Ringkasan dokumen tersebut dalam 3 kalimat atau kurang:
Dokumen tersebut membahas berbagai perspektif dalam ilmu kalam mengenai sifat-sifat Allah SWT, termasuk pandangan aliran Musyabbihah, Mu'tazilah, Asy'ariyah, Maturidiyah, filosof-filosof Islam seperti Ibnu Rusyd, dan menjelaskan perbedaan pendapat antara mereka.
1 of 12
Download to read offline
More Related Content
Sifat-sifat Allah
1. KELOMPOK 3
Persoalan dalam ilmu kalam mengenai sifat-sifat Allah
swt.
Ayu Hidayati Hafizhatul Kiromi MZ
Lalu Pandu Rifki Hidayat SMuhda Hadi Saputra
Oskar Setia WiranataRia Duana
Yayuk Setiawati
4. Sifat Jaiz Allah hanya ada satu yaitu Filu
kulli
mumkinin au tarkuhu, artinya memperbuat
sesuatu yang mungkin terjadi atau tidak
memperbuatnya.
5. Aliran Musyabbihah (Karramiyah)
Kaum Musyabbihah artinya kaum yang menyerupakan.
Kaum Musyabbihah digelari kaum Musybih (menyerupakan)
karena mereka menyerupakan Tuhan dengan makhluk-Nya.
Mereka mengatakan bahwa tuhan adalah bertangan, bermuka,
berkaki, bertubuh seperti manusia.
Dalam Al-Quran banyak ayat-ayat yang menurut lahirnya
berisi persamaan Tuhan dengan makhluk yang menjadi dasar
kepercayaan golongan tersebut, seperti ayat-ayat yang
mengatakan bahwa Tuhan berada dalam suatu arah tertentu,
yaitu di atas, di langit, di Arsy, bahkan berpindah-pindah. Ayat-
ayat tersebut adalah :
Q.S Al-Mulk: 16
Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang
(berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan
bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu
bergoncang
6. Aliran Mutazillah
Kaum Mutazillah adalah suatu kaum yang membikin heboh dunia
Islam selama 300 tahun pada abad-abad permulaan Islam.
Perkataan Mutazillah berasal dari kata Itizal, artinya menyisihkan
diri. Kaum Mutazillah berarti kaum yang menyisihkandiri.[3]
Pendirian golongan Musyabbihah yang berlebih-lebihan
menimbulkan reaksi hebat pada golongan Mutazillah yang
menyipati Tuhan dengan ESA, QADIM dan BERBEDA DARI
MAKHLUK. Sifat-sifat ini adalah sifat salaby (negatif) karena tidak
menambahkan sesuatu pada zat Tuhan. Dikatakan salaby, karena
ESA, artinya tidak ada sekutu, QADIM artinya tidak ada
permulaannya dan BERBEDA DARI MAKHLUK artinya tida ada
yang menyamaiNYA [3] Itiqad Ahlusunnah Wal jamaah, K.H.
Siradjuddin Abbas, hal173 & 174
Jadi menurut Mutazillah Tuhan itu Esa, tidak mempunyai sifat-
sifat sebagaimana pendapat golongan lain. Apa yang dipandang
sifat dalam pendapat golongan, bagi Mutazillah tidak lain adalah
Zat Allah sendiri.
7. Selanjutnya, Mutazillah berpendapat karena bersifat immateri,
Tuhan tidak dapat dilihat denganmata kepala. Dua argument pokok
yang diajukan oleh Mutazillah untuk menjelaskan bahwa Tuhan
tidak dapat dilihat denga mata jasmani, adalah berikut ini. Pertama,
Tuhan tidak mengambil tempat, sehinnga tidak dapat dilihat. Kedua,
bila Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala, itu berarti tuhan dapat
dilihat sekarang di dunia ini. Ayat- ayat Al-Quran yang dijadikan
pedoman adalah:
Ayat 103 surat Al-Anam,
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat
melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi
Maha mengetahui.
8. Aliran Asyariah
Aliran Asyariyah, seperi golongan Mutazillah, juga mengadakan pemisahan
antara sifat-sifat salaby(negatif) dan sifat-sifat ijaby(positif). Pendiriannya tentang
sifat-sifat negative sama dengan golongan Mutazillah, akan tetapi dalam sifat-sifat
positif berbeda pendiriannya. Menurut pendapatnya, sifat ijaby berbeda dengan
dengan Zat Tuhan dan antar sifat-sifat itu sendiri berlainan satu sama lain. Sifat-
sifat itu bukan hakekat zat Tuhan sendiri. Tuhan mengetahui, menghendaki,
berkuasa, berbicara, mendengar, maelihat, hidup artinya Ia mempunyai sifat-sifat
ilmu, iradat(berkehendak), qodrat(kekuasaan), dan seterusnya. Ia mempunyai
sifat-sifat yang disebutkan Quran.
Bertentangan dengan pendapat Mutazillah, aliran Asyariyah mengatakan
bahwa tuhan dapat dilihat di akhirat kelak dengan mata kepala. Asyary
menjelaskan bahwa sesuatu dilihat. Lebih jauh dikatakan bahwa Tuhan dapat
melihat apa yang ada sehingga melihat diri-Nya juga. Bila Tuhan melihat diri-Nya,
tentulah Ia sendiri dapat membuat manussia mempunyai kemampuan untuk
melihat diri-Nya sendiri. Ayat-ayat Al-Quran yang dijadikan Asyary dalam
menopang pendapat diatas adalah surat Al-Qiyamah ayat 22-23:
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada
Tuhannyalah mereka Melihat.
9. Aliran Maturidiyah
Ia mengatakan bahwa pembicaraan tentang sifat harus didasarkan atas
pengakuan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat-Nya sejak zaman azaly,
muzallamah (ada bersama), tanpa pemisahan antara Zat seperti Qodrat, dan sifat-
sifat active ( afal), seperti menciptakan, menghidupkan, memberi rezqi dan lain-
lain. Sifat-sifat tersebut tidak boleh diperbincangkan apakah hakekat zat atau
bukan.
Akan tetapi kemudian ia membelok kepada Asyary dengan mengadakan
bahwaapa yang dimaksud dengan perkataan tidak berbeda dari zat ialah bahwa
sifat-sifat itu tetap ada pada zat dan tidak bisa lepas daripadanya. Timbul
persoalanyang sama seperti di atas. Kalau sifat-sifat itu bukan hakekat zat, tidak
pula berbeda dari zat, apa jadinya sifat-sifat itu? Jawaban Maturidy: sifat-sifat itu
sifat Tuhan, tidak lebih dari itu.
Dengan kata lain, ia tidak bisa menyelesaikan contradictie. Sebenarnya ia
bisa membelok kepada golongan Mutazillah atau orang-orang filosof, dengan
mengatakan, tidak dapat dipersamakan antara Tuhan dengan manusia dan sifat
Tuhan adalah hakekat zat-Nya. Ia juga bisa mekangkah ke arah aliran Salaf
dengan pengakuan bahwa mazhab itu lebih selamat dan bahwa pembahasan sifat
akan menyeret kita kepada bidah, seperti yang dilakukan oleh Mutazillah dan
10. FILOSOF-FILOSOF ISLAM
Pendapat filosof-filosof Islam, seperti Al-Kindy dan Faraby, mendekati
pendapat Mutazillah. Mereka mengingkari berbilangnya sifat Tuhan dan
mensucikan-Nya semurni-murninya. Akan tetapi mereka tidak disebut
golongan Muattilah, sebab mereka mengakui sifat-sifat yang dikatakan
lawan-lawannya dan tidak berkeberatan disebutkan untuk Tuhan, tetapi
mereka menandaskan bahwa pengertiannya (hakekatnya) adalah satu juga,
yaitu Zat Tuhan sendiri.
Filosof-filosof tersebut mengadakan pemisahan benar-benar antara Allah
dan manusia. Pada manusia kita mengetahui dirinya sendiri lain daripada
sifat-sifatnya, dan tiap-tiap sifat lainnya. Tidak demikian halnya bagi Tuhan,
karena Tuhan adalah wujud pertama yang ada dengan sendirinya dan illat
(sebab) pertama. Sifat-sifat yang disebutkan Al-Quran tidak bisa diingkari,
akan tetapi harus diartikan, bahwa sifat-sifat itu adalah gambaran fikiran
(Itibaral annizzihiyah) yang diperlukan manusia untuk mempunyai gambaran
tentang Tuhan. Ringkasnya para filosof-filosof tidak meniadakan sifat-sifat,
tetapi lebih suka mensucikan Tuhan sejauh mungkin.
11. IBNU RUSYD
Nama sebenarnya ialah Abdul Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd. Dilahikan dikota
Cordoba, kota pusat kemajuan pikiran di Spanyol. [11] Ibn Rusyd adalah seseorang yang
pertama-tama merasakan bahwa pembahasan tentang sifat-sifat Tuhan tidak ada gunanya
dan merupakan suatu bidah, karena tidak pernah dibicarakan kaum Muslimin pada masa-
masa permulaan Islam. Ia lebih tegas pendiriannya daripada Maturidy, meskipun Maturidy
telah membuka jalan penyelesaian yang berhasil. Sebagaiman dikatakan diatas, sebenarnya
Maturidy tinggalsatu langkah kea rah pendirian Ulama Salaf, yaitu menjauhkan diri dari
persoalan sifat. Baru pada Ibn Rusyd langkah ini diadakan. Ia tidak sependapat dengan
Asyary, juga tidak menyetujui aliran Mutazillah.
Menurut Ibn Rusyd, sifat-sifat Tuhan yang disebutkan dalam Al-Quran tidak perlu
menimbulkan bilangan yang tidak menghilangkan Keesaan Tuhan, karena sifat-sifat Tuhan
dibagi dua :
a. Sifat zat dan wujud, yaitu sifat-sifat yang meniadakan dari Tuhan segi-segi
kelemahan, yang biasa terdapat pada manusia.
b. Sifat-sifat perbuatan, yaitu yang menentukan hubungan Tuhan dengan makhluk.
Sebenarnya Ulama-ulama kalam dalam kedua sifat tersebut selalu memegangi prinsip
pemisahan yang tegas antara alam manusia dengan alam ketuhanan. Akan tetapi aliran
Asyariyah menyimpang dari prinsip tersebut dan menyatakan jelas-jelas bahwa sifat-sifat itu
adalah sifat manawiyah, artinya yang menyatakan pengertian yang ada pada zat Tuhan,
dengan tidak menyadari bahwa pendirian tersebut bisa menimbulkan kejang-kejang yang sukar
diselesaikan orang biasa, yang akhirnya membawa mereka kea rah pen-jisim-an Tuhan.
[11] Pengantar Theology Islam, A. Hanafi MA, hal186
12. IBNU RUSYD
Sebab dengan adanya penyipatan semacam itu, kedudukan
Tuhan sama dengan jauhar dan ardl. Kita mengetahui bahwa jauhar
ialah yang berdiri sendiri, sedang ardl ialah yang tidak mempunyai
wujud sendiri, tetapi selalu berada pada lainnya. Apa yang terdiri
dari jauhar dan ardl adalah jisim. Kalau kita mengatakan bahwa
hubungan sifat-sifat dengan Tuhan sama dengan hubungan tuhan
itu dengan jisim. Hal-hal semacam ini sudah barang tentu jauh dari
maksud-maksud Syara sendiri. Demikian Ibn Rusyd.
Ibn Rusyd juga tidak menyetujui pendapat Mutazillah
sepenuhnya, karena mempersamakan zat Tuhan dengan sifat-
sifatNya, tidak dapat diterima orang-orang biasa, sebab bukan dalil
axioma, bukan pula dalil Syara. Telah disebutkan, bagaimana
orang-orang Mutazillah terpaksa menetapkan dua sifat, yaitu ilmu
dan qodrat. Mempersatukan zat dengan sifat mengakibatkan
persamaan ilmu dengan qodrat, selama masing-masingnya adalah
hakekat zat. Pendapat tersebut jauh dari pemahaman orang biasa.