2. Hasil
kebudayaan
-Sampah dapur
(kkjokenmodinger)
-Kapak
genggam
sumatera
-Hachecourt
(kapak pendek)
Cara hidup
-Food
gathering
-abris
soucheroche
Tinggal di gua
gua dibawah
bukit karang
Manusia
pendukung
-pithecantropus Mengenal
erectus
Kepercayaan
pada roh nenek
-homo
moyang
wajakensis
-megantrophus
paleo javanicus
-homo solensis
-pipisan
-tulang dan
tanduk
-flakes culture
-nomaden
kepercayaan
Kehidupan
sosial
-Food gathering
-nomaden
4. Kebudayaan Pebble (Pebble Culture) Kjokkenmoddinger
(Sampah Dapur)
Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal
dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur
dan modding artinya sampah jadi
Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah
sampah dapur. Dalam kenyataan
Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau
tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai
ketinggian ¡À 7 meter dan sudah membatu atau
menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan
disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara
Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan
tersebut menunjukkan bahwa manusia purba
yang hidup pada zaman ini sudah menetap.
Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels
melakukan penelitian di bukit kerang tersebut
dan hasilnya banyak menemukan kapak
genggam yang ternyata berbeda dengan chopper
(kapak genggam Palaeolithikum).
5. Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)
Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein
Callenfels melakukan penelitian di
bukit kerang tersebut dan hasilnya
menemukan kapak genggam. Kapak
genggam yang ditemukan di dalam
bukit kerang tersebut dinamakan
dengan pebble/kapak genggam
Sumatra (Sumatralith) sesuai
dengan lokasi penemuannya yaitu
dipulau Sumatra. Bahan-bahan
untuk membuat kapak tersebut
berasal batu kali yang dipecahpecah.
6. Hachecourt (kapak pendek)
Selain pebble yang
diketemukan
dalam bukit
kerang, juga
ditemukan sejenis
kapak tetapi
bentuknya pendek
(setengah
lingkaran) yang
disebut dengan
hachecourt/kapak
pendek.
7. Pipisan
Selain kapak-kapak yang
ditemukan dalam bukit kerang,
juga ditemukan pipisan (batubatu penggiling beserta
landasannya). Batu pipisan selain
dipergunakan untuk menggiling
makanan juga dipergunakan
untuk menghaluskan cat merah.
Bahan cat merah berasal dari
tanah merah. Cat merah
diperkirakan digunakan untuk
keperluan religius dan untuk ilmu
sihir.
8. Kebudayaan Tulang dari Sampung
(Sampung Bone Culture)
Kebudayaan Tulang dari Sampung
(Sampung Bone Culture)
Berdasarkan alat-alat kehidupan yang
ditemukan di goa lawa di Sampung
(daerah Ponorogo - Madiun Jawa
Timur) tahun 1928 - 1931, ditemukan
alat-alat dari batu seperti ujung panah
dan flakes, kapak yang sudah diasah,
alat dari tulang, tanduk rusa, dan juga
alat-alat dari perunggu dan besi. Oleh
para arkeolog bagian terbesar dari alatalat yang ditemukan itu adalah tulang,
sehingga disebut sebagai Sampung
Bone Culture.
9. Kebudayaan Flakes
(Flakes Culture)
Abris Sous Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal
manusia purba pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai
tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Penyelidikan
pertama pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr. Van Stein
Callenfels tahun 1928-1931 di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo
Jawa Timur. Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara lain
alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, kapak
yang sudah diasah yang berasal dari zaman Mesolithikum, serta alatalat dari tulang dan tanduk rusa.Di antara alat-alat kehidupan yang
ditemukan ternyata yang paling banyak adalah alat dari tulang
sehingga oleh para arkeolog disebut sebagai Sampung Bone Culture
/ kebudayaan tulang dari Sampung
11. Kebudayaan ini ditemukan dalam gua-gua dan dalam
bukit-bukit kerang di Indo-China, Siam, Malaka, dan
Sumatera Timur. Alat-alat kebudayaannya terbuat dari
batu kali, seperti bahewa batu giling. Pada
kebudayaan ini perhatian terhadap orang meninggal
dikubur di gua dan juga di bukit-bukit kerang.
Beberapa mayatnya diposisikan dengan berjongkok
dan diberi cat warna merah. Pemberian cat warna
merah bertujuan agar dapat mengembalikan hayat
kepada mereka yang masih hidup. Di Indonesia,
kebudayaan ini ditemukan di bukit-bukit kerang. Hal
seperti ini banyak ditemukan dari Medan sampai ke
pedalaman Aceh. Bukit-bukit itu telah bergeser sejauh
5 km dari garis pantai menunjukkan bahwa dulu
pernah terjadi pengangkatan lapisan-lapisan bumi.
Alur masuknya kebudayaan ini sampai ke Sumatera
melewati Malaka. Di Indonesia ada dua kebudayaan
Bacson-Hoabinh, yakni:
12. Kebudayaan pebble dan alat-alat dari tulang yang datang ke Indonesia
melalui jalur barat.
Kebudayaan flakes yang datang ke Indonesia melalui jalur timur.
Dengan adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di
Indonesia sebagai pendukung kebudayaan Mesolithikum, maka para
arkeolog melakukan penelitian terhadap penyebaran pebble dan kapak
pendek sampai ke daerah teluk Tonkin daerah asal bangsa Papua
Melanosoide. Dari hasil penyelidikan tersebut, maka ditemukan pusat
pebble dan kapak pendek berasal dari pegunungan Bacson dan daerah
Hoabinh, di Asia Tenggara. Tetapi di daerah tersebut tidak ditemukan
flakes, sedangkan di dalam Abris Sous Roche banyak ditemukan flakes
bahkan di pulau Luzon (Filipina) juga ditemukan flakes. Ada kemungkinan
kebudayaan flakes berasal dari daratan Asia, masuk ke Indonesia melalui
Jepang, Formosa dan Filipina.
14. Kebudayaan Toala dan yang serumpun dengan
itu disebut juga kebudayaan flake dan blade.
Alat-alatnya terbuat dari batu-batu yang
menyerupai batu api dari eropa, seperti
chalcedon, jaspis, obsidian dan kapur.
Perlakuan terhadap orang yang meninggal
dikuburkan didalam gua dan bila tulang
belulangnya telah mengering akan diberikan
kepada keluarganya sebagai kenang-kenangan.
Biasanya kaum perempuan akan menjadikan
tulang belulang tersebut sebagai kalung. Selain
itu, didalam gua terdapat lukisan mengenai
perburuan babi dan juga rentangan lima jari
yang dilumuri cat merah yang disebut dengan
¡°silhoutte¡±. Arti warna merah tanda berkabung.
Kebudayaan ini ditemukan di Jawa
(Bandung, Besuki, dan Tuban), Sumatera
(danau Kerinci dan Jambi), Nusa Tenggara di
pulau Flores dan Timor.
15. CARA HIDUP
Berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
Sebagian masih nomaden
Sebagian sudah mulai menetap bertempat tinggal di gua-gua
(Abris Sous Roche)
Sebagian lagi hidup di pesisir, menangkap ikan dan kerang
(kyokkenmodinger)
Menetap sementara/ semi sedente
John Lubbock dalam makalahnya "Jaman Prasejarah" (bahasa
Inggris: Pre-historic Times) yang diterbitkan pada tahun 1865.
Namun istilah ini tidak terlalu sering digunakan
sampai V.Gordon Childe