Dokumen tersebut merupakan sambutan Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) pada perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia yang jatuh pada tanggal 9 Agustus 2017. Sambutan ini mengingatkan peringatan satu dekade deklarasi PBB tentang hak-hak masyarakat adat pada tahun 2007, serta menyoroti beberapa kemajuan dan tantangan yang dihadapi masyarakat adat di
1 of 3
Download to read offline
More Related Content
Sambutan sekjen aman himas 2017 final
1.
SAMBUTAN
SEKRETARIS
JENDRAL
AMAN
PERAYAAN
HARI
INTERNASIONAL
MASYARAKAT
ADAT
SEDUNIA
9
AGUSTUS
2017
SATU
DEKADE
DEKLARASI
PERSERIKATAN
BANGSA-‐BANGSA
TENTANG
HAK
MASYARAKAT
ADAT
SEDUNIA
Masyarakat
Adat
Bangkit,
Berdaulat!
Masyarakat
Adat
Bangkit,
Mandiri!
Masyarakat
Adat
Bangkit,
Bermartabat!
Salam
Nusantara,
Bapak,
ibu,
saudara-‐saudariku
Masyarakat
Adat
Nusantara
yang
berbahagia,
Hari
ini
adalah
hari
dimana
Masyarakat
Adat
di
seluruh
dunia
merayakan
Hari
Internasional
Masyarakat
Adat
Sedunia
(HIMAS),
the
International
Day
of
the
World's
Indigenous
Peoples,
yang
dideklarasikan
pengesahannya
oleh
Majelis
Umum
Perserikatan
Bangsa-‐Bangsa
(PBB)
melalui
Resolusi
49/214,
tanggal
23
Desember
1994.
Tanggal
9
Agustus
dipilih
karena
alasan
historis,
di
mana
pada
tanggal
tersebut
merupakan
hari
pertama
pertemuan
Kelompok
Kerja
PBB
untuk
Masyarakat
Adat
Sub-‐Komisi
untuk
Promosi
dan
Perlindungan
HAM
pada
tahun
1982,
yang
kemudian
memulai
rangkaian
proses
panjang
hingga
lahirnya
Deklarasi
PBB
tentang
Hak-‐Hak
Masyarakat
Adat
atau
the
United
Nation
Declaration
on
The
Rights
of
Indigenous
Peoples
(UNDRIP).
Tahun
ini,
perayaan
HIMAS
lebih
istimewa
karena
bertepatan
dengan
Peringatan
Satu
Dekade
(10
tahun)
Deklarasi
PBB
tentang
Hak-‐Hak
Masyarakat
Adat
yang
dideklarasikan
pada
tanggal
13
September
2007;
10
tahun
yang
lalu.
Indonesia
merupakan
salah
satu
negara
yang
turut
mengadopsi
Deklarasi
tersebut.
Tahun
ini
pun
kita
merayakan
hari
besar
ini
dengan
hikmat;
di
kampung-‐kampung
adat,
di
rumah-‐rumah
adat,
di
lahan-‐lahan
adat
kita,
di
Rumah-‐Rumah
AMAN
yang
tersebar
di
seluruh
pelosok.
Semua
Masyarakat
Adat
Nusantara,
merayakan
hari
besar
ini
bersama-‐sama
dengan
penuh
suka
cita,
penuh
rasa
syukur
atas
10
tahun
Deklarasi
PBB
tentang
Hak-‐Hak
Masyarakat
Adat
ini,
menyerahkan
langkah
kita
kepada
Sang
Pencipta
Alam
Semesta,
Tuhan
Yang
Maha
Kuasa
dan
bermohon
restu
dari
para
leluhur,
sambil
tetap
penuh
harapan
masa
depan
Masyarakat
Adat
dan
Bangsa
Indonesia
yang
besar
ini
bisa
kembali
Berdaulat,
Mandiri
dan
Bermartabat
di
Tanah-‐Airnya
sendiri.
Selama
10
tahun
terakhir
ini,
kita
bersyukur
karna
cukup
banyak
kemajuan
di
Indonesia
terkait
hak-‐hak
Masyarakat
Adat.
Dari
sisi
kebijakan,
kita
memiliki
UU
No.
27
tahun
2007
yang
mengakui
hak
Masyarakat
Adat
atas
wilayah
adatnya
di
Pesisir
dan
Pulau-‐Pulau
Kecil.
Kearifan
lokal
Masyarakat
Adat
diakui
dalam
UU
No.
32
tahun
2009
mengenai
Pengelolaan
dan
Perlindungan
Lingkungan
Hidup.
Mahkamah
Konstitusi
mengembalikanhak
atas
hutan
adat
dan
wilayah
adat
kita
2.
melalui
Putusan
MK
No.
35/PUU-‐X/2012
tentang
Hutan
Adat.
Berbagai
Pemerintah
Daerah
juga
telah
mulai
mengakui
dan
melindungi
hak-‐hak
Masyarakat
Adat
melalui
Perda-‐Perda
serta
kebijakan
daerah
lainnya.
Hutan
adat
mulai
dikembalikan
secara
bertahap
oleh
Pemerintah
kepada
Masyarakat
Adat.
Meskipun
demikian,
kita
juga
menyesalkan
bahwa
hingga
hari
ini,
implementasi
dari
berbagai
kebijakan
yang
mengakui
hak-‐hak
kita
ini
masih
berjalan
sangat
lambat
dan
jauh
dari
harapan.
Putusan
MK
35/2012
masih
belum
secara
serius
dijadikan
sebagai
acuan
dalam
pembentukan
hukum
dan
kebijakan
dan
program
pemerintah.
Sampai
saat
ini,
Pemerintah
baru
mengembalikan
13.000
hektar
hutan
adat
kepada
masyarakat
adat;
RUU
Masyarakat
Adat
sampai
saat
ini
belum
dibahas;
pembentukan
hukum
di
daerah
belum
se-‐efektif
yang
kita
harapkan.
Sementara,
kriminalisasi
dan
intimidasi
terhadap
saudara-‐saudara
kita
Masyarakat
Adat
masih
terus
terjadi
di
berbagai
wilayah
di
Indonesia.
Baru-‐baru
ini,
Empat
belas
(14)
orang
warga
Masyarakat
Adat
Seko
dijatuhi
hukuman
penjara
karena
memprotes
pembangunan
PLTA
di
wilayah
adatnya.
Begitu
pula
Pak
Trisno,
warga
adat
di
Tana
Bumbu,
Kalimantan
Selatan,
dipenjarakan
karna
ladangnya
merupakan
bagian
dari
Kawasan
Hutan.
Masyarakat
Adat
peladang
tradisional
yang
menggunakan
pengetahuan
tradisionalnya
untuk
bertani
terancam
kriminalisasi
dan
tidak
dapat
berladang
karena
dituduh
penyebab
kebakaran
hutan
dan
bencana
asap.
Ratusan
konflik
yang
berkaitan
investasi
di
wilayah-‐wilayah
adat
belum
menemukan
jalan
keluar.
Begitu
pula,
Satuan
Tugas
(Satgas)
Masyarakat
Adat
sebagai
lembaga
yang
diharapkan
dapat
menjadi
pemecah
kebuntuan
atas
terhambatnya
agenda-‐agenda
pengakuan
dan
perlindungan
Masyarakat
Adat
saat
ini
masih
belum
ditetapkan.
Oleh
sebab
itu,
kita
ingin
mengingatkan
kepada
Presiden
dan
Wakil
Presiden
RI,
bahwa,
Indonesia
di
bawah
Presiden
Joko
Widodo
dan
Wakil
Presiden
Jusuf
Kalla
pada
dasarnya
memiliki
prasyarat
untuk
menjadi
pemimpin
global
pada
isu
pengakuan
dan
perlindungan
Masyarakat
Adat,
dengan
merealisasikan
secara
konsisten,
komitmen
politik
NAWACITA
terhadap
Masyarakat
Adat.
Di
hari
yang
bersejarah
ini,
mari
kita
bersama-‐sama,
mengingatkan
kembali,
Presiden
Joko
Widodo
dan
Wakil
Presiden
Jusuf
Kalla,
6
(enam)
komitmen
politik
NAWACITA
yang
berkaitan
dengan
Masyarakat
Adat
:
1. Mempercepat
pengesahan
RUU
Masyarakat
Adat
menjadi
Undang-‐Undang,
2. Meninjau
ulang
peraturan
perundang-‐undangan
terkait
Masyarakat
Adat
khususnya
tentang
hak
atas
sumber
agraria,
3. Memastikan
proses-‐proses
legislasi
terkait
pengelolaan
tanah
dan
sumberdaya
alam
pada
umumnya,
seperti
RUU
Pertanahan,
dan
lain-‐lain,
berjalan
sesuai
dengan
norma-‐norma
pengakuan
hak-‐hak
Masyarakat
Adat
sebagaimana
yang
telah
diamanatkan
dalam
Putusan
MK
35/2012
tentang
Hutan
Adat.
3.
4. Menyusun
(rancangan)
Undang-‐undang
terkait
dengan
penyelesaian
konflik-‐konflik
agraria
yang
muncul
sebagai
akibat
dari
pengingkaran
berbagai
peraturan
perundang-‐undangan
sektoral
atas
hak-‐hak
Masyarakat
Adat
selama
ini,
5. Membentuk
Komisi
Independen
yang
diberi
mandat
khusus
oleh
Presiden
untuk
bekeria
secara
intens
untuk
mempersiaphan
berbagai
kebijakan
dan
kelembagaan
yang
akan
mengurus
hal-‐hal
yang
berkaitan
dengan
urusan
pengakuan,
penghormatan,
perlindungan,
dan
pemajuan
hak-‐hak
Masyarakat
Adat
ke
depan,
dan
6. Memastikan
penerapan
UU
Desa
6/2014
dapat
berialan,
khususnya
dalam
hal
mempersiapkan
Pemerintah
Propinsi
dan
Pemerintah
Kabupaten/Kota
dalam
mengoperasionalisasi
pengakuan
hak-‐hak
Masyarakat
Adat
untuk
dapat
ditetapkan
menjadi
desa
adat.
Indonesia
akan
menjadi
pemimpin
global
dalam
urusan
Masyarakat
Adat
jika
Pemerintah
mulai
bekerja
secara
konsisten
untuk
mencapai
enam
komitmen
Nawacita
tersebut.
Akhir
kata,
mari
kita
merayakan
hari
Internasional
Masyarakat
Adat
Sedunia
ini
dengan
penuh
syukur,
seraya
terus
mengingatkan
Pemerintah,
amanat
besar
menghadirkan
negara
di
tengah-‐tengah
Masyarakat
Adat.
Selamat
merayakan
Hari
Internasional
Masyarakat
Adat
Sedunia!
Jakarta,
9
Agustus,
2017
Rukka
Sombolinggi,
Sekretaris
Jendral
AMAN