Tindakan Kelas sebagai Alternatif Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) menjelaskan bahwa pengajaran BIPA di Indonesia belum memadai dan perlu pengembangan model pembelajaran baru seperti penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas dapat menangani masalah pembelajaran BIPA secara khusus dengan melibatkan guru dan siswa dalam mengidentifikasi masalah dan mencari solusi melalui
1 of 15
Downloaded 10 times
More Related Content
Tindakan kelas sebagai alternatif pembelajaran
1. Tindakan Kelas sebagai Alternatif Pembelajaran
Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)1
I Nyoman Merdhana
IKIP Singaraja
1. Pengantar
Pengajaran bahasa Indonesia untuk
orang asing perlu mendapat perhatian
kita semua, kalau kita ingin menjadikan
bahasa Indonesia sebagai bahasa yang
mempunyai tempat di mata dunia. Kita
berharap semoga bahasa Indonesia kelak
bisa menjadi bahasa dunia yang
berdampingan dengan bahasa-bahasa dunia
lainnya. Untuk mencapai tujuan yang
mulia ini tentu perlu dukungan semua
pihak. Suatu pekerjaan besar seperti itu
tidaklah cukup dibebankan kepada pihak
tertentu saja. Para peminat perlu
melibatkan diri secara langsung dan
bersungguh-sungguh. Pemikiran-pemikiran
para pakar dan para praktisi perlu
dimanfaatkan untuk menemukan strategi
yang benar dan tepat tentang
pembelajaran bahasa Indonesia untuk
orang asing ini. Pustaka-pustaka yang
menguraikan tentang pembelajaran
bahasa Indonesia untuk orang asing ini
belum banyak, baik berupa buku acuan
maupun buku pelajaran. Pentingnya
pustaka-pustaka ini mengingat demikian
banyaknya kursus-kursus bahasa
Indonesia untuk orang asing ini.
Profesionalisme yang dimiliki dalam bidang
pembelajaran bahasa Indonesia untuk
orang asing ini belumlah memadai.
Pengajar-pengajarnya kebanyakan
1
Makalah disajikan pada Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Orang Asing
(KIPBIPA) di Grand Bali Beach Hotel Bali-Indonesia, 1-3 Oktober 2001
2. berlatar belakang pendidikan bahasa
Inggris. Hanya saja mereka kebetulan
sebagai penutur asli bahasa Indonesia.
Bahkan yang lebih menyedihkan adalah
pengajar-pengajar Bahasa Indonesia
untuk orang asing , selanjutnya disingkat
BIPA, ini berlatar belakang pendidikan
jurusan Bahasa Inggris murni dari
Fakultas Sastra. Mereka ini tentu belum
banyak tahu tentang strategi
pembelajaran bahasa Indonesia sebagai
bahasa asing, berbeda dengan
pembelajaran bahasa Indonesia sebagai
bahasa kedua bagi masyarakat Indonesia.
Ada beberapa kursus-kursus BIPA yang
pengajarnya berasal dari jururan
pendidikan bahasa dan sastra Indonesia.
Kendala yang mereka hadapi adalah
persoalan bahasa pengantar. Pengajar ini
belum banyak yang fasih dan terampil
dalam berbahasa Inggris. Hal ini akan
menyulitkan bagi mahasiswa atau peserta
kursus untuk memahami yang dimaksudkan
oleh pengajarnya. Pengajar ini memang
mempunyai kelebihan banyak tahu tentang
seluk beluk bahasa Indonesia baik
secara structural maupun praktis. Jenis
pengajar ini juga tidak banyak tahu
bagaimana model pembelajaran bahasa
sebagai bahasa asing. Orang dari jurusan
bahasa Inggris banyak tahu tentang
strategi pembelajaran bahasa sebagai
bahasa asing , hanya saja bukan bahasa
Indonesia, melainkan bahasa Inggris yang
mempunyai karakteristik tersendiri. Bagi
pengajar bahasa Inggris yang dalam
pendidikannya mendapat mata kuliah minor
bahasa Indonesia barangkali tidak
terlalu sulit. Hanya adakalanya orang
asing itu minta agar mereka diajar oleh
orang yang berlatar belakang
pendidikan bahasa Indonesia. Mudah-
mudahan di perguruan tinggi baik di
jurusan bahasa Inggris maupun di
3. jurusan bahasa Indonesia mau
menawarkan mata kuliah pengajaran
bahasa Indonesia untuk orang asing ini.
Saya sendiri sebagai orang bahasa
Indonesia banyak mengalami kesulitan
dalam pengajaran BIPA ini. Untungnya
mahasiswa saya berasal dari mahasiswa
yang telah pernah menerima kursus
bahasa Indonesia di negaranya. Berbeda
dengan rekan-rekan dari bahasa Inggris
yang telah memperoleh pendidikan
tentang pengajaran bahasa Inggris
sebagai bahasa asing. Teori dan
pengalaman ini mereka transfer ke dalam
pengajaran BIPA. Akhirnya pengalaman
juga yang banyak bermanfaat bagi
pengajar BIPA.
2. Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing
Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai
bahasa asing belum banyak diperkenalkan
bagi mahasiswa. Belum banyak ditemukan
tulisan yang menguraikan tentang
pengajaran bahasa Indonesia sebagai
bahasa asing. Pengajaran bahasa
Indonesia sebagai bahasa asing dilihat
dari latar belakang kebahasaan
pembelajar. Bagi penutur bahasa Inggris
atau pun bahasa Prancis tentu akan
lebih sulit belajar bahasa Indonesia
dibandingkan dengan anak-anak Bali atau
orang Jawa belajar bahasa Indonesia,
karena adanya keserumpunan bahasa.
Bahasa Bali, Jawa, Sasak, Sunda adalah
bahasa yang serumpun dengan bahasa
Indonesia Keserumpunan ini akan
memfasilitasi pembelajaran. Berbeda
dengan bahasa yang tidak serumpun , akan
terasa adanya kesulitan dalam belajar.
Pembelajar akan memanfaatkan
kompetensi linguistiknya untuk
mempelajari bahasa baru. Kompetensi
linguistik yang dimiliki tentu sesuai
4. dengan bahasa pertamanya. Dalam hal ini
pada bahasa pembelajar akan banyak
muncul interferensi baik yang berifat
struktural, leksikal, maupun yang
bersifat fonologis. Bila ini tidak ditangani
besar kemungkinan bentuk bahasa ini akan
memfosil, menjadi kebiasaan dalam
berbahasa. Berdasarkan teori-teori yang
dikemukakan dalam pembelajaran bahasa
Inggris sebagai bahasa kedua maupun
sebagai bahasa asing. Barangkali teori-
teori ini bisa diadaptasi untuk pengajaran
bahasa Indonesia sebagai bahasa asing.
3. Penelitian Tindakan Kelas dalam Pembelajaran Bahasa untuk Orang Asing
Penelitian tindakan banyak
diterapkan dalam dunia kedokteran dalam
menangani pasien. Jenis penelitian
tindakan ini juga banyak dimanfaatkan
dalam dunia sosial dan keamanan.
Penelitian ini tergolong jenis penelitian
praktis .Penelitian tindakan merupakan
suatu bentuk penelaahan atau inkuiri
melalui refleksi diri yang dilakukan oleh
peserta kegiatan pendidikan tertentu
(misalnya guru, dan atau kepala sekolah)
dalam situasi sosial (termasuk
pendidikan) untuk memperbaiki
rasionalitas dan kebenaran serta
keabsahan dari (praktik-praktik social
atau kependidikan yang mereka lakukan
sendiri, (b) pemahaman mereka mengenai
praktik-praktik tersebut, dan (c) situasi
kelembagaan tempat praktik-praktik itu
dilaksanakan. Penelitian tindakan ini
bertujuan untuk menanggulangi masalah
atau kesulitan dalam pendidikan dan
pengajaran, melaksanakan program
pelatihan, memberikan pedoman bagi guru,
untuk perbaikan suasana sistem
keseluruhan sekolah, dan juga
5. memasukkan unsur-unsur pembaharuan
dalam sistem pendidikan dan pengajaran.
Dalam pembelajaran bahasa
Indonesia untuk orang asing, perlu
memanfaatkan jenis penelitian ini untuk
menangani masalah atau kesulitan yang
dihadapi dalam pembelajaran bahasa.
Melalui pembelajaran dengan penelitian
tindakan kelas ini guru diharapkan dapat
memecahkan masalah atau kesulitan yang
dihadapinya, mengingat latar belakang
kebahasaan yang dimiliki oleh pembelajar
sangat berbeda. Keberbedaan ini tentu
memerlukan adanya penanganan khusus
oleh guru. Dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia dengan penelitian tindakan
kelas kepada penutur asing ini ada
beberapa prosedur yang harus ditempuh.
Kegiatan ini merupakan proses pengkajian
melalui system daur ulang. Kegiatan
diawali dari perencanaan, kemudian
pelaksanaan tindakan yang disertai
dengan kegiatan observasi dan evaluasi,
selanjutnya refleksi. Kemudian kembali
lagi mulai dari perencanaan, tindakan dan
observasi dan seterusnya sampai
diperoleh jawaban atau hasil yang
optimal atau berhasil menemukan
tindakan yang tepat untuk memperbaiki
kinerjanya.
Prosedur kerja pembelajaran dengan
penelitian tindakan kelas ini diawali
dengan refleksi awal. Refleksi awal ini
diawali dengan merumuskan gagasan umum
mengenai perlunya melakukan perbaikan
atau peningkatan mutu kinerja
pembelajaran. Hal ini didasari oleh data
awal yang ditemukan, misalnya
pembelajar sulit membentuk kata
berdasarkan afiks. Data awal ini bisa
diperoleh berdasarkan pengamatan, atau
berdasarkan tes diagnostik. Berdasarkan
gagasan umum ini guru mengidentifikasi
wilayah permasalahan. Dalam hal ini kita
6. mengadakan spesifikasi terhadap
permasalahan. Selanjutnya ditentukan
tema kepeduliannya terhadap yang
memerlukan peningkatan mutu.
Adakalanya dalam pelaksanaan kegiatan
langsung mulai dari tindakan, dengan
harapan kelak muncul suatu masalah.
Berawal dari masalah ini diadakan
refleksi untuk selanjutnya dibuat
perencanaannya.
Pembelajaran bahasa Indonesia untuk
orang asing dengan model pembelajaran
dengan tindakan kelas dapat dilakukan
secara kelompok atau suatu tim.
Pembelajaran dengan tim ini akan
menguntungkan sebab dalam bekerja
secara tim ini kita dapat saling
mengoreksi dan secara bersama-sama
menemukan dan memecahkan
permasalahan yang dihadapi. Dalam
pelaksanaannya di kelas salah seorang
sebagai pelaksana tindakan sedang yang
lain sebagai pemantau. Dengan demikian.
Kelemahan-kelemahan yang diperbuat
oleh pelaksana tindakan ini dapat dilihat
oleh pemantau yang selanjutnya
dijadikan bahan diskusi untuk perbaikan
tindakan. Tanpa adanya keterlibatan
orang lain, kelemahan-kelemahan kita
tidak bisa kita temukan. Bahkan mungkin
kita selalu merasa benar saja. Sebaiknya
pembelajaran dengan tindakan kelas ini
dilakukan secara bertim.
4. Proses Pembelajaran dengan Penelitian Tindakan Kelas
Proses pembelajaran bahasa Indonesia
untuk orang asing ini dengan penelitian
tindakan kelas ini selengkapnya dapat
digambarkan sebagai berikut.
7.  ( RA )
 
 (  : → SM )→ TK  →
PU ïƒ TI ïƒ O ïƒ R1  PK
 ( GU )
 
RA = Refleksi Awal; GU= Gagasan Umum ;
SM = Spesifikasi Masalah; TK = Tema
Kepedulian;
PU = Perencanaan umum ; T1 = Tindakan
Pertama; O = Observasi ; R1 =
Refleksi Pertama ; PK = Perencanaan
Kembali
a. Refleksi Awal
Pada refleksi awal ini dirumuskan
gagasan umum dari permasalahan yang
dihadapi. Permasalahan yang dihadapi ini
selanjutnya dispesifikasi untuk
memudahkan penanganannya. Bahkan juga
dapat diadakan prioritas penanganan.
Untuk memperoleh gambaran tentang
spesifikasi permasalahan adakalanya
dilakukan dengan mengadakan tes
diagnostik. Melalui tes ini guru bisa
melihat spesifikasi permasalahan,
misalnya seorang pembelajar asing
belum bisa menyampaikan laporan isi
bacaan. Si pembelajar asing ini diberikan
tes diagnostik untuk mengetahui
kelemahan atau kesulitan yang
dihadapinya dalam memahami dan
melaporkan isi bacaan itu. Mungkin
hambatannya terletak pada kesulitan
kosa kata, atau mungkin karena adanya
struktur yang sulit. Berdasarkan tes
diagnostik ini bisa ditentukan
hambatannya. Dengan mengetahui
hambatannya itu selanjutnya dicarikan
cara pemecahannya dengan pertimbangan-
pertimbangan teoretis atau intuitif.
Selanjutnya ditentukan tema
8. kepeduliannya berdasarkan hasil
diagnosis tadi. Berdasarkan tema
kepeduliannya ini selanjutnya diadakan
perencanaan umum tentang tindakan yang
akan dilakukan, termasuk juga observasi
dan evaluasinya.
b. Perencanaan Tindakan
Pada tahap perencanaan tindakan ini,
guru perlu melihat kembali analisis awal
yang telah dilakukan. Dalam merancang
suatu kegiatan untuk meningkatkan mutu
kinerja pembelajaran tindakan apa yang
akan diambil dengan mempertimbangkan
keadaan dan suasana subjektif dan
objektif. Dalam merencanakan tindakan ini
perlu mempertimbangkan secara jelas
dan khusus sesuai dengan spesifikasi
permasalahan yang telah ditemukan dari
analisis awal tadi . Agar pelaksanaan
tindakan berjalan dengan baik perlu
pula mempertimbangkan hal-hal yang
tidak boleh dilakukan dan yang boleh
dilakukan dan yang wajib dilakukan. Pada
tahap perencanaan ini hal-hal yang perlu
dilakukan adalah merumuskan rencana
kegiatan itu yang meliputi perumusan
tema kepedulian kita, tujuan
pembelajaran, tahap kegiatan, rencana
observasi, lumbar evaluasi, penyiapan
alat pelajaran, jenis kegiatan yang akan
dilakukan, pihak-pihak yang terlibat,
setting kegiatan, dan skenario kegiatan.
Semua aspek ini harus dirumuskan secara
jelas untuk memonitor kegiatan tindakan
yang akan dilaksanakan.
c. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
Pada tahap pelaksanaan tindakan
awal ini guru berperan secara maksimal
di kelas sesuai dengan rencana kegiatan
yang telah dirumuskan. Dalam
9. melaksanakan tindakan ini guru bisa
bekerja secara bertim. Bila guru
melaksanakan tindakan secara bertim,
salah seorang di antara mereka bertugas
sebagai pelaksana tindakan sedangkan
yang lain bertugas sebagai pemantau.
Guru pemantau ini akan mencatat semua
peristiwa yang terjadi selama tindakan
berlangsung, baik peristiwa di dalam
kelas maupun peristiwa yang terjadi di
luar kelas yang dapat mengganggu atau
mendukung pelaksanaan tindakan kelas
ini. Namun apabila pelaksanaan tindakan
ini tidak memungkinkan untuk dilaksanakan
secara bertim, ini berarti guru bertugas
merangkap sekaligus berperan sebagai
pelaksana tindakan dan sebagai
pemantau tindakan. Dalam hal ini guru
harus mampu menghafal dan mengingat
segala peristiwa yang terjadi di kelas
maupun di luar kelas. Begitu selesai
tindakan guru perlu membuat catatan
tentang semua peristiwa yang terjadi dan
yang dialami di dalam kelas selama dia
melaksanakan tindakan itu, Catatan yang
memuat tentang kelemahan-kelemahan
dan keunggulan-keunggulan yang terjadi
merupakan bahan yang kelak dijadikan
dasar untuk refleksi berikutnya. Pada
tindakan berikutnya akan diadakan
perbaikan-perbaikan atas kelemahan-
kelemahan yang telah terjadi selama
tindakan pertama itu. Setelah selesai
guru melaksanakan tindakan dan
observasi, selanjutnya guru mengadakan
evaluasi terhadap keberhasilan
pembelajaran. Gambaran hasil evaluasi
ini bisa dimanfaatkan untuk bahan
refleksi selanjutnya. Mungkin ada
beberapa siswa yang memperoleh nilai
kurang. Guru perlu menganalisis mengapa
siswa tertentu mendapat nilai rendah,
apakah soalnya terlalu sulit, atau
memang kemampuan siswa pada bidang-
10. bidang tertentu masih lemah. Dalam hal
ini mungkin diperlukan adanya wawancara
dengan siswa tersebut. Kelemahan-
kelemahan ini nantinya dijadikan bahan
refleksi selanjutnya untuk menemukan
tindakan yang tepat sampai ditemukannya
formula yang tepat dalam meningkatkan
hasil pembelajaran. Demikian seterusnya
terjadi daur ulang yang berkelanjutan.
d. Refleksi
Setelah dilaksanakan tindakan
pertama tadi yang disertai dengan
observasi dan evaluasi hasil belajar
siswa, selanjutnya diadakan refleksi
kembali terhadap hal-hal yang telah
terjadi. Catatan-catatan observasi dan
nilai evaluasi itu sangat bermanfaat
untuk dijadikan pegangan dalam
melaksanakan tindakan berikutnya.
Tindakan berikutnya dilaksanakan
berdasarkan hasil refleksi yang
dilakukan. Refleksi yang dilakukan tentu
bertolak dari pelaksanaan tindakan
terdahulu. Data-data pelaksanaan
tindakan terdahulu ini sudah tertuang
dalam catatan observasi. Pada tahap
refleksi ini guru berusaha menemukan
masalah-masalah atau keunggulan-
keunggulan yang telah dilakukan dalam
tindakan pertama tadi. Hasil evaluasi
juga perlu dimanfaatkan guru untuk
merefleksikan, menemukan formula
perbaikan (revisi) tindakan.
5. Penutup
Pembelajaran bahasa Indonesia
dengan penelitian tindakan kelas ini
sangat efektif digunakan untuk
pembelajar asing. Pada jenis
11. pembelajaran ini lebih menekankan pada
focus-fokus tertentu yang memerlukan
penanganan. Ini berarti pembelajaran
benar-benar berusaha mengobati
hambatan-hambatan yang dihadapi oleh
pembelajar, bukan pembelajaran dengan
membabi buta, hantam krama, tapi benar-
benar berdasarkan perhitungan
kebutuhan pembelajaran dalam rangka
meningkatkan mutu pembelajaran.
Daftar Bacaan
Abimanyu, Soli, dkk. 1995. Penelitian Praktis untuk
Perbaikan Pengajaran. Jakarta: Depdikbud
Dirjen Dikti.
Natawidjaja, Rochman. 1997. Konsep Dasar
Penelitian Tindakan (Action Research). Bandung:
Depdikbud IKIP Bandung
Tindakan Kelas sebagai Salah Satu Alternatif Pengajaran Menyimak dalam PBIPA
Nyoman Merdhana
IKIP Negeri Singaraja, Bali
Abstrak
12. Salah satu aspek keterampilan yang
perlu disajikan dalam pengajaran Bahasa
Indonesia untuk orang asing (PBIPA)
adalah keterampilan menyimak.
Pengajaran menyimak dalam PBIPA ini
salah satu cara yang bisa ditempuh
adalah melalui penelitian tindakan kelas
(action research) seperti yang dikembangkan
Carr & Kemmis (1986) dan juga Hopkins
(1985). Penelitian tidakan kelas
selanjutnya disebut tindakan kelas.
Tindakan kelas adalah suatu bentuk
pengajaran penelitian atua inkuiri
melalui refleksi diri yang dilakukan oleh
perserta pendidikan tertentu (misalnya
guru, siswa, dan atau kepala sekolah)
untuk memperbaiki rasionalitas dan
kebenaran serta keabsahan dari
pemahaman, kegiatan, dan situasi berbagai
kegiatan, yaiture feleksi awal =
perencanaan = tindakan = observasi =
refleksi = dan seterusnya hingga
mencapai hasil yang memuaskan.
Dengan prosedur ini mahasiswa (siswa)
perlu dites terlebih dahulu mengenai tes
diagnosis untuk menemukan masalah yang
perlu dibina atau dikembangkan. Dari hasil
tes ini direncanakan tindakan yang akan
dipilih dengan pertimbangan yang matang.
Selanjutnya diadakan tindakan dan
observasi selama tindakan berlangsung.
Yang mengoservasi bisa dilakukan oleh
orang lain atau dilakukan oleh guru
sendiri. Kemudian dilakukan evaluasi. Hasil
evaluasi dan hasil observasi ini
selanjutnya dijadikan bahan refleksi,
apakah perlu ada perbaikan atau tidak.
Untuk melengkapi data evalausi dan
observasi ini, bisa juga dilakukan
wawancara kepada siswa. Demikian
seterusnya, dilakukan tindakan melalui
beberapa sirklus. Model pembelajaran ini
13. bisa juga diterapkan untuk bidang ajaran
lainnya.
Motivasi Belajar dan Teori Atribusi—
Sekilas Pandang
Wati sedang berjuang untuk menemukan
suatu alasan untuk nilai jelek yang ia
peroleh. Ia tidak menghendaki untuk
mengubah persepsi diri sebagai siswa yang
pandai. Ia mengatribusikan atau
mengaitkan kinerja buruk itu dengan
gurunya, dengan mata pelajaran, atau
dengan siswa lain—faktor-faktor
eksternal yang tidak dapat ia kontrol.
Atau bila ia mengakui bahwa kinerja
buruknya itu karena kesalahan sendiri, ia
memberikan alasan bahwa hal tersebut
karena kelengahannya sendiri, kelemahan
motivasi atau atensi (minat) sesaat
berkaitan dengan unit pelajaran itu.
Teori atribusi yang dipaparkan oleh
Graham, 1991; Hunterdan Baker, 1989;
Weiner, 1992, 1994, berusaha untuk
memahami atau penjelasan seperti itu.
Khususnya apabila dikaitkan dengan
keberhasilan dan kegagalan. Weiner
menyatakan bahwa sebagian besar
penjelasan untuk berhasil dan gagal
memiliki tiga karakteristik yaitu: (1)
apakah penyebab itu dipandang sebagai
internal (berada dalam diri siswa itu
sendiri) atau eksternal; (2) apakah
penyebab itu dipandang sebagai stabil
atau tidak stabil; (3) apakah penyebab itu
dipersepsi sebagai dapat dikontrol atau
tidak. Seperti pada teori disonan kognitif,
asumsi utama dari teori atribusi adalah
bahwa orang akan berupaya
mempertahankan gambaran diri positif,
Covington, 1984. Oleh karena itu pada
14. saat seorang siswa berhasil dalam suatu
kegiatan, siswa tersebut cenderung
menghubungkan keberhasilan itu dengan
upaya atau kemampuannya; tetapi pada
saat siswa tersebut gagal, mereka akan
percaya bahwa kegagalan itu dikarenakan
faktor-faktor yang tidak dapat dia
kontrol, Vispoel dan Austin, 1995. Telah
terbukti apabila sekelompok siswa diberi
tugas dan kemudian diberitahukan bahwa
siswa tersebut gagal atau berhasil,
siswa yang diberitahu mereka gagal akan
mengatakan bahwa kegagalan mereka
dikarenakan nasib jelek, sedangkan siswa
yang diberitahu bahwa mereka berhasil
akan menghubungkan keberhasilan mereka
dengan keterampilan atau kepintaran
mereka, Forsyth, 1986.
ABSTRAK
Berdasarkan hasil analisis ulangan
harian siswa-siswa Kelas 1 SMPN 4 Danau
Panggang pada bahan kajian Pengukuran
dan Gerak pada semester 1 tahun
pelajaran 2005/2006, tampak bahwa
mayoritas siswa mengalami kesulitan
pada perhitungan matematis. Kebanyakan
siswa-siswa yang belum berhasil mencapai
batas ketuntasan minimal disebabkan
karena ketidakmampuan mereka
menyelesaikan soal-soal ulangan yang
diberikan pada tahapan perhitungan
matematisnya. Penanganan masalah ini
menjadi urgen karena hampir semua
materi pelajaran fisika menuntut siswa
untuk dapat melakukan perhitungan-
perhitungan matematis. Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar fisika siswa
Kelas I SMPN 4 Danau Panggang melalui
penerapan hasil task analysis (analisis
15. tugas) pada bahan kajian Gaya dan
Tekanan; serta bahan kajian Energi. PTK
dilakukan dengan dua siklus. Penerapan
hasil analisis tugas dilakukan setelah
dilakukan tes diagnostik kemampuan
matematis prasyarat siswa. Jika ≥ 25%
siswa (≥ 6 orang) mengalami kesulitan
atau belum menguasai keterampilan
tersebut maka guru memberikan bimbingan
dan pelatihan secara klasikal. Jika ≤ 6
orang siswa yang mengalami kesulitan
atau belum menguasai keterampilan
tersebut maka guru memberikan bimbingan
dan pelatihan secara individual dan
penggunaan tutor sebaya kepada siswa
yang mengalami kesulitan. Penilaian
dilakukan terhadap hasil belajar siswa
dalam ulangan harian setiap akhir bahan
kajian. Hasil penelitian menunjukkan
terjadi peningkatan hasil belajar fisika
siswa di mana untuk soal-soal yang
berhungan dengan perhitungan matematis
rata-rata skor pada siklus I adalah 7,60
sedangkan rata-rata skor ulangan harian
(seluruh soal) adalah 7,74. Pada siklus
II rata-rata skor untuk soal-soal yang
berhubungan dengan keterampilan
matematis, rata-rata skor adalah 8,60
sedangkan untuk rata-rata skor ulangan
harian (seluruh soal) adalah 8,50.
Kata kunci: Task Analysis (Analisis Tugas).