Kerajaan Samudera Pasai berkembang sejak abad ke-13 di pesisir utara Sumatera sebagai pusat perdagangan dan penyebaran agama Islam. Kerajaan ini memiliki hubungan dagang yang luas hingga India dan Timur Tengah. Namun pada abad ke-16, Pasai jatuh ke tangan Portugis dan menjadi bagian dari Kesultanan Aceh.
3. Samudera Pasai, adalah kerajaan
Islam yang terletak dipesisir
pantai utara Sumatera, kurang
lebih di sekitar Kota
Lhokseumawe dan Aceh Utara,
Provinsi Aceh, Indonesia.
Samudera Pasai sudah
menebarkan pengaruhnya di wilayah
Asia Tenggara sejak tahun 1297 M.
Beberapa peneliti dari Belanda,
menyepakati perkiraan bahwa
Kesultanan Samudera Pasai baru
berdiri pada pertengahan abad ke-13
serta menempatkan nama Sultan
Malik Al Salih sebagai pendirinya.
LETAK KERAJAAN
4. Pusat pemerintahan Kesultanan Pasai terletak
diantara Krueng Jambo Aye (Sungai Jambu Air)
dengan Krueng Pase (Sungai Pasai), Aceh Utara. Menurut Ibn
Batuthah yang menghabiskan waktunya sekitar dua minggu
di Pasai, menyebutkan bahwa kerajaan ini tidak memiliki
benteng pertahanan dari batu, namun telah memagari
kotanya dengan kayu. Pada kawasan inti kerajaan
terdapat masjid, dan pasar serta dilalui oleh sungai tawar
yang bermuara ke laut.
Dalam struktur pemerintahan terdapat
istilah menteri, syahbandar dan kadi. Sementara anak-anak
sultan baik lelaki maupun perempuan digelari dengan Tun,
begitu juga beberapa petinggi kerajaan.
6. Pasai merupakan kota dagang. Mengandalkan lada sebagai komoditi
andalannya, dalam catatan Ma Huan disebutkan 100 kati lada
dijual dengan harga perak 1 tahil. Dalam perdagangan Kesultanan
Pasai mengeluarkan koin emas sebagai alat transaksi pada
masyarakatnya, mata uang ini disebut deureuham (dirham).
Sementara, masyarakat Pasai umumnya telah menanam padi di
ladang, yang dipanen 2 kali setahun, serta memilki sapi perah
untuk menghasilkan keju.
7. Sementara masyarakat Pasai umumnya telah
menanam padi di ladang, yang dipanen 2 kali
setahun, serta memilki sapi perah untuk
menghasilkan keju. Sedangkan rumah
penduduknya memiliki tinggi rata-rata 2.5
meter yang disekat menjadi beberapa bilik,
dengan lantai terbuat dari bilah-bilah kayu
kelapa atau kayu pinang yang disusun
dengan rotan, dan di atasnya dihamparkan
tikar rotan atau pandan.
8. Islam merupakan agama yang dianut oleh
masyarakat Pasai. Dari catatan Ma Huan dan Tom辿
Pires, telah membandingkan dan menyebutkan
bahwa sosial budaya masyarakat Pasai mirip
dengan Malaka, seperti bahasa, maupun tradisi
pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian.
Kemungkinan kesamaan ini memudahkan
penerimaan Islam di Malaka dan hubungan yang
akrab ini dipererat oleh adanya pernikahan antara
putri Pasai dengan raja Malaka sebagaimana
diceritakan dalam Sulalatus Salatin.
9. Kerajaan Samudera Pasai
berkembang sebagai
penghasil karya tulis yang
baik. Beberapa orang
berhasil memanfaatkan
hurufArab yang dibawa oleh
agama Islam untuk menulis
karya mereka dalam bahasa
Melayu, yang kemudian
disebut dengan bahasa Jawi
dan hurufnya disebut Arab
Jawi. Selain itu juga
berkembang ilmu tasawuf
yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Melayu.
Kehidupan sosial
masyarakat Kerajaan
Samudera Pasai diatur
menurut aturan
aturan dan hukum
hukum Islam. Dalam
pelaksanaannya
banyak terdapat
persamaan dengan
kehidupan sosial
masyarakat di negeri
Mesir maupun di Arab.
Karena persamaan
inilah sehingga daerah
Aceh mendapat julukan
Daerah Serambi
Mekkah.
10. Menjelang masa-masa akhir pemerintahan Kesultanan
Pasai, terjadi beberapa pertikaian di Pasai yang
mengakibatkan perang saudara. Sulalatus Salatin menceritakan
Sultan Pasai meminta bantuan kepada Sultan Melaka untuk
meredam pemberontakan tersebut. Namun Kesultanan Pasai
sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan
oleh Portugal tahun 1521 yang sebelumnya telah menaklukan
Melaka tahun 1511, dan kemudian tahun 1524 wilayah Pasai
sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.
11. 1. Sultan Malik As-saleh(1267-1297)
2. Sultan Muhammad Malik Az-zahir
3. Sultan Mahmud Malik Az-zahir
4. Sultan Ahmad Malik Az-zahir (1346-1383)
5. Sultan Ain Al-abidin Malik Az-zahir(1383-1405)
6. Sultanah Nahrasiyah(1420-1428)
7. Sultan Sallah Ad-din (1402)
8. Sultan Abu Zaid Malik Az-zahir (1455)
9. Sultan Mahmud Malik Az-zahir II (1455-1477)
10. Sultan Zain Al-abidin II (1477-1500)
11. Sultan Abd-allah Malik Az-zahir (1501-1513)
12. Sultan Zain Al-abidin III
SULTAN /SULTANAH
yang pernah memimpin
12. Malik al-Salih (Malik ul
Salih, Malik Al Saleh,
Malikussaleh, Malik al Salih atau
Malik ul Saleh) mendirikan
kerajaan Islam pertama di
nusantara, yaitu Samudera
Pasai pada tahun1267. Nama
aslinya adalah Meurah Silu. Ia
adalah keturunan dari Suku Imam
Empat ( Suku Imam Empat
atau Sukee Imuem Peuet adalah
sebutan untuk keturunan empat
Maharaja/Meurah bersaudara
yang berasal dari Mon Khmer
(Champa) yang merupakan
pendiri pertama kerajaan-
kerajaan di Aceh Pra-Islam,
diantaranya Maharaja Syahir Po-
He-La yang mendirikan Kerajaan
Peureulak (Po-He-La) di Aceh
Timur, Syahir Tanwi yang
mendirikan kerajaan Jeumpa
(Champa) di Peusangan
(Bireuen), Syahir Poli(Pau-Ling)
yang mendirikan kerajaan Sama
Indra di Pidie dan Syahir Nuwi
yang Mendirikan Kerajaan Indra
Purba di Banda Aceh dan Aceh
Besar)
Malik al-Salih
13. Setelah pemerintahan Sultan Malik as-Saleh, selanjutnya
kepemimpinan kerajaan diperintah oleh putranya yaitu C dari
perkawinannya dengan putri Raja Peurlak. Pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, koin emas
sebagai mata uang telah diperkenalkan di Pasai, seiring
dengan berkembangnya kerajaan Samudera Pasai, menjadi
salah satu kawasan perdagangan sekaligus tempat
pengembangan dakwah agama Islam.
Sekitar tahun 1326 Sultan Muhammad Malik az-Zahir
meninggal dunia dan ia meninggalkan dua orang putra yaitu
Mahmud Malik az-Zahir dan Malikul Mansur atau yang
merupakan cucu dari Sultan Malik as-Saleh. Ketika Sultan
Muhammad Malik az-Zahir pada akhirnya meninggal dunia
karena sakit, tampuk kepemimpinan kerajaan Pasai untuk
sementara diserahkan kepada Sultan Malik as-Saleh yang
juga memimpin kerajaan Samudera, karena kedua putranya
masih berusia sangat belia.
Sultan Muhammad Malik az-Zahir
14. Pada masa pemerintahannya, ia
dikunjungi oleh Ibnu Batuthah,
kemudian menceritakan bahwa sultan
di negeri Samatrah (Samudera)
menyambutnya dengan penuh
keramah-tamahan dan penduduknya
menganut Mazhab Syafii.
Sultan Mahmud Malik az-Zahir
adalah seorang pemimpin yang sangat
mengedepankan hukum Islam. Pribadi
yang dimilikinya sangat rendah hati. Ia
berangkat ke masjid untuk shalat
Jumat dengan berjalan kaki. Dan
selesai shalat, sultan dan rombongan
biasa berkeliling kota untuk melihat
keadaan rakyatnya, begitu Ibnu
Batuthah menggambarkan sosok
Sultan Mahmud Malik az-Zahir.
Pada masa ini pemerintahan
Samudra Pasai berkembang pesat dan
terus menjalin hubungan dengan
kerajaan-kerajaan Islam di India
maupun Arab. Bahkan melalui catatan
kunjungan Ibnu Batutah seorang
utusan dari Sultan Delhi tahun 1345
dapat diketahui Samudra Pasai
merupakan istana yang disusun dan
diatur secara India dan patihnya
bergelar Amir, dan juga terdapat
pelabuhan penting. Dengan letaknya
yang strategis, Samudera Pasai
berkembang sebagai kerajaan
Maritim, dan bandar transito.
Sultan Mahmud Malik az-Zahir
(1326 - 1345)
15. Dalam masa pemerintahan Sultan ini, kerajaan
Majapahit menyerang Pasai yakni sekitar tahun 1361
M. menurut hikayat Raja-Raja Pasai, kerajaan Pasai
kalah dan Sultan Ahmad melarikan diri, banyak orang
pasai ditawan dan dibawa ke pulau Jawa. Oleh Raja
Majapahit mereka diperbolehkan tinggal dimana
mereka suka. Dalam hikayat Raja-Raja Pasai
disebutkan sebagai berikut :
Maka titah sang Nata akan segala tawanan orang
Pasai itu, suruhlah ia duduk ditanah Jawa ini, mana
kesukaan hatinya. Itulah sebabnya maka banyak
keramat ditanah Jawa tatkala Pasai kalah oleh
Majapahit itu.
16. Sultan ini dalam berita Tiongkok disebut Tsai-
nu-li-a-pi-ting-ki. Ia tewas dipanah oleh Raja
Nakur, dan Raja Nakur ini adalah raja negeri
Pedir ( Pidie sekarang ). Permaisuri Zain al-
Abidin menyerukan bahwa barang siapa yang
dapat membunuh raja Nakur akan dijadikan
suaminya dan akan memerintah bersama
putranya. Seorang nelayan berhasil membunuh
raja Nakur itu dan ia pun diangkat menjadi raja
dan ia-lah yang diberi gelar Sultan Sallah ad-Din.
17. Sultanah ini janda
Sultan Zain al-Abidin,
baginda mangkat pada
hari senin 17 Zulhijjah
831 H atau 27
September 1428 M.
Makamnya terbuat dari
batu pualam dan
merupakan makam
yang terindah
pahatannya di pulau
Sumatera. Makam
sunan Gresik di Jawa
Timur menyerupai
makam Sultanah ini. C.
Snouk Hurgronje
berpendapat bahwa
Sultanah ini bernama
Bahiyah.