Puisi Indonesia dibedakan menjadi puisi lama dan modern. Puisi lama dipengaruhi budaya Islam dan Hindu, sedangkan modern oleh budaya Eropa. Puisi lama sangat terikat aturan seperti jumlah baris dan kata dalam bait serta irama tertentu, sehingga makna kadang dikesampingkan. Jenis puisi lama populer saat ini adalah pantun dan syair meski jarang dibuat secara sungguh-sungguh. Pantun biasa digunakan untuk ungkapkan is
1 of 10
Download to read offline
More Related Content
Puisi lama
1. enurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru
Puisi lama
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
Jumlah kata dalam 1 baris
Jumlah baris dalam 1 bait
Persajakan (rima)
Banyak suku kata tiap baris
Irama
Ciri puisi lama:
Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun
rima.
Jenis-jenis puisi lama
Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Contoh:
Assalammualaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri
dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi.
Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat,
teka-teki, jenaka.
Contoh:
Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukkan ke dalam hati
Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
2. Contoh:
Dahulu parang sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
Seloka adalah pantun berkait.
Contoh:
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
Contoh:
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barangsiapa tinggalkan sembahyang (b)
Bagai rumah tiada bertiang (b)
Jika suami tiada berhati lurus (c)
Istri pun kelak menjadi kurus (c)
Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a,
berisi nasihat atau cerita.
Contoh:
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
Contoh:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
3. Jenis-jenis Majas
Majas perbandingan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas perbandingan
Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
Contoh: Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang
kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang pada
akhirnya berhenti ketika bertemu dengan laut.
Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
Contoh: Sudah dua hari ia tidak terlihat batang hidungnya.
Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan
penghubung, seperti layaknya, bagaikan, " umpama", "ibarat","bak", bagai".
Contoh: Kau umpama air aku bagai minyaknya, bagaikan Qais dan Laila yang dimabuk cinta
berkorban apa saja.
Metafora: Gaya Bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain karena
mempunyai sifat yang sama atau hampir sama.
Contoh: Cuaca mendung karena sang raja siang enggan menampakkan diri.
Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan
dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
Sinestesia: Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat
ungkapan rasa indra lainnya.
Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri
khas, atau atribut.
Contoh: Karena sering menghisap jarum, dia terserang penyakit paru-paru.(Rokok merek
Djarum)
Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan
karib.
Litotes: Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri.
Contoh: Terimalah kado yang tidak berharga ini sebagai tanda terima kasihku.
4. Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut
menjadi tidak masuk akal.
Contoh: Gedung-gedung perkantoran di kota-kota besar telah mencapai langit.
Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada
sesuatu yang bukan manusia.
Contoh: Hembusan angin di tepi pantai membelai rambutku.
Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak
bernyawa.
Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
Contoh:Sejak kemarin dia tidak kelihatan batang hidungnya.
Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
Contoh: Indonesia bertanding voli melawan Thailand.
Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata
lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
Contoh: Dimana saya bisa menemukan kamar kecilnya?
Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana
adanya.
Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
Contoh: Perilakunya seperti ular yang menggeliat.
Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
Perifrasa: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
Contoh: Kita bermain ke rumah Ina.
Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan
maksud.
Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.
Contoh: Masalahnya rumit, susah mencari jalan keluarnya seperti benang kusut.
Majas sindiran
5. Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas sindiran
Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari
fakta tersebut.
Contoh: Suaramu merdu seperti kaset kusut.
Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar.
Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada
manusia (lebih kasar dari ironi).
Contoh: Kamu kan sudah pintar ? Mengapa harus bertanya kepadaku ?
Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau
menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
Majas penegasan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas penegasan
Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan
keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
Contoh: Saya naik tangga ke atas.
Repetisi: Perulangan kata, frasa, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frasa, atau klausa yang sejajar.
Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
Sigmatisme: Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting
meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting
menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan
tersebut.
Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur
tersebut seharusnya ada.
Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat,
kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
6. Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata
penghubung.
Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
Eksklamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam
lebih dari satu konstruksi sintaksis.
Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi
sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.
Majas pertentangan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas pertentangan
Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun
sebenarnya keduanya benar.
Oksimoron: Paradoks dalam satu frasa.
Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan
yang lainnya.
Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada
bagian sebelumnya.
Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan
waktunya
8. Bentuk karya sastra pada dasarnya dibedakan menjadi prosa, puisi, dan drama. Secara garis
besar, puisi Indonesia digolongkan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu puisi lama dan puisi baru /
modern. Pengertian lama dan modern ini bukan sekedar menunjuk pada perbedaan waktu puisi
ini lahir, melainkan pada ciri-ciri yang berlainan.
Puisi lama banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam yang berkiblat pada sastra Arab dan sastra
Hindu, sedangkan puisi modern merupakan hasil persentuhan dengan budaya eropa.
Salah satu ciri puisi lama adalah bentuknya sangat terikat pada sejumlah aturan. Sebagai contoh,
jumlah baris dalam bait dan jumlah kata dalam satu baris puisi tidak boleh dibuat sesuka hati
penulis, tetapi seakan-akan sudah dibakukan. Selain itu, puisi juga harus membentuk irama
tertentu.
Menulis Puisi Lama
(sumber : sastralangit.wordpress.com)
Penulis harus mengikuti pola-pola rima atau persajakan sehingga irama yang dihasilkan tidak
menyimpang. Kedudukan aspek bentuk yang diwujudkan melalui bait, baris, kata, rima itu
sangat penting sehingga terkadang makna atau isi puisi dikesampingkan. Banyak puisi lama yang
hanya berupa rangkaian kata berima dan tidak mengandung makna.
Puisi lama juga mempunyai rima yang bermacam-macam, diantaranya adalah sebagai berikut :
Rima Silang : (a b a b)
Rima Rangkai / kembar : (a a a a)
Rima Peluk : (a b b a)
Rima Retak : (a a a b ; a b a a ; a a b a)
9. Saat ini ada dua jenis puisi lama yang masih sangat populer dalam masyarakat, yaitu pantun dan
syair. Meski sudah jarang dibuat secara sungguh-sungguh, dalam kesempatan-kesempatan
tertentu kedua puisi lama itu masih digunakan untuk berbagai keperluan.
Pantun
Pantun, ialah sejenis puisi yang dilisankan dan biasanya memakai lagu. Bagi orang Melatu atau
bangsa Indonesia, pada umumnya pantun dipakai untuk mencurahkan isi hati, menyatakan cinta
kasih, suka duka, kerinduan, nasihat dan sebagainya.
Pantun memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut :
Tiap-tiap bait terdiri atas empat baris.
Tiap-tiap baris terdiri atas 8 - 12 suku kata.
Sajak akhir merupakan sajak silang (dirumuskan a b a b).
Baris ke-1 dan ke-2 merupakan sampiran, sedangkan baris ke-3 dan ke-4 merupakan ini
atau maksud dari pantun tersebut.
Contoh Pantun :
Kalau ada sumur di ladang
Dapatkah kita menumpang mandi
Kalau ada umur panjang
Tentulah kita bertemu lagi
Air dalam bertambah dalam
Hujan di hulu belumlagi teduh
Hati dendam bertambah dendam
Dendam dahulu belum lagi sembuh
Syair
Syair adalah puisi lama yang berasal dari bahasa Arab. Puisi ini muncul ke Indonesia setelah
agama Islam beserta kesusastraan Islam tersebar di Indonesia. Oleh Dr. C. Hooykaas diterangkan
bahwa syair yang tertua dalam bahasa Melayu ialah yang terdapat di sebuah batu nisan di Minye
Tujoh (Aceh).
Syair memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan pantun, hanya berbeda dalam persajakannya,
syair bersajak (a a a a) dan semua baris merupakan isi (tidak ada sampiran).
Contoh Syair :
Setelah didengar raja betari
Murka baginda tidak terperi
Pedang terhunus baginda sendiri
Permaisuri tua memegangkan diri
Seraya katanya jangan begitu
Pandangkan mata saudaramu itu
Jika dibunuh bundanya sendiri
10. Jadilah dinda tidak begitu
1. Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan,
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan
Kutipan bait-bait sajak tersebut mengingatkan kita pada puisi lama bernama
...
A.Syair
B.Pantun
C.Gurindam
D.Seloka
E.Karnima
2. Kurang pikir kurang siasat
Tentu dirimu akan tersesat
Maksud isi kutipan gurindam tersebut adalah ...
A.Sifat cermat dalam berbuat membawa kesuksesan
B.Berpikir dalam bertindak, belum tentu selamat
C.Tiada guna menyesal bila sudah tersesat
D.Sifat terlalu hati-hati akan baik hasilnya
E.Sifat kurang cermat berpikir akan membawa kerugian