際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Tugas utama
Perkawinan wanita hamil
 Perkawinan wanita hamil
Yang dimaksud dengan kawin hamil disini ialah perkawin antara laki-
laki dengan seorang wanita yang hamil di luar nikah, baik dikawini oleh
   laki-laki yang menghamilinya maupun oleh laki-laki bukan yang
                           menghamilinya.
Penyebab terjadinya hamil diluar nikah

o tidak adanya penanaman agama yg kokoh. Karena pada setiap agama pasti diajarkan
   bagaimana memperlakakukan sex yg baik dan benar.

o masih labilnya mental remaja. Masa remaja adalah masa di mana emosi masih belum stabil.
   Dengan begitu banyak yg mengalami saat di mana emosi menang melawan logika saat
   seorang ramaja dihadapkan pada permasalahan yg kompleks seperti free sex.

o lingkungan yg kurang baik. Tidak bisa dipungkiri, jika seseorang bergaul dalam lingkungan yg
   kurang baik, tanpa ada lingkungan lain yg dapat menetralisir, maka dia akan mengikuti pola
   hidup orang2 pada lingkungan tersebut. Jika ada dalam posisi ini, sebaiknya sgera mencari
   lingkungan yg lebih baik...

o kurangnya perhatian orang tua. Jika seorang remaja dekat dengan orang tua, dan sang orang
   tua tersebut mengajarkan yg benar ttg free sex, maka sang remaja umumnya akan mengikuti
   saran orang tua tersebut. Selain itu, ortu akan dapat membantu mengatasi persoalan yg
   membuat remaja melakukan free sex, sehingga dapat dihindari.

o media yg semakin 'bebas'.
 Hukum menikahi wanita hamil akibat zina
                                 Ada dua pendapat yaitu;
1. Ulama mazhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali) berpendapat bahwa
   perkawinan keduanya sah dan boleh bercampur sebagaimana suami istri, dengan ketentuan,
   bila si pria itu yang menghamilinya dan kemudian ia yang mengawininya.

2. Ibnu Hazm (Zhahiriyah) berpendapat bahwa keduanya boleh (sah) dikawinkan dan boleh
   pula bercampur, dengan ketentuan, bila telah bertaubat dan menjalani hukuman dera
   (cambuk), karena keduanya telah berzina. Pendapat ini berdasarkan hukum yang telah
   pernah diterapkan oleh sahabat nabi antara lain:

 Ketika Jabir bin Abdilah ditanya tentang kebolehan mengawinkan orang yang telah berzina,
    beliau berkata: boleh mengawinkannya, asal keduanya telah betaubat dan memperbaiki
                                         sifat-sifatnya.

 Seorang laki-laki tua menyatakan keberatannya kepada Khalifah Abu Bakar dan berkata: Ya
      Amirul Mukminin, putriku telah dicampuri oleh tamuku, dan inginkan agar keduanya
     dikawinkan. Ketika itu Khalifah memerintahkan kepada sahabat lain untuk melakukan
                      hukuman dera (cambuk), kemudian dikawinkannya.
      Kompilasi Hukum Islam pasal 53 ayat 1-3 tentang Perkawinan
                               Wanita Hamil.

1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang
   menghamilinya.

2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan
   tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.

3. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil tidak diperlukan
   perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Dalam UU KHI ini hanya menjelaskan wanita yang hamil akibat zina dan akan dinikahi
oleh laki-laki yang menghamilinya, namun bukan menjelaskan wanita yang hamil
akibat zina dan akan dinikahi oleh laki-laki yang bukan menghamilinya. Untuk
ketentuan tersebut tidak diatur dalam Undang-undang Perkawinan maupun dalam
Kompilasi Hukum Islam
 Analisa para ulama mengenai mengawini wanita hamil



   Imam Abu Yusuf, mengatakan tidak boleh dikawinkan. Sebab bila dikawinkan
    perkawinannya itu batal (fasid). Pendapat beliau itu berdasarkan firman Allah:

laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan kepada perempuan yang berzina
atau perempuan musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan
oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu
diharamkan atas orang-orang yang beriman (Q.S.An-Nur 3).

Maksud ayat tersebut adalah, tidak pantas seorang pria yang beriman kawin dengan
seorang wanita yang berzina. Demikian pula sebaliknya, wanita yang beriman tidak
pantas kawin dengan pria yang berzina.
 Ayat tersebut di atas diperkuat oleh hadist Nabi:
   Dan dalam hadits Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya Abdullah bin
   Amr bin Ash, beliau berkata : Sesungguhnya Martsad bin Abi Martsad Al-
   Ghonawy membawa tawanan perang dari Makkah dan di Makkah ada seorang
   perempuan pelacur disebut dengan (nama) Anaq dan ia adalah teman (Martsad).
   (Martsad) berkata : Maka saya datang kepada Nabi shollallahu alaihi wa ala
   alihi wa sallam lalu saya berkata : Ya Rasulullah, Saya nikahi Anaq ?. Martsad
   berkata : Maka beliau diam, maka turunlah (ayat) : Dan perempuan yang
   berzina tidak dinikahi melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki
   musyrik. Kemudian beliau memanggilku lalu membacakannya padaku dan beliau
   berkata : Jangan kamu nikahi dia. (Hadits hasan, riwayat Abu Daud no. 2051,
   At-Tirmidzy no. 3177, An-Nasa`i 6/66 dan dalam Al-Kubra 3/269, Al-Hakim 2/180,
   Al-Baihaqy 7/153, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no. 1745 dan disebutkan oleh
   Syeikh Muqbil rahimahullahu dalam Ash-Shohih Al-Musnad Min Asbabin Nuzul).
 Ibnu Qudamah sependapat dengan Abu Yusuf dan menambahkan
  bahwa seorang pria haram hukumnya mengawini wanita yang
  diketahuinya telah berbuat zina dengan orang lain, kecuali dengan tiga
  syarat:


1. Wanita tersebut telah melahirkan bila ia hamil. Jadi dalam keadaan
   hamil, ia tidak boleh kawin.

2. Wanita tersebut telah dihukum dera, baik hamil ataupun tidak.

3. Dan wanita tersebut sudah bertaubat.
 Imam Muhammad bin Al- Hasan Al- Syaibani mengatakan bahwa
  perkawinannya itu sah tetapi haram baginya bercampur, selama bayi yang
  dikandungnya belum lahir.
  Pendapat ini berdasarkan hadits:


  Janganlah engkau campuri wanita yang hamil, sehingga lahir
  (kandungannya).


 Imam Abu Hanifah dan Imam Syafii berpendapat bahwa perkawinan itu
   dipandang sah, karena tidak terikat dengan perkawinan orang lain (tidak ada masa
   iddah). Wanita itu boleh juga dicampuri, karena tidak mungkin nasab (keturunan)
   bayi yang dikandung itu ternodai oleh sperma suaminya. Sedangkan bayi tersebut
   bukan keturunan orang yang mengawini ibunya itu (anak di luar nikah).
 Status anak diluar nikah

Islam mengajarkan bahwa anak luar nikah atau anak zina tidak bisa
disahkan sebagai anak sah. Anak yang konsepsi janinnya terjadi sebelum
ayah dan ibunya melakukan perkawinan yang sah, maka anak tersebut
dihukumi sebagai anak tak sah atau anak zina. Hal ini tetap berlaku
meskipun anak tersebut lahir dalam perkawinan baik sebelum atau
sesudah enam bulan. Oleh karena itu, ulama sepakat bahwa anak zina
hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Anak zina sama sekali tidak memiliki hubungan nasab dengan ayah dan
keluarga ayahnya. Anak tersebut tidak dapat menerima warisan dari
ayahnya dan ayahnya tidak dapat menjadi wali dalam perkawinan anak
perempuan akibat zina.
Terdapat konsep Kompilasi Hukum Islam, kawin hamil merupakan sarana pengabsahan
anak. Hal ini jelas bertujuan untuk memberikan status anak yang disahkan sebagai anak
kandung sehingga anak tersebut memiliki hak penuh seperti anak kandung yang
sesungguhnya. Adapun dalam konsep pengapsahan ini terdapat dampak positif dan
negatifnya yaitu

    Dampak Positif

a)    Anak memperolah perlindungan hukum secara pasti. Hal ini merupakan tujuan pokok dari
      upaya pengabsahan anak. Dengan demikian, anak tersebut dapat memperoleh hak-hak
      berupa hubungan keperdataan dengan ayahnya.

b)    Anak dapat memiliki hak untuk menuntut tanggung jawab ayahnya apabila lalai.

c)    Anak akan merasa setara dengan teman-temannya secara hukum karena memiliki ayah.
      Anak itu tidak merasa hina karena memiliki status sebagai anak sah dari ayah dan ibunya.

d)    Beban psikologis bagi ibu dan anak tersebut menjadi terkurangi. Perasaan bangga
      mendapatkan keturunan yang sebenarnya hanya bisa diperoleh sebagai akibat perkawinan
      yang sah bisa dirasakan oleh pasangan suami istri melalui kawin hamil.

e)    Ibu tersebut tidak dipandang hina di lingkungan masyarakat karena anak yang
      dilahirkannya memiliki ayah, yaitu sekaligus sebagai suaminya.
 Dampak Negatif

a) Dengan adanya aturan tentang kawin hamil, maka itu sama artinya
    melegalkan pergaulan bebas (free sex) di kalangan remaja. Karena para
    remaja berpikiran andaipun terjadi kehamilan, maka mereka tetap bisa
    menikah dan anknya nanti dapat dinyatakan sebagai anak sah.

b) Pengabsahan anak melalui kawin hamil bisa menyebabkan kerusakan dan
    mengganggu keturunan keluarga. Karena salah satu tujuan diharamkannya
    menikah dengan pezina adalah agar tidak merusak nasab, yaitu supaya nasab
    tidak bercampur dengan anak zina. Dengan adanya pengabsahan anak, maka
    di dalam keluarga akan terjadi percampuran keturunan yang mestinya anak
    itu bukan anggota keluarga atau bahkan mungkin anak orang lain
 Kesimpulan

Dilihat dari penjelasan tersebut bahwa menikahi wanita hamil tersebut adalah
adalah tidak diperbolehkan dengan menyimak surat Q.S.An-Nur 3 bahwa yang
hanya memperbolehkan jika lelaki yang menghamilinya tersebut yang menikahinya,
akan tetapi dengan ketentuan dan beberapa syarat yaitu jika keduanya tersebut
sudah bertaubat atau memperbaiki sifatnya, dengan melihat hukum islam keduanya
tersebut harus menjalani hukuman dera (cambuk), dan ketika menikah keduanya
tidak boleh bercampuran sebelum bayi dalam kandungan tersebut lahir.
Tugas utama
Disusun oleh:
1.   Yoga Wahyu T.N, S.SY (102311080)

2.   Zulfa , S.SY(102311082)

3.   Ir. Ari Pribadi (102311083)




                                           
                                    terima kasih

More Related Content

Tugas utama

  • 3. Perkawinan wanita hamil Yang dimaksud dengan kawin hamil disini ialah perkawin antara laki- laki dengan seorang wanita yang hamil di luar nikah, baik dikawini oleh laki-laki yang menghamilinya maupun oleh laki-laki bukan yang menghamilinya.
  • 4. Penyebab terjadinya hamil diluar nikah o tidak adanya penanaman agama yg kokoh. Karena pada setiap agama pasti diajarkan bagaimana memperlakakukan sex yg baik dan benar. o masih labilnya mental remaja. Masa remaja adalah masa di mana emosi masih belum stabil. Dengan begitu banyak yg mengalami saat di mana emosi menang melawan logika saat seorang ramaja dihadapkan pada permasalahan yg kompleks seperti free sex. o lingkungan yg kurang baik. Tidak bisa dipungkiri, jika seseorang bergaul dalam lingkungan yg kurang baik, tanpa ada lingkungan lain yg dapat menetralisir, maka dia akan mengikuti pola hidup orang2 pada lingkungan tersebut. Jika ada dalam posisi ini, sebaiknya sgera mencari lingkungan yg lebih baik... o kurangnya perhatian orang tua. Jika seorang remaja dekat dengan orang tua, dan sang orang tua tersebut mengajarkan yg benar ttg free sex, maka sang remaja umumnya akan mengikuti saran orang tua tersebut. Selain itu, ortu akan dapat membantu mengatasi persoalan yg membuat remaja melakukan free sex, sehingga dapat dihindari. o media yg semakin 'bebas'.
  • 5. Hukum menikahi wanita hamil akibat zina Ada dua pendapat yaitu; 1. Ulama mazhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali) berpendapat bahwa perkawinan keduanya sah dan boleh bercampur sebagaimana suami istri, dengan ketentuan, bila si pria itu yang menghamilinya dan kemudian ia yang mengawininya. 2. Ibnu Hazm (Zhahiriyah) berpendapat bahwa keduanya boleh (sah) dikawinkan dan boleh pula bercampur, dengan ketentuan, bila telah bertaubat dan menjalani hukuman dera (cambuk), karena keduanya telah berzina. Pendapat ini berdasarkan hukum yang telah pernah diterapkan oleh sahabat nabi antara lain: Ketika Jabir bin Abdilah ditanya tentang kebolehan mengawinkan orang yang telah berzina, beliau berkata: boleh mengawinkannya, asal keduanya telah betaubat dan memperbaiki sifat-sifatnya. Seorang laki-laki tua menyatakan keberatannya kepada Khalifah Abu Bakar dan berkata: Ya Amirul Mukminin, putriku telah dicampuri oleh tamuku, dan inginkan agar keduanya dikawinkan. Ketika itu Khalifah memerintahkan kepada sahabat lain untuk melakukan hukuman dera (cambuk), kemudian dikawinkannya.
  • 6. Kompilasi Hukum Islam pasal 53 ayat 1-3 tentang Perkawinan Wanita Hamil. 1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. 2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. 3. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir. Dalam UU KHI ini hanya menjelaskan wanita yang hamil akibat zina dan akan dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya, namun bukan menjelaskan wanita yang hamil akibat zina dan akan dinikahi oleh laki-laki yang bukan menghamilinya. Untuk ketentuan tersebut tidak diatur dalam Undang-undang Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam
  • 7. Analisa para ulama mengenai mengawini wanita hamil Imam Abu Yusuf, mengatakan tidak boleh dikawinkan. Sebab bila dikawinkan perkawinannya itu batal (fasid). Pendapat beliau itu berdasarkan firman Allah: laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan kepada perempuan yang berzina atau perempuan musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang beriman (Q.S.An-Nur 3). Maksud ayat tersebut adalah, tidak pantas seorang pria yang beriman kawin dengan seorang wanita yang berzina. Demikian pula sebaliknya, wanita yang beriman tidak pantas kawin dengan pria yang berzina.
  • 8. Ayat tersebut di atas diperkuat oleh hadist Nabi: Dan dalam hadits Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya Abdullah bin Amr bin Ash, beliau berkata : Sesungguhnya Martsad bin Abi Martsad Al- Ghonawy membawa tawanan perang dari Makkah dan di Makkah ada seorang perempuan pelacur disebut dengan (nama) Anaq dan ia adalah teman (Martsad). (Martsad) berkata : Maka saya datang kepada Nabi shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam lalu saya berkata : Ya Rasulullah, Saya nikahi Anaq ?. Martsad berkata : Maka beliau diam, maka turunlah (ayat) : Dan perempuan yang berzina tidak dinikahi melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik. Kemudian beliau memanggilku lalu membacakannya padaku dan beliau berkata : Jangan kamu nikahi dia. (Hadits hasan, riwayat Abu Daud no. 2051, At-Tirmidzy no. 3177, An-Nasa`i 6/66 dan dalam Al-Kubra 3/269, Al-Hakim 2/180, Al-Baihaqy 7/153, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no. 1745 dan disebutkan oleh Syeikh Muqbil rahimahullahu dalam Ash-Shohih Al-Musnad Min Asbabin Nuzul).
  • 9. Ibnu Qudamah sependapat dengan Abu Yusuf dan menambahkan bahwa seorang pria haram hukumnya mengawini wanita yang diketahuinya telah berbuat zina dengan orang lain, kecuali dengan tiga syarat: 1. Wanita tersebut telah melahirkan bila ia hamil. Jadi dalam keadaan hamil, ia tidak boleh kawin. 2. Wanita tersebut telah dihukum dera, baik hamil ataupun tidak. 3. Dan wanita tersebut sudah bertaubat.
  • 10. Imam Muhammad bin Al- Hasan Al- Syaibani mengatakan bahwa perkawinannya itu sah tetapi haram baginya bercampur, selama bayi yang dikandungnya belum lahir. Pendapat ini berdasarkan hadits: Janganlah engkau campuri wanita yang hamil, sehingga lahir (kandungannya). Imam Abu Hanifah dan Imam Syafii berpendapat bahwa perkawinan itu dipandang sah, karena tidak terikat dengan perkawinan orang lain (tidak ada masa iddah). Wanita itu boleh juga dicampuri, karena tidak mungkin nasab (keturunan) bayi yang dikandung itu ternodai oleh sperma suaminya. Sedangkan bayi tersebut bukan keturunan orang yang mengawini ibunya itu (anak di luar nikah).
  • 11. Status anak diluar nikah Islam mengajarkan bahwa anak luar nikah atau anak zina tidak bisa disahkan sebagai anak sah. Anak yang konsepsi janinnya terjadi sebelum ayah dan ibunya melakukan perkawinan yang sah, maka anak tersebut dihukumi sebagai anak tak sah atau anak zina. Hal ini tetap berlaku meskipun anak tersebut lahir dalam perkawinan baik sebelum atau sesudah enam bulan. Oleh karena itu, ulama sepakat bahwa anak zina hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Anak zina sama sekali tidak memiliki hubungan nasab dengan ayah dan keluarga ayahnya. Anak tersebut tidak dapat menerima warisan dari ayahnya dan ayahnya tidak dapat menjadi wali dalam perkawinan anak perempuan akibat zina.
  • 12. Terdapat konsep Kompilasi Hukum Islam, kawin hamil merupakan sarana pengabsahan anak. Hal ini jelas bertujuan untuk memberikan status anak yang disahkan sebagai anak kandung sehingga anak tersebut memiliki hak penuh seperti anak kandung yang sesungguhnya. Adapun dalam konsep pengapsahan ini terdapat dampak positif dan negatifnya yaitu Dampak Positif a) Anak memperolah perlindungan hukum secara pasti. Hal ini merupakan tujuan pokok dari upaya pengabsahan anak. Dengan demikian, anak tersebut dapat memperoleh hak-hak berupa hubungan keperdataan dengan ayahnya. b) Anak dapat memiliki hak untuk menuntut tanggung jawab ayahnya apabila lalai. c) Anak akan merasa setara dengan teman-temannya secara hukum karena memiliki ayah. Anak itu tidak merasa hina karena memiliki status sebagai anak sah dari ayah dan ibunya. d) Beban psikologis bagi ibu dan anak tersebut menjadi terkurangi. Perasaan bangga mendapatkan keturunan yang sebenarnya hanya bisa diperoleh sebagai akibat perkawinan yang sah bisa dirasakan oleh pasangan suami istri melalui kawin hamil. e) Ibu tersebut tidak dipandang hina di lingkungan masyarakat karena anak yang dilahirkannya memiliki ayah, yaitu sekaligus sebagai suaminya.
  • 13. Dampak Negatif a) Dengan adanya aturan tentang kawin hamil, maka itu sama artinya melegalkan pergaulan bebas (free sex) di kalangan remaja. Karena para remaja berpikiran andaipun terjadi kehamilan, maka mereka tetap bisa menikah dan anknya nanti dapat dinyatakan sebagai anak sah. b) Pengabsahan anak melalui kawin hamil bisa menyebabkan kerusakan dan mengganggu keturunan keluarga. Karena salah satu tujuan diharamkannya menikah dengan pezina adalah agar tidak merusak nasab, yaitu supaya nasab tidak bercampur dengan anak zina. Dengan adanya pengabsahan anak, maka di dalam keluarga akan terjadi percampuran keturunan yang mestinya anak itu bukan anggota keluarga atau bahkan mungkin anak orang lain
  • 14. Kesimpulan Dilihat dari penjelasan tersebut bahwa menikahi wanita hamil tersebut adalah adalah tidak diperbolehkan dengan menyimak surat Q.S.An-Nur 3 bahwa yang hanya memperbolehkan jika lelaki yang menghamilinya tersebut yang menikahinya, akan tetapi dengan ketentuan dan beberapa syarat yaitu jika keduanya tersebut sudah bertaubat atau memperbaiki sifatnya, dengan melihat hukum islam keduanya tersebut harus menjalani hukuman dera (cambuk), dan ketika menikah keduanya tidak boleh bercampuran sebelum bayi dalam kandungan tersebut lahir.
  • 16. Disusun oleh: 1. Yoga Wahyu T.N, S.SY (102311080) 2. Zulfa , S.SY(102311082) 3. Ir. Ari Pribadi (102311083) terima kasih