perdamaian pada permohonan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
b. Kemudian, sebelum sidang dengan menawarkan pembayaran kepada
Kreditur yang terhadapnya berlaku PKPU.
2. Prosedur Perdamaian dalam PKPU.
Segera setelah Panitera menerima Rencana Perdamaian, Hakim Pengawas harus
menentukan :
1. Hari terakhir tagihan-tagihan yang terkena PKPU atau tagihan-tagihan
konkuren harus disampaikan kepada pengurus;
2. Tanggal dan waktu Rencana Perdamaian yang diusulkan tersebut akan
dibicarakan dan diputuskan dalam rapat permusyawaratan Hakim.
2.3.3 Pengajuan Tagihan Para Kreditur.
2.3.4 Proses Pembahasan Rencana Perdamaian.
Dalam proses pembicaraan rencana perdamaian, pihak-pihak yang
boleh mengeluarkan suara adalah seluruh para berpiutang konkuren yang
haknya diakui atau diakui sementara termasuk kreditur konkuren yang
haknya ditentukan Hakim Pengawas yang hadir dalam rapat
permusyawaratan. Untuk lengkapnya mengenai para kreditur mana yang
diperbolehkan ikut serta dalam pemungutan suara tentang rencana
perdamaian, UU Kepailitan dan PKPU mengaturnya dengan rinci didalam
2.3.4 Proses Pembahasan Rencana Perdamaian.
Pengambilan suara (voting) guna menolak atau menerima rencana perdamaian tersebut
diperlukan jumlah suara 1/2 dari jumlah kreditur konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui
yang mewakili 2/3 bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditur
konkuren yang hadir sesuai dengan Pasal 281 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU.
2.3.5 Pengesahan (Homologatie) Rencana Perdamaian.
Suatu Rencana Perdamaian yang telah diterima agar mempunyai kekuatan hukum, maka
memerlukan pengesahan Perdamaian oleh Pengadilan Niaga atau yang dikenal dengan istilah
Homologatie. Terhadap rencana perdamaian yang diterima tersebut, Pengadilan Niaga harus
menetapkan tanggal sidang untuk pengesahan perdamaian paling lambat 14 hari setelah rencana
perdamaian disetujui oleh Kreditur.
2.3 Pembahasan
Mekanisme PKPU yang berlangsung baik itu pengangkatan Hakim Pengawas, Pengurus, pengajuan
rencana perdamaian, pencatatan tagihan kreditur, rapat-rapat, pembahasan rencana perdamaian hingga
voting yang terjadi dalam kasus tersebut menurut kajian dari penulis telah sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dimana proses PKPU tersebut tidak melanggar
ketentuan pasal 228 ayat (6) dimana telah ditetapkan batas waktu maksimal tidak boleh melebihi 270 hari
terhitung sejak putusan PKPU sementara diucapkan.
Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga terhadap perkara No.07/PKPU/2002/PN.NIAGA.JKT.PST
Majelis Hakim mendasarkan Putusannya pada pasal 281 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU. Dimana dalam
Kasus PT. Larasindo Jaya Agritama dengan Putusan No.07/PKPU/2002/PN.NIAGA.JKT.PST, Majelis Hakim
mengesahkan Rencana Perdamaian tersebut menjadi Perjanjian Perdamaian setelah memeriksa dan
mempelajari laporan tertulis dari Hakim Pengawas dan Pengurus serta mendengar laporan lisan dari panitia
kreditur dan debitur yang membenarkan laporan dari Hakim Pengawas maupun Pengurus, yang mana
pada laporan tersebut para kreditur telah menerima dan menyetujui secara Aklamasi Rencana
Perdamaian yang diajukan oleh debitur dalam hal ini PT. Larasindo Jaya Agritama.
BAB 3 PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
 Putusan Perkara PT. Kushendi Nomor : 03/PKPU/2001/PN.NIAGA.JK..PST, Majelis Hakim
menyatakan debitur berada dalam keadaan Pailit setelah memeriksa dan mempelajari
laporan tertulis dari Hakim Pengawas dan Pengurus yang mengatakan hasil dari voting
tersebut tidak mencapai 2/3 (dua pertiga) dari jumlah tagihan yang diakui atau diakui
sementara dari kreditur konkuren
 Putusan No.07/PKPU/2002/PN.NIAGA.JKT.PST, Majelis Hakim mengesahkan Rencana
Perdamaian tersebut menjadi Perjanjian Perdamaian setelah memeriksa dan
mempelajari laporan tertulis dari Hakim Pengawas dan Pengurus serta mendengar
laporan lisan dari panitia kreditur dan debitur yang membenarkan laporan dari Hakim
Pengawas maupun Pengurus, yang mana pada laporan tersebut para kreditur telah
menerima dan menyetujui secara Aklamasi Rencana Perdamaian yang diajukan
oleh debitur dalam hal ini PT.
3.2 SARAN
1. Perlunya penyempurnaan terhadap aturan-aturan dalam Undang-Undang
No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU
2. Perlu adanya aturan teknis mengenai pengambilan dan perhitungan suara
dalam penerimaan dan penolakan PKPU

More Related Content

PPT Pengadilan niaga tugas kelompoknew.pptx

  • 1. Nama Anggota : 1. Woro Susanti, SKM 221003741011207 2. Eka Prasetyani, S.Tr.A.K 221003741011202 3. dr. Indro Harianto Sp.PD 221003741011193 4. dr. Amril Yus Ubaidillah 221003741011226 5. Rizqi Robi Ali Sodiqin, S.H. 221003741011229 KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN UTANG PIUTANG MELALUI PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG ( Studi Kasus Atas Putusan Pengadilan Niaga Nomor : 03/PKPU/2001/PN.NIAGA.JKT.PST dan Nomor : 07/PKPU/2002/PN.NIAGA.JKT.PST )
  • 2. BAB I PENDAHULUAN Kepailitan seringkali disikapi oleh masyarakat suatu dunia yang sulit untuk diprediksi, suatu perusahaan tidak selalu berjalan dengan baik dan seringkali kondisi keuangan atau cash flow perusahaan tidak berjalan lancar sehingga perusahaan tersebut tidak bisa melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepeda kreditur. Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Pihak yang merasa dirugikan akan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua, apabila pihak kedua dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama, selesailah konflik tersebut. Sebaliknya apabila reaksi pihak kedua menunjukkan perbedaan pendapat atau memiliki nilai-nilai yang berbeda, akan terjadilah apa yang dinamakan sengketa. Berdasarkan perangkat hukum inilah, penyelesaian masalah utang-piutang dilakukan melalui prosedur Putusan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dalam penyelesaian masalah utang piutang melalui lembaga peradilan yang didasarkan atas UU Kepailitan dan PKPU, terdapat dua (2) cara yang dapat ditempuh yaitu dengan Putusan Pailit maupun dengan PKPU. 1.1 Latar Belakang
  • 3. 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diuraikan yang menjadi pokok permasalahan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Apakah Putusan Pengadilan Niaga Nomor: 03/PKPU/2001/PN.NIAGA.JKT.PST yang menyatakan debitur pailit tersebut telah sesuai dengan UU Kepailitan dan PKPU? 2. Apakah putusan pengadilan niaga Nomor: 07/PKPU/2002/PN.NIAGA.JKT.PST yang menerima perdamaian tersebut telah memenuhi ketentuan Undang-Undang No. 47 Tahun 2004?
  • 4. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama yang hendak dicapai penulis dalam menyusun makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Mengkaji secara normatif dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Niaga yang memutuskan menyatakan debitur dalam keadaan pailit. 2. mengkaji secara normative dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Niaga yang memutuskan menyatakan sah perdamaian antara pemohon PKPU dan para krediturnya. 1.4 kegunaan penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis.
  • 6. 2.1 Uraian Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat 1. A. Kasus Posisi Putusan No.03/PKPU/2001/PN.NIAGA.JKT.PST Pada tanggal 22 Mei 2001, Kusno Darmawan dalam jabatannya selaku Direktur Utama dari dan oleh karena itu bertindak untuk dan atas nama PT. Kushendy Asri Busana, yang berkedudukan di Jakarta, Jl.Cideng Barat No.79, Jakarta Pusat, bersama-sama dengan kuasa hukumnya Timbul Thomas Lubis, SH, LL.M, dkk, Advokat dari kantor LUBIS, GANIE, SUROWIDJOJO telah mengajukan permohonan PKPU Bahwa kemudian Majelis Hakim memberikan putusannya atas hasil voting tersebut, yang diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim tanggal 23 Oktober 2001 Mengadili : Menyatakan Debitur PT. KUSHENDY berada dalam keadaan Pailit; Menunjuk Ibu CH. Kristi Purnamiwulan, SH, Hakim Niaga pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat selaku Hakim Pengawas; Mengangkat ibu Hj. Tutik Sri Suharti, SH beralamat di jalan Garuda No.71B, Kemayoran, Jakarta Pusat, terdaftar di Departemen Kehakiman Republik Indonesia No.C.HT.05.14-28 tahun 1999 tanggal 13 April 1999 sebagai Kurator; Menetapkan bahwa imbalan jasa bagi kurator dan biaya kepailitan akan ditetapkan kemudian setelah kurator selesai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku; Membebankan biaya perkara pada debitur sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah).
  • 7. 1. B. Kasus Posisi Putusan No.07/PKPU/2002/PN.NIAGA.JKT.PST Pada tanggal 4 November 2002 PT. Larasindo Jaya Agritama yang beralamat dijalan Jend. Sudirman Kav.27, Menara Bank Bali Lantai 8 Jakarta Selatan diwakili oleh Adam Rustam selaku Direktur bersama dengan Achmad Yani Yusuf, SH, Sahala Siahaa, SH, dan Ahmad Sakdan Idris, SH Para Advokat dari PT. Larasindo Jaya Agritama mengajukan surat permohonan PKPU yang didaftarkan Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat dengan Reg No.07/PKPU/2002/PN.NIAGA.JKT.PST. Majelis Hakim juga tidak menemukan alasan-alasan pengadilan untuk menolak pengesahan perdamaian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 285 ayat Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU maka Pengadilan wajib mengesahkan Perdamaian tersebut. Memutuskan : 1. Menyatakan Sah Perdamaian yang dilakukan antara pemohon PKPU yaitu Adam Rustam, jabatan Direktur dari dan oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama PT. Larasindo Jaya Agritama, dengan para krediturnya; 2. Menghukum debitur dan para krediturnya untuk mentaati putusan perdamaian ini; 3. Membebankan biaya perkara sebesar Rp.5.000.000,- pada pemohon.
  • 8. 2.2 Hasil Penelitian 1. Alasan Pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 235 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU. Biasanya PKPU diajukan oleh debitur dengan didasarkan pada 2 (dua) latar belakang, yaitu: a. Debitur memang ingin merestrukturisasi utangnya; Hal tersebut dapat dilihat dalam pasal 222 ayat (2) Undang-Undang No. 37 tahun 2004, Besar harapkan dari debitur dengan adanya proses PKPU, utang- utangnya tersebut dapat direstrukturisasi sesuai dengan keinginan pihak debitur dan kreditur konkuren. b. Sebagai perlawanan terhadap permohonan pailit dari kreditur. Sering pula terjadi bahwa permohonan PKPU diajukan oleh debitur sebagai perlawanan terhadap permohonan pailit yang diajukan pihak kreditur. Sebab didalam pasal 229 ayat (3) Undang-Undang No. 37 tahun 2004, jika permohonan pernyataan Pailit dan permohonan PKPU diperiksa pada saat bersamaan maka permohonan PKPU harus diputuskan lebih dahulu.
  • 9. PKPU merupakan suatu istilah yang selalu dikaitkan dengan masalah kepailitan. Istilah PKPU pada umumnya sering dihubungkan dengan masalah insolvensi tersebut. Ketentuan mengenai Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini diatur dalam Bab III dari Pasal 222 hingga 294 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Berdasarkan ketentuan pasal 224 ayat (2) Undang-Undang No. 37 tahun 2004, dapat diketahui bahwa pada pokoknya Undang-Undang Kepailitan dan PKPU memperlakukan pengajuan permohonan PKPU sama dengan proses permohonan pernyataan kepailitan. Hanya saja dalam permohonan PKPU ini selain dapat diajukan oleh debitur sendiri dibantu oleh Advokatnya, juga dapat diajukan oleh krediturnya sebagaimana ketentuan pasal 222 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU. Selain itu, pada surat permohonan PKPU juga dilampirkan rencana perdamaian yang diinginkan. Jika pada tanggal permohonan dimasukkan rencana perdamaian belum dapat diajukan, kecuali ditentukan lain, maka rencana perdamaian tetap dapat diajukan, sepanjang pengajuannya dilakukan sebelum tanggal sidang. 2. Prosedur dan Proses Pengajuan Permohonan PKPU.
  • 10. 2.3.1 Pengertian Perdamaian (akkord) mempunyai arti bahwa, proses peradilan yang diakhiri dengan pengesahan (homologati) yang mengikat seluruh kreditur dan oleh karenanya seluruh kreditur harus tunduk dengan hasil pengambilan keputusan (voting). Pada hakekatnya pengesahan adalah untuk menguatkan perjanjian antara debitur dengan para kreditur. 2.3.2 Tata cara Pengajuan Rencana Perdamaian. Mengenai tata cara pengajuan Rencana Perdamaian, ada dua macam cara : a. Dengan melampirkan Rencana Perdamaian pada permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; b. Kemudian, sebelum sidang dengan menawarkan pembayaran kepada Kreditur yang terhadapnya berlaku PKPU. 2. Prosedur Perdamaian dalam PKPU.
  • 11. Segera setelah Panitera menerima Rencana Perdamaian, Hakim Pengawas harus menentukan : 1. Hari terakhir tagihan-tagihan yang terkena PKPU atau tagihan-tagihan konkuren harus disampaikan kepada pengurus; 2. Tanggal dan waktu Rencana Perdamaian yang diusulkan tersebut akan dibicarakan dan diputuskan dalam rapat permusyawaratan Hakim. 2.3.3 Pengajuan Tagihan Para Kreditur. 2.3.4 Proses Pembahasan Rencana Perdamaian. Dalam proses pembicaraan rencana perdamaian, pihak-pihak yang boleh mengeluarkan suara adalah seluruh para berpiutang konkuren yang haknya diakui atau diakui sementara termasuk kreditur konkuren yang haknya ditentukan Hakim Pengawas yang hadir dalam rapat permusyawaratan. Untuk lengkapnya mengenai para kreditur mana yang diperbolehkan ikut serta dalam pemungutan suara tentang rencana perdamaian, UU Kepailitan dan PKPU mengaturnya dengan rinci didalam
  • 12. 2.3.4 Proses Pembahasan Rencana Perdamaian. Pengambilan suara (voting) guna menolak atau menerima rencana perdamaian tersebut diperlukan jumlah suara 1/2 dari jumlah kreditur konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang mewakili 2/3 bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditur konkuren yang hadir sesuai dengan Pasal 281 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU. 2.3.5 Pengesahan (Homologatie) Rencana Perdamaian. Suatu Rencana Perdamaian yang telah diterima agar mempunyai kekuatan hukum, maka memerlukan pengesahan Perdamaian oleh Pengadilan Niaga atau yang dikenal dengan istilah Homologatie. Terhadap rencana perdamaian yang diterima tersebut, Pengadilan Niaga harus menetapkan tanggal sidang untuk pengesahan perdamaian paling lambat 14 hari setelah rencana perdamaian disetujui oleh Kreditur.
  • 13. 2.3 Pembahasan Mekanisme PKPU yang berlangsung baik itu pengangkatan Hakim Pengawas, Pengurus, pengajuan rencana perdamaian, pencatatan tagihan kreditur, rapat-rapat, pembahasan rencana perdamaian hingga voting yang terjadi dalam kasus tersebut menurut kajian dari penulis telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dimana proses PKPU tersebut tidak melanggar ketentuan pasal 228 ayat (6) dimana telah ditetapkan batas waktu maksimal tidak boleh melebihi 270 hari terhitung sejak putusan PKPU sementara diucapkan. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga terhadap perkara No.07/PKPU/2002/PN.NIAGA.JKT.PST Majelis Hakim mendasarkan Putusannya pada pasal 281 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU. Dimana dalam Kasus PT. Larasindo Jaya Agritama dengan Putusan No.07/PKPU/2002/PN.NIAGA.JKT.PST, Majelis Hakim mengesahkan Rencana Perdamaian tersebut menjadi Perjanjian Perdamaian setelah memeriksa dan mempelajari laporan tertulis dari Hakim Pengawas dan Pengurus serta mendengar laporan lisan dari panitia kreditur dan debitur yang membenarkan laporan dari Hakim Pengawas maupun Pengurus, yang mana pada laporan tersebut para kreditur telah menerima dan menyetujui secara Aklamasi Rencana Perdamaian yang diajukan oleh debitur dalam hal ini PT. Larasindo Jaya Agritama.
  • 14. BAB 3 PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Putusan Perkara PT. Kushendi Nomor : 03/PKPU/2001/PN.NIAGA.JK..PST, Majelis Hakim menyatakan debitur berada dalam keadaan Pailit setelah memeriksa dan mempelajari laporan tertulis dari Hakim Pengawas dan Pengurus yang mengatakan hasil dari voting tersebut tidak mencapai 2/3 (dua pertiga) dari jumlah tagihan yang diakui atau diakui sementara dari kreditur konkuren Putusan No.07/PKPU/2002/PN.NIAGA.JKT.PST, Majelis Hakim mengesahkan Rencana Perdamaian tersebut menjadi Perjanjian Perdamaian setelah memeriksa dan mempelajari laporan tertulis dari Hakim Pengawas dan Pengurus serta mendengar laporan lisan dari panitia kreditur dan debitur yang membenarkan laporan dari Hakim Pengawas maupun Pengurus, yang mana pada laporan tersebut para kreditur telah menerima dan menyetujui secara Aklamasi Rencana Perdamaian yang diajukan oleh debitur dalam hal ini PT. 3.2 SARAN 1. Perlunya penyempurnaan terhadap aturan-aturan dalam Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU 2. Perlu adanya aturan teknis mengenai pengambilan dan perhitungan suara dalam penerimaan dan penolakan PKPU