ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
Kelompok 2
?
?
?
?
?
?
?

Boyd Setya
Darmawan Setiadi
Nauradina Annisaa
Rismawati Harun
Lathifah Helexandra
Rauzatul Ulfa
Shofie Azzahrah
Hasil
kebudayaan
-Sampah dapur
(kkjokenmodinger)

-Kapak
genggam
sumatera
-Hachecourt
(kapak pendek)

Cara hidup

-Food
gathering
-abris
soucheroche
Tinggal di gua
gua dibawah
bukit karang

Manusia
pendukung

-pithecantropus Mengenal
erectus
Kepercayaan
pada roh nenek
-homo
moyang
wajakensis
-megantrophus
paleo javanicus
-homo solensis

-pipisan
-tulang dan
tanduk
-flakes culture

-nomaden

kepercayaan

Kehidupan
sosial
-Food gathering
-nomaden
HASIL KEBUDAYAAN
MESOLITHIKUM
Kebudayaan Pebble (Pebble Culture) Kjokkenmoddinger
(Sampah Dapur)
Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal
dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur
dan modding artinya sampah jadi
Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah
sampah dapur. Dalam kenyataan
Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau
tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai
ketinggian ¡À 7 meter dan sudah membatu atau
menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan
disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara
Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan
tersebut menunjukkan bahwa manusia purba
yang hidup pada zaman ini sudah menetap.
Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels
melakukan penelitian di bukit kerang tersebut
dan hasilnya banyak menemukan kapak
genggam yang ternyata berbeda dengan chopper
(kapak genggam Palaeolithikum).
Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)
Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein
Callenfels melakukan penelitian di
bukit kerang tersebut dan hasilnya
menemukan kapak genggam. Kapak
genggam yang ditemukan di dalam
bukit kerang tersebut dinamakan
dengan pebble/kapak genggam
Sumatra (Sumatralith) sesuai
dengan lokasi penemuannya yaitu
dipulau Sumatra. Bahan-bahan
untuk membuat kapak tersebut
berasal batu kali yang dipecahpecah.
Hachecourt (kapak pendek)
Selain pebble yang
diketemukan
dalam bukit
kerang, juga
ditemukan sejenis
kapak tetapi
bentuknya pendek
(setengah
lingkaran) yang
disebut dengan
hachecourt/kapak
pendek.
Pipisan
Selain kapak-kapak yang
ditemukan dalam bukit kerang,
juga ditemukan pipisan (batubatu penggiling beserta
landasannya). Batu pipisan selain
dipergunakan untuk menggiling
makanan juga dipergunakan
untuk menghaluskan cat merah.
Bahan cat merah berasal dari
tanah merah. Cat merah
diperkirakan digunakan untuk
keperluan religius dan untuk ilmu
sihir.
Kebudayaan Tulang dari Sampung
(Sampung Bone Culture)
Kebudayaan Tulang dari Sampung
(Sampung Bone Culture)
Berdasarkan alat-alat kehidupan yang
ditemukan di goa lawa di Sampung
(daerah Ponorogo - Madiun Jawa
Timur) tahun 1928 - 1931, ditemukan
alat-alat dari batu seperti ujung panah
dan flakes, kapak yang sudah diasah,
alat dari tulang, tanduk rusa, dan juga
alat-alat dari perunggu dan besi. Oleh
para arkeolog bagian terbesar dari alatalat yang ditemukan itu adalah tulang,
sehingga disebut sebagai Sampung
Bone Culture.
Kebudayaan Flakes
(Flakes Culture)
Abris Sous Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal
manusia purba pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai
tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Penyelidikan
pertama pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr. Van Stein
Callenfels tahun 1928-1931 di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo
Jawa Timur. Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara lain
alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, kapak
yang sudah diasah yang berasal dari zaman Mesolithikum, serta alatalat dari tulang dan tanduk rusa.Di antara alat-alat kehidupan yang
ditemukan ternyata yang paling banyak adalah alat dari tulang
sehingga oleh para arkeolog disebut sebagai Sampung Bone Culture
/ kebudayaan tulang dari Sampung
KEBUDAYAAN
BACSON-HOABINH
Kebudayaan ini ditemukan dalam gua-gua dan dalam
bukit-bukit kerang di Indo-China, Siam, Malaka, dan
Sumatera Timur. Alat-alat kebudayaannya terbuat dari
batu kali, seperti bahewa batu giling. Pada
kebudayaan ini perhatian terhadap orang meninggal
dikubur di gua dan juga di bukit-bukit kerang.
Beberapa mayatnya diposisikan dengan berjongkok
dan diberi cat warna merah. Pemberian cat warna
merah bertujuan agar dapat mengembalikan hayat
kepada mereka yang masih hidup. Di Indonesia,
kebudayaan ini ditemukan di bukit-bukit kerang. Hal
seperti ini banyak ditemukan dari Medan sampai ke
pedalaman Aceh. Bukit-bukit itu telah bergeser sejauh
5 km dari garis pantai menunjukkan bahwa dulu
pernah terjadi pengangkatan lapisan-lapisan bumi.
Alur masuknya kebudayaan ini sampai ke Sumatera
melewati Malaka. Di Indonesia ada dua kebudayaan
Bacson-Hoabinh, yakni:
Kebudayaan pebble dan alat-alat dari tulang yang datang ke Indonesia
melalui jalur barat.
Kebudayaan flakes yang datang ke Indonesia melalui jalur timur.
Dengan adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di
Indonesia sebagai pendukung kebudayaan Mesolithikum, maka para
arkeolog melakukan penelitian terhadap penyebaran pebble dan kapak
pendek sampai ke daerah teluk Tonkin daerah asal bangsa Papua
Melanosoide. Dari hasil penyelidikan tersebut, maka ditemukan pusat
pebble dan kapak pendek berasal dari pegunungan Bacson dan daerah
Hoabinh, di Asia Tenggara. Tetapi di daerah tersebut tidak ditemukan
flakes, sedangkan di dalam Abris Sous Roche banyak ditemukan flakes
bahkan di pulau Luzon (Filipina) juga ditemukan flakes. Ada kemungkinan
kebudayaan flakes berasal dari daratan Asia, masuk ke Indonesia melalui
Jepang, Formosa dan Filipina.
KEBUDAYAAN TOALA
Kebudayaan Toala dan yang serumpun dengan
itu disebut juga kebudayaan flake dan blade.
Alat-alatnya terbuat dari batu-batu yang
menyerupai batu api dari eropa, seperti
chalcedon, jaspis, obsidian dan kapur.
Perlakuan terhadap orang yang meninggal
dikuburkan didalam gua dan bila tulang
belulangnya telah mengering akan diberikan
kepada keluarganya sebagai kenang-kenangan.
Biasanya kaum perempuan akan menjadikan
tulang belulang tersebut sebagai kalung. Selain
itu, didalam gua terdapat lukisan mengenai
perburuan babi dan juga rentangan lima jari
yang dilumuri cat merah yang disebut dengan
¡°silhoutte¡±. Arti warna merah tanda berkabung.
Kebudayaan ini ditemukan di Jawa
(Bandung, Besuki, dan Tuban), Sumatera
(danau Kerinci dan Jambi), Nusa Tenggara di
pulau Flores dan Timor.
CARA HIDUP
Berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
Sebagian masih nomaden
Sebagian sudah mulai menetap bertempat tinggal di gua-gua
(Abris Sous Roche)
Sebagian lagi hidup di pesisir, menangkap ikan dan kerang
(kyokkenmodinger)
Menetap sementara/ semi sedente
John Lubbock dalam makalahnya "Jaman Prasejarah" (bahasa
Inggris: Pre-historic Times) yang diterbitkan pada tahun 1865.
Namun istilah ini tidak terlalu sering digunakan
sampai V.Gordon Childe
Sejarah mesolithikum

More Related Content

Sejarah mesolithikum

  • 1. Kelompok 2 ? ? ? ? ? ? ? Boyd Setya Darmawan Setiadi Nauradina Annisaa Rismawati Harun Lathifah Helexandra Rauzatul Ulfa Shofie Azzahrah
  • 2. Hasil kebudayaan -Sampah dapur (kkjokenmodinger) -Kapak genggam sumatera -Hachecourt (kapak pendek) Cara hidup -Food gathering -abris soucheroche Tinggal di gua gua dibawah bukit karang Manusia pendukung -pithecantropus Mengenal erectus Kepercayaan pada roh nenek -homo moyang wajakensis -megantrophus paleo javanicus -homo solensis -pipisan -tulang dan tanduk -flakes culture -nomaden kepercayaan Kehidupan sosial -Food gathering -nomaden
  • 4. Kebudayaan Pebble (Pebble Culture) Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur) Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian ¡À 7 meter dan sudah membatu atau menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum).
  • 5. Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith) Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya menemukan kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat kapak tersebut berasal batu kali yang dipecahpecah.
  • 6. Hachecourt (kapak pendek) Selain pebble yang diketemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak pendek.
  • 7. Pipisan Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batubatu penggiling beserta landasannya). Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah berasal dari tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu sihir.
  • 8. Kebudayaan Tulang dari Sampung (Sampung Bone Culture) Kebudayaan Tulang dari Sampung (Sampung Bone Culture) Berdasarkan alat-alat kehidupan yang ditemukan di goa lawa di Sampung (daerah Ponorogo - Madiun Jawa Timur) tahun 1928 - 1931, ditemukan alat-alat dari batu seperti ujung panah dan flakes, kapak yang sudah diasah, alat dari tulang, tanduk rusa, dan juga alat-alat dari perunggu dan besi. Oleh para arkeolog bagian terbesar dari alatalat yang ditemukan itu adalah tulang, sehingga disebut sebagai Sampung Bone Culture.
  • 9. Kebudayaan Flakes (Flakes Culture) Abris Sous Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Penyelidikan pertama pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr. Van Stein Callenfels tahun 1928-1931 di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa Timur. Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara lain alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang berasal dari zaman Mesolithikum, serta alatalat dari tulang dan tanduk rusa.Di antara alat-alat kehidupan yang ditemukan ternyata yang paling banyak adalah alat dari tulang sehingga oleh para arkeolog disebut sebagai Sampung Bone Culture / kebudayaan tulang dari Sampung
  • 11. Kebudayaan ini ditemukan dalam gua-gua dan dalam bukit-bukit kerang di Indo-China, Siam, Malaka, dan Sumatera Timur. Alat-alat kebudayaannya terbuat dari batu kali, seperti bahewa batu giling. Pada kebudayaan ini perhatian terhadap orang meninggal dikubur di gua dan juga di bukit-bukit kerang. Beberapa mayatnya diposisikan dengan berjongkok dan diberi cat warna merah. Pemberian cat warna merah bertujuan agar dapat mengembalikan hayat kepada mereka yang masih hidup. Di Indonesia, kebudayaan ini ditemukan di bukit-bukit kerang. Hal seperti ini banyak ditemukan dari Medan sampai ke pedalaman Aceh. Bukit-bukit itu telah bergeser sejauh 5 km dari garis pantai menunjukkan bahwa dulu pernah terjadi pengangkatan lapisan-lapisan bumi. Alur masuknya kebudayaan ini sampai ke Sumatera melewati Malaka. Di Indonesia ada dua kebudayaan Bacson-Hoabinh, yakni:
  • 12. Kebudayaan pebble dan alat-alat dari tulang yang datang ke Indonesia melalui jalur barat. Kebudayaan flakes yang datang ke Indonesia melalui jalur timur. Dengan adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di Indonesia sebagai pendukung kebudayaan Mesolithikum, maka para arkeolog melakukan penelitian terhadap penyebaran pebble dan kapak pendek sampai ke daerah teluk Tonkin daerah asal bangsa Papua Melanosoide. Dari hasil penyelidikan tersebut, maka ditemukan pusat pebble dan kapak pendek berasal dari pegunungan Bacson dan daerah Hoabinh, di Asia Tenggara. Tetapi di daerah tersebut tidak ditemukan flakes, sedangkan di dalam Abris Sous Roche banyak ditemukan flakes bahkan di pulau Luzon (Filipina) juga ditemukan flakes. Ada kemungkinan kebudayaan flakes berasal dari daratan Asia, masuk ke Indonesia melalui Jepang, Formosa dan Filipina.
  • 14. Kebudayaan Toala dan yang serumpun dengan itu disebut juga kebudayaan flake dan blade. Alat-alatnya terbuat dari batu-batu yang menyerupai batu api dari eropa, seperti chalcedon, jaspis, obsidian dan kapur. Perlakuan terhadap orang yang meninggal dikuburkan didalam gua dan bila tulang belulangnya telah mengering akan diberikan kepada keluarganya sebagai kenang-kenangan. Biasanya kaum perempuan akan menjadikan tulang belulang tersebut sebagai kalung. Selain itu, didalam gua terdapat lukisan mengenai perburuan babi dan juga rentangan lima jari yang dilumuri cat merah yang disebut dengan ¡°silhoutte¡±. Arti warna merah tanda berkabung. Kebudayaan ini ditemukan di Jawa (Bandung, Besuki, dan Tuban), Sumatera (danau Kerinci dan Jambi), Nusa Tenggara di pulau Flores dan Timor.
  • 15. CARA HIDUP Berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut Sebagian masih nomaden Sebagian sudah mulai menetap bertempat tinggal di gua-gua (Abris Sous Roche) Sebagian lagi hidup di pesisir, menangkap ikan dan kerang (kyokkenmodinger) Menetap sementara/ semi sedente John Lubbock dalam makalahnya "Jaman Prasejarah" (bahasa Inggris: Pre-historic Times) yang diterbitkan pada tahun 1865. Namun istilah ini tidak terlalu sering digunakan sampai V.Gordon Childe