4. SENDI ANKLE
04
Neumann DA. Kinesiology of the Musculoskeletal System. 3rd ed. Elsevier; 2018.
Campbell KJ,et al.The ligament anatomy of the deltoid complex of the ankle: A qualitative and quantitative anatomical study.J Bone Jt Surg. 2014;96:110.
Lippert LS. Clinical Kinesiology and Anatomy. 5th ed. Philadelphia: F.A.Davis Company; 2011
5. Lengkung kaki
05
Negrini S, et al. 2016 SOSORT guidelines: Orthopaedic and rehabilitation treatment of idiopathic scoliosis during growth. Scoliosis and Spinal Disorders. 2018;13:14
Korbel K, et al. Scoliosis Research Society (SRS) Criteria and Society of Scoliosis Orthopaedic and Rehabilitation Treatment (SOSORT) 2008 Guidelines in Non-Operative
Treatment of Idiopathic Scoliosis. Polish Orthop Traumatol. 2014;79:11822
8. LATERAL ANKLE SPRAIN (LAS)
cedera yang terjadi pada ligamen-ligamen yang berada pada
bagian lateral ankle terutama ATFL dan CFL, yang terkait dengan
mekanisme cederanya, posisi kaki, maupun gaya rotasional pada
sendi serta struktur yang menstabilisasinya
09
Melanson SW, Shuman VL. Acute ankle sprain. Eur J Emerg Med. 2011;18:22530.
Wagemans J, et al. Exercise-based rehabilitation reduces reinjury following acute lateral ankle sprain: A systematic review. PLoS One. 2022;17:36.
9. EPIDEMIOLOGI & FAKTOR RESIKO
Ankle sprain tipe cedera paling besar ke-2, atau sekitar 27,5%
dari jumlah cedera yang terjadi (riskesdas 2013)
LAS 85% dari cedera ankle sprain
Tidak ada perbedaan signifikan antara resiko terjadinya
lateral ankle sprain pada laki-laki maupun perempuan
Puncak kejadian lateral ankle sprain : usia remaja, dengan puncak
usia 10-14 tahun pada perempuan dan 15-19 tahun pada laki-laki.
Pada usia <25 tahun lebih sering karena cedera olahraga, pada
usia >50 tahun lebih sering karena terjatuh di rumah
Peningkatan berat badan ataupun indeks massa tubuh >25 kg/m2
resiko LAS lebih tinggi
0
10
Ferran NA, Maffulli N. Epidemiology of Sprains of the Lateral Ankle Ligament Complex. Foot Ankle Clin. 2006;11:65962
Delahunt E, Remus A. Risk factors for lateral ankle sprains and chronic ankle instability. J Athl Train. 2019;54:6116
Roos KG, et al . The Epidemiology of Lateral Ligament Complex Ankle Sprains in National Collegiate Athletic Association Sports. Am J Sports Med. 2017;45:2019
11. Klasifikasi
0
12
xx
Grade I Grade II Grade III
Stretch ligamen ATFL Partial tear ATFL dan CFL Substantial tear pada ATFL dan
CFL dapat melibatkan PTFL juga
Nyeri dapat ditunjuk/ point
tenderness
Nyeri yang dapat ditunjuk ataupun
difus
Nyeri yang dapat ditunjuk ataupun
difus
Disfungsi terbatas Disfungsi sedang Disfungsi sedang hingga berat
Belum ada laksitas ligamen Laksitas ringan hingga sedang Laksitas sedang hingga berat
Dapat full-weight bearing Antalgic gait dan nyeri pada full-
weight bearing, mugkin
membutuhkan alat bantu jalan
Kemampuan terbatas/ tanpa
kemampuan untuk full-weight
bearing bila tanpa alat bantu
Sangat sedikit edema/ tanpa edema Edema ringan hingga sedang Edema berat
12. HEALING PROCESS
0
13
xx
AKUT SUBAKUT MATURASI
Tanda dan gejala utama inflamasi
beupa nyeri, edema, eritema,
hangat, dan gangguan fungsi
masih nyata.
Dimulai segera dan hilang
dalam 3 hingga 5 hari.
Fokus penanganan peradangan
Dimulai paling cepat 3 hari
setelah cedera berakhir dalam
6 minggu, ditandai
menurunnya tanda inflamasi
dan dimulainya perbaikan
jaringan,
Mulai muncul serabut kolagen
lemah di lokasi cedera, hingga
berada dalam jumlah yang
signifikan setelah 7 hari pasca
cedera.
Dapat diberikan stress pada
jaringan parut yang baru timbul
untuk meminimalkan ikatan
dengan jaringan di sekitarnya
dan untuk memicu alignment
jaringan yang sesuai.
pada ankle sprain derajat I
dimulai pada 1 minggu pasca
cedera, sedangkan pada ankle
sprain derajat III dapat dimulai
paling cepat sekitar 3 minggu
pasca cedera. Pada fase
maturase, jaringan kolagen
menjadi lebih kuat dan lebih
terorganisasi, dengan kekuatan
tarikan jaringan parut (tensile
strength) yang meningkat
terutama pada minggu ke-5 dan
ke-6.
Pemberian stress penting untuk
dilakukan pada jaringan parut
untuk mencegah disfungsional.
14. 2019 International Ankle Consortium
Rehabilitation-oriented Assesment (ROAST)
0
15
Delahunt E, et al. Clinical assessment of acute lateral ankle sprain injuries (ROAST): 2019 consensus statement and recommendations of the International Ankle
Consortium. Br J Sports Med. 2018;52:130410.
Mekanisme cedera
Riwayat lateral ankle sprain sebelumnya
Status weight-bearing
Pemeriksaan klinis tulang
Pemeriksaan klinis ligamen
15. evaluasi impairment mekanis
0
16
Delahunt E, et al. Clinical assessment of acute lateral ankle sprain injuries (ROAST): 2019 consensus statement and recommendations of the International Ankle
Consortium. Br J Sports Med. 2018;52:130410.
a) Nyeri
b) Bengkak
c) Lingkup gerak sendi
d) Artrokinematik
e) Kekuatan otot
f) Keseimbangan postur statis
g) Keseimbangan postur dinamis
h) Pola jalan
i) Level aktivitas fisik
j) Patient-reported outcome measures (PROM) FAAM
18. SPECIAL TEST lainnya
0
19
xx
Palpasi medial ligamen deltoid
Palpasi bagian proksimal fibula untuk memastikan tidak ada fraktur
Maissoneuve (robekan/tear membrane interossei dan fraktur fibula
proksimal)
Squeeze test untuk memastikan ada-tidaknya robekan ankle
syndesmosis yang akan menghasilkan instabilitas ankle mortis
Cotton test (Rotasi eksternal ankle) untuk cedera sindesmosis
Palpasi base metatarsal V untuk menyingkirkan kemungkinan fraktur
avulsi dari tarikan peroneus brevis
19. PENUNJANG
0
20
xx
Dalam menegakkan diagnosis lateral ankle sprain beserta tingkat
keparahannya terdapat beberapa modalitas pemeriksaan seperti
ultrasonography dan magnetic resonance imaging.
USG pada LAS grade I
(tampak edema namun
ATFL masih intak)
MRI dengan gambaran
complete tear ATFL
22. FAKTOR PENYEBAB RE-INJURY
Hilangnya kontrol postur yang baik
Gangguan propioseptif
Kekuatan otot berkurang
Laksitas ligamen
LGS ankle berkurang
Tipe kaki Cavus
0
23
Mugno AT, Constant D. Recurrent Ankle Sprain. StatPearls. 2020 [cited Dec 22nd
2022].Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/32809454
24. LANGKAH REHAB ANKLE SPRAIN
Langkah 1: Proteksi area dari cedera lebih lanjut
Langkah 2: Kurangi nyeri, bengkak, dan spasme
Langkah 3:
Perbaiki lingkup gerak, fleksibilitas dan mobilitas jaringan
Langkah 4:
Perbaiki kontrol neuromuskuler, kekuatan otot, endurance
dan power
Langkah 5: Perbaiki propioseptif, koordinasi, dan agility/
kelincahan
0
25
xxx
26. LATIHAN
Latihan LGS
Strength training (isometric)
Strength training (isotonic)
Propioseptif dan keseimbangan
0
27
Wagemans J, et al. Exercise-based rehabilitation reduces reinjury following acute lateral ankle sprain: A systematic review. PLoS One. 2022;17:36.
27. STUDI terkait
0
28
Wagemans J, et al. Exercise-based rehabilitation reduces reinjury following acute lateral ankle sprain: A systematic review. PLoS One. 2022;17:36.
Peneliti Tipe studi Hasil
Wagemans,
dkk 2022
SRMA dari 11
RCT dengan
2182 partisipan
Pooled data found significant reductions in re-injury prevalence
at 12 months, in favour of the exercise-based
rehabilitation group vs usual care (OR: 0.60; 95%CI: 0.36 to
0.99)
Dohety, dkk
2016
SRMA dari 46
RCT
Strong evidence for bracing and moderate evidence for
neuromuscular training in preventing recurrence of an
ankle sprain. For the combined outcomes of pain,
swelling and function after an acute sprain, there was
strong evidence for non-steroidal anti-inflammatory
drugs and early mobilisation, with moderate evidence
supporting exercise and manual therapy techniques
28. LATIHAN LGS
0
29
Mattacola CG, Dwyer MK. Rehabilitation of the ankle after acute sprain or chronic instability. J Athl Train. 2002;37:41329
32. ANKLE SUPPORT & BRACE
Penggunaan bergantung pada derajat sprain dan berkaitan dengan healing
process ligamen
Pada derajat 3 bahkan kadang dibutuhkan casting selama 2 minggu terlebih
dahulu
Berfungsi memberikan stabilisasi eksternal dan merangsang propioseptif
Digunakan terutama saat beraktivitas rata-rata 6-8 jam/hari
0
33
Zwiers R, Vuurberg G, Blankevoort L, Kerkhoffs GMMJ. Taping and bracing in the prevention of ankle sprains: current concepts. J ISAKOS. 2016;1:30410
33. PERSIAPAN RETURN TO ACTIVITY
a) Intervensi dini dengan diagnosis dan perencanaan penanganan
secara aktif.
b) Diskusi dan perencanaan untuk kembali bekerja/beraktivitas
dilakukan dari awal.
c) Rehabilitasi aktif tetap dilakukan sesuai dengan modifikasi
pekerjaan/aktivitas.
0
34
Kunkel M, Miller SD. Return to work after foot and ankle injury. Foot Ankle Clin. 2002;7:4218.
34. KRITERIA RETURN TO ACTIVITY
Bebas nyeri
Ankle tidak bengkak
Full functional ROM
Full functional muscle strength, endurance, and power.
Adequate proprioception, balance, agility, and coordination
Psychologically ready
0
35
Giangarra CE, Manske RC. Clinical Orthopaedic Rehabilitation: A Team Approach. 4th editio. Vol. 51, Medicine & Science in Sports & Exercise.
Philadelphia: Elsevier Inc.; 2019. 618 p
35. KESIMPULAN
Terutama lateral, pastikan diagnose hanya soliter saja.
Exclued tidak ada bone fracture
Lateral paling sering distal fibula
Gaya yang bekerja di sisi lateral. Hard tissue apakah ada
Palpasi di ACTL
Palpasi fibula
Harus melakukan penunjang USG, MRI . Bisa rontgen
Murni ankle sprain. Tendon/ligamen ikuti healing process.
Yang beda saat mobilisasi, lakukan imobilisasi. Untuk mempercepat
healing process. Re-injury.
Lateral imobilisasi eversi
Medial imobilisasi inversi
Memperkuat otot sisi lateral atau medial 0
38
36. KESIMPULAN
Bila terjadi pada lansi harus melakukan evaluasi menyeluruh.
1. why dia terjadi sprain
2. mengapa orang ini cedera
, precaution
Pada lansia terjadi banyak penurunan visus, keseimbangan, balans,
koordinasi gerak, komorbid yang lain, trauma Parkinson, vertigo,
obat yang diminum. Pasien harus tahu betul kapan berjalan yang
aman, harus alert. Apakah pakai alat bantu
Semi boot high quarter, bisa membuat lebih stabil
Counter sepatunya akan menjaga dan men-support ankle, insole juga
perlu dipertimbangkan, insole harus menyangga semua alas kaki
supaya beban area pada kaki benar-benar equal 0
39
37. KESIMPULAN
Apakah perlu insole tambahan dan ankle support.
Respect to healing process
Recovery lebih cepat home progam
PR di rumah juga tetap dikerjakan, bahkan pada fase akut, belum
bisa weight bearing, perlu jalan, maka butuh ambulatory aid,
diajarkan untuk melakukan di rumah. Terutama untuk fase
pemilihan. Kalau sudah ok, maintaining kekuatan. Balance,
propioseptif, balance. Dosis, setiap hari bisa buat repetisi, atau 30
menit latihan. Bisa diliha 1-2 minggu. Akan dilihat dalam 1 minggu.
Kalau 1 minggu signifikan, berarti sudah benar, diteruskan, 2
minggu, mundur 1 bulan, tes selesai, waspada berjalan edukasi, dll.
0
40
38. KESIMPULAN
Aktivitas tetap harus dipertimbangkan
Termasuk juga kemampuan balans dan gait,
4. re-injury berulang
Perempuan, cewek balet, laki2, basket
Balet, baru 3 minggu, di atas 3 bulan seharusnya.
5 hari datang re-injury, latihan ringan, psikologis, locus minoris,
karena sudah re-injury. Harus pikirkan, aktivitas,
Ambulatori aid jangka panjang
Preciella, deformitas menyebabkan ankle sprain, pola berjalan,
biomekanika kaki, perubahan momen ke proksimal, hal ini
menyebabkan terjadinya cedera.
Kalau ada perubahan gat akan ada perubahan ke proksimal. Mudah
terjadi cedera. Bila inversi, maka terjadinya LAS. Pada LAS berat.
Akan terjadi perubahan biomekanik, pada saat berjalan. Grade III.
0
41
Ankle sprain cedera muskuloskeletal saat olahraga yang paling sering
Prevalensi sekitar 11.8%
Tipe yang paling banyak: Lateral Ankle Sprain (LAS) 85%
Struktur paling sering: ATFL
Setelah LAS, butuh 16-24 hari sebelum bisa return to activity/sport
Acute LAS sering menimbulkan re-injury
Pencegahan re-injury dengan latihan
Skoliosis berasal dari kata sKolios (atau ithiscolios, bahasa Yunani) yang dapat diartikan bengkok atau melengkung
Lengkung mediolongitudinal
Terletak sisi medial berjalan dari calcaneus ke arah anterior talus,
navicular, cuneiforme, dan kemudian anterior dari metatarsal pertama.
Talus merupakan tepi atas lengkung. Lengkung tersebut akan sedikit
mendatar selama weight-bearing dan kembali ke bentuk nya jika tidak
weight bearing. Normalnya lengkung tersebut tidak akan menyentuh
permukaan lantai.
b) Lengkung laterolongitudinal
Berjalan dari calcaneus ke arah anterior melalui cuboid ke metatarsal
IV dan V. Disatukan oleh ligamen plantaris dan ditopang oleh
peroneus longus dan brevis. Berfungsi sebagai pegas saat berjalan dan
bagian yang kontak dengan permukaan selama berdiri.
c) Lengkung transversal
Berjalan dari sisi medial ke lateral melalui 3 tulang cuneiforme ke arah
cuboid
Inversi gerakan paling sering bikin ankle sprain, subtalar joint
Gerakan inversi dan eversi kaki tidak bisa terjadi pada pergelangan kaki,
kecuali jika sendi tersebut berada keadaan fleksi plantar penuh. Gerakan inversi dan eversi biasanya terjadi pada sendi subtalar dan midtarsal. Hanya gerakan dorsifleksi
(ekstensi) dan plantarfleksi (fleksi) yang terjadi di sendi pergelangan kaki. Otot-
otot utama yang berperan pada pergerakan kaki adalah:3
a) Dorsifleksi: Tibialis anterior dan juga ekstensor halucis longus (tidak
sebanyak tibialis anterior).
b) Plantar fleksi: Gastrocnemius dan soleus (dan juga sedikit) tibialis
posterior, fleksor halucis longus, dan fleksor digitorum longus
Gerakan inversi dan eversi kaki tidak bisa terjadi pada pergelangan kaki,
kecuali jika sendi tersebut berada keadaan fleksi plantar penuh. Gerakan inversi dan eversi biasanya terjadi pada sendi subtalar dan midtarsal. Hanya gerakan dorsifleksi
(ekstensi) dan plantarfleksi (fleksi) yang terjadi di sendi pergelangan kaki. Otot-
otot utama yang berperan pada pergerakan kaki adalah:3
a) Dorsifleksi: Tibialis anterior dan juga ekstensor halucis longus (tidak
sebanyak tibialis anterior).
b) Plantar fleksi: Gastrocnemius dan soleus (dan juga sedikit) tibialis
posterior, fleksor halucis longus, dan fleksor digitorum longus
Sumber lain menyebutkan laki-laki lebih serig
In a retrospective cohort study that involved 38 female patients, a spinal brace reduces
the curve progression rate from 1.28o to 0.21 o per year. (Palazzo, dkk 2017),
SUBAKUT
Dimulai paling cepat 3 hari setelah cedera berakhir dalam 6 minggu, ditandai menurunnya tanda
inflamasi dan dimulainya perbaikan jaringan,
Mulai muncul serabut kolagen lemah di lokasi cedera, hingga berada dalam jumlah yang
signifikan setelah 7 hari pasca cedera.
dilakukan pemberian stress pada jaringan parut yang baru timbul untuk meminimalkan ikatan dengan jaringan di sekitarnya dan untuk memicu alignment jaringan yang sesuai. Pada awal pembentukan serat kolagen yang
masih lemah dan belum terorganisasi dengan baik, harus dihindari stress
yang berlebihan, dan dinaikkan secara bertahap
MATURASI
pada ankle sprain derajat I dimulai pada 1 minggu pasca cedera, sedangkan pada ankle sprain derajat III dapat dimulai paling cepat sekitar 3 minggu pasca cedera. Pada fase maturase, jaringan kolagen menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi, dengan kekuatan tarikan
jaringan parut (tensile strength) yang meningkat terutama pada minggu ke-5 dan ke-6.
Pemberian stress penting untuk dilakukan pada jaringan parut
untuk mencegah terbentuknya jaringan parut yang disfungsional. Pemberian
stress jaringan dengan intensitas yang sesuai tetap dilanjutkan bahkan
hingga setahun, walaupun pasien bisa saja kembali ke aktivitasnya lebih
dini.
FAAM foot ankle ability measure
The ADL and Sports subscales are scored separately.
The response to each item on the ADL subscale is scored from 4 to 0, with 4 being no difficulty and 0 being unable to do. N/A responses are not counted. The score on each of the items are added together to get the item score total. The total number of items with a response is multiplied by 4 to get the highest potential score. If the subject answers all 21 items, the highest potential score is 84. If one item is not answered the highest score is 80, if two are not answered the total highest score is 76, etc. The item score total is divided by the highest potential score. This value is then multiplied by 100 to get a percentage. A higher score represents a higher level of physical function.
As well the ADL subscale as the Sport subscale of the FAAM were sensitive to significant changes over time. The Guyatt's responsiveness index for the ADL subscale and the Sport subscale was respectively 2.75 and 1.40. The sport subscale of the FAAM seems to be less responsive than the ADL subscale. The minimal detectable change (MDC) based on a 95% confidence interval was 5.7 and 12.3 points for the ADL and Sports subscales, respectively.[4]
Significantly different change in scores during 4 week in the group expected to change (P<0.001)
Giangarra CE, Manske RC. Clinical Orthopaedic Rehabilitation: A Team
Approach. 4th editio. Vol. 51, Medicine & Science in Sports & Exercise.
Philadelphia: Elsevier Inc.; 2019. 618 p.
On examination, ecchymosis and swelling may be present.
The involved ligaments are tender. Assess if the patient is
able to weight-bear on the involved ankle and how many
steps the patient is able to take.
Palpate the medial and lateral malleoli, foot, and fibula
and tibia along their entire course.
The anterior drawer and talar tilt test should be per-
formed. In the anterior drawer test (Fig. 8.1), the physician
stabilizes the ankle in 20 degrees of plantarflexion with
Disebut juga oropharyngeal exercise
Edukasi terutama terkait return to activity
Although the effectiveness of exercise in preventing
recurrent ankle sprains has been demonstrated, the path-
ways through which exercise reduces risk remain unclear.41
According to Hupperets et al,41 sensorimotor training pro-
vides neurophysiological and morphological changes, such as
increased strength or improved muscle reaction time, that lead
to functional improvements, which in turn reduce the risk of
recurrent sprains. Previously, Karlsson and Lansinger62 found
that neuromuscular training accelerates the healing process
by restoring and strengthening the ligaments, muscles, and
reflexes that protect the ankle. In addition, Taube et al40 found
that balance training adaptations occur in all sensory systems
that facilitate postural control.
Although the effectiveness of exercise in preventing
recurrent ankle sprains has been demonstrated, the path-
ways through which exercise reduces risk remain unclear.41
According to Hupperets et al,41 sensorimotor training pro-
vides neurophysiological and morphological changes, such as
increased strength or improved muscle reaction time, that lead
to functional improvements, which in turn reduce the risk of
recurrent sprains. Previously, Karlsson and Lansinger62 found
that neuromuscular training accelerates the healing process
by restoring and strengthening the ligaments, muscles, and
reflexes that protect the ankle. In addition, Taube et al40 found
that balance training adaptations occur in all sensory systems
that facilitate postural control.
Sistem koreksi skoliosis SpineCor dikembangkan oleh Coillard dan Rivard pada pertengahan 1990-an. Sebagai Dynamic corrective brace, SpineCor terdiri dari dua komponen. Komponen pertama bolero dan band elastik korektif yang berfungsi secara langsung sebagai prinsip aktif dinamis korektif brace dengan memodifikasi geometri postural dari gerakan kolumna spinal. Komponen kedua terdiri atas pelvic base, crotch bands dan thigh bands yang berfungsi sebagai titik tumpu dan penyokong aksi yang diberikan band elastik pada trunkus pasien. Saat pelvic base stabil, traksi band elastik diberikan sepanjang garis stabilisasi. Fleksibilitas bagian pelvis dari brace memberikan gerakan yang bebas pada trunkus dan mengikat pelvis dalam corrective movement. Band elastik korektif memiliki perbedaan panjang sehingga memberikan banyak kemungkinan dalam menyesuaikan brace untuk koreksi optimal. Prinsip corrective movement yaitu detorsi bahu dan pelvis, tilt dari bahu, detorsi bahu/ thorax, lateral fleksi thoracolumbal, dan pergeseran dan fleksi lumbar.52
Sistem SpineCor merupakan brace fleksibel yang secara prinsip dapat diresepkan untuk pasien dengan skoliosis idiopatik dengan sudut Cobb 15尊 hingga 50尊 dan dapat diaplikasikan pada semua kurva. Brace digunakan selama 20 jam per hari termasuk saat tidur, selama paling tidak 2 tahum, tergantung dari berat ringannya kurva, usia saat mulai tatalaksana, dan evolusinya. Evaluasi radiografi dilakukan setiap 6 bulan. Jika pasien telah masuk Risser 4 atau >2 tahun setelah menarke atau perubahan suara, dan telah menggunakan brace selama 18 bulan, maka weaning dapat dimulai. Pasien foto in-brace dan outbrace dengan telah melepas brace 72 jam sebelumnya. Jika perbedaan Cobb angle dengan inisial >5尊 maka pasien tetap menggunakan brace selama 20 jam/hari namun jika Cobb angle <5尊 maka pasien boleh mengenakan 10 jam/hari saat siang hari dan aktivitas saja. Pasien evaluasi 6 bulan kemudian dan lepas jika tidak ada perburukan.52
A prophylactic ankle brace is used to provide mechanical
stability. Advantages include ease of use, no need for profes-
sional assistance with application, and cost effectiveness when
compared with tape over an extended period of time.30 Ankle
braces can be classified as lace-up, stirrup, or elastic type of
configuration.30 In addition to providing mechanical stabili-
zation, an ankle brace offers proprioceptive stimulation.3032
Jerosch et al30 found improvement in single-leg stance, single-
leg jumping, and angle reproduction when stirrup and lace-up
brace conditions were compared with a no-tape condition. In-
terestingly, angle-reproduction error was better in the unin-
jured ankle than the injured ankle for the no-brace condition
but better in the injured ankle when braced with a stirrup, lace-
up, or tape than no brace.
Sistem koreksi skoliosis SpineCor dikembangkan oleh Coillard dan Rivard pada pertengahan 1990-an. Sebagai Dynamic corrective brace, SpineCor terdiri dari dua komponen. Komponen pertama bolero dan band elastik korektif yang berfungsi secara langsung sebagai prinsip aktif dinamis korektif brace dengan memodifikasi geometri postural dari gerakan kolumna spinal. Komponen kedua terdiri atas pelvic base, crotch bands dan thigh bands yang berfungsi sebagai titik tumpu dan penyokong aksi yang diberikan band elastik pada trunkus pasien. Saat pelvic base stabil, traksi band elastik diberikan sepanjang garis stabilisasi. Fleksibilitas bagian pelvis dari brace memberikan gerakan yang bebas pada trunkus dan mengikat pelvis dalam corrective movement. Band elastik korektif memiliki perbedaan panjang sehingga memberikan banyak kemungkinan dalam menyesuaikan brace untuk koreksi optimal. Prinsip corrective movement yaitu detorsi bahu dan pelvis, tilt dari bahu, detorsi bahu/ thorax, lateral fleksi thoracolumbal, dan pergeseran dan fleksi lumbar.52
Sistem SpineCor merupakan brace fleksibel yang secara prinsip dapat diresepkan untuk pasien dengan skoliosis idiopatik dengan sudut Cobb 15尊 hingga 50尊 dan dapat diaplikasikan pada semua kurva. Brace digunakan selama 20 jam per hari termasuk saat tidur, selama paling tidak 2 tahum, tergantung dari berat ringannya kurva, usia saat mulai tatalaksana, dan evolusinya. Evaluasi radiografi dilakukan setiap 6 bulan. Jika pasien telah masuk Risser 4 atau >2 tahun setelah menarke atau perubahan suara, dan telah menggunakan brace selama 18 bulan, maka weaning dapat dimulai. Pasien foto in-brace dan outbrace dengan telah melepas brace 72 jam sebelumnya. Jika perbedaan Cobb angle dengan inisial >5尊 maka pasien tetap menggunakan brace selama 20 jam/hari namun jika Cobb angle <5尊 maka pasien boleh mengenakan 10 jam/hari saat siang hari dan aktivitas saja. Pasien evaluasi 6 bulan kemudian dan lepas jika tidak ada perburukan.52
NRS Clinical experience
has shown a level 7 as the uppermost limit