際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
enurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru 
Puisi lama 
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain : 
 Jumlah kata dalam 1 baris 
 Jumlah baris dalam 1 bait 
 Persajakan (rima) 
 Banyak suku kata tiap baris 
 Irama 
Ciri puisi lama: 
 Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya. 
 Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan. 
 Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun 
rima. 
Jenis-jenis puisi lama 
 Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib. 
Contoh: 
Assalammualaikum putri satulung besar 
Yang beralun berilir simayang 
Mari kecil, kemari 
Aku menyanggul rambutmu 
Aku membawa sadap gading 
Akan membasuh mukamu 
 Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri 
dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. 
Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, 
teka-teki, jenaka. 
Contoh: 
Kalau ada jarum patah 
Jangan dimasukkan ke dalam peti 
Kalau ada kataku yang salah 
Jangan dimasukkan ke dalam hati 
 Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
Contoh: 
Dahulu parang sekarang besi (a) 
Dahulu sayang sekarang benci (a) 
 Seloka adalah pantun berkait. 
Contoh: 
Lurus jalan ke Payakumbuh, 
Kayu jati bertimbal jalan 
Di mana hati tak kan rusuh, 
Ibu mati bapak berjalan 
 Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat. 
Contoh: 
Kurang pikir kurang siasat (a) 
Tentu dirimu akan tersesat (a) 
Barangsiapa tinggalkan sembahyang (b) 
Bagai rumah tiada bertiang (b) 
Jika suami tiada berhati lurus (c) 
Istri pun kelak menjadi kurus (c) 
 Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, 
berisi nasihat atau cerita. 
Contoh: 
Pada zaman dahulu kala (a) 
Tersebutlah sebuah cerita (a) 
Sebuah negeri yang aman sentosa (a) 
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a) 
 Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris. 
Contoh: 
Kalau anak pergi ke pekan 
Yu beli belanak pun beli sampiran 
Ikan panjang beli dahulu 
Kalau anak pergi berjalan 
Ibu cari sanak pun cari isi 
Induk semang cari dahulu
Jenis-jenis Majas 
Majas perbandingan 
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas perbandingan 
 Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran. 
Contoh: Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang 
kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang pada 
akhirnya berhenti ketika bertemu dengan laut. 
 Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal. 
Contoh: Sudah dua hari ia tidak terlihat batang hidungnya. 
 Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan 
penghubung, seperti layaknya, bagaikan, " umpama", "ibarat","bak", bagai". 
Contoh: Kau umpama air aku bagai minyaknya, bagaikan Qais dan Laila yang dimabuk cinta 
berkorban apa saja. 
 Metafora: Gaya Bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain karena 
mempunyai sifat yang sama atau hampir sama. 
Contoh: Cuaca mendung karena sang raja siang enggan menampakkan diri. 
 Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan 
dengan manusia untuk hal yang bukan manusia. 
 Sinestesia: Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat 
ungkapan rasa indra lainnya. 
 Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis. 
 Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang. 
 Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri 
khas, atau atribut. 
Contoh: Karena sering menghisap jarum, dia terserang penyakit paru-paru.(Rokok merek 
Djarum) 
 Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan 
karib. 
 Litotes: Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri. 
Contoh: Terimalah kado yang tidak berharga ini sebagai tanda terima kasihku.
 Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut 
menjadi tidak masuk akal. 
Contoh: Gedung-gedung perkantoran di kota-kota besar telah mencapai langit. 
 Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada 
sesuatu yang bukan manusia. 
Contoh: Hembusan angin di tepi pantai membelai rambutku. 
 Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak 
bernyawa. 
 Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek. 
Contoh:Sejak kemarin dia tidak kelihatan batang hidungnya. 
 Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian. 
Contoh: Indonesia bertanding voli melawan Thailand. 
 Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata 
lain yang lebih pantas atau dianggap halus. 
Contoh: Dimana saya bisa menemukan kamar kecilnya? 
 Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana 
adanya. 
 Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata. 
Contoh: Perilakunya seperti ular yang menggeliat. 
 Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita. 
 Perifrasa: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek. 
 Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata. 
Contoh: Kita bermain ke rumah Ina. 
 Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan 
maksud. 
 Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama. 
Contoh: Masalahnya rumit, susah mencari jalan keluarnya seperti benang kusut. 
Majas sindiran
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas sindiran 
 Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari 
fakta tersebut. 
Contoh: Suaramu merdu seperti kaset kusut. 
 Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar. 
 Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada 
manusia (lebih kasar dari ironi). 
Contoh: Kamu kan sudah pintar ? Mengapa harus bertanya kepadaku ? 
 Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau 
menertawakan gagasan, kebiasaan, dll. 
 Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya. 
Majas penegasan 
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas penegasan 
 Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan. 
 Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan 
keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan. 
Contoh: Saya naik tangga ke atas. 
 Repetisi: Perulangan kata, frasa, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat. 
 Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan. 
 Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan. 
 Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frasa, atau klausa yang sejajar. 
 Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya. 
 Sigmatisme: Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu. 
 Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan. 
 Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting 
meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting. 
 Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting 
menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting. 
 Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya. 
 Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan 
tersebut. 
 Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur 
tersebut seharusnya ada. 
 Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, 
kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
 Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata 
penghubung. 
 Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung. 
 Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat. 
 Eksklamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru. 
 Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan. 
 Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya. 
 Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan. 
 Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat. 
 Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam 
lebih dari satu konstruksi sintaksis. 
 Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi 
sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu. 
Majas pertentangan 
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas pertentangan 
 Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun 
sebenarnya keduanya benar. 
 Oksimoron: Paradoks dalam satu frasa. 
 Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan 
yang lainnya. 
 Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada 
bagian sebelumnya. 
 Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan 
waktunya
Puisi lama
Bentuk karya sastra pada dasarnya dibedakan menjadi prosa, puisi, dan drama. Secara garis 
besar, puisi Indonesia digolongkan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu puisi lama dan puisi baru / 
modern. Pengertian lama dan modern ini bukan sekedar menunjuk pada perbedaan waktu puisi 
ini lahir, melainkan pada ciri-ciri yang berlainan. 
Puisi lama banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam yang berkiblat pada sastra Arab dan sastra 
Hindu, sedangkan puisi modern merupakan hasil persentuhan dengan budaya eropa. 
Salah satu ciri puisi lama adalah bentuknya sangat terikat pada sejumlah aturan. Sebagai contoh, 
jumlah baris dalam bait dan jumlah kata dalam satu baris puisi tidak boleh dibuat sesuka hati 
penulis, tetapi seakan-akan sudah dibakukan. Selain itu, puisi juga harus membentuk irama 
tertentu. 
Menulis Puisi Lama 
(sumber : sastralangit.wordpress.com) 
Penulis harus mengikuti pola-pola rima atau persajakan sehingga irama yang dihasilkan tidak 
menyimpang. Kedudukan aspek bentuk yang diwujudkan melalui bait, baris, kata, rima itu 
sangat penting sehingga terkadang makna atau isi puisi dikesampingkan. Banyak puisi lama yang 
hanya berupa rangkaian kata berima dan tidak mengandung makna. 
Puisi lama juga mempunyai rima yang bermacam-macam, diantaranya adalah sebagai berikut : 
 Rima Silang : (a b a b) 
 Rima Rangkai / kembar : (a a a a) 
 Rima Peluk : (a b b a) 
 Rima Retak : (a a a b ; a b a a ; a a b a)
Saat ini ada dua jenis puisi lama yang masih sangat populer dalam masyarakat, yaitu pantun dan 
syair. Meski sudah jarang dibuat secara sungguh-sungguh, dalam kesempatan-kesempatan 
tertentu kedua puisi lama itu masih digunakan untuk berbagai keperluan. 
Pantun 
Pantun, ialah sejenis puisi yang dilisankan dan biasanya memakai lagu. Bagi orang Melatu atau 
bangsa Indonesia, pada umumnya pantun dipakai untuk mencurahkan isi hati, menyatakan cinta 
kasih, suka duka, kerinduan, nasihat dan sebagainya. 
Pantun memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut : 
 Tiap-tiap bait terdiri atas empat baris. 
 Tiap-tiap baris terdiri atas 8 - 12 suku kata. 
 Sajak akhir merupakan sajak silang (dirumuskan a b a b). 
 Baris ke-1 dan ke-2 merupakan sampiran, sedangkan baris ke-3 dan ke-4 merupakan ini 
atau maksud dari pantun tersebut. 
Contoh Pantun : 
Kalau ada sumur di ladang 
Dapatkah kita menumpang mandi 
Kalau ada umur panjang 
Tentulah kita bertemu lagi 
Air dalam bertambah dalam 
Hujan di hulu belumlagi teduh 
Hati dendam bertambah dendam 
Dendam dahulu belum lagi sembuh 
Syair 
Syair adalah puisi lama yang berasal dari bahasa Arab. Puisi ini muncul ke Indonesia setelah 
agama Islam beserta kesusastraan Islam tersebar di Indonesia. Oleh Dr. C. Hooykaas diterangkan 
bahwa syair yang tertua dalam bahasa Melayu ialah yang terdapat di sebuah batu nisan di Minye 
Tujoh (Aceh). 
Syair memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan pantun, hanya berbeda dalam persajakannya, 
syair bersajak (a a a a) dan semua baris merupakan isi (tidak ada sampiran). 
Contoh Syair : 
Setelah didengar raja betari 
Murka baginda tidak terperi 
Pedang terhunus baginda sendiri 
Permaisuri tua memegangkan diri 
Seraya katanya jangan begitu 
Pandangkan mata saudaramu itu 
Jika dibunuh bundanya sendiri
Jadilah dinda tidak begitu 
1. Lurus jalan ke Payakumbuh, 
Kayu jati bertimbal jalan 
Di mana hati tak kan rusuh, 
Ibu mati bapak berjalan 
Kayu jati bertimbal jalan, 
Turun angin patahlah dahan 
Ibu mati bapak berjalan, 
Ke mana untung diserahkan 
Kutipan bait-bait sajak tersebut mengingatkan kita pada puisi lama bernama 
... 
A.Syair 
B.Pantun 
C.Gurindam 
D.Seloka 
E.Karnima 
2. Kurang pikir kurang siasat 
Tentu dirimu akan tersesat 
Maksud isi kutipan gurindam tersebut adalah ... 
A.Sifat cermat dalam berbuat membawa kesuksesan 
B.Berpikir dalam bertindak, belum tentu selamat 
C.Tiada guna menyesal bila sudah tersesat 
D.Sifat terlalu hati-hati akan baik hasilnya 
E.Sifat kurang cermat berpikir akan membawa kerugian

More Related Content

Puisi lama

  • 1. enurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru Puisi lama Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain : Jumlah kata dalam 1 baris Jumlah baris dalam 1 bait Persajakan (rima) Banyak suku kata tiap baris Irama Ciri puisi lama: Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya. Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan. Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima. Jenis-jenis puisi lama Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Contoh: Assalammualaikum putri satulung besar Yang beralun berilir simayang Mari kecil, kemari Aku menyanggul rambutmu Aku membawa sadap gading Akan membasuh mukamu Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka. Contoh: Kalau ada jarum patah Jangan dimasukkan ke dalam peti Kalau ada kataku yang salah Jangan dimasukkan ke dalam hati Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
  • 2. Contoh: Dahulu parang sekarang besi (a) Dahulu sayang sekarang benci (a) Seloka adalah pantun berkait. Contoh: Lurus jalan ke Payakumbuh, Kayu jati bertimbal jalan Di mana hati tak kan rusuh, Ibu mati bapak berjalan Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat. Contoh: Kurang pikir kurang siasat (a) Tentu dirimu akan tersesat (a) Barangsiapa tinggalkan sembahyang (b) Bagai rumah tiada bertiang (b) Jika suami tiada berhati lurus (c) Istri pun kelak menjadi kurus (c) Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita. Contoh: Pada zaman dahulu kala (a) Tersebutlah sebuah cerita (a) Sebuah negeri yang aman sentosa (a) Dipimpin sang raja nan bijaksana (a) Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris. Contoh: Kalau anak pergi ke pekan Yu beli belanak pun beli sampiran Ikan panjang beli dahulu Kalau anak pergi berjalan Ibu cari sanak pun cari isi Induk semang cari dahulu
  • 3. Jenis-jenis Majas Majas perbandingan Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas perbandingan Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran. Contoh: Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang pada akhirnya berhenti ketika bertemu dengan laut. Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal. Contoh: Sudah dua hari ia tidak terlihat batang hidungnya. Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknya, bagaikan, " umpama", "ibarat","bak", bagai". Contoh: Kau umpama air aku bagai minyaknya, bagaikan Qais dan Laila yang dimabuk cinta berkorban apa saja. Metafora: Gaya Bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau hampir sama. Contoh: Cuaca mendung karena sang raja siang enggan menampakkan diri. Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia. Sinestesia: Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya. Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis. Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang. Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut. Contoh: Karena sering menghisap jarum, dia terserang penyakit paru-paru.(Rokok merek Djarum) Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib. Litotes: Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri. Contoh: Terimalah kado yang tidak berharga ini sebagai tanda terima kasihku.
  • 4. Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal. Contoh: Gedung-gedung perkantoran di kota-kota besar telah mencapai langit. Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia. Contoh: Hembusan angin di tepi pantai membelai rambutku. Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa. Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek. Contoh:Sejak kemarin dia tidak kelihatan batang hidungnya. Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian. Contoh: Indonesia bertanding voli melawan Thailand. Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus. Contoh: Dimana saya bisa menemukan kamar kecilnya? Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya. Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata. Contoh: Perilakunya seperti ular yang menggeliat. Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita. Perifrasa: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek. Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata. Contoh: Kita bermain ke rumah Ina. Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud. Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama. Contoh: Masalahnya rumit, susah mencari jalan keluarnya seperti benang kusut. Majas sindiran
  • 5. Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas sindiran Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut. Contoh: Suaramu merdu seperti kaset kusut. Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar. Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi). Contoh: Kamu kan sudah pintar ? Mengapa harus bertanya kepadaku ? Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll. Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya. Majas penegasan Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas penegasan Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan. Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan. Contoh: Saya naik tangga ke atas. Repetisi: Perulangan kata, frasa, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat. Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan. Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan. Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frasa, atau klausa yang sejajar. Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya. Sigmatisme: Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu. Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan. Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting. Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting. Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya. Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut. Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada. Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
  • 6. Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung. Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung. Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat. Eksklamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru. Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan. Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya. Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan. Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat. Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis. Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu. Majas pertentangan Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas pertentangan Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar. Oksimoron: Paradoks dalam satu frasa. Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya. Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya. Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya
  • 8. Bentuk karya sastra pada dasarnya dibedakan menjadi prosa, puisi, dan drama. Secara garis besar, puisi Indonesia digolongkan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu puisi lama dan puisi baru / modern. Pengertian lama dan modern ini bukan sekedar menunjuk pada perbedaan waktu puisi ini lahir, melainkan pada ciri-ciri yang berlainan. Puisi lama banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam yang berkiblat pada sastra Arab dan sastra Hindu, sedangkan puisi modern merupakan hasil persentuhan dengan budaya eropa. Salah satu ciri puisi lama adalah bentuknya sangat terikat pada sejumlah aturan. Sebagai contoh, jumlah baris dalam bait dan jumlah kata dalam satu baris puisi tidak boleh dibuat sesuka hati penulis, tetapi seakan-akan sudah dibakukan. Selain itu, puisi juga harus membentuk irama tertentu. Menulis Puisi Lama (sumber : sastralangit.wordpress.com) Penulis harus mengikuti pola-pola rima atau persajakan sehingga irama yang dihasilkan tidak menyimpang. Kedudukan aspek bentuk yang diwujudkan melalui bait, baris, kata, rima itu sangat penting sehingga terkadang makna atau isi puisi dikesampingkan. Banyak puisi lama yang hanya berupa rangkaian kata berima dan tidak mengandung makna. Puisi lama juga mempunyai rima yang bermacam-macam, diantaranya adalah sebagai berikut : Rima Silang : (a b a b) Rima Rangkai / kembar : (a a a a) Rima Peluk : (a b b a) Rima Retak : (a a a b ; a b a a ; a a b a)
  • 9. Saat ini ada dua jenis puisi lama yang masih sangat populer dalam masyarakat, yaitu pantun dan syair. Meski sudah jarang dibuat secara sungguh-sungguh, dalam kesempatan-kesempatan tertentu kedua puisi lama itu masih digunakan untuk berbagai keperluan. Pantun Pantun, ialah sejenis puisi yang dilisankan dan biasanya memakai lagu. Bagi orang Melatu atau bangsa Indonesia, pada umumnya pantun dipakai untuk mencurahkan isi hati, menyatakan cinta kasih, suka duka, kerinduan, nasihat dan sebagainya. Pantun memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut : Tiap-tiap bait terdiri atas empat baris. Tiap-tiap baris terdiri atas 8 - 12 suku kata. Sajak akhir merupakan sajak silang (dirumuskan a b a b). Baris ke-1 dan ke-2 merupakan sampiran, sedangkan baris ke-3 dan ke-4 merupakan ini atau maksud dari pantun tersebut. Contoh Pantun : Kalau ada sumur di ladang Dapatkah kita menumpang mandi Kalau ada umur panjang Tentulah kita bertemu lagi Air dalam bertambah dalam Hujan di hulu belumlagi teduh Hati dendam bertambah dendam Dendam dahulu belum lagi sembuh Syair Syair adalah puisi lama yang berasal dari bahasa Arab. Puisi ini muncul ke Indonesia setelah agama Islam beserta kesusastraan Islam tersebar di Indonesia. Oleh Dr. C. Hooykaas diterangkan bahwa syair yang tertua dalam bahasa Melayu ialah yang terdapat di sebuah batu nisan di Minye Tujoh (Aceh). Syair memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan pantun, hanya berbeda dalam persajakannya, syair bersajak (a a a a) dan semua baris merupakan isi (tidak ada sampiran). Contoh Syair : Setelah didengar raja betari Murka baginda tidak terperi Pedang terhunus baginda sendiri Permaisuri tua memegangkan diri Seraya katanya jangan begitu Pandangkan mata saudaramu itu Jika dibunuh bundanya sendiri
  • 10. Jadilah dinda tidak begitu 1. Lurus jalan ke Payakumbuh, Kayu jati bertimbal jalan Di mana hati tak kan rusuh, Ibu mati bapak berjalan Kayu jati bertimbal jalan, Turun angin patahlah dahan Ibu mati bapak berjalan, Ke mana untung diserahkan Kutipan bait-bait sajak tersebut mengingatkan kita pada puisi lama bernama ... A.Syair B.Pantun C.Gurindam D.Seloka E.Karnima 2. Kurang pikir kurang siasat Tentu dirimu akan tersesat Maksud isi kutipan gurindam tersebut adalah ... A.Sifat cermat dalam berbuat membawa kesuksesan B.Berpikir dalam bertindak, belum tentu selamat C.Tiada guna menyesal bila sudah tersesat D.Sifat terlalu hati-hati akan baik hasilnya E.Sifat kurang cermat berpikir akan membawa kerugian