際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Presentan : dr. Ikhsan
Pembimbing : dr. Peni Kusumastuti, SpKFR-K
29-12
TINJAUAN
PUSTAKA
01
Pencegahan re-injury
pasca lateral ankle
sprain akut dengan
rehabilitasi berbasis
exercise
ANATOMI-
BIOMEKANIK
A ANKLE
01
PEMERIKSAA
N
03
MEKANISME
RE-INJURY
04
POKOK
BAHASAN
LATERAL
ANKLE
SPRAIN
02
PENCEGAHAN
RE-INJURY
05
02
ANATOMI &
BIOMEKANIKA
ANKLE
01
03
SENDI ANKLE
04
Neumann DA. Kinesiology of the Musculoskeletal System. 3rd ed. Elsevier; 2018.
Campbell KJ,et al.The ligament anatomy of the deltoid complex of the ankle: A qualitative and quantitative anatomical study.J Bone Jt Surg. 2014;96:110.
Lippert LS. Clinical Kinesiology and Anatomy. 5th ed. Philadelphia: F.A.Davis Company; 2011
Lengkung kaki
05
Negrini S, et al. 2016 SOSORT guidelines: Orthopaedic and rehabilitation treatment of idiopathic scoliosis during growth. Scoliosis and Spinal Disorders. 2018;13:14
Korbel K, et al. Scoliosis Research Society (SRS) Criteria and Society of Scoliosis Orthopaedic and Rehabilitation Treatment (SOSORT) 2008 Guidelines in Non-Operative
Treatment of Idiopathic Scoliosis. Polish Orthop Traumatol. 2014;79:11822
BIOMEKANIKA ANKLE
06
Neumann DA. Kinesiology of the Musculoskeletal System. 3rd ed. Elsevier; 2018
LATERAL ANKLE
SPRAIN
02
08
LATERAL ANKLE SPRAIN (LAS)
 cedera yang terjadi pada ligamen-ligamen yang berada pada
bagian lateral ankle terutama ATFL dan CFL, yang terkait dengan
mekanisme cederanya, posisi kaki, maupun gaya rotasional pada
sendi serta struktur yang menstabilisasinya
09
Melanson SW, Shuman VL. Acute ankle sprain. Eur J Emerg Med. 2011;18:22530.
Wagemans J, et al. Exercise-based rehabilitation reduces reinjury following acute lateral ankle sprain: A systematic review. PLoS One. 2022;17:36.
EPIDEMIOLOGI & FAKTOR RESIKO
 Ankle sprain  tipe cedera paling besar ke-2, atau sekitar 27,5%
dari jumlah cedera yang terjadi (riskesdas 2013)
 LAS 85% dari cedera ankle sprain
 Tidak ada perbedaan signifikan antara resiko terjadinya
lateral ankle sprain pada laki-laki maupun perempuan
 Puncak kejadian lateral ankle sprain : usia remaja, dengan puncak
usia 10-14 tahun pada perempuan dan 15-19 tahun pada laki-laki.
 Pada usia <25 tahun lebih sering karena cedera olahraga, pada
usia >50 tahun lebih sering karena terjatuh di rumah
 Peningkatan berat badan ataupun indeks massa tubuh >25 kg/m2
 resiko LAS lebih tinggi
0
10
Ferran NA, Maffulli N. Epidemiology of Sprains of the Lateral Ankle Ligament Complex. Foot Ankle Clin. 2006;11:65962
Delahunt E, Remus A. Risk factors for lateral ankle sprains and chronic ankle instability. J Athl Train. 2019;54:6116
Roos KG, et al . The Epidemiology of Lateral Ligament Complex Ankle Sprains in National Collegiate Athletic Association Sports. Am J Sports Med. 2017;45:2019
Klasifikasi
0
11
Mattacola CG, Dwyer MK. Rehabilitation of the ankle after acute sprain or chronic instability. J Athl Train. 2002;37:41329
Klasifikasi
0
12
xx
Grade I Grade II Grade III
Stretch ligamen ATFL Partial tear ATFL dan CFL Substantial tear pada ATFL dan
CFL dapat melibatkan PTFL juga
Nyeri dapat ditunjuk/ point
tenderness
Nyeri yang dapat ditunjuk ataupun
difus
Nyeri yang dapat ditunjuk ataupun
difus
Disfungsi terbatas Disfungsi sedang Disfungsi sedang hingga berat
Belum ada laksitas ligamen Laksitas ringan hingga sedang Laksitas sedang hingga berat
Dapat full-weight bearing Antalgic gait dan nyeri pada full-
weight bearing, mugkin
membutuhkan alat bantu jalan
Kemampuan terbatas/ tanpa
kemampuan untuk full-weight
bearing bila tanpa alat bantu
Sangat sedikit edema/ tanpa edema Edema ringan hingga sedang Edema berat
HEALING PROCESS
0
13
xx
AKUT SUBAKUT MATURASI
 Tanda dan gejala utama inflamasi
beupa nyeri, edema, eritema,
hangat, dan gangguan fungsi
masih nyata.
 Dimulai segera dan hilang
dalam 3 hingga 5 hari.
 Fokus penanganan peradangan
 Dimulai paling cepat 3 hari
setelah cedera berakhir dalam
6 minggu, ditandai
menurunnya tanda inflamasi
dan dimulainya perbaikan
jaringan,
 Mulai muncul serabut kolagen
lemah di lokasi cedera, hingga
berada dalam jumlah yang
signifikan setelah 7 hari pasca
cedera.
 Dapat diberikan stress pada
jaringan parut yang baru timbul
untuk meminimalkan ikatan
dengan jaringan di sekitarnya
dan untuk memicu alignment
jaringan yang sesuai.
 pada ankle sprain derajat I
dimulai pada 1 minggu pasca
cedera, sedangkan pada ankle
sprain derajat III dapat dimulai
paling cepat sekitar 3 minggu
pasca cedera. Pada fase
maturase, jaringan kolagen
menjadi lebih kuat dan lebih
terorganisasi, dengan kekuatan
tarikan jaringan parut (tensile
strength) yang meningkat
terutama pada minggu ke-5 dan
ke-6.
 Pemberian stress penting untuk
dilakukan pada jaringan parut
untuk mencegah disfungsional.
PEMERIKSAAN
03
0
14
2019 International Ankle Consortium
Rehabilitation-oriented Assesment (ROAST)
0
15
Delahunt E, et al. Clinical assessment of acute lateral ankle sprain injuries (ROAST): 2019 consensus statement and recommendations of the International Ankle
Consortium. Br J Sports Med. 2018;52:130410.
 Mekanisme cedera
 Riwayat lateral ankle sprain sebelumnya
 Status weight-bearing
 Pemeriksaan klinis tulang
 Pemeriksaan klinis ligamen
evaluasi impairment mekanis
0
16
Delahunt E, et al. Clinical assessment of acute lateral ankle sprain injuries (ROAST): 2019 consensus statement and recommendations of the International Ankle
Consortium. Br J Sports Med. 2018;52:130410.
a) Nyeri
b) Bengkak
c) Lingkup gerak sendi
d) Artrokinematik
e) Kekuatan otot
f) Keseimbangan postur statis
g) Keseimbangan postur dinamis
h) Pola jalan
i) Level aktivitas fisik
j) Patient-reported outcome measures (PROM)  FAAM
TANDA & GEJALA sesuai healing
process
0
17
xx
SPECIAL TEST
0
18
xx
SPECIAL TEST lainnya
0
19
xx
 Palpasi medial ligamen deltoid
 Palpasi bagian proksimal fibula untuk memastikan tidak ada fraktur
Maissoneuve (robekan/tear membrane interossei dan fraktur fibula
proksimal)
 Squeeze test untuk memastikan ada-tidaknya robekan ankle
syndesmosis yang akan menghasilkan instabilitas ankle mortis
 Cotton test (Rotasi eksternal ankle) untuk cedera sindesmosis
 Palpasi base metatarsal V untuk menyingkirkan kemungkinan fraktur
avulsi dari tarikan peroneus brevis
PENUNJANG
0
20
xx
 Dalam menegakkan diagnosis lateral ankle sprain beserta tingkat
keparahannya terdapat beberapa modalitas pemeriksaan seperti
ultrasonography dan magnetic resonance imaging.
USG pada LAS grade I
(tampak edema namun
ATFL masih intak)
MRI dengan gambaran
complete tear ATFL
MEKANISME RE-
INJURY
04
0
21
PATOFISIOLOGI
22
FAKTOR PENYEBAB RE-INJURY
 Hilangnya kontrol postur yang baik
 Gangguan propioseptif
 Kekuatan otot berkurang
 Laksitas ligamen
 LGS ankle berkurang
 Tipe kaki Cavus
0
23
Mugno AT, Constant D. Recurrent Ankle Sprain. StatPearls. 2020 [cited Dec 22nd
2022].Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/32809454
PENCEGAHAN
RE-INJURY
05
0
24
LANGKAH REHAB ANKLE SPRAIN
 Langkah 1: Proteksi area dari cedera lebih lanjut
 Langkah 2: Kurangi nyeri, bengkak, dan spasme
 Langkah 3:
Perbaiki lingkup gerak, fleksibilitas dan mobilitas jaringan
 Langkah 4:
Perbaiki kontrol neuromuskuler, kekuatan otot, endurance
dan power
 Langkah 5: Perbaiki propioseptif, koordinasi, dan agility/
kelincahan
0
25
xxx
PRINSIP PENCEGAHAN RE-INJURY
0
26
Exercise
Supportive
Device
Edukasi
LATIHAN
 Latihan LGS
 Strength training (isometric)
 Strength training (isotonic)
 Propioseptif dan keseimbangan
0
27
Wagemans J, et al. Exercise-based rehabilitation reduces reinjury following acute lateral ankle sprain: A systematic review. PLoS One. 2022;17:36.
STUDI terkait
0
28
Wagemans J, et al. Exercise-based rehabilitation reduces reinjury following acute lateral ankle sprain: A systematic review. PLoS One. 2022;17:36.
Peneliti Tipe studi Hasil
Wagemans,
dkk 2022
SRMA dari 11
RCT dengan
2182 partisipan
Pooled data found significant reductions in re-injury prevalence
at 12 months, in favour of the exercise-based
rehabilitation group vs usual care (OR: 0.60; 95%CI: 0.36 to
0.99)
Dohety, dkk
2016
SRMA dari 46
RCT
Strong evidence for bracing and moderate evidence for
neuromuscular training in preventing recurrence of an
ankle sprain. For the combined outcomes of pain,
swelling and function after an acute sprain, there was
strong evidence for non-steroidal anti-inflammatory
drugs and early mobilisation, with moderate evidence
supporting exercise and manual therapy techniques
LATIHAN LGS
0
29
Mattacola CG, Dwyer MK. Rehabilitation of the ankle after acute sprain or chronic instability. J Athl Train. 2002;37:41329
LATIHAN PENGUATAN ISOMETRIK
0
30
Mattacola CG, Dwyer MK. Rehabilitation of the ankle after acute sprain or chronic instability. J Athl Train. 2002;37:41329
LATIHAN PENGUATAN ISOTONIK
0
31
Mattacola CG, Dwyer MK. Rehabilitation of the ankle after acute sprain or chronic instability. J Athl Train. 2002;37:41329
LATIHAN PROPIOSEPTIF &
KESEIMBANGAN
0
32
Mattacola CG, Dwyer MK. Rehabilitation of the ankle after acute sprain or chronic instability. J Athl Train. 2002;37:41329
ANKLE SUPPORT & BRACE
 Penggunaan bergantung pada derajat sprain dan berkaitan dengan healing
process ligamen
 Pada derajat 3 bahkan kadang dibutuhkan casting selama 2 minggu terlebih
dahulu
 Berfungsi memberikan stabilisasi eksternal dan merangsang propioseptif
 Digunakan terutama saat beraktivitas rata-rata 6-8 jam/hari
0
33
Zwiers R, Vuurberg G, Blankevoort L, Kerkhoffs GMMJ. Taping and bracing in the prevention of ankle sprains: current concepts. J ISAKOS. 2016;1:30410
PERSIAPAN RETURN TO ACTIVITY
 a) Intervensi dini dengan diagnosis dan perencanaan penanganan
secara aktif.
 b) Diskusi dan perencanaan untuk kembali bekerja/beraktivitas
dilakukan dari awal.
 c) Rehabilitasi aktif tetap dilakukan sesuai dengan modifikasi
pekerjaan/aktivitas.
0
34
Kunkel M, Miller SD. Return to work after foot and ankle injury. Foot Ankle Clin. 2002;7:4218.
KRITERIA RETURN TO ACTIVITY
 Bebas nyeri
 Ankle tidak bengkak
 Full functional ROM
 Full functional muscle strength, endurance, and power.
 Adequate proprioception, balance, agility, and coordination
 Psychologically ready
0
35
Giangarra CE, Manske RC. Clinical Orthopaedic Rehabilitation: A Team Approach. 4th editio. Vol. 51, Medicine & Science in Sports & Exercise.
Philadelphia: Elsevier Inc.; 2019. 618 p
KESIMPULAN
 Terutama lateral, pastikan diagnose hanya soliter saja.
 Exclued tidak ada bone fracture
 Lateral paling sering distal fibula
 Gaya yang bekerja di sisi lateral. Hard tissue apakah ada
 Palpasi di ACTL
 Palpasi fibula
 Harus melakukan penunjang  USG, MRI . Bisa rontgen
 Murni ankle sprain. Tendon/ligamen ikuti healing process.
 Yang beda saat mobilisasi, lakukan imobilisasi. Untuk mempercepat
healing process. Re-injury.
 Lateral imobilisasi eversi
 Medial imobilisasi inversi
 Memperkuat otot sisi lateral atau medial 0
38
KESIMPULAN
 Bila terjadi pada lansi harus melakukan evaluasi menyeluruh.
 1. why dia terjadi sprain
 2. mengapa orang ini cedera
, precaution
Pada lansia terjadi banyak penurunan visus, keseimbangan, balans,
koordinasi gerak, komorbid yang lain, trauma Parkinson, vertigo,
obat yang diminum. Pasien harus tahu betul kapan berjalan yang
aman, harus alert. Apakah pakai alat bantu
Semi boot high quarter, bisa membuat lebih stabil
Counter sepatunya akan menjaga dan men-support ankle, insole juga
perlu dipertimbangkan, insole harus menyangga semua alas kaki
supaya beban area pada kaki benar-benar equal 0
39
KESIMPULAN
 Apakah perlu insole tambahan dan ankle support.
 Respect to healing process
 Recovery lebih cepat home progam
 PR di rumah juga tetap dikerjakan, bahkan pada fase akut, belum
bisa weight bearing, perlu jalan, maka butuh ambulatory aid,
diajarkan untuk melakukan di rumah. Terutama untuk fase
pemilihan. Kalau sudah ok, maintaining kekuatan. Balance,
propioseptif, balance. Dosis, setiap hari bisa buat repetisi, atau 30
menit latihan. Bisa diliha 1-2 minggu. Akan dilihat dalam 1 minggu.
 Kalau 1 minggu signifikan, berarti sudah benar, diteruskan, 2
minggu, mundur 1 bulan, tes selesai, waspada berjalan edukasi, dll.
0
40
KESIMPULAN
 Aktivitas tetap harus dipertimbangkan
 Termasuk juga kemampuan balans dan gait,
 4. re-injury berulang
 Perempuan, cewek balet, laki2, basket
 Balet, baru 3 minggu, di atas 3 bulan seharusnya.
 5 hari datang re-injury, latihan ringan, psikologis, locus minoris,
karena sudah re-injury. Harus pikirkan, aktivitas,
 Ambulatori aid jangka panjang
 Preciella, deformitas menyebabkan ankle sprain, pola berjalan,
biomekanika kaki, perubahan momen ke proksimal, hal ini
menyebabkan terjadinya cedera.
 Kalau ada perubahan gat akan ada perubahan ke proksimal. Mudah
terjadi cedera. Bila inversi, maka terjadinya LAS. Pada LAS berat.
Akan terjadi perubahan biomekanik, pada saat berjalan. Grade III.
0
41
TERIMA
KASIH
SESI
DISKUSI

More Related Content

Re-injury prevention after lateral ankle sprain

  • 1. Presentan : dr. Ikhsan Pembimbing : dr. Peni Kusumastuti, SpKFR-K 29-12 TINJAUAN PUSTAKA 01 Pencegahan re-injury pasca lateral ankle sprain akut dengan rehabilitasi berbasis exercise
  • 4. SENDI ANKLE 04 Neumann DA. Kinesiology of the Musculoskeletal System. 3rd ed. Elsevier; 2018. Campbell KJ,et al.The ligament anatomy of the deltoid complex of the ankle: A qualitative and quantitative anatomical study.J Bone Jt Surg. 2014;96:110. Lippert LS. Clinical Kinesiology and Anatomy. 5th ed. Philadelphia: F.A.Davis Company; 2011
  • 5. Lengkung kaki 05 Negrini S, et al. 2016 SOSORT guidelines: Orthopaedic and rehabilitation treatment of idiopathic scoliosis during growth. Scoliosis and Spinal Disorders. 2018;13:14 Korbel K, et al. Scoliosis Research Society (SRS) Criteria and Society of Scoliosis Orthopaedic and Rehabilitation Treatment (SOSORT) 2008 Guidelines in Non-Operative Treatment of Idiopathic Scoliosis. Polish Orthop Traumatol. 2014;79:11822
  • 6. BIOMEKANIKA ANKLE 06 Neumann DA. Kinesiology of the Musculoskeletal System. 3rd ed. Elsevier; 2018
  • 8. LATERAL ANKLE SPRAIN (LAS) cedera yang terjadi pada ligamen-ligamen yang berada pada bagian lateral ankle terutama ATFL dan CFL, yang terkait dengan mekanisme cederanya, posisi kaki, maupun gaya rotasional pada sendi serta struktur yang menstabilisasinya 09 Melanson SW, Shuman VL. Acute ankle sprain. Eur J Emerg Med. 2011;18:22530. Wagemans J, et al. Exercise-based rehabilitation reduces reinjury following acute lateral ankle sprain: A systematic review. PLoS One. 2022;17:36.
  • 9. EPIDEMIOLOGI & FAKTOR RESIKO Ankle sprain tipe cedera paling besar ke-2, atau sekitar 27,5% dari jumlah cedera yang terjadi (riskesdas 2013) LAS 85% dari cedera ankle sprain Tidak ada perbedaan signifikan antara resiko terjadinya lateral ankle sprain pada laki-laki maupun perempuan Puncak kejadian lateral ankle sprain : usia remaja, dengan puncak usia 10-14 tahun pada perempuan dan 15-19 tahun pada laki-laki. Pada usia <25 tahun lebih sering karena cedera olahraga, pada usia >50 tahun lebih sering karena terjatuh di rumah Peningkatan berat badan ataupun indeks massa tubuh >25 kg/m2 resiko LAS lebih tinggi 0 10 Ferran NA, Maffulli N. Epidemiology of Sprains of the Lateral Ankle Ligament Complex. Foot Ankle Clin. 2006;11:65962 Delahunt E, Remus A. Risk factors for lateral ankle sprains and chronic ankle instability. J Athl Train. 2019;54:6116 Roos KG, et al . The Epidemiology of Lateral Ligament Complex Ankle Sprains in National Collegiate Athletic Association Sports. Am J Sports Med. 2017;45:2019
  • 10. Klasifikasi 0 11 Mattacola CG, Dwyer MK. Rehabilitation of the ankle after acute sprain or chronic instability. J Athl Train. 2002;37:41329
  • 11. Klasifikasi 0 12 xx Grade I Grade II Grade III Stretch ligamen ATFL Partial tear ATFL dan CFL Substantial tear pada ATFL dan CFL dapat melibatkan PTFL juga Nyeri dapat ditunjuk/ point tenderness Nyeri yang dapat ditunjuk ataupun difus Nyeri yang dapat ditunjuk ataupun difus Disfungsi terbatas Disfungsi sedang Disfungsi sedang hingga berat Belum ada laksitas ligamen Laksitas ringan hingga sedang Laksitas sedang hingga berat Dapat full-weight bearing Antalgic gait dan nyeri pada full- weight bearing, mugkin membutuhkan alat bantu jalan Kemampuan terbatas/ tanpa kemampuan untuk full-weight bearing bila tanpa alat bantu Sangat sedikit edema/ tanpa edema Edema ringan hingga sedang Edema berat
  • 12. HEALING PROCESS 0 13 xx AKUT SUBAKUT MATURASI Tanda dan gejala utama inflamasi beupa nyeri, edema, eritema, hangat, dan gangguan fungsi masih nyata. Dimulai segera dan hilang dalam 3 hingga 5 hari. Fokus penanganan peradangan Dimulai paling cepat 3 hari setelah cedera berakhir dalam 6 minggu, ditandai menurunnya tanda inflamasi dan dimulainya perbaikan jaringan, Mulai muncul serabut kolagen lemah di lokasi cedera, hingga berada dalam jumlah yang signifikan setelah 7 hari pasca cedera. Dapat diberikan stress pada jaringan parut yang baru timbul untuk meminimalkan ikatan dengan jaringan di sekitarnya dan untuk memicu alignment jaringan yang sesuai. pada ankle sprain derajat I dimulai pada 1 minggu pasca cedera, sedangkan pada ankle sprain derajat III dapat dimulai paling cepat sekitar 3 minggu pasca cedera. Pada fase maturase, jaringan kolagen menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi, dengan kekuatan tarikan jaringan parut (tensile strength) yang meningkat terutama pada minggu ke-5 dan ke-6. Pemberian stress penting untuk dilakukan pada jaringan parut untuk mencegah disfungsional.
  • 14. 2019 International Ankle Consortium Rehabilitation-oriented Assesment (ROAST) 0 15 Delahunt E, et al. Clinical assessment of acute lateral ankle sprain injuries (ROAST): 2019 consensus statement and recommendations of the International Ankle Consortium. Br J Sports Med. 2018;52:130410. Mekanisme cedera Riwayat lateral ankle sprain sebelumnya Status weight-bearing Pemeriksaan klinis tulang Pemeriksaan klinis ligamen
  • 15. evaluasi impairment mekanis 0 16 Delahunt E, et al. Clinical assessment of acute lateral ankle sprain injuries (ROAST): 2019 consensus statement and recommendations of the International Ankle Consortium. Br J Sports Med. 2018;52:130410. a) Nyeri b) Bengkak c) Lingkup gerak sendi d) Artrokinematik e) Kekuatan otot f) Keseimbangan postur statis g) Keseimbangan postur dinamis h) Pola jalan i) Level aktivitas fisik j) Patient-reported outcome measures (PROM) FAAM
  • 16. TANDA & GEJALA sesuai healing process 0 17 xx
  • 18. SPECIAL TEST lainnya 0 19 xx Palpasi medial ligamen deltoid Palpasi bagian proksimal fibula untuk memastikan tidak ada fraktur Maissoneuve (robekan/tear membrane interossei dan fraktur fibula proksimal) Squeeze test untuk memastikan ada-tidaknya robekan ankle syndesmosis yang akan menghasilkan instabilitas ankle mortis Cotton test (Rotasi eksternal ankle) untuk cedera sindesmosis Palpasi base metatarsal V untuk menyingkirkan kemungkinan fraktur avulsi dari tarikan peroneus brevis
  • 19. PENUNJANG 0 20 xx Dalam menegakkan diagnosis lateral ankle sprain beserta tingkat keparahannya terdapat beberapa modalitas pemeriksaan seperti ultrasonography dan magnetic resonance imaging. USG pada LAS grade I (tampak edema namun ATFL masih intak) MRI dengan gambaran complete tear ATFL
  • 22. FAKTOR PENYEBAB RE-INJURY Hilangnya kontrol postur yang baik Gangguan propioseptif Kekuatan otot berkurang Laksitas ligamen LGS ankle berkurang Tipe kaki Cavus 0 23 Mugno AT, Constant D. Recurrent Ankle Sprain. StatPearls. 2020 [cited Dec 22nd 2022].Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/32809454
  • 24. LANGKAH REHAB ANKLE SPRAIN Langkah 1: Proteksi area dari cedera lebih lanjut Langkah 2: Kurangi nyeri, bengkak, dan spasme Langkah 3: Perbaiki lingkup gerak, fleksibilitas dan mobilitas jaringan Langkah 4: Perbaiki kontrol neuromuskuler, kekuatan otot, endurance dan power Langkah 5: Perbaiki propioseptif, koordinasi, dan agility/ kelincahan 0 25 xxx
  • 26. LATIHAN Latihan LGS Strength training (isometric) Strength training (isotonic) Propioseptif dan keseimbangan 0 27 Wagemans J, et al. Exercise-based rehabilitation reduces reinjury following acute lateral ankle sprain: A systematic review. PLoS One. 2022;17:36.
  • 27. STUDI terkait 0 28 Wagemans J, et al. Exercise-based rehabilitation reduces reinjury following acute lateral ankle sprain: A systematic review. PLoS One. 2022;17:36. Peneliti Tipe studi Hasil Wagemans, dkk 2022 SRMA dari 11 RCT dengan 2182 partisipan Pooled data found significant reductions in re-injury prevalence at 12 months, in favour of the exercise-based rehabilitation group vs usual care (OR: 0.60; 95%CI: 0.36 to 0.99) Dohety, dkk 2016 SRMA dari 46 RCT Strong evidence for bracing and moderate evidence for neuromuscular training in preventing recurrence of an ankle sprain. For the combined outcomes of pain, swelling and function after an acute sprain, there was strong evidence for non-steroidal anti-inflammatory drugs and early mobilisation, with moderate evidence supporting exercise and manual therapy techniques
  • 28. LATIHAN LGS 0 29 Mattacola CG, Dwyer MK. Rehabilitation of the ankle after acute sprain or chronic instability. J Athl Train. 2002;37:41329
  • 29. LATIHAN PENGUATAN ISOMETRIK 0 30 Mattacola CG, Dwyer MK. Rehabilitation of the ankle after acute sprain or chronic instability. J Athl Train. 2002;37:41329
  • 30. LATIHAN PENGUATAN ISOTONIK 0 31 Mattacola CG, Dwyer MK. Rehabilitation of the ankle after acute sprain or chronic instability. J Athl Train. 2002;37:41329
  • 31. LATIHAN PROPIOSEPTIF & KESEIMBANGAN 0 32 Mattacola CG, Dwyer MK. Rehabilitation of the ankle after acute sprain or chronic instability. J Athl Train. 2002;37:41329
  • 32. ANKLE SUPPORT & BRACE Penggunaan bergantung pada derajat sprain dan berkaitan dengan healing process ligamen Pada derajat 3 bahkan kadang dibutuhkan casting selama 2 minggu terlebih dahulu Berfungsi memberikan stabilisasi eksternal dan merangsang propioseptif Digunakan terutama saat beraktivitas rata-rata 6-8 jam/hari 0 33 Zwiers R, Vuurberg G, Blankevoort L, Kerkhoffs GMMJ. Taping and bracing in the prevention of ankle sprains: current concepts. J ISAKOS. 2016;1:30410
  • 33. PERSIAPAN RETURN TO ACTIVITY a) Intervensi dini dengan diagnosis dan perencanaan penanganan secara aktif. b) Diskusi dan perencanaan untuk kembali bekerja/beraktivitas dilakukan dari awal. c) Rehabilitasi aktif tetap dilakukan sesuai dengan modifikasi pekerjaan/aktivitas. 0 34 Kunkel M, Miller SD. Return to work after foot and ankle injury. Foot Ankle Clin. 2002;7:4218.
  • 34. KRITERIA RETURN TO ACTIVITY Bebas nyeri Ankle tidak bengkak Full functional ROM Full functional muscle strength, endurance, and power. Adequate proprioception, balance, agility, and coordination Psychologically ready 0 35 Giangarra CE, Manske RC. Clinical Orthopaedic Rehabilitation: A Team Approach. 4th editio. Vol. 51, Medicine & Science in Sports & Exercise. Philadelphia: Elsevier Inc.; 2019. 618 p
  • 35. KESIMPULAN Terutama lateral, pastikan diagnose hanya soliter saja. Exclued tidak ada bone fracture Lateral paling sering distal fibula Gaya yang bekerja di sisi lateral. Hard tissue apakah ada Palpasi di ACTL Palpasi fibula Harus melakukan penunjang USG, MRI . Bisa rontgen Murni ankle sprain. Tendon/ligamen ikuti healing process. Yang beda saat mobilisasi, lakukan imobilisasi. Untuk mempercepat healing process. Re-injury. Lateral imobilisasi eversi Medial imobilisasi inversi Memperkuat otot sisi lateral atau medial 0 38
  • 36. KESIMPULAN Bila terjadi pada lansi harus melakukan evaluasi menyeluruh. 1. why dia terjadi sprain 2. mengapa orang ini cedera , precaution Pada lansia terjadi banyak penurunan visus, keseimbangan, balans, koordinasi gerak, komorbid yang lain, trauma Parkinson, vertigo, obat yang diminum. Pasien harus tahu betul kapan berjalan yang aman, harus alert. Apakah pakai alat bantu Semi boot high quarter, bisa membuat lebih stabil Counter sepatunya akan menjaga dan men-support ankle, insole juga perlu dipertimbangkan, insole harus menyangga semua alas kaki supaya beban area pada kaki benar-benar equal 0 39
  • 37. KESIMPULAN Apakah perlu insole tambahan dan ankle support. Respect to healing process Recovery lebih cepat home progam PR di rumah juga tetap dikerjakan, bahkan pada fase akut, belum bisa weight bearing, perlu jalan, maka butuh ambulatory aid, diajarkan untuk melakukan di rumah. Terutama untuk fase pemilihan. Kalau sudah ok, maintaining kekuatan. Balance, propioseptif, balance. Dosis, setiap hari bisa buat repetisi, atau 30 menit latihan. Bisa diliha 1-2 minggu. Akan dilihat dalam 1 minggu. Kalau 1 minggu signifikan, berarti sudah benar, diteruskan, 2 minggu, mundur 1 bulan, tes selesai, waspada berjalan edukasi, dll. 0 40
  • 38. KESIMPULAN Aktivitas tetap harus dipertimbangkan Termasuk juga kemampuan balans dan gait, 4. re-injury berulang Perempuan, cewek balet, laki2, basket Balet, baru 3 minggu, di atas 3 bulan seharusnya. 5 hari datang re-injury, latihan ringan, psikologis, locus minoris, karena sudah re-injury. Harus pikirkan, aktivitas, Ambulatori aid jangka panjang Preciella, deformitas menyebabkan ankle sprain, pola berjalan, biomekanika kaki, perubahan momen ke proksimal, hal ini menyebabkan terjadinya cedera. Kalau ada perubahan gat akan ada perubahan ke proksimal. Mudah terjadi cedera. Bila inversi, maka terjadinya LAS. Pada LAS berat. Akan terjadi perubahan biomekanik, pada saat berjalan. Grade III. 0 41

Editor's Notes

  1. Ankle sprain cedera muskuloskeletal saat olahraga yang paling sering Prevalensi sekitar 11.8% Tipe yang paling banyak: Lateral Ankle Sprain (LAS) 85% Struktur paling sering: ATFL Setelah LAS, butuh 16-24 hari sebelum bisa return to activity/sport Acute LAS sering menimbulkan re-injury Pencegahan re-injury dengan latihan
  2. Skoliosis berasal dari kata sKolios (atau ithiscolios, bahasa Yunani) yang dapat diartikan bengkok atau melengkung
  3. Lengkung mediolongitudinal Terletak sisi medial berjalan dari calcaneus ke arah anterior talus, navicular, cuneiforme, dan kemudian anterior dari metatarsal pertama. Talus merupakan tepi atas lengkung. Lengkung tersebut akan sedikit mendatar selama weight-bearing dan kembali ke bentuk nya jika tidak weight bearing. Normalnya lengkung tersebut tidak akan menyentuh permukaan lantai. b) Lengkung laterolongitudinal Berjalan dari calcaneus ke arah anterior melalui cuboid ke metatarsal IV dan V. Disatukan oleh ligamen plantaris dan ditopang oleh peroneus longus dan brevis. Berfungsi sebagai pegas saat berjalan dan bagian yang kontak dengan permukaan selama berdiri. c) Lengkung transversal Berjalan dari sisi medial ke lateral melalui 3 tulang cuneiforme ke arah cuboid
  4. Inversi gerakan paling sering bikin ankle sprain, subtalar joint Gerakan inversi dan eversi kaki tidak bisa terjadi pada pergelangan kaki, kecuali jika sendi tersebut berada keadaan fleksi plantar penuh. Gerakan inversi dan eversi biasanya terjadi pada sendi subtalar dan midtarsal. Hanya gerakan dorsifleksi (ekstensi) dan plantarfleksi (fleksi) yang terjadi di sendi pergelangan kaki. Otot- otot utama yang berperan pada pergerakan kaki adalah:3 a) Dorsifleksi: Tibialis anterior dan juga ekstensor halucis longus (tidak sebanyak tibialis anterior). b) Plantar fleksi: Gastrocnemius dan soleus (dan juga sedikit) tibialis posterior, fleksor halucis longus, dan fleksor digitorum longus
  5. Gerakan inversi dan eversi kaki tidak bisa terjadi pada pergelangan kaki, kecuali jika sendi tersebut berada keadaan fleksi plantar penuh. Gerakan inversi dan eversi biasanya terjadi pada sendi subtalar dan midtarsal. Hanya gerakan dorsifleksi (ekstensi) dan plantarfleksi (fleksi) yang terjadi di sendi pergelangan kaki. Otot- otot utama yang berperan pada pergerakan kaki adalah:3 a) Dorsifleksi: Tibialis anterior dan juga ekstensor halucis longus (tidak sebanyak tibialis anterior). b) Plantar fleksi: Gastrocnemius dan soleus (dan juga sedikit) tibialis posterior, fleksor halucis longus, dan fleksor digitorum longus
  6. Sumber lain menyebutkan laki-laki lebih serig
  7. In a retrospective cohort study that involved 38 female patients, a spinal brace reduces the curve progression rate from 1.28o to 0.21 o per year. (Palazzo, dkk 2017),
  8. SUBAKUT Dimulai paling cepat 3 hari setelah cedera berakhir dalam 6 minggu, ditandai menurunnya tanda inflamasi dan dimulainya perbaikan jaringan, Mulai muncul serabut kolagen lemah di lokasi cedera, hingga berada dalam jumlah yang signifikan setelah 7 hari pasca cedera. dilakukan pemberian stress pada jaringan parut yang baru timbul untuk meminimalkan ikatan dengan jaringan di sekitarnya dan untuk memicu alignment jaringan yang sesuai. Pada awal pembentukan serat kolagen yang masih lemah dan belum terorganisasi dengan baik, harus dihindari stress yang berlebihan, dan dinaikkan secara bertahap MATURASI pada ankle sprain derajat I dimulai pada 1 minggu pasca cedera, sedangkan pada ankle sprain derajat III dapat dimulai paling cepat sekitar 3 minggu pasca cedera. Pada fase maturase, jaringan kolagen menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi, dengan kekuatan tarikan jaringan parut (tensile strength) yang meningkat terutama pada minggu ke-5 dan ke-6. Pemberian stress penting untuk dilakukan pada jaringan parut untuk mencegah terbentuknya jaringan parut yang disfungsional. Pemberian stress jaringan dengan intensitas yang sesuai tetap dilanjutkan bahkan hingga setahun, walaupun pasien bisa saja kembali ke aktivitasnya lebih dini.
  9. FAAM foot ankle ability measure The ADL and Sports subscales are scored separately. The response to each item on the ADL subscale is scored from 4 to 0, with 4 being no difficulty and 0 being unable to do. N/A responses are not counted. The score on each of the items are added together to get the item score total. The total number of items with a response is multiplied by 4 to get the highest potential score. If the subject answers all 21 items, the highest potential score is 84. If one item is not answered the highest score is 80, if two are not answered the total highest score is 76, etc. The item score total is divided by the highest potential score. This value is then multiplied by 100 to get a percentage. A higher score represents a higher level of physical function. As well the ADL subscale as the Sport subscale of the FAAM were sensitive to significant changes over time. The Guyatt's responsiveness index for the ADL subscale and the Sport subscale was respectively 2.75 and 1.40. The sport subscale of the FAAM seems to be less responsive than the ADL subscale. The minimal detectable change (MDC) based on a 95% confidence interval was 5.7 and 12.3 points for the ADL and Sports subscales, respectively.[4] Significantly different change in scores during 4 week in the group expected to change (P<0.001)
  10. Giangarra CE, Manske RC. Clinical Orthopaedic Rehabilitation: A Team Approach. 4th editio. Vol. 51, Medicine & Science in Sports & Exercise. Philadelphia: Elsevier Inc.; 2019. 618 p.
  11. On examination, ecchymosis and swelling may be present. The involved ligaments are tender. Assess if the patient is able to weight-bear on the involved ankle and how many steps the patient is able to take. Palpate the medial and lateral malleoli, foot, and fibula and tibia along their entire course. The anterior drawer and talar tilt test should be per- formed. In the anterior drawer test (Fig. 8.1), the physician stabilizes the ankle in 20 degrees of plantarflexion with
  12. Disebut juga oropharyngeal exercise
  13. Edukasi terutama terkait return to activity
  14. Although the effectiveness of exercise in preventing recurrent ankle sprains has been demonstrated, the path- ways through which exercise reduces risk remain unclear.41 According to Hupperets et al,41 sensorimotor training pro- vides neurophysiological and morphological changes, such as increased strength or improved muscle reaction time, that lead to functional improvements, which in turn reduce the risk of recurrent sprains. Previously, Karlsson and Lansinger62 found that neuromuscular training accelerates the healing process by restoring and strengthening the ligaments, muscles, and reflexes that protect the ankle. In addition, Taube et al40 found that balance training adaptations occur in all sensory systems that facilitate postural control.
  15. Although the effectiveness of exercise in preventing recurrent ankle sprains has been demonstrated, the path- ways through which exercise reduces risk remain unclear.41 According to Hupperets et al,41 sensorimotor training pro- vides neurophysiological and morphological changes, such as increased strength or improved muscle reaction time, that lead to functional improvements, which in turn reduce the risk of recurrent sprains. Previously, Karlsson and Lansinger62 found that neuromuscular training accelerates the healing process by restoring and strengthening the ligaments, muscles, and reflexes that protect the ankle. In addition, Taube et al40 found that balance training adaptations occur in all sensory systems that facilitate postural control.
  16. Sistem koreksi skoliosis SpineCor dikembangkan oleh Coillard dan Rivard pada pertengahan 1990-an. Sebagai Dynamic corrective brace, SpineCor terdiri dari dua komponen. Komponen pertama bolero dan band elastik korektif yang berfungsi secara langsung sebagai prinsip aktif dinamis korektif brace dengan memodifikasi geometri postural dari gerakan kolumna spinal. Komponen kedua terdiri atas pelvic base, crotch bands dan thigh bands yang berfungsi sebagai titik tumpu dan penyokong aksi yang diberikan band elastik pada trunkus pasien. Saat pelvic base stabil, traksi band elastik diberikan sepanjang garis stabilisasi. Fleksibilitas bagian pelvis dari brace memberikan gerakan yang bebas pada trunkus dan mengikat pelvis dalam corrective movement. Band elastik korektif memiliki perbedaan panjang sehingga memberikan banyak kemungkinan dalam menyesuaikan brace untuk koreksi optimal. Prinsip corrective movement yaitu detorsi bahu dan pelvis, tilt dari bahu, detorsi bahu/ thorax, lateral fleksi thoracolumbal, dan pergeseran dan fleksi lumbar.52 Sistem SpineCor merupakan brace fleksibel yang secara prinsip dapat diresepkan untuk pasien dengan skoliosis idiopatik dengan sudut Cobb 15尊 hingga 50尊 dan dapat diaplikasikan pada semua kurva. Brace digunakan selama 20 jam per hari termasuk saat tidur, selama paling tidak 2 tahum, tergantung dari berat ringannya kurva, usia saat mulai tatalaksana, dan evolusinya. Evaluasi radiografi dilakukan setiap 6 bulan. Jika pasien telah masuk Risser 4 atau >2 tahun setelah menarke atau perubahan suara, dan telah menggunakan brace selama 18 bulan, maka weaning dapat dimulai. Pasien foto in-brace dan outbrace dengan telah melepas brace 72 jam sebelumnya. Jika perbedaan Cobb angle dengan inisial >5尊 maka pasien tetap menggunakan brace selama 20 jam/hari namun jika Cobb angle <5尊 maka pasien boleh mengenakan 10 jam/hari saat siang hari dan aktivitas saja. Pasien evaluasi 6 bulan kemudian dan lepas jika tidak ada perburukan.52
  17. A prophylactic ankle brace is used to provide mechanical stability. Advantages include ease of use, no need for profes- sional assistance with application, and cost effectiveness when compared with tape over an extended period of time.30 Ankle braces can be classified as lace-up, stirrup, or elastic type of configuration.30 In addition to providing mechanical stabili- zation, an ankle brace offers proprioceptive stimulation.3032 Jerosch et al30 found improvement in single-leg stance, single- leg jumping, and angle reproduction when stirrup and lace-up brace conditions were compared with a no-tape condition. In- terestingly, angle-reproduction error was better in the unin- jured ankle than the injured ankle for the no-brace condition but better in the injured ankle when braced with a stirrup, lace- up, or tape than no brace.
  18. Sistem koreksi skoliosis SpineCor dikembangkan oleh Coillard dan Rivard pada pertengahan 1990-an. Sebagai Dynamic corrective brace, SpineCor terdiri dari dua komponen. Komponen pertama bolero dan band elastik korektif yang berfungsi secara langsung sebagai prinsip aktif dinamis korektif brace dengan memodifikasi geometri postural dari gerakan kolumna spinal. Komponen kedua terdiri atas pelvic base, crotch bands dan thigh bands yang berfungsi sebagai titik tumpu dan penyokong aksi yang diberikan band elastik pada trunkus pasien. Saat pelvic base stabil, traksi band elastik diberikan sepanjang garis stabilisasi. Fleksibilitas bagian pelvis dari brace memberikan gerakan yang bebas pada trunkus dan mengikat pelvis dalam corrective movement. Band elastik korektif memiliki perbedaan panjang sehingga memberikan banyak kemungkinan dalam menyesuaikan brace untuk koreksi optimal. Prinsip corrective movement yaitu detorsi bahu dan pelvis, tilt dari bahu, detorsi bahu/ thorax, lateral fleksi thoracolumbal, dan pergeseran dan fleksi lumbar.52 Sistem SpineCor merupakan brace fleksibel yang secara prinsip dapat diresepkan untuk pasien dengan skoliosis idiopatik dengan sudut Cobb 15尊 hingga 50尊 dan dapat diaplikasikan pada semua kurva. Brace digunakan selama 20 jam per hari termasuk saat tidur, selama paling tidak 2 tahum, tergantung dari berat ringannya kurva, usia saat mulai tatalaksana, dan evolusinya. Evaluasi radiografi dilakukan setiap 6 bulan. Jika pasien telah masuk Risser 4 atau >2 tahun setelah menarke atau perubahan suara, dan telah menggunakan brace selama 18 bulan, maka weaning dapat dimulai. Pasien foto in-brace dan outbrace dengan telah melepas brace 72 jam sebelumnya. Jika perbedaan Cobb angle dengan inisial >5尊 maka pasien tetap menggunakan brace selama 20 jam/hari namun jika Cobb angle <5尊 maka pasien boleh mengenakan 10 jam/hari saat siang hari dan aktivitas saja. Pasien evaluasi 6 bulan kemudian dan lepas jika tidak ada perburukan.52
  19. NRS Clinical experience has shown a level 7 as the uppermost limit