1. No. Dok : 02/MT/LKMT/002
MINHAJ TARBIYYAH
LEMBAGA Pokok Bahasan : Risalatul Insan
MARHALAH MUAYYID
KAJIAN MANHAJ TARBIYAH No. Kode P.B. : 2.1.1.03.008
_____________________
( LKMT) Status Revisi : 0/0
MADAH : AQIDAH
Jumlah Halaman : 20
I. Tujuan Umum Madah
1. Memahami setiap bahasan yang berhubungan dengan aqidah yang bersumber dari al-Quran dan
Sunnah. Menanamkannya dalam hati, membersihkannya dari setiap hal yang bias menodainya dari
hal yang bidah dan khurafat.
2. Menguatkan hubungan seorang muslim dengan Rabbnya, berlandaskan Aqidah yang benar, yang
sesuai dengan ajaran Ahlussnnah wal Jamaah.
3. Mengenal manhaj yang islami dalam mengatur hubungan manusia dengan alam semesta dengan
berkeyakinan bahwa ia adalah bagian dari alam ini dan ia yang mendapat tugas sebagai khalifah di
dalamnya. Memakmurkan alam semesta adalah sebagian dari tugasnya, sedangkan Allah sudah
menindukkan dan menunjukkannya ke dalam jalan yang benar.
II. Tujuan Teori (cognitive)
1. Memahami pengertian manusia sebagai makhluq yang terdiri dari ruh dan jasad yang dimuliakan
oleh Allah dengan tugas ibadah dan kedudukan sebagai khilafah di muka bumi.
2. Memahami potensi dan kelebihan manusia dari pada makhluq lainnya pada hati, akal dan jasadnya.
3. Memahami kedudukan manusia sebagai makhluq yang lemah dan bagaimana dengan kelemahan itu
dapat digapai kemuliaan.
4. Memahami tugas yang dibebankan kepada manusia, pilihan yang benar dalam tugas tersebut dan
tanggung jawab bagi pelaksanaannya atau pengingkarannya.
5. Memahami bahwa potensi pendengaran, penglihatan dan hati (akal) akan dimintai
pertanggungjawaban dalam melaksanakan ibadah.
6. Memahami bahwa melaksanakan tugas ibadah akan mempertahankan posisi kekhilafahannya.
7. Memahami dan menyadari bahwa khianat/tidak melaksanakan tugas ibadah akan berakibat kepada
diri sendiri
8. Memahami kedudukan ruh dan hawa nafsu yang mempengaruhi jiwa manusia hingga menimbulkan
kondisi-kondisi kejiwaan.
9. Memahami bahwa dzikir, akal atau syahwat dapat menimbulkan tiga nafsu jiwa: muthmainnah,
lawwaamah dan amarah.
10. Memahami dua jalan yang diberikan Allah kepada manusia melalui jiwanya.
11. Memahami bahwa untuk meningkatkan kualitas taqwa ia harus beribadah dengan senantiasa
mensucikan jiwa.
12. Memahami bahwa tugas khilafah adalah imarah dan riayah dengan ber-amar maruf nahi munkar;
mampu menyebutkan bagaimana menumbuhkannya.
13. Memahami unsur-unsur yang dipelihara dalam tugas-tugas kekhilafahan sehingga mampu
menyebutkan contoh-contoh perbandingannya dengan konsep jahiliyah.
14. Mampu menyebutkan syarat-syarat umum untuk mencapai fungsi khilafah
III. Tujuan Afektif dan Psikomotorik (Praktik)
1. Termotivasi untuk dapat meningkatkan potensi dirinya yaitu pendengaran, penglihatan dan hati
(akal) yang merupakan instrumen yang diberikan oleh Allah sehingga dapat menjalankan tugas dan
tanggung jawab yang dibebankanNya.
2. Termotivasi untuk membangun kekuatan, bahwa syarat untuk menggapai fungsi kekhilafahan
yaitu melalui kekuatan aqidah, kekuatan akhlaq, kekuatan jamaah, kekuatan ilmu, kekuatan maal
dan kekuatan jihad.
3. Termotivasi untuk meningkatkan keimanan dan ruhul jihad sehingga menggapai nafsu
muthmainnah.
4. Termotivasi untuk meninggalkan sifat buruk yang membawa kepada maksiat.
2. 5. Selalu membersihkan dirinya (tazkiatun nafs) sehingga muncul pada diri mereka sifat syukur,
shabar, penyantun, penyayang, bijaksana, taubat, lemah lembut, jujur dan dapat dipercaya, lalu
berakhir kepada kejayaan
IV. Pilihan Kegiatan
Pilihan kegiatan yang bisa diselenggarakan dalam halaqah adalah :
1. Kegiatan Pembuka
Mengkomunikasikan tema dan tujuan kajian Risalatul Insan
2. Kagiatan Inti:
- Kajian tentang tema bahwa Risalatul Insan
- Berdikusi dan tanya jawab tema tersebut ( lihat tujuan Kognitif, afektif dan psikomotor)
- Penekanan dari Murobbi tentang nilai dan hikmah yang terkandung dalam kajian tersebut
3. Kegiatan Penutup:
Kesimpulan (lihat Tugas mandiri dan lihat kegiatan pendukung)
Evaluasi
V. Kegiatan-kegiatan yang mendukung
1. Mengkhususkan sebagian dari waktu untuk bertafakkur.
2. Melakukan amalan-amalan yang bisa membuat bertambahnya iman, misalnya: muraqabah,
berkorban untuk dakwah, ibadah, puasa sunnah, qiyamullail, dzikir, tilawah, berfikir tentang
kematian, dan memikirkan kekuasaan Allah di alam semesta.
3. Mengumpulkan ayat-ayat al-Quran dan hadits yang berhubungan dengan tema ini
4. Mengumpulkan kisah-kisah sahabat dan salafusholih yang berhubungan dengan tema kajian
5. Seorang murabbi hendaknya menyuruh madunya untuk merasakan kemuliaan dirinya sebagai
makhluk yang dimuliakan sehingga termotivasi untuk menjalankan amanah
6. Menyelenggarakan kegiatan mabit
7. Menyelenggarakan kegiatan social
8. Ikut aktif dalam kegiatan talim
9. Menyelenggarakan atau aktif dalam berdawah
10. Membaca buku-buku siroh nabawiyah, siroh sahabat, siroh tabiin, biografi pemimpin dan tokoh-
tokoh teladan
VI. Sasaran Tarbiyah Dzatiyyah
Peserta menjelaskan bahwa manusia adalah makhluq Allah yang terdiri dari ruh dan jasad yang
dilengkapi dengan potensi dan kelebihan dibandingkan makhluq lainnya, yaitu hati, akal dan
jasadnya.
Peserta dapat menjelaskan bahwa dengan hati manusia dapat berazam, dengan akal dapat berilmu
dan dengan jasad manusia dapat beramal.
Peserta dapat menjelaskan bahwa kelebihan dan kemuliaan manusia merupakan karunia Allah
untuk menjalankan amanah yaitu ibadah dan khilafah di muka bumi.
Peserta dapat menjelaskan bahwa hakikat manusia - menurut Allah selaku Khaliq - adalah sebagai
makhluq, dimuliakan, diberikan beban, bebas memilih dan bertanggung jawab. Manusia sebagai
makhluq bersifat fitrah: lemah, bodoh dan faqir.
Peserta dapat menejelaskan bahwa potensi manusia yang terdiri dari pendengaran, penglihatan dan
hati (akal) merupakan instrumen yang diberikan oleh Allah untuk dapat menjalankan tugas dan
tanggung jawab yang dibebankanNya.
Peserta dapat menjelaskan bahwa jiwa manusia diberi dua jalan pilihan: taqwa dan fujur. Manusia
bertaqwa adalah manusia yang selalu membersihkan dirinya (tazkiatun nafs) sehingga muncul pada
diri mereka sifat syukur, shabar, penyantun, penyayang, bijaksana, taubat, lemah lembut, jujur dan
dapat dipercaya, lalu berakhir kepada kejayaan. Manusia yang menempuh jalan fujur, dominan
dalam memperturutkan syahwatnya, cenderung bersifat tergesa-gesa, berkeluh kesah, gelisah, dusta,
bakhil, kufur, berbantah-bantahan, zalim, jahil, merugi dan bermuara kepada kefatalan.
3. Peserta dapat menjelaskan bahwa nafsu manusia senantiasa berubah-ubah bergantung kepada sejauh
mana kekuatan ruh saling tarik dengan hawa nafsu. Pertempuran selalu berlaku bagi keduanya.
Manusia yang ruh (islam)nya dapat menekan hawa nasunya dengan dzikrullah, maka ia memiliki
nafsul muthmainnah.
Peserta memahami bahwa manusia diciptakan Allah swt untuk beribadah kepadaNya sehingga dari
ibadah itu muncul ketaqwaan. Dengan taqwa, seorang mumin memperoleh izzah bagi peranan
khilafah alam dan manusia.
Peserta menjelaskan bahwa tugas khalifah di muka bumi adalah membangun (al imarah) dan
memelihara (ar riaayah) - dengan cara amar maruf nahi munkar - atas 5 hal: diin, nafs, akal, maal
dan nasl.
Peserta menjelaskan bahwa syarat untuk menggapai fungsi kekhilafahan: kekuatan aqidah, kekuatan
akhlaq, kekuatan jamaah, kekuatan ilmu, kekuatan maal dan kekuatan jihad.
VII. Sarana taqwim dan mutabaah
a. Ujian tulisan
b. Ujian lisan
c. Kontrol dan monitoring prilaku secara umum
d. Kontrol dan monitoring keikutsertaan dalan setiap kegiatan yang pendukung
VIII. Referensi
1. Haqiqatut-tauhid karya Dr. Yusuf Qaradhawi.
2. Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah
3. Shohih BukhoriMuslim
4. Adab ad-Diin wa ad-Dunya, Abu al-Hasan Ali al-Mawardy)
5. Al-Jawab al-Kaafi, Ibnu Qaiyim al-Jauziah)
I. MUHTAWA
RISALATUL INSAN DALAM PANDANGAN ISLAM
I. MANUSIA DALAM PANDANGAN ISLAM
Dalam pandangan Islam, manusia didefinisikan sebagai makhluk, mukalaf, mukaram, mukhaiyar,
dan mujzak.
Manusia adalah makhluk yang memiliki nilai-nilai fitri dan sifat-sifat insaniah, seperti dhaif
lemah (an-Nisaa: 28), jahula bodoh (al-Ahzab: 72), faqir ketergantungan atau memerlukan (Faathir:
15), kafuuro sangat mengingkari nikmat (al-Israa: 67), syukur (al-Insaan:3), serta fujur dan taqwa (asy-
Syams: 8).
Selain itu, manusia juga diciptakan untuk mengaplikasikan beban-beban ilahiah yang mengandung
maslahat dalam kehidupannya. Ia membawa amanah ilahiah yang harus diimplementasikan dalam
kehidupan nyata. Keberadaannya di alam mayapada memiliki arti yang hakiki, yaitu menegakkan khilafah.
Keberadaannya tidaklah untuk huru-hara dan tanpa hadaf tujuan yang berarti. Perhatikanlah ayat-ayat
Qur`aniah di bawah ini.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. (al-Baqarah: 30)
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
(adz-Dzariyat: 56)
4. Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah
amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (al-Ahzab: 72)
Manusia adalah makhluk pilihan dan makkhluk yang dimuliakan oleh Allah SWT dari makhluk-
makhluk yang lainnya, yaitu dengan keistimewaan yang dimilikinya, seperti akal yang mampu menangkap
sinyal-sinyal kebenaran, merenungkannya, dan kemudian memilihnya. Allah SWT telah menciptakan
manusia dengan ahsanu taqwim, dan telah menundukkan seluruh alam baginya agar ia mampu memelihara
dan memakmurkan serta melestarikan kelangsungan hidup yang ada di alam ini. Dengan akal yang
dimilikinya, manusia diharapkan mampu memilah dan memilih nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan
keindahan yang tertuang dalam risalah para rasul. Dengan hatinya, ia mampu memutuskan sesuatu yang
sesuai dengan iradah Robbnya dan dengan raganya, ia diharapkan pro-aktif untuk melahirkan karya-karya
besar dan tindakan-tindakan yang benar, sehingga ia tetap mempertahankan gelar kemuliaan yang telah
diberikan oleh Allah SWT kepadanya seperti ahsanu taqwim, ulul albab, rabbaniun dan yang lainnya.
Maka, dengan sederet sifat-sifat kemuliaan dan sifat-sifat insaniah yang berkaitan dengan
keterbatasan dan kekurangan, Allah SWT membebankan misi-misi khusus kepada manusia untuk menguji
dan mengetahui siapa yang jujur dalam beriman dan dusta dalam beragama.
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang
sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya
Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (al-Ankabuut: 2-3).
Oleh karena itu, ia harus benar-benar mampu menjabarkan kehendak-kehendak ilahiah dalam setiap
misi dan risalah yang diembannya.
II. RISALAH INSAN
1. Manusia dan Misi
Manusia di dalam hidup ini memiliki tiga misi khusus: misi utama; misi fungsional; dan misi operasional.
A. Misi Utama
Keberadaan manusia di muka bumi ini mempunyai misi utama, yaitu beribadah kepada Allah SWT.
Maka, setiap langkah dan gerak-geriknya harus searah dengan garis yang telah ditentukan. Setiap desah
nafasnya harus selaras dengan kebijakan-kebijakan ilahiah, serta setiap detak jantung dan keinginan hatinya
harus seirama dengan alunan-alunan kehendak-Nya. Semakin mantap langkahnya dalam merespon seruan
Islam dan semakin teguh hatinya dalam mengimplementasikan apa yang telah menjadi tugas dan
kewajibannya, maka ia akan mampu menangkap sinyal-sinyal yang ada di balik ibadahnya. Karena, dalam
setiap ibadah yang telah diwajibkan oleh Islam memuat nilai filosofis, seperti nilai filosofis yang ada dalam
ibadah shalat, yaitu sebagai aun (pertolongan) bagi manusia dalam mengarungi lautan kehidupan (al-
Baqarah:153), dan sebagai benteng kokoh untuk menghindari, menghadang, dan mengantisipasi gelombang
kekejian dan kemungkaran (al-Ankabuut: 45).
Adapun nilai filosofis ibadah puasa adalah untuk menghantarkan manusia muslim menuju gerbang
ketaqwaan, dan ibadah-ibadah lain yang bertujuan untuk melahirkan manusia-manusia muslim yang
berakhlak mulia (al-Baqarah: 183 dan aat-Taubah:103). Maka, apabila manusia mampu menangkap sinyal-
sinyal nilai filosofis dan kemudian mengaplikasikan serta mengekspresikannya dalam bahasa lisan maupun
perbuatan, ia akan sampai gerbang ketaqwaan. Gerbang yang dijadikan satu-satunya tujuan penciptaannya.
Namun, tidak semua manusia di dunia ini mengikuti perintah dan merespon risalah yang di bawa oleh para
Rasul. Bahkan, banyak di antara mereka yang berpaling dari ajaran-ajaran suci yang didakwahkan kepada
mereka. Ada juga yang secara terang-terangan mengingkari dan memusuhinya (an-Nahl: 36, al-Anaam: 26,
dan al-Baqarah: 91).
5. Hal ini bisa terjadi pada manusia karena dalam dirinya ada dua kekuatan yang sangat dominan
mempengaruhi setiap pikiran dan perbuatannya, kekuatan taqwa dan kekuatan fujur. Kekuatan taqwa
didorong oleh nafsu mutmainnah (jiwa yang tenang) untuk selalu menterjemahkan kehendak ilahiah dalam
realitas kehidupan, dan kekuatan fujur yang di dominasi oleh nasfu ammarah (nafsu angkara murka) yang
senantiasa memerintahkan manusia untuk masuk dalam dunia kegelapan.
Maka, dalam bingkai misi utama ini, manusia bisa diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sabiqun bil
khairat, muqtashidun, dan dzalimun linafsihi. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT sebagai berikut.
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba
Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang
pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang
demikian itu adalah karunia yang amat besar. (Faathiir: 32)
Sabiqun bil khairat
Hamba Allah SWT yang termasuk dalam kategori ini adalah hamba yang tidak hanya puas
melakukan kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan oleh-Nya, namun ia terus berlomba dan
berpacu untuk mengaplikasikan sunnah-sunnah yang telah digariskan, dan menjauhi hal-hal yang
dimakruhkan. Akal sehatnya menerawang jauh ke depan untuk menggagas karya-karya besar dan langkah-
langkah positif. Hati sucinya menerima pilihan-pilihan akal selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai
Islam. Inilah hamba yang selalu melihat kehidupan dengan cahaya bashirah. Hamba yang hatinya senantiasa
dihiasi ketundukan, cinta, pengagungan, dan kepasrahan kepada Allah SWT.
Muqtashidun
Hamba Allah yang masuk dalam kategori ini adalah manusia muslim yang puas ketika mampu
mengamalkan perintah dan meninggalkan larangan Allah SWT. Dalam benaknya, tidak pernah terlintas ruh
kompetitif dalam memperluas wilayah iman ke wilayah ibadah yang lebih jauh lagi, yaitu wilayah sunnah.
Imannya hanya bisa menjadi benteng dari hal-hal yang diharamkan dan belum mampu membentengi hal-hal
yang dimakruhkan.
Dzalimun linafsihi
Hamba yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang masih mencampuradukkan antara hak dan
batil. Selain ia mengamalkan perintah-perintah Allah SWT, ia juga masih sering berkubang dalam kubangan
lumpur dosa. Jadi, dalam diri seorang hamba ada dua kekuatan yang mempengaruhinya, tergantung
kekuatan mana yang lebih dominan, dan dalam kelompok ini, nampaknya kekuatan syahwat yang
mendominasi kehidupannya, sehingga hatinya sakit parah.
Mengikuti syahwat adalah penyakit, sedangkan durhaka kepadanya adalah obat mujarab dab terapi
yang manjur (Adab ad-Diin wa ad-Dunya, Abu al-Hasan Ali al-Mawardy)
Apabila manusia mengikuti libido, mengekor nafsu angkara murka, dan menjadi budak syahwatnya,
maka ia akan keluar dari poros yang telah digariskan oleh Allah SWT. Ia akan mencampakkan dan mensia-
siakan amanah yang agung. Bahkan, ia akan melakukan konspirasi bersama thogut-thogut untuk
memberangus nilai-nilai kebenaran. Di sini, manusia akan bergeser dari gelar khairul barriah sebaik-baik
makhluk dan ahsanu taqwim ke gelar baru, yaitu syarrul barriah seburuk-buruk makhluk, asfalus saafilin
tempat yang paling rendah, al-anaam binatang ternak, kera, babi, batu, dan kayu yang berdiri. Inilah
manusia-manusia yang memiliki hati, mata dan telinga, numun ia tidak pernah berfikir, tidak pernah melihat
kebenaran, dan tidak pernah mendengar ayat-ayat Qur`aniah dan Kauniah dengan tiga faktor tersebut.
Mereka adalah sebuah komunitas dari manusia-manusia yang dungu, buta, tuli, dan bisu dari nilai-nilai
Islam (al-Bayyinah: 6-7, al-Araaf: 179, al-Maidaah: 60, al-Munaafiquun: 4, dan al-Baqarah:74)
Ali bin Abu Thalib ra. berkata, Ada dua masalah yang saya takutkn menimpa kamu. Pertama,
mengikuti hawa nafsu. Kedua, banyak menghayal. Karena, yang pertama akan menjadi tembok penghalang
antara dirinya dan kebenaran, dan yang kedua mengakibatkan lupa akan akhirat.
6. Sebagian ahli hikmah berkata, Akal merupakan teman setia, dan hawa nafsu adalah musuh yang
ditaati.
Sebagian ahli hikmah yang lain berkata, Hawa nafsu adalah raja yang bengis dan penguasa yang
lalim. (Adab ad-Diin wa ad-Dunya)
B. Misi Fungsional
Selain misi utama yang harus diemban manusia, ia juga mempunyai misi fungsional sebagai
khalifah. Manusia tidak mampu memikul misi ini, kecuali ia istiqamah di atas rel-rel robbaniah. Manusia
harus membuang jauh bahasa khianat dari kamus kehidupannya. Khianat lahir dari rahim syahwat, baik
syahwat mulkiah kekuasan, syahwat syaithaniah, maupun syahwat bahaimiah binatang ternak.(al-Jawab
al-Kaafi, Ibnu Qaiyim al-Jauziah)
Ketika jiwa manusia di kuasai oleh syahwat mulkiah, maka ia akan mempertahankan kekuasaan dan
kedudukannya, meskipun dengan jalan yang tidak dibenarkan oleh Islam. Ia senantiasa melakukan makar,
adu domba, dan konspirasi politik untuk menjegal lawannya (al-Anfal: 26-27 dan Shaad: 26).
Adapun ketika jiwa manusia terbelenggu oleh syahwat syaithaniah dan bahaimiah, maka ia akan
selalu menciptakan permusuhan, keonaran, tipuan-tipuan, dan menjadi rakus serta tamak akan harta. Tidak
ada sorot mata persahabatan dan sentuhan kasih dalam dirinya. Ia bersenang-senang di atas penderitaan
rakyat dan tak pernah berhenti mengeruk kekayaan rakyat.
C. Misi Operasional
Manusia diciptakan di bumi iniselain untuk beribadah dan sebagai khalifah, juga harus bisa
bermain cantik untuk memakmurkam bumi (Huud: 61). Kerusakan di dunia, di darat, maupun di lautan
bukan karena binatang ternak yang tidak tahu apa-apa, tetapi ia lahir dari tangan-tangan jahil manusia yang
tidak pernah mengenal rambu-rambu Tuhannya. Benar, semua yang ada di bumi ini diciptakan untuk
manusia, namun ia tidak bebas bertindak diluar ketentuan dan rambu ilahi (ar-Ruum: 41). Oleh karena itu,
bumi ini membutuhkan pengelola dari manusia-manusia yang ideal. Manusia yang memiliki sifat-sifat luhur
sebagaimana disebutkan di bawah ini.
Syukur (Luqman: 31)
Sabar (Ibrahim: 5)
Mempunyai belas kasih (at-Taubah: 128)
Santun (at-Taubah: 114)
Taubat (Huud: 75)
Jujur (Maryam: 54)
Terpercaya (al-Araaf: 18)
Maka, manusia yang sadar akan misi sucinya harus mampu mengendalikan nafsu dan
menjadikannya sebagai tawanan akal sehatnya dan tidak sebaliknya, diperbudak hawa nafsu sehingga tidak
mampu menegakkan tonggak misi-misinya. Hanya dengan nafsu muthmainnahlah, manusia akan sanggup
bertahan mengibarkan panji-panji kekhilafahan di antara awan jahiliah modern, sanggup mengaplikasikan
simbol-simbol ilahi dalam realitas kehidupan, membumikan seruan-seruan langit, dan merekonstruksi
peradaban manusia kembali. Inilah sebenarnya hakikat risalah insan di muka bumi ini.
III. TARIFATUL INSAN
Penjelasan :
Manusia (insan)
Dalil: tanah (QS. 32: 7-8, 15: 28), ruh (QS. 32: 9, 15: 29)
¥わ D わ D D
a
D ¥ D
Da
7. 7. Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia
dari tanah.
8. Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.
888 . . . . .
. .
28. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan
menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk,
mm
mm 縁 e わ わ
わ e ワ e en
9. Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan dia menjadikan bagi
kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
a a amu
29. Maka apabila Aku Telah menyempurnakan kejadiannya, dan Telah meniup kan kedalamnya ruh
(ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud[796].
[796] dimaksud dengan sujud di sini bukan menyembah, tetapi sebagai penghormatan.
揃 Hati (qalb)
Dalil: manusia membentuk kemauan/keputusan berdasarkan keyakinan (QS 17: 36), kehendak (QS. 18: 29).
Kebebasan memilih (QS. 90: 10)
KK
KK わ わ わ
e ebe
36. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
揃 Akal
Dalil: mampu membentuk pengetahuan (QS. 17: 36, 67: 10)
揃 Jasad
Dalil: untuk beramal (QS. 9: 105)
揃 Amanah
Dalil: manusia diberi amanah untuk menjalankan ibadah (QS. 83: 72) & fungsi kekhilafahan (QS. 2: 31).
揃 Balasan
Dalil: manusia menerima balasan pahala (QS. 84: 25, 16: 97, 95: 8)
IV . HAKIKATUL INSAN
Penjelasan
Hakikat manusia:
Yang diciptakan.
Dalil: berada dalam fitrah (QS. 30: 30), bodoh (QS. 33: 72), lemah (QS. 4: 28) dan fakir (QS. 35: 15).
Yang dimuliakan
Dalil: ditiupkan ruh (QS. 32: 9), memiliki keistimewaan (QS. 17: 70), ditundukkannya alam baginya
(QS. 45: 12, 2: 29, 67: 15).
Yang menanggung beban
Dalil: ibadah (QS. 51: 56), khilafah (QS. 2: 30, 11: 62).
Yang bebas memilih
Dalil: bebas memilih iman atau kufur (QS. 90: 10, 76: 3, 64: 2, 18: 29).
Yang mendapat balasan
Dalil: bertanggung jawab (QS. 17: 36, 53: 38-41, 102: 8), berakibat syurga (QS. 32: 19, 2: 25, 22: 14) atau
neraka (QS. 32: 20, 2: 24).
VI. TOKOTUL INSAN
Penjelasan Rasmul Bayan
8. Potensi manusia
Dalil: pendengaran, penglihatan dan hati (akal)
揃 Masuliyah
Manusia dengan segenap potensi dan kelebihan-kelebihan harus bertanggung jawab dan menyadari
perannya. Tugas/amanah yang dibebankan sebagai refleksi atas potensi dan kelebihan-kelebihan yang telah
diterimanya itu adalah beribadah, tetapi tidak semua manusia bersedia menerima amanah ini dan sebagian
menolaknya.
Dalil: dengan ketiga potensi dan kelebihan-kelebihan lainnya manusia mendapat tugas beribadah (QS. 2: 21,
51: 56)
揃 Khilafah
Bagi yang menyadari potensi-potensi yang telah diberikan dan beribadah kepada Allah (berislam) maka
status khilafah disandangnya. Khilafah bukan berarti pemilik asal, tetapi ia hanya bertindak selaku
pemelihara alam yang Allah telah ciptakan. Maka mendayagunakan alam dan menjalankan fungsi
kekhilafahan harus selaras dengan kehendak Sang Pemilik Alam dan tidak menentangNya.
Dalil:
揃 menjadikan kewajiban, bersikap amanah, memperoleh kedudukan khilafah (QS. 24: 55, 48: 29)
揃 makna khilafah bukan berarti pemilik asal, tetapi hanya pemelihara (QS. 35: 13, 40: 24-25, 53)
揃 mendayagunakan alam dan menjalankan fungsi kekhilafahan harus selaras dengan kehendak Sang
Pemilik Alam (QS. 76: 30, 26: 68)
揃 tidak menentang terhadap aturanNya (QS. 100: 6-11)
揃 Lalai
Mereka yang lalai tidak menyadari potensi yang telah diberikan kepadanya dan tidak bertanggung jawab,
akan mendapatkan kerugianyang amat besar, bahkan dianggap setara dengan makhluq yang lebih rendah
derajatnya; tidak bernilai di sisi Allah swt.
揃 Dalil: lalai dari kewajiban, bersikap khianat berarti
揃 bagaikan hewan ternak (QS. 7: 179, 45: 2, 25: 43-44)
揃 seperti anjing (QS. 7: 176)
揃 seperti monyet (QS. 5: 60)
揃 seperti babi (QS. 63: 4)
揃 seperti kayu (QS. 2: 74)
揃 seperti batu (QS. 29: 41)
揃 seperti laba-laba (QS. 62: 5)
揃 seperti keledai
E.4. NAFSUL INSAN
Penjelasan Rasmul Bayan
Nafsu manusia
Dalil: nafsu manusia (QS. 91: 7-10)
Ruh di atas hawa nafsu
Dalil: ruh menguasai hawa nafsu (QS. 29: 45)
berorientasi dzikr (QS. 3: 191, 13: 28)
jiwa yang tenang (QS. 89: 27-30)
Ruh tarik menarik dengan hawa nafsu
Dalil: ruh senantiasa tarik menarik dengan hawa nafsu (QS. 4: 137, 143)
berorientasi akal/akal-akalan (QS. 2: 9)
jiwa yang selalu menyesali dirinya (QS. 75: 2)
Ruh di bawah pengaruh hawa nafsu
Dalil: ruh dibawah pengaruh dan dikuasai hawa nafsu (QS. 25: 43, 45: 23)
berorientasi syahwat (QS. 3: 14)
jiwa yang selalu menyuruh kepada kejahatan (QS. 12: 53)
VII. SIFATUL INSAN
9. Penjelasan :
Nafsul insan
Dalil: jiwa manusia diberi dua jalan pilihan (QS. 90: 10, 91: 8, 76: 3, 64: 2, 18: 29)
揃 Taqwa
Dalil: tazkiatun nafz (QS. 91: 8, 87: 14-15, 62: 4) akan memperoleh kejayaan (QS. 87: 14-15)
揃 Fujur
Dalil:
揃 mengotori jiwa (QS. 91: 10)
揃 memperturut ketergesa-gesaan (QS. 17: 11, 21: 37)
揃 berkeluh kesah (QS. 70: 19)
揃 gelisah (QS. 70: 20)
揃 dusta (QS. 17: 100)
揃 bakhil (QS. 14: 34)
揃 kufur (QS. 14: 13)
揃 susah payah (QS. 90: 4)
揃 berdebat (QS. 18: 54)
揃 berbantah-bantahan
揃 zalim
揃 jahil
揃 merugi
揃 bermuara kepada kefatalan