Transformasi dari percaya klenik ke orientasi teknologi melalui fiksi ilmiah
Dokumen tersebut membahas tentang transformasi budaya Indonesia dari budaya yang masih percaya mitos dan klenik menjadi lebih rasional dan berorientasi teknologi. Fiksi ilmiah diyakini dapat memainkan peran penting dalam transformasi ini dengan menarik perhatian masyarakat akan sains melalui karya fiksi yang mengangkat tema teknologi. Dokumen ini juga membahas tant
1 of 23
Download to read offline
More Related Content
Transformasi dari percaya klenik ke orientasi teknologi melalui fiksi ilmiah
2. Manusia Indonesia
• Salah satu ciri Manusia Indonesia menurut
Mochtar Lubis: masih percaya takhayul.
• Dari dulu hingga sekarang, manusia Indonesia
percaya bahwa batu, gunung, pantai, sungai,
patung, keris, dan lain sebagainya memiliki
kekuatan gaib, keramat dan manusia harus
mengatur hubungan khusus dengan ini semua
(Lubis, 2017, hal. 27).
Batu Ponari Seni susun batu (rock balancing) Cerita mistis viral di medsos
3. Takhayul
• Meski arus globalisasi dan
perkembangan teknologi
yang memasuki era revolusi
industri 4.0, sebagian besar
masyarakat masih percaya
mitos dan takhayul.
• Budaya mitis yang meliputi
alam kebudayaan primitif
ternyata masih menarik
perhatian kita.
4. Klenik • Klenik adalah sesuatu yang
tersembunyi atau hal yang
dirahasiakan untuk umum.
• Klenik identik dengan hal-hal
mitis yang saat ini cenderung
dimaknai negatif.
• Klenik dikaitkan segala sesuatu
yang berhubungan dengan dunia
gaib, paranormal, dukun, mahluk
halus, jimat, jin, siluman dan
sejenisnya.
• Di masyarakat indonesia masih
banyak pandangan dan anggapan
tentang alam gaib serta banyak
sekali tradisi atau kepercayaan
yang melekat serta dilestarikan
secara turun temurun.
6. Budaya Barat dan Timur
• Sikap rasional memang memandang rendah
terhadap kebudayaan mitis karena menilai sebagai
primitif dan tidak ilmiah.
• Sutan Takdir Alisyahbana mengemukakan bahwa
budaya barat dibangun atas nilai-nilai:
– Rasionalisme
– Materialisme
– Individualisme
• budaya timur (Jawa) menekankan nilai yang bersifat:
– Spiritual
– Kolektif
– Tidak mengabaikan perasaan
(Suratno, 2013, hal. 91).
7. Rasionalisme dan Spiritualisme
• Di Barat sendiri, meski dianggap lebih berorientasi ke
rasionalisme, namun di sisi lain juga berkembang pemikiran
mistisisme melalui gerakan teosofi.
• Di kalangan masyarakat pemukim Eropa yang ada di
wilayah Indonesia saat itu (sebelum kemerdekaan), gerakan
pembebasan pemikiran dan spiritual telah menjadi suatu
bidang yang makin diminati oleh para elite kolonial dan
menjadi bagian penting dalam perkembangan intelektual
mereka.
• Perkumpulan Teosofi (Theosophical Society) adalah salah
satu dari organisasi esoteris yang cukup banyak menggali
inspirasi dari ajaran-ajaran kebijaksanaan di dunia Timur
(Niwandhono, 2014, hal. 25).
8. Fungsi percaya mitos menurut C.A. Van Peursen: menyadarkan
manusia bahwa ada kekuatan-kekuatan ajaib, memberi jaminan bagi
masa kini dan memberi pengetahuan tentang dunia.
(Van Peursen & Dick, 1976, hal. 35-42).
•Tahap mitis
sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh
kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya.
•Tahap ontologis
sikap manusia yang tidak hidup lagi dalam kepungan kekuasaan
mitis, melainkan sudah berusaha secara bebas meneliti segala
sesuatunya.
•Tahap fungsional
sikap dan alam pikiran yang makin nampak dalam manusia
modern
Tiga Tahap Perkembagan Kebudayaan
9. Manusia Indonesia
• Budaya masyarakat Indonesia nampak menuju ke tahap
fungsional namun di sisi lain, masih juga berpijak pada
tahap mitis.
• Apakah ini merupakan sebuah kemunduran atau pola pikir
mitis yang sudah melekat ini sulit untuk dilepaskan karena
merupakan sebuah arketipe bangsa?
• Apakah memang kepercayaan akan hal yang sifatnya
takhayul ini harus dibuang jauh-jauh, sementara di sisi lain
selalu ada ajakan untuk menjaga kearifan lokal?
• Bagaimana sebaiknya sosok manusia Indonesia yang
diharapkan di era pascahumanisme?
• Bila dikaitkan dengan upaya revolusi mental, bagaimana
mengubah budaya dari mitis menjadi modern?
Apakah klenik harus dipertahankan?
10. • Manusia modern masih belum bisa
lepas dari hal-hal yang bersifat klenik
dan sihir.
• Sihir setelah mendapat cap sebagai
takhayul dan diolok-olok selama
bertahun-tahun, kini kembali sebagai
sumber kegairahan yang terhormat
• Selain sihir, bentuk okultisme dan
mistisisme, mulai dari astrologi,
Zen hingga meditasi, Hare Krishna
dan I Ching, makin digemari.
• Di masa kini, kebebasan manusia
juga mencakup kebebasan untuk
mempercayai sesuatu.
(Harris, 1974, hal. 243).
11. Fenomena di masyarakat
• Mayoritas masyarakat (dalam hal ini orang jawa), memiliki
pola sikap dominan berbau mistik, membuat konsep-konsep
rasional seolah tidak pernah mendapat tempat. Sehebat
apapun intelektual orang Jawa, di daerahnya tidak pernah
disebut orang pinter, orang cerdas atau orang pandai. Pinter
dalam masyarakat jawa justru lebih ditujukan pada hal hal
yang berbau klenik, dan lebih mengarah ke arti dukun.
• Masyarakat tidak pernah mempertanyakan kebenaran dari
hal tersebut dan mencernanya dengan mentah-mentah
• Tradisi dijaga dan dilestarikan dengan sebuah kesadaran
palsu, artinya meskipun memeluk agama yang melarang
mempercayai hal seperti itu, namun terjadi proses
inkulturasi dengan menambahkan pada ritual-ritual yang
ada. Umumnya, alasannya adalah jika mereka tidak
melakukannya, akan menjadi tidak enak dengan tetangga.
(Hardika, 2014).
13. Transformasi Budaya
• Untuk mengubah budaya, pahami dulu budayanya.
• Mengubah budaya tidak bisa dilakukan dalam waktu
singkat.
• Media diyakini bisa memiliki peran besar dalam
mengubah budaya, termasuk melalui budaya populer.
• Budaya populer adalah budaya yang secara sengaja
dibuat oleh media massa, dengan cara menyampaikan
segala sesuatu terkait budaya apa yang akan
dimunculkan untuk diadopsi atau dikonsumsi oleh
masyarakat. Contoh budaya K-Pop di generasi millenial.
• Media yang digunakan bisa berupa tayangan televisi,
film, buku fiksi, komik hingga fashion.
14. Evolusi Budaya
• 1980-1990 : era
Menristek BJ Habibie
• 1990-2000 : Agama dan
Budaya
• 2000-2010 : Digital Native
• 2011-…….. : Media Sosial
• 2017-…..... : Eksistensi
Penghayat Kepercayaan
diakui pemerintah
16. Pengaruh Fiksi Ilmiah
• Fiksi ilmiah adalah suatu bentuk fiksi spekulatif yang
membahas tentang pengaruh sains dan teknologi yang
diimajinasikan baik pada masyarakat maupun individual.
• Fiksi ilmiah berbeda dengan genre fantasi. Fantasi
berhubungan dengan khayalan atau dengan sesuatu yang
tidak benar-benar ada dan hanya ada dalam imajinasi
pikiran saja. Fantasi bisa juga merupakan sebuah genre,
yang menggunakan bentuk sihir dan supranatural sebagai
salah satu elemen plot, tema dan seting dalam sebuah film
atau cerita.
• Genre fantasi menceritakan hal yang tidak nyata dan tidak
masuk akal, sementara fiksi ilmiah merupakan cerita fiksi
tentang hal-hal yang menggunakan teori ilmiah dan
pengetahuan.
20. Pengaruh Fiksi Ilmiah
• Banyak temuan-temuan teknologi yang lahir justru karena
terinspirasi oleh kisah-kisah fiksi, baik berupa cerita pendek,
novel, atau film.
• Film-film fiksi ilmiah memiliki kapasitas untuk menarik
perhatian dan imajinasi siswa dan menunjukkan bahwa minat
masyarakat umum terhadap sains sering meningkat saat
menikmati fiksi ilmiah di televisi dan film. Daripada
menghindari menayangkan film fiksi ilmiah di sekolah, akan
lebih baik untuk melibatkan siswa dalam melakukan kritik
terhadap film fiksi ilmiah (Barnett, Wagner, Gatling, Anderson,
Houle, & Kafka, 2006, hal. 190).
• Carl Freedman menggambarkan fiksi ilmiah sebagai genre
paling sah untuk studi akademik, menempatkannya di atas
semua bentuk literatur lain untuk potensi analitisnya
(Freedman, 2000).
• Yuval Noah Harari: peran fiksi ilmiah sebagai hal yang harus
diperhatikan di abad 21 ini.
22. Problem Fiksi Ilmiah
di Indonesia
• Kebutuhan skill yang beda
(butuh penelitian mendalam
serta pemahaman ilmiah dari
penulisnya)
• Permintaan pasar
• Terobosan baru:
Film Gundala
23. Nur Agustinus Soedjatmiko, S.Psi., M.Si.
Bina Grahita Mandiri
BETA-UFO Indonesia
WA: 0818307319
FB/IG: Nur Agustinus