ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
SINOPSIS
Sudah tujuh bulan Parto bekerja di bagian listrik di hotel Prambanan.
Hari ini dia mendapat giliran tugas malam. Parto adalah anak paling tua di
antara tujuh bersaudara. Parmi nomor dua. Setelah itu berturut-turut,
Parwati, Parno, Parwoto, serta si Ragil. Semasa hidup, ayah mereka
Cuma guru sekolah rakyat. Pensiunannya terlalu kecil untuk menghidupi
mereka. Sawah atau ladang sepetakpun tak punya. Sehingga praktis
kehidupan mereka dari hari ke hari semakin melorot ke dalam berbagai
kesulitan. Karena Parto anak tertua dan laki-laki, maka dengan berat hati
dia meninggalkan bangku sekolah dan bekerja memburuh di sawah
tetangga.
Waktu itu ibu Parto sudah menjada dalam usia tiga puluh tahun.
Masih cantik. Tak heran setelah ibunya menjadi janda, dia menikah
dengan duda tetangga.dan dari pernikahan itu melahirkan empat orang,
dua perempuan dan dua laki-laki. Dengan keadaan seperti itu, Parto
dengan berat hati meninggalkan rumah dan ke Jakarta. Sementara Parmi
membagi adik-adiknya dan dititipkan ke rumah saudara ayahnya dan
menjadijongos tanpa gaji. Setelah membagi adik-adiknya, Parmi
berangkat ke Jakarta. Kerja keras itu membuat Parmi sakit-sakitan.
Karena kurus dan kecil, tak banyak yang tahu bahwa umurnya sudah tiga
puluh tahun.
Sekarang tentang Dewi. Gadis ini teman kerjanya Parto. Setiap
selesai bekerja, Parto sering mengantar Dewi pulang.
Suatu malam, Parto sedang menemani Dewi ke Pasar Baru.
Sebenarnya Parto tidak suka pergi ke tempat yang ramai, kepalanya
selalu pening. Padahal di ruang diesel yang bingar dia bisa tidur nyenyak.
Apalagi kebiasaan Dewi kalau masuk pasar atau toko menyelinap
sesukanya. Membuat Paro harus kelabaan mencarinya. Gadis ini pendek.
Hubungannya dengan Dewi tidaklah istimewa. Maksudnya, Dewi bukanlah
gadisnya. Bukan pacarnya. Tapi, Parto selalu bergegas membantu Dewi
jika diminta.
Ketika tiba di toko yang dituju, Parto tertinggal. Dia tidak bisa mencari
Dewi karena toko yang begitu sesak. Akhirnya Parto memutuskan untuk
menunggu saja di luar toko. Sedang Parto menunggu, tiba-tiba
pandangan matanya memergoki salah seorang gadis pelayan toko
sedang memerhatikannya. Tatkala pandangan mata mereka bertemu,
tampak gadis itu terkejut lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Wajahnya yang lugu mengingatkan Parto pada seseorang, tetapi Parto
tidak tahu. Belum sempat mengingat-ingat, Dewi sudah keluar dari toko
dan segera mengajak pergi ke toko lain. Setelah mengantar Dewi pulang
dengan perasaan yang penasaran, Parto kembali ke toko tadi untuk
menemui gadis pelayan toko tersebut. Dan ternyata dia adalah Parwati,
adiknya nomor empat. Pertemuan itu membuat suasana toko menjadi
gaduh. Parto tidak menyangka kalau bisa bertemu Parwati di tempat
seperti itu.
Akhirnya Parto mengantar Parwati pulang. Parto masih merasa kikuk
berjalan di sisi Parwati.
Parwati mengajak Parto ke apotik. Ternyata obat yang dibeli Parwati
untuk Parmi. Parto terasa begitu ngilu mendengar Parwati menceritakan
tentang adik-adiknya. Semua bercerai berai. Parmi bekerja di pabrik
panci, tetapi terpaksa sering membolos karena sakit-sakitan. Gajinya
habis untuk membeli obat melulu. Adiknya Pairah sudah punya anak
tetapi suaminya pergi entah ke mana. Sekarang dia tinggal di Kudus, jadi
buruh rokok di sana. Parwoto masih menganggur tinggal bersama Pairah.
Parno, adik Parto nomor lima pernah mengadu nasib di Jakarta. Dia tidak
mendapat pekerjaan. Dia frustasi lalu pulang kampung. Entah apa
kerjanya di sana. Sedangkan si bungsu Ragil di Cijantung. Sebelumnya
dia tinggal bersama Pak De nya di Surabaya. Ia sudah lulus SMA ingin
mengadu nasib di Jakarta ini. Kasihan adik-adik Parto. Mereka semua
bercerai-berai setelah kepergian Parto delapan belas tahun yang lalu.
Sebenarnya Parto rindu sekali pada Parmi, adiknya tersayang dan yang
dia hormati itu. Tapi, malam itu Parto harus bertugas di hotel. Dan dia
hanya minta alamat dan mengantar Parwati hingga naik bus kota.
Keesokan paginya dia pergi ke Cijantung. Ternyata, adik-adiknya
tinggal dekat dengan kompleks pelacuran. Dia disambut dengan senang
oleh adik-adiknya. Tapi, ketika parto dibawa masuk ke kamar tempat
Parmi berbaring lemah, dia tidak kuasa lagi menahan air matanya. Dia
menangis sambil mencium dahi Parmi. Hatinya luluh melihat Parmi
sedemikian kurus dan pucat. Badannya sudah setipis papan. Begitu
lemahnya Parmi, sehingga untuk menangispun tampaknya dia tak punya
tenaga.
Rumah gubuk itu kelewat sederhana. Berlantai tanah dan berdinding
bilik. Pemilik rumah yang tinggal di sebelah memberi jatah listrik hanya
sepuluh watt. Parto segera membawa Parmi berobat ke dokter dan Parto
mengutarakan keinginannya untuk mengumpulkan semua adik-adiknya.
Parmi setuju. Tapi, rumah kontrakan itu terlalu tentu terlalu kecil untuk
mereka semua. Maka Parto mencari rumah yang lebih besar dan jauh dari
kompleks pelacuran. Parto yang akan bayar sewanya. Parto berhasil
mendapat rumah setengah tembok dengan tiga kamar tidur. Akhirnya
Parto mengirim surat dan menyuruh mereka segera ke Jakarta. Dan
mereka semua berkumpul. Parto sangat senang sekali.
Tetapi walaupun senang dia masih terus memikiri nasib Parmi,
adiknya yang paling dia sayang. Hari demi hari kesehatan Parmi makin
memburuk saja. Tapi, berbeda dengan hubungannya dengan Dewi, makin
hari, Dewi semakin akrab saja dengan adik-adik Parto, kecuali Parmi.
Agaknya dia tidak terlalu suka bila adik-adik Parto sudah menanyakan
tentang bagaimana kelanjutan hubungan Dewi dengan Parto. Mungkin
karena Parmi sudah pernah gagal dalam menjalin setiap hubungan.
Pada suatu hari penyakit yang diderita Parmi kambuh lagi. Dan yang
kali ini, sakitnya sudah parah dan harus di bawa ke rumah sakit. Hati
Parto serasa dibelah-belah menghadapi cobaan yang dia hadapi. Tapi, di
rumah sakit keadaan Parmi semakin membaik. Setelah dia pulang dari
rumah sakit, dia bilang kalau dia mau nyekar ke kuburan bapaknya. Pagi-
pagi dia berangkat ke kampung.
Sepi benar rumah mereka setelah Parmi pulang lampung.
Bagaimanapun, merawat Parmi dengan penyakitnya itu menjadikan
kesibukan yang sangat demekian mewarnai hidup keseharian mereka.
Dan sekarang Dewi sudah menjadi gadisnya Parto.
Pada suatu pagi Dewi menyusul Parto di tempat kerjanya. Ternyata
kedatangan Dewi untuk menyerahkan surat telegram kepada Parto yang
isinya bahwa Parmi sakit keras dan meminta Parto dan adik-adiknya untuk
pulang ke Wonosari. Cemas, bingung dan seribu satu macam lagi rasa
tidak enak berbaur di dalam dada Parto. Tapi, Dewi tetap mencoba
menenangkan hati Parto.
Siang itu juga Parto dan adik-adiknya pulang ke kampung. Dalam
perjalanan hati Parto ngilu bagaikan diremas-remas. Wajah Parmi yang
tersenyum amat manis selalu terbayang-bayang di matanya. Sudah
sampai malam mereka tiba di Wonosari. Tetapi dari kejauhan tampak
beberapa lampu petromas menerobos kegelapan di kampung.
Ketika mereka sampai, seisi kampung segera menjadi heboh. Parto
langsung menanyakan di mana Parmi. Perlahan-lahan nemun mantap,
ayah tiri mereka yang sudah tua itu menjelaskan apa yang terjadi. Dan
Parto serta adik-adiknya tidak kuasa lagi menahan diri sampai orang tua
itu selesai menjelaskan. Mereka menjerit bertangisan dengan hati hancur
berkeping-keping. Parmi sudah tiada kemarin siang dan dimakamkan
kemarin sore.
IDENTITAS NOVEL
Judul Novel : Nyanyian Sunyi Buat Adikku Sayang,
Parmi
Pengarang : Saut Poltak Tambunan
Penerbit : Gultom Agency
Tahun Terbit : 1987
Jumlah Halaman : 234 Halaman
SINOPSIS KE TIGA
Disusun oleh :
Ajeng Rizki Rahmawati
X.1 / 02
SMA NEGERI 1 KEDUNGWUNI
TAHUN AJARAN 2009 / 2010
SINOPSIS KE TIGA
Disusun oleh :
Ajeng Rizki Rahmawati
X.1 / 02
SMA NEGERI 1 KEDUNGWUNI
TAHUN AJARAN 2009 / 2010

More Related Content

SINOPSIS NYANYIAN SUNYI BUAT ADIKKU SAYANG, PARMI

  • 1. SINOPSIS Sudah tujuh bulan Parto bekerja di bagian listrik di hotel Prambanan. Hari ini dia mendapat giliran tugas malam. Parto adalah anak paling tua di antara tujuh bersaudara. Parmi nomor dua. Setelah itu berturut-turut, Parwati, Parno, Parwoto, serta si Ragil. Semasa hidup, ayah mereka Cuma guru sekolah rakyat. Pensiunannya terlalu kecil untuk menghidupi mereka. Sawah atau ladang sepetakpun tak punya. Sehingga praktis kehidupan mereka dari hari ke hari semakin melorot ke dalam berbagai kesulitan. Karena Parto anak tertua dan laki-laki, maka dengan berat hati dia meninggalkan bangku sekolah dan bekerja memburuh di sawah tetangga. Waktu itu ibu Parto sudah menjada dalam usia tiga puluh tahun. Masih cantik. Tak heran setelah ibunya menjadi janda, dia menikah dengan duda tetangga.dan dari pernikahan itu melahirkan empat orang, dua perempuan dan dua laki-laki. Dengan keadaan seperti itu, Parto dengan berat hati meninggalkan rumah dan ke Jakarta. Sementara Parmi membagi adik-adiknya dan dititipkan ke rumah saudara ayahnya dan menjadijongos tanpa gaji. Setelah membagi adik-adiknya, Parmi berangkat ke Jakarta. Kerja keras itu membuat Parmi sakit-sakitan. Karena kurus dan kecil, tak banyak yang tahu bahwa umurnya sudah tiga puluh tahun. Sekarang tentang Dewi. Gadis ini teman kerjanya Parto. Setiap selesai bekerja, Parto sering mengantar Dewi pulang. Suatu malam, Parto sedang menemani Dewi ke Pasar Baru. Sebenarnya Parto tidak suka pergi ke tempat yang ramai, kepalanya selalu pening. Padahal di ruang diesel yang bingar dia bisa tidur nyenyak. Apalagi kebiasaan Dewi kalau masuk pasar atau toko menyelinap sesukanya. Membuat Paro harus kelabaan mencarinya. Gadis ini pendek. Hubungannya dengan Dewi tidaklah istimewa. Maksudnya, Dewi bukanlah gadisnya. Bukan pacarnya. Tapi, Parto selalu bergegas membantu Dewi jika diminta. Ketika tiba di toko yang dituju, Parto tertinggal. Dia tidak bisa mencari Dewi karena toko yang begitu sesak. Akhirnya Parto memutuskan untuk menunggu saja di luar toko. Sedang Parto menunggu, tiba-tiba
  • 2. pandangan matanya memergoki salah seorang gadis pelayan toko sedang memerhatikannya. Tatkala pandangan mata mereka bertemu, tampak gadis itu terkejut lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Wajahnya yang lugu mengingatkan Parto pada seseorang, tetapi Parto tidak tahu. Belum sempat mengingat-ingat, Dewi sudah keluar dari toko dan segera mengajak pergi ke toko lain. Setelah mengantar Dewi pulang dengan perasaan yang penasaran, Parto kembali ke toko tadi untuk menemui gadis pelayan toko tersebut. Dan ternyata dia adalah Parwati, adiknya nomor empat. Pertemuan itu membuat suasana toko menjadi gaduh. Parto tidak menyangka kalau bisa bertemu Parwati di tempat seperti itu. Akhirnya Parto mengantar Parwati pulang. Parto masih merasa kikuk berjalan di sisi Parwati. Parwati mengajak Parto ke apotik. Ternyata obat yang dibeli Parwati untuk Parmi. Parto terasa begitu ngilu mendengar Parwati menceritakan tentang adik-adiknya. Semua bercerai berai. Parmi bekerja di pabrik panci, tetapi terpaksa sering membolos karena sakit-sakitan. Gajinya habis untuk membeli obat melulu. Adiknya Pairah sudah punya anak tetapi suaminya pergi entah ke mana. Sekarang dia tinggal di Kudus, jadi buruh rokok di sana. Parwoto masih menganggur tinggal bersama Pairah. Parno, adik Parto nomor lima pernah mengadu nasib di Jakarta. Dia tidak mendapat pekerjaan. Dia frustasi lalu pulang kampung. Entah apa kerjanya di sana. Sedangkan si bungsu Ragil di Cijantung. Sebelumnya dia tinggal bersama Pak De nya di Surabaya. Ia sudah lulus SMA ingin mengadu nasib di Jakarta ini. Kasihan adik-adik Parto. Mereka semua bercerai-berai setelah kepergian Parto delapan belas tahun yang lalu. Sebenarnya Parto rindu sekali pada Parmi, adiknya tersayang dan yang dia hormati itu. Tapi, malam itu Parto harus bertugas di hotel. Dan dia hanya minta alamat dan mengantar Parwati hingga naik bus kota. Keesokan paginya dia pergi ke Cijantung. Ternyata, adik-adiknya tinggal dekat dengan kompleks pelacuran. Dia disambut dengan senang oleh adik-adiknya. Tapi, ketika parto dibawa masuk ke kamar tempat Parmi berbaring lemah, dia tidak kuasa lagi menahan air matanya. Dia menangis sambil mencium dahi Parmi. Hatinya luluh melihat Parmi sedemikian kurus dan pucat. Badannya sudah setipis papan. Begitu
  • 3. lemahnya Parmi, sehingga untuk menangispun tampaknya dia tak punya tenaga. Rumah gubuk itu kelewat sederhana. Berlantai tanah dan berdinding bilik. Pemilik rumah yang tinggal di sebelah memberi jatah listrik hanya sepuluh watt. Parto segera membawa Parmi berobat ke dokter dan Parto mengutarakan keinginannya untuk mengumpulkan semua adik-adiknya. Parmi setuju. Tapi, rumah kontrakan itu terlalu tentu terlalu kecil untuk mereka semua. Maka Parto mencari rumah yang lebih besar dan jauh dari kompleks pelacuran. Parto yang akan bayar sewanya. Parto berhasil mendapat rumah setengah tembok dengan tiga kamar tidur. Akhirnya Parto mengirim surat dan menyuruh mereka segera ke Jakarta. Dan mereka semua berkumpul. Parto sangat senang sekali. Tetapi walaupun senang dia masih terus memikiri nasib Parmi, adiknya yang paling dia sayang. Hari demi hari kesehatan Parmi makin memburuk saja. Tapi, berbeda dengan hubungannya dengan Dewi, makin hari, Dewi semakin akrab saja dengan adik-adik Parto, kecuali Parmi. Agaknya dia tidak terlalu suka bila adik-adik Parto sudah menanyakan tentang bagaimana kelanjutan hubungan Dewi dengan Parto. Mungkin karena Parmi sudah pernah gagal dalam menjalin setiap hubungan. Pada suatu hari penyakit yang diderita Parmi kambuh lagi. Dan yang kali ini, sakitnya sudah parah dan harus di bawa ke rumah sakit. Hati Parto serasa dibelah-belah menghadapi cobaan yang dia hadapi. Tapi, di rumah sakit keadaan Parmi semakin membaik. Setelah dia pulang dari rumah sakit, dia bilang kalau dia mau nyekar ke kuburan bapaknya. Pagi- pagi dia berangkat ke kampung. Sepi benar rumah mereka setelah Parmi pulang lampung. Bagaimanapun, merawat Parmi dengan penyakitnya itu menjadikan kesibukan yang sangat demekian mewarnai hidup keseharian mereka. Dan sekarang Dewi sudah menjadi gadisnya Parto. Pada suatu pagi Dewi menyusul Parto di tempat kerjanya. Ternyata kedatangan Dewi untuk menyerahkan surat telegram kepada Parto yang isinya bahwa Parmi sakit keras dan meminta Parto dan adik-adiknya untuk pulang ke Wonosari. Cemas, bingung dan seribu satu macam lagi rasa tidak enak berbaur di dalam dada Parto. Tapi, Dewi tetap mencoba menenangkan hati Parto.
  • 4. Siang itu juga Parto dan adik-adiknya pulang ke kampung. Dalam perjalanan hati Parto ngilu bagaikan diremas-remas. Wajah Parmi yang tersenyum amat manis selalu terbayang-bayang di matanya. Sudah sampai malam mereka tiba di Wonosari. Tetapi dari kejauhan tampak beberapa lampu petromas menerobos kegelapan di kampung. Ketika mereka sampai, seisi kampung segera menjadi heboh. Parto langsung menanyakan di mana Parmi. Perlahan-lahan nemun mantap, ayah tiri mereka yang sudah tua itu menjelaskan apa yang terjadi. Dan Parto serta adik-adiknya tidak kuasa lagi menahan diri sampai orang tua itu selesai menjelaskan. Mereka menjerit bertangisan dengan hati hancur berkeping-keping. Parmi sudah tiada kemarin siang dan dimakamkan kemarin sore.
  • 5. IDENTITAS NOVEL Judul Novel : Nyanyian Sunyi Buat Adikku Sayang, Parmi Pengarang : Saut Poltak Tambunan Penerbit : Gultom Agency Tahun Terbit : 1987 Jumlah Halaman : 234 Halaman
  • 6. SINOPSIS KE TIGA Disusun oleh : Ajeng Rizki Rahmawati X.1 / 02 SMA NEGERI 1 KEDUNGWUNI TAHUN AJARAN 2009 / 2010
  • 7. SINOPSIS KE TIGA Disusun oleh : Ajeng Rizki Rahmawati X.1 / 02 SMA NEGERI 1 KEDUNGWUNI TAHUN AJARAN 2009 / 2010