Dokumen tersebut membahas berbagai topik ekonomi Islam seperti muamalah, jual beli, utang piutang, sewa menyewa, syirkah, perbankan syariah, dan asuransi syariah. Secara garis besar dibahas pengertian, prinsip, dan syarat-syarat transaksi ekonomi Islam.
1 of 24
Downloaded 1,621 times
More Related Content
Presentasi BAB pendidikan agama islam kelas 11 Prinsip dan praktik ekonomi islam
5. A. Pengertian Mumalah
1. Mumalah dalam kamus Bahasa Indonesia artinya hal-hal yang termasuk
urusan kemasyarakatan (pergaulan, perdata, dsb). Sementara dalam
fiqh Islam berarti tukarmenukar barang atau sesuatu yang memberi
manfaat dengan cara yang ditempuhnya, seperti jual-beli,
sewamenyewa, upah-mengupah, pinjammeminjam, urusan bercocok
tanam, berserikat, dan usaha lainnya.
Dalam melakukan transaksi ekonomi, seperti jual-beli, sewa-
menyewa, utang-piutang, dan pinjam-meminjam, Islam melarang beberapa
hal di antaranya seperti berikut:
a. Tidak boleh mempergunakan cara-cara yang batil.
b. Tidak boleh melakukan kegiatan riba.
c. Tidak boleh dengan cara-cara 畉lim (aniaya).
d. Tidak boleh mempermainkan takaran, timbangan, kualitas, dan
kehalalan.
e. Tidak boleh dengan cara-cara spekulasi/berjudi.
f. Tidak boleh melakukan transaksi jual-beli barang haram.
7. a Syarat-Syarat Jual-Beli
Syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Islam tentang jual-beli adalah sebagai berikut.
1) Penjual dan pembelinya haruslah:
a) Ballig.
b) Berakal sehat.
c) Atas kehendak sendiri.
2) Uang dan barangnya haruslah:
a) Halal dan suci
Haram menjual arak dan bangkai, begitu juga babi dan berhala, termasuk lemak bangkai
tersebut.
b) Bermanfaat
Membeli barang-barang yang tidak bermanfaat sama dengan menyia-nyiakan harta atau
pemboros.
c) Keadaan barang dapat diserahterimakan
Tidak sah menjual barang yang tidak dapat diserahterimakan. Contohnya, menjual ikan
dalam laut atau barang yang sedang dijadikan jaminan.
d) Keadaan barang diketahui oleh penjual dan pembeli.
e) Milik sendiri.
3) Ijab Qobul
Seperti pernyataan penjual, Saya jual barang ini dengan harga sekian.Pembeli
menjawab, Baiklah saya beli. Dengan demikian, berarti jual-beli itu berlangsung suka
sama suka. Rasulullah saw. bersabda, Sesungguhnya jual-beli itu hanya sah jika suka
sama suka. (HR. Ibnu Hibban)
11. Macam-Macam Rib
a) Rib Fa畍li, adalah pertukaran barang sejenis yang tidak sama
timbangannya. Misalnya, cincin emas 22 karat seberat 10 gram ditukar
dengan emas 22 karat namun seberat 11 gram. Kelebihannya itulah
yang termasuk riba.
b) Rib Qor畍i, adalah pinjammeminjam dengan syarat harus
memberi kelebihan saat mengembalikannya. Misal si A bersedia
meminjami si B uang sebesar Rp100.000,00 asal si B bersedia
mengembalikannya sebesar Rp115.000,00. Bunga pinjaman itulah yang
disebut riba.
c) Rib Ydi, adalah akad jual-beli barang sejenis dan sama
timbangannya, namun penjual dan pembeli berpisah sebelum
melakukan serah terima. Seperti penjualan kacang, ketela yang masih di
dalam tanah.
d) Rib Nasiah, adalah akad jual-beli dengan penyerahan barang
beberapa waktu kemudian. Misalnya, membeli buah-buahan yang masih
kecil-kecil di pohonnya, kemudian diserahkan setelah besar-besar atau
setelah layak dipetik. Atau, membeli padi di musim kemarau, tetapi
diserahkan setelah panen.
12. a. Pengertian Utang-piutang:
Utang-piutang adalah menyerahkan harta dan benda kepada seseorang
dengan catatan akan dikembalikan pada waktu kemudian. Tentu saja
dengan tidak mengubah keadaannya.
b. Rukun Utang-piutang:
1) yang berpiutang dan yang berutang
2) ada harta atau barang
3) Lafadz kesepakatan. Misal: Saya utangkan ini kepadamu. Yang
berutang menjawab, Ya, saya utang dulu, beberapa hari lagi
(sebutkan dengan jelas) atau jika sudah punya akan saya lunasi. Untuk
menghindari keributan di belakang hari, Allah Swt. menyarankan agar
kita mencatat dengan baik utang-piutang yang kita lakukan. Jika orang
yang berutang tidak dapat melunasi tepat pada waktunya karena
kesulitan, Allah Swt. menganjurkan memberinya kelonggaran.
2. Utang-piutang
13. 3. Sewa-menyewa
a. Pengertian Sewa-menyewa:
Sewa-menyewa dalam fiqh Islam disebut ijrah, artinya imbalan yang harus diterima oleh
seseorang atas jasa yang diberikannya. Jasa di sini berupa penyediaan tenaga dan pikiran,
tempat tinggal, atau hewan.
b. Syarat dan Rukun Sewa-menyewa:
1) Yang menyewakan dan yang menyewa haruslah telah ballig dan berakal sehat.
2) Sewa-menyewa dilangsungkan atas kemauan masing-masing, bukan karena dipaksa.
3) Barang tersebut menjadi hak sepenuhnya orang yang menyewakan, atau walinya.
4) Ditentukan barangnya serta keadaan dan sifat-sifatnya.
5) Manfaat yang akan diambil dari barang tersebut harus diketahui secara jelas oleh
kedua belah pihak.
6) Berapa lama memanfaatkan barang tersebut harus disebutkan dengan jelas.
7) Harga sewa dan cara pembayarannya juga harus ditentukan dengan jelas serta
disepakati bersama.
Dalam hal sewa-menyewa atau kontrak tenaga kerja, haruslah diketahui secara jelas dan
disepakati bersama sebelumnya hal-hal berikut. :
1) Jenis pekerjaan dan jam kerjanya.
2) Berapa lama masa kerja.
3) Berapa gaji dan bagaimana sistem pembayarannya: harian, bulanan, mingguan
ataukah borongan
4) Tunjangan-tunjangan seperti transpor, kesehatan, dan lain-lain.
15. C. Syirkah
Secara bahasa, kata syirkah (perseroan) berarti mencampurkan dua
bagian atau lebih sehingga tidak dapat lagi dibedakan antara bagian
yang satu dengan bagian yang lainnya. Menurut istilah, syirkah adalah
suatu akad yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang bersepakat
untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh
keuntungan.
a. Rukun dan Syarat Syirkah:
1) Dua belah pihak yang berakad (aqidani). Syarat orang yang
melakukan akad adalah harus memiliki kecakapan (ahliyah)
melakukan ta畊arruf (pengelolaan harta).
2) Objek akad yang disebut juga maqud alaihi mencakup
pekerjaan atau modal. Adapun syarat pekerjaan atau benda yang
dikelola dalam syirkah harus halal dan diperbolehkan dalam agama
dan pengelolaannya dapat diwakilkan.
3) Akad atau yang disebut juga dengan istilah 畊igat. Adapun syarat
sah akad harus berupa ta畊arruf, yaitu adanya aktivitas pengelolaan.
16. Macam-Macam Syirkah
1) Syirkah Innadalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang
masing- masing memberi kontribusi kerja (amal) dan modal (mal).
Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil sunah dan ijma
sahabat.
2) Syirkah Abdn adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang
masing-masing hanya memberikan kontribusi kerja (amal), tanpa
kontribusi modal (amal). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja
pikiran (seperti penulis naskah) ataupun kerja fisik (seperti tukang
batu). Syirkah ini juga disebut syirkah amal.
3) Syirkah Wuj笛h adalah kerja sama karena didasarkan pada
kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujuh) seseorang di
tengah masyarakat. Syirkah wuj笛h adalah syirkah antara dua
pihak yang sama-sama memberikan kontribusi kerja (amal)
dengan pihak ketiga yang memberikan konstribusi modal (mal).
17. Macam-Macam Syirkah
4) Syirkah Mufwa畍ah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan
semua jenis syirkah di atas. Syirkah mufwa畍ah dalam pengertian ini boleh
dipraktikkan. Sebab setiap jenis syirkah yang sah berarti boleh digabungkan menjadi
satu.
5) Mu畍rabah
Mu畍rabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, di mana pihak
pertama menyediakan semua modal (畊…hibul ml), pihak lainnya menjadi pengelola atau
pengusaha (mu畍arrib).
6) Musqah, Muzraah, dan Mukhbarah
a) Musqah
Musqah adalah kerja sama antara pemilik kebun dan petani di mana sang pemilik
kebun menyerahkan kepada petani agar dipelihara dan hasil panennya nanti akan dibagi
dua menurut persentase yang ditentukan pada waktu akad.
b) Muzraah dan Mukhbarah
Muzraah adalah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan
petani penggarap di mana benih tanamannya berasal dari petani. Sementara mukhbarah
ialah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap di
mana benih tanamannya berasal dari pemilik lahan.
19. D. Perbankan
1. Pengertian Perbankan
Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak dalam menghimpun dana
masyarakat dan disalurkannya kembali dengan menggunakan sistem bunga.
Bank dilihat dari segi penerapan bunganya, dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu seperti
berikut:
a. Bank Konvensional
Bank konvensional ialah bank yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan
kepada yang memerlukan, baik perorangan maupun badan usaha, guna
mengembangkan usahanya dengan menggunakan sistem bunga.
b. Bank Islam atau Bank Syariah
Bank Islam atau bank syariah ialah bank yang menjalankan operasinya menurut syariat
Islam. Istilah bunga yang ada pada bank konvensional tidak ada dalam bank Islam. Bank
syariah menggunakan beberapa cara yang bersih dari riba, misalnya seperti berikut:
1) Mu畍rabah, yaitu kerja sama antara pemilik modal dan pelaku usaha dengan
perjanjian bagi hasil dan sama-sama menanggung kerugian dengan persentase sesuai
perjanjian. Dalam sistem mu畍rabah, pihak bank sama sekali tidak mengintervensi
manajemen perusahaan.
2) Musyrakah, yakni kerja sama antara pihak bank dan pengusaha di mana masing-
masing sama-sama memiliki saham. Oleh karena itu, kedua belah pihak mengelola
usahanya secara bersama-sama dan menanggung untung ruginya secara bersama-sama
pula.
20. 3) Wadiah, yakni jasa penitipan uang, barang, deposito, maupun
surat berharga. Amanah dari pihak nasabah berupa uang atau barang
titipan yang telah disebutkan di atas dipelihara dengan baik oleh pihak
bank. Pihak bank juga memiliki hak untuk menggunakan dana yang
dititipkan dan menjamin bisa mengembalikan dana tersebut
sewaktuwaktu pemiliknya memerlukan.
4) Qar畍ul hasn, yakni pembiayaan lunak yang diberikan kepada
nasabah yang baik dalam keadaan darurat. Nasabah hanya diwajibkan
mengembalikan simpanan pokok pada saat jatuh tempo. Biasanya
layanan ini hanya diberikan untuk nasabah yang memiliki deposito di
bank tersebut sehingga menjadi wujud penghargaan bank kepada
nasabahnya.
5) Murbahah, yaitu suatu istilah dalam fiqh Islam yang
menggambarkan suatu jenis penjualan di mana penjual sepakat dengan
pembeli untuk menyediakan suatu produk, dengan ditambah jumlah
keuntungan tertentu di atas biaya produksi. Di sini, penjual
mengungkapkan biaya sesungguhnya yang dikeluarkan dan berapa
keuntungan yang hendak diambilnya. Pembayaran dapat dilakukan saat
penyerahan barang atau ditetapkan pada tanggal tertentu yang
disepakati. Dalam hal ini, bank membelikan atau menyediakan barang
yang diperlukan pengusaha untuk dijual lagi dan bank meminta
tambahan harga atas harga pembeliannya. Namun demikian, pihak bank
harus secara jujur menginformasikan harga pembelian yang sebenarnya.
22. E. Asuransi Syariah
1. Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah
Asuransi berasal dari bahasa Belanda, assurantie yang artinya
pertanggungan. Dalam bahasa Arab dikenal dengan at-Tam続n yang
berarti pertanggungan, perlindungan, keamanan, ketenangan atau
bebas dari perasaan takut. Si penanggung (assuradeur) disebut
muammin dan tertanggung (geasrurrerde) disebut mustamin.
Asuransi dalam ajaran Islam merupakan salah satu upaya
seorang muslim yang didasarkan nilai tauhid. Setiap manusia
menyadari bahwa sesungguhnya setiap jiwa tidak memiliki daya apa
pun ketika menerima musibah dari Allah Swt., baik berupa kematian,
kecelakaan, bencana alam maupun takdir buruk yang lain. Untuk
menghadapi berbagai musibah tersebut, ada beberapa cara untuk
menghadapinya. Pertama, menanggungnya sendiri. Kedua,
mengalihkan risiko ke pihak lain. Ketiga, mengelolanya bersama-sama.
Dalam ajaran Islam, musibah bukanlah permasalahan
individual, melainkan masalah kelompok walaupun musibah ini hanya
menimpa individu tertentu. Apalagi jika musibah itu mengenai
masyarakat luas seperti gempa bumi atau banjir. Berdasarkan ajaran
inilah, tujuan asuransi sangat sesuai dengan semangat ajaran tersebut.
23. 2. Perbedaan Asuransi Syariah dan
Asuransi Konvensional
Tentu saja prinsip tersebut berbeda dengan yang berlaku di sistem
asuransi konvensional, yang menggunakan prinsip transfer risiko. Seseorang
membayar sejumlah premi untuk mengalihkan risiko yang tidak mampu dia pikul
kepada perusahaan asuransi. Dengan kata lain, telah terjadi jual-beli atas risiko
kerugian yang belum pasti terjadi. Di sinilah cacat perjanjian asuransi
konvensional. Sebab akad dalam Islam mensyaratkan adanya sesuatu yang
bersifat pasti, apakah itu berbentuk barang ataupun jasa.
Perbedaan yang lain, pada asuransi konvensional dikenal dana hangus,
di mana peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi ketika ingin
mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo. Dalam konsep asuransi syariah,
mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta yang baru masuk sekalipun,
lantas karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri, dana atau premi yang
sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali, kecuali sebagian kecil saja
yang sudah diniatkan untuk dana tabarru (sumbangan) yang tidak dapat diambil.
Setidaknya, ada manfaat yang bisa diambil kaum muslimin dengan
terlibat dalam asuransi syariah, di antaranya bisa menjadi alternatif perlindungan
yang sesuai dengan hukum Islam. Produk ini juga bisa menjadi pilihan bagi
pemeluk agama lain yang memandang konsep syariah lebih adil bagi mereka
karena syariah merupakan sebuah prinsip yang bersifat universal.
Untuk pengaturan asuransi di Indonesia dapat dipedomani Fatwa Dewan
Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah.