際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Teori-teori tentang PolitikTeori-teori tentang Politik
Indonesia Orde BaruIndonesia Orde Baru
Priyatmoko Dirdjosuseno
priyatmokosolusi@gmail.com
Fakta & kerangka
interpretasi Politik Indonesia sekarang punya latar
belakang kesejarahan;
 Terhadap suatu fakta, termasuk fakta
historis, terbuka ruang untuk memaknai dan
menginterpretasi;
 Ada perdebatan akademik yang cukup seru di
kalangan Indonesianis/sarjana politik asing
 terutama di Amerika Serikat, Eropa, dan
Australia tentang karakteristik politik
Indonesia.
Bagan Sistem Politik: DavidBagan Sistem Politik: David
EastonEaston
3
Sistem Politik
Keputusan atau
Kebijakan
Tuntutan
Dukungan
OutputsOutputs
InputsInputs
Umpan-balikUmpan-balik
Lingkungan
Lingkungan
Bagan Sistem Politik:Bagan Sistem Politik:
Gabriel A AlmondGabriel A Almond
4
Policy-Making
Processes
Demands
Participant
Support
Subject
Support
Extractions
Distributions
Regulations
Symbols
Preceding
Environmental
States
Endogenous
Changes in
Environment*
Inputs Conversion
Outputs into
Environment
Environmental
Outcomes
*Changes not caused by actions of political system itself
Domestic and
International
Welfare and
Security
Feedback loops
Sistem politik & asumsi-
asumsinya Ada lebih dari satu elemen atau unit: fungsi-
fungsi masukan (input), konversi, keluaran
(output);
 Saling berinteraksi satu sama lain,
membentuk satu kesatuan fungsional;
 Ada saling ketergantungan satu sama lain:
saling pengaruh, satu bagian berubah akan
berdampak pada bagian lain atau
keseluruhan sistem;
 Selalu berusaha membentuk keseimbangan
(equilibrium) dan relatif stabil. Perubahan
terjadi secara gradual dalam rangka adaptasi
terhadap lingkungan.
Orde Baru & asumsi-asumsi
sispol Asumsi keseimbangan dan saling
ketergantungan rupanya tidak terjadi dalam
politik Indonesia sampai dengan Orde Baru;
 Pemegang otoritas terlalu dominan (otonom)
terhadap unsur lain. Keputusan politik
(pemerintah atau [pejabat] negara) bukan
(sekadar) respons terhadap input (tuntutan &
dukungan) dari masyarakat, melainkan lebih
atas kemauan sendiri;
 Negara lebih mengendalikan masyarakat,
bukan sebaliknya. Mengapa?
The State-Qua-State
 Bennedict ROG Anderson, 1983, Old
State, New Society: Indonesias New Order
in Comparative Historical Perspective,
Journal of Asian Studies, vol. XLII, no. 3
(May).
 Judul tulisan Ben Anderson membalik
judul tulisan Clifford Geertz tahun 1960-
an, New State, Old Society
The State-Qua-State
 Kebijakan-kebijakan Orde Baru sebaiknya
dipahami dalam pengertian kepentingan-
kepentingan negara itu sendiri;
 Ada pertentangan antara kepentingan negara
dan masyarakat. Negara Indonesia modern
digambarkan sebagai entitas yang melayani
diri sendiri, mengejar kepentingan yang
dipahami sendiri atas biaya kepentingan lain
yang bertentangan dalam masyarakat.
Negara memboroskan sumber daya dan
kekayaan bangsa.
The State-Qua-State
 Negara Orde Baru hampir sepenuhnya
terlepas dari dan tidak responsif terhadap
kepentingan-kepentingan masyarakat;
 Kekuasaan negara berada di tangan militer,
dan pada dasarnya tidak berubah sejak masa
kolonial;
 Kebijakan merefleksikan kepentingan-
kepentingan negara daripada kepentingan
kelompok atau kelas ekstra-negara (di
luarnya), dengan sedikit pengecualian
terhadap modal asing.
 Sedikit ruang untuk partisipasi politik, dan
pertimbangan tentang isu perwakilan
The Bureaucratic Polity &
Patrimonialism
 Konsep bureaucratic polity berasal dari
Fred Riggs yang mengkaji tentang politik
Thailand yang diadopsi Karl D. Jackson
untuk studi Indonesia;
 Konsep patrimonialism bersumber dari
Max Weber dan direinterpretasi oleh G.
Roth dan Eisenstadt;
 Meskipun berbeda kedua konsep tersebut
sangat banyak tumpang-tindihnya.
Model Patrimonial
 Esensi model patrimonial: kepala negara
bertindak layaknya penguasa tradisional,
menjaga posisinya dengan cara membagi-
bagikan hadiah materi dan kesempatan kepada
anggota elite yang memerintah;
 Elite terpecah dalam kelompok-kelompok yang
saling bersaing untuk berebut hadiah dan
perlindungan dari penguasa;
 Model patrimonial menekankan hubungan
patron-klien dalam jejaring yang menyerupai
piramida, ditandai oleh ikatan personal antar-
individu yang berbeda status, dengan klien
bergantung pada patron
Model Patrimonial
 Dalam model patrimonial, politik tidak
ditandai oleh pertentangan mengenai
substansi isu kebijakan, melainkan
peraingan untuk memperoleh imbalan
dan keuntungan;
 Kepentingan masyarakat ditekan.
Pendeknya, negara tidak responsif
terhadap kepentingan-kepentingan atau
tekanan-tekanan di/dari luar;
The Bureaucratic Polity
 Elite birokratik dapat leluasa menentukan
kebijakan tanpa terkendala oleh
kepentingan-kepentingan masyarakat;
 Bureaucratic polity mengandung banyak
karakteristik patrimonial, pemimpin politik
membagi-bagikan hadiah untuk kalangan
elite demi mempertahankan posisinya;
 Dengan penekanan pada eksklusi dan
hubungan interpersonal, kedua model ini
sesungguhnya serumpun dan saling
bergandengan tangan
Menjadi mainstream approach
 Banyak penulis menginterpretasi politik
Indonesia dari perspektif ini: Karl D.
Jackson, Harold Crouch, John Girling, Ruth
McVey, Jamie Mackie  Mereka
menggunakan istilah berbeda tetapi
menekankan substansi yang sama;
 Karl Jackson,孫 menggambarkan partisipasi
dalam perumusan kebijakan merupakan
wilayah eksklusif pejabat-pejabat senior,
militer dan sipil: seperti pulau kecil yang
terpisah dari lautan sosial 孫Bureaucratic Polity: A Theoretical Framework for the Analysis of Power and
Communication in Indonesia dalam .
Karl D. Jackson 
 Menurut Karl Jackson, yang membedakan
bureaucratic polity dari model lain adalah
tingkatan sejauh mana pengaruh terhadap
proses pembuatan keputusan dibatasi pada
elite negara;
 Kesempatan partisipasi bagi kepentingan di
luar elite negara hanya pada tahapan
implementasi kebijakan, itu pun umumnya
hanya penyesuaian-penyesuaian kecil pada
tingkat lokal;
 Ada elemen patrimonial: persaingan elite
negara disatukan melalui jejaring personal
Harold Crouch*
 Crouch menerapkan model patrimonial
dengan menekankan politik intra-elite
(semacam politik istana), bukan pada
persaingan antar-faksi tentang substansi
kebijakan, melainkan pada pembagian
kesempatan material dan jabatan. Inheren
dalam model ini ada ketegangan dengan
pembangunan ekonomi yang akan
menghasilkan regularisasi dan rasionalisasi
sistem politik.
*Patrimonialism and Military Rule in Indonesia World Politics, vol. 31 no. 4
Harold Crouch*
 Kemudian Crouch mempertanyakan pentingnya
kalangan bisnis selaku kekuatan politik di
Indonesia. Menurut Crouch, responsivitas
negara terhadap kepentingan bisnis terjadi di
atas landasan patrimonial, pejabat-pejabat
senior secara individual menyediakan konsesi ke
klien orang bisnis. Sedikit kalangan bisnis
secara individual menikmati kepuasan, bukan
keseluruhan kelas bisnis. Kalangan bisnis yang
didominasi etnis China dibatasi pengaruh
politiknya.
*The Missing Bourgeoisie: Approaches to Indonesias New Order
Esensi bureaucratic polity-
patrimonialism
 Semua penulis mempertanyakan hubungan
negara dan masyarakat dan monopolisasi
pengaruh atas pembentukan kebijakan oleh
pejabat negara senior;
 Kesimpulan mereka serupa: hanya sedikit
ruang bagi yang di luar struktur negara untuk
memengaruhi kebijakan;
 Bedanya dengan pendekatan state-qua-state
Anderson: mereka tak melihat negara sebagai
aktor korporat yang koheren, mengejar
kepentingan obyektif mereka sendiri.
Esensi bureaucratic polity-
patrimonialism
 Lebih dari sekadar aktor, negara lebih
dipahami sebagai sebuah arena, di mana
kelompok-kelompok elite saling bersaing
satu sama lain;
 Tetapi, keduanya menekankan eksklusi
(penyingkiran) kepentingan-kepentingan
masyarakat dari proses-proses
pembentukan kebijakan negara.
Bureaucratic Pluralism
 Istilah bureaucratic pluralism diperkenalkan oleh
Donald Emmerson. Ia berusaha memberi
alternatif antara Ben Anderson yang menekankan
watak monistik negara, dan gambaran
bureaucratic-policy yang menekankan persaingan
antarkelompok patrimonial semata-mata demi
jabatan;
 Politik pada tingkat nasional sekaligus lebih
teratur dan lebih pluralistik;
 Dalam bingkai keamanan regime (bisa) terjadi
perdebatan serius antar-agen-agen birokrasi untuk
memutuskan kebijakan pembangunan industrial≠Understanding the New Order: Bureaucratic Pluralism in Indonesia
Bureaucratic Pluralism
 Jadi, pertama, negara ternyata lebih pluralistik
dibanding yang digambarkan Ben Anderson.
Dan, kedua, kompetisi politik ternyata bukan
semata-mata berebut keuntungan pribadi antar-
kelompok klien, tetapi juga berdebat tentang
kebijakan substantif yang penting;
 Fokus Emmerson pada karakter internal dan sifat
negara itu sendiri. Dia tak mengklaim adanya
input pluralistik dari luar aparatur negara.
Sementara negara terisolasi dan tak responsif,
ternyata ada pluralitas bukan saja kepentingan,
tapi juga orientasi kebijakan dalam negara.
Bureaucratic-Authoritarianism
 Menurut Dwight King, Indonesia lebih baik
dimengerti sebagai bureaucratic-
authoritarian regime. Konsep ini muncul
dari Amerika Latin, 1960an-1970an, ketika
demokrasi kolap digantikan penguasa militer;
 Terjadi pergeseran dramatis ke arah represi
politik dan konsentrasi kekuasaan ke tangan
elite militer dan birokrasi  untuk
menyingkirkan kelompok-kelompok
masyarakat, khususnya sektor populer
Indonesias New Order as a Bureaucratic Polity, a Neopatrimonial Regime or
Bureaucratic Authoritarian Regime: What Difference Does It Make?
Bureaucratic-Authoritarianism
 Regime birokratik otoriter muncul terkait
komitmen untuk reformasi dan pembangunan
ekonomi dengan para teknokrat spesialis
sebagai pengarah kebijakan ekonomi;
 Menurut ODonnel, ada kaitan kausal antara
transformasi politik dan pergeseran ekonomi
dari industrialisasi substitusi-impor ke
pendalaman industrial;
 Orde Baru bisa dipahami dalam perspektif ini
dengan strategi korporatis untuk mengelola
perwakilan kepentingan
Tm 19 teori-teori tentang politik indonesia orde baru
NEO-LIBERALISMENEO-LIBERALISME
 Homo Economicus [ekonomi motif tunggal hubungan antarmanusia]Homo Economicus [ekonomi motif tunggal hubungan antarmanusia]
 Free Capital MovementFree Capital Movement
GLOBALISASIGLOBALISASI
BAGAIMANA
Konsumerisme/
Ideologi
APA
Praktik Bisnis
Trans-nasional
SIAPA
Perusahaan
Trans-nasional
AdvertismentAdvertisment
 BrandBrand
 LogoLogo
 LabelingLabeling
World Bank, IMF, IFIs, MDBsWorld Bank, IMF, IFIs, MDBs
Newly-madeNewly-made
RulesRules
 WTOWTO
GATTSGATTS
TRIPsTRIPs
 TRIMsTRIMs
DeregulasiDeregulasi
LiberalisasiLiberalisasi
PrivatisasiPrivatisasi
Gaya Hidup GlobalGaya Hidup Global
Identitas GlobalIdentitas Global
Kultur GlobalKultur Global
KebijakanKebijakan
PublikPublik
PilihanPilihan
IndividualIndividualProvision of Public NeedsProvision of Public Needs
Our Shared LifeOur Shared Life
MarketMarket
PowerPower
CommunityCommunity
PowerPower
StateState
PowerPower

More Related Content

Tm 19 teori-teori tentang politik indonesia orde baru

  • 1. Teori-teori tentang PolitikTeori-teori tentang Politik Indonesia Orde BaruIndonesia Orde Baru Priyatmoko Dirdjosuseno priyatmokosolusi@gmail.com
  • 2. Fakta & kerangka interpretasi Politik Indonesia sekarang punya latar belakang kesejarahan; Terhadap suatu fakta, termasuk fakta historis, terbuka ruang untuk memaknai dan menginterpretasi; Ada perdebatan akademik yang cukup seru di kalangan Indonesianis/sarjana politik asing terutama di Amerika Serikat, Eropa, dan Australia tentang karakteristik politik Indonesia.
  • 3. Bagan Sistem Politik: DavidBagan Sistem Politik: David EastonEaston 3 Sistem Politik Keputusan atau Kebijakan Tuntutan Dukungan OutputsOutputs InputsInputs Umpan-balikUmpan-balik Lingkungan Lingkungan
  • 4. Bagan Sistem Politik:Bagan Sistem Politik: Gabriel A AlmondGabriel A Almond 4 Policy-Making Processes Demands Participant Support Subject Support Extractions Distributions Regulations Symbols Preceding Environmental States Endogenous Changes in Environment* Inputs Conversion Outputs into Environment Environmental Outcomes *Changes not caused by actions of political system itself Domestic and International Welfare and Security Feedback loops
  • 5. Sistem politik & asumsi- asumsinya Ada lebih dari satu elemen atau unit: fungsi- fungsi masukan (input), konversi, keluaran (output); Saling berinteraksi satu sama lain, membentuk satu kesatuan fungsional; Ada saling ketergantungan satu sama lain: saling pengaruh, satu bagian berubah akan berdampak pada bagian lain atau keseluruhan sistem; Selalu berusaha membentuk keseimbangan (equilibrium) dan relatif stabil. Perubahan terjadi secara gradual dalam rangka adaptasi terhadap lingkungan.
  • 6. Orde Baru & asumsi-asumsi sispol Asumsi keseimbangan dan saling ketergantungan rupanya tidak terjadi dalam politik Indonesia sampai dengan Orde Baru; Pemegang otoritas terlalu dominan (otonom) terhadap unsur lain. Keputusan politik (pemerintah atau [pejabat] negara) bukan (sekadar) respons terhadap input (tuntutan & dukungan) dari masyarakat, melainkan lebih atas kemauan sendiri; Negara lebih mengendalikan masyarakat, bukan sebaliknya. Mengapa?
  • 7. The State-Qua-State Bennedict ROG Anderson, 1983, Old State, New Society: Indonesias New Order in Comparative Historical Perspective, Journal of Asian Studies, vol. XLII, no. 3 (May). Judul tulisan Ben Anderson membalik judul tulisan Clifford Geertz tahun 1960- an, New State, Old Society
  • 8. The State-Qua-State Kebijakan-kebijakan Orde Baru sebaiknya dipahami dalam pengertian kepentingan- kepentingan negara itu sendiri; Ada pertentangan antara kepentingan negara dan masyarakat. Negara Indonesia modern digambarkan sebagai entitas yang melayani diri sendiri, mengejar kepentingan yang dipahami sendiri atas biaya kepentingan lain yang bertentangan dalam masyarakat. Negara memboroskan sumber daya dan kekayaan bangsa.
  • 9. The State-Qua-State Negara Orde Baru hampir sepenuhnya terlepas dari dan tidak responsif terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat; Kekuasaan negara berada di tangan militer, dan pada dasarnya tidak berubah sejak masa kolonial; Kebijakan merefleksikan kepentingan- kepentingan negara daripada kepentingan kelompok atau kelas ekstra-negara (di luarnya), dengan sedikit pengecualian terhadap modal asing. Sedikit ruang untuk partisipasi politik, dan pertimbangan tentang isu perwakilan
  • 10. The Bureaucratic Polity & Patrimonialism Konsep bureaucratic polity berasal dari Fred Riggs yang mengkaji tentang politik Thailand yang diadopsi Karl D. Jackson untuk studi Indonesia; Konsep patrimonialism bersumber dari Max Weber dan direinterpretasi oleh G. Roth dan Eisenstadt; Meskipun berbeda kedua konsep tersebut sangat banyak tumpang-tindihnya.
  • 11. Model Patrimonial Esensi model patrimonial: kepala negara bertindak layaknya penguasa tradisional, menjaga posisinya dengan cara membagi- bagikan hadiah materi dan kesempatan kepada anggota elite yang memerintah; Elite terpecah dalam kelompok-kelompok yang saling bersaing untuk berebut hadiah dan perlindungan dari penguasa; Model patrimonial menekankan hubungan patron-klien dalam jejaring yang menyerupai piramida, ditandai oleh ikatan personal antar- individu yang berbeda status, dengan klien bergantung pada patron
  • 12. Model Patrimonial Dalam model patrimonial, politik tidak ditandai oleh pertentangan mengenai substansi isu kebijakan, melainkan peraingan untuk memperoleh imbalan dan keuntungan; Kepentingan masyarakat ditekan. Pendeknya, negara tidak responsif terhadap kepentingan-kepentingan atau tekanan-tekanan di/dari luar;
  • 13. The Bureaucratic Polity Elite birokratik dapat leluasa menentukan kebijakan tanpa terkendala oleh kepentingan-kepentingan masyarakat; Bureaucratic polity mengandung banyak karakteristik patrimonial, pemimpin politik membagi-bagikan hadiah untuk kalangan elite demi mempertahankan posisinya; Dengan penekanan pada eksklusi dan hubungan interpersonal, kedua model ini sesungguhnya serumpun dan saling bergandengan tangan
  • 14. Menjadi mainstream approach Banyak penulis menginterpretasi politik Indonesia dari perspektif ini: Karl D. Jackson, Harold Crouch, John Girling, Ruth McVey, Jamie Mackie Mereka menggunakan istilah berbeda tetapi menekankan substansi yang sama; Karl Jackson,孫 menggambarkan partisipasi dalam perumusan kebijakan merupakan wilayah eksklusif pejabat-pejabat senior, militer dan sipil: seperti pulau kecil yang terpisah dari lautan sosial 孫Bureaucratic Polity: A Theoretical Framework for the Analysis of Power and Communication in Indonesia dalam .
  • 15. Karl D. Jackson Menurut Karl Jackson, yang membedakan bureaucratic polity dari model lain adalah tingkatan sejauh mana pengaruh terhadap proses pembuatan keputusan dibatasi pada elite negara; Kesempatan partisipasi bagi kepentingan di luar elite negara hanya pada tahapan implementasi kebijakan, itu pun umumnya hanya penyesuaian-penyesuaian kecil pada tingkat lokal; Ada elemen patrimonial: persaingan elite negara disatukan melalui jejaring personal
  • 16. Harold Crouch* Crouch menerapkan model patrimonial dengan menekankan politik intra-elite (semacam politik istana), bukan pada persaingan antar-faksi tentang substansi kebijakan, melainkan pada pembagian kesempatan material dan jabatan. Inheren dalam model ini ada ketegangan dengan pembangunan ekonomi yang akan menghasilkan regularisasi dan rasionalisasi sistem politik. *Patrimonialism and Military Rule in Indonesia World Politics, vol. 31 no. 4
  • 17. Harold Crouch* Kemudian Crouch mempertanyakan pentingnya kalangan bisnis selaku kekuatan politik di Indonesia. Menurut Crouch, responsivitas negara terhadap kepentingan bisnis terjadi di atas landasan patrimonial, pejabat-pejabat senior secara individual menyediakan konsesi ke klien orang bisnis. Sedikit kalangan bisnis secara individual menikmati kepuasan, bukan keseluruhan kelas bisnis. Kalangan bisnis yang didominasi etnis China dibatasi pengaruh politiknya. *The Missing Bourgeoisie: Approaches to Indonesias New Order
  • 18. Esensi bureaucratic polity- patrimonialism Semua penulis mempertanyakan hubungan negara dan masyarakat dan monopolisasi pengaruh atas pembentukan kebijakan oleh pejabat negara senior; Kesimpulan mereka serupa: hanya sedikit ruang bagi yang di luar struktur negara untuk memengaruhi kebijakan; Bedanya dengan pendekatan state-qua-state Anderson: mereka tak melihat negara sebagai aktor korporat yang koheren, mengejar kepentingan obyektif mereka sendiri.
  • 19. Esensi bureaucratic polity- patrimonialism Lebih dari sekadar aktor, negara lebih dipahami sebagai sebuah arena, di mana kelompok-kelompok elite saling bersaing satu sama lain; Tetapi, keduanya menekankan eksklusi (penyingkiran) kepentingan-kepentingan masyarakat dari proses-proses pembentukan kebijakan negara.
  • 20. Bureaucratic Pluralism Istilah bureaucratic pluralism diperkenalkan oleh Donald Emmerson. Ia berusaha memberi alternatif antara Ben Anderson yang menekankan watak monistik negara, dan gambaran bureaucratic-policy yang menekankan persaingan antarkelompok patrimonial semata-mata demi jabatan; Politik pada tingkat nasional sekaligus lebih teratur dan lebih pluralistik; Dalam bingkai keamanan regime (bisa) terjadi perdebatan serius antar-agen-agen birokrasi untuk memutuskan kebijakan pembangunan industrial≠Understanding the New Order: Bureaucratic Pluralism in Indonesia
  • 21. Bureaucratic Pluralism Jadi, pertama, negara ternyata lebih pluralistik dibanding yang digambarkan Ben Anderson. Dan, kedua, kompetisi politik ternyata bukan semata-mata berebut keuntungan pribadi antar- kelompok klien, tetapi juga berdebat tentang kebijakan substantif yang penting; Fokus Emmerson pada karakter internal dan sifat negara itu sendiri. Dia tak mengklaim adanya input pluralistik dari luar aparatur negara. Sementara negara terisolasi dan tak responsif, ternyata ada pluralitas bukan saja kepentingan, tapi juga orientasi kebijakan dalam negara.
  • 22. Bureaucratic-Authoritarianism Menurut Dwight King, Indonesia lebih baik dimengerti sebagai bureaucratic- authoritarian regime. Konsep ini muncul dari Amerika Latin, 1960an-1970an, ketika demokrasi kolap digantikan penguasa militer; Terjadi pergeseran dramatis ke arah represi politik dan konsentrasi kekuasaan ke tangan elite militer dan birokrasi untuk menyingkirkan kelompok-kelompok masyarakat, khususnya sektor populer Indonesias New Order as a Bureaucratic Polity, a Neopatrimonial Regime or Bureaucratic Authoritarian Regime: What Difference Does It Make?
  • 23. Bureaucratic-Authoritarianism Regime birokratik otoriter muncul terkait komitmen untuk reformasi dan pembangunan ekonomi dengan para teknokrat spesialis sebagai pengarah kebijakan ekonomi; Menurut ODonnel, ada kaitan kausal antara transformasi politik dan pergeseran ekonomi dari industrialisasi substitusi-impor ke pendalaman industrial; Orde Baru bisa dipahami dalam perspektif ini dengan strategi korporatis untuk mengelola perwakilan kepentingan
  • 25. NEO-LIBERALISMENEO-LIBERALISME Homo Economicus [ekonomi motif tunggal hubungan antarmanusia]Homo Economicus [ekonomi motif tunggal hubungan antarmanusia] Free Capital MovementFree Capital Movement GLOBALISASIGLOBALISASI BAGAIMANA Konsumerisme/ Ideologi APA Praktik Bisnis Trans-nasional SIAPA Perusahaan Trans-nasional AdvertismentAdvertisment BrandBrand LogoLogo LabelingLabeling World Bank, IMF, IFIs, MDBsWorld Bank, IMF, IFIs, MDBs Newly-madeNewly-made RulesRules WTOWTO GATTSGATTS TRIPsTRIPs TRIMsTRIMs DeregulasiDeregulasi LiberalisasiLiberalisasi PrivatisasiPrivatisasi Gaya Hidup GlobalGaya Hidup Global Identitas GlobalIdentitas Global Kultur GlobalKultur Global KebijakanKebijakan PublikPublik PilihanPilihan IndividualIndividualProvision of Public NeedsProvision of Public Needs Our Shared LifeOur Shared Life MarketMarket PowerPower CommunityCommunity PowerPower StateState PowerPower