Undang-undang ini mengatur tentang penanaman modal asing di Indonesia. Beberapa poin pentingnya adalah menetapkan bentuk hukum perusahaan modal asing harus berbentuk badan hukum Indonesia, menentukan daerah yang dapat ditanami modal asing, serta memberikan insentif berupa kelonggaran perpajakan dan pungutan untuk modal asing. Undang-undang ini juga mengatur tentang tenaga kerja, pemakaian tanah, jangka waktu penanaman modal, h
1 of 15
Download to read offline
More Related Content
Uu no 1_tahun_1967_penanaman_modal_asing
1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1967
TENTANG
PENANAMAN MODAL ASING
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
:
a. bahwa kekuatan ekonomi potensial yang dengan kurnia Tuhan Yang
Maha Esa terdapat banyak diseluruh wilayah tanah air yang belum
diolah untuk dijadikan kekuatan ekonomi riil, yang antara lain
disebabkan oleh karena ketiadaan modal, pengalaman dan teknologi.
b. bahwa Pancasila adalah landasan idiil dalam membina sistim ekonomi
Indonesia dan yang senantiasa harus tercermin dalam setiap
kebijaksanaan ekonomi.
c. bahwa pembangunan ekonomi berarti pengolahan kekuatan ekonomi
potensiil menjadi kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal,
penggunaan tekhnologi, penambahan pengetahuan, peningkatan
ketrampilan, penambahan, kemampuan berorganisasi dan
management;
d. bahwa penanggulangan kemerosotan ekonomi serta pembangunan
lebih lanjut dari potensi ekonomi harus didasarkan kepada kemampuan
serta kesanggupan rakyat Indonesia sendiri.
e. bahwa dalam pada itu azas untuk mendasarkan kepada kemampuan
serta kesanggupan sendiri tidak boleh menimbulkan keseganan untuk
memanfaatkan potensi-potensi modal, tekhnologi dan skill yang
tersedia dari luar negeri, selama segala sesuatu benar-benar diabdikan
kepada kepentingan ekonomi Rakyat tanpa mengakibatkan
ketergantungan terhadap luar negeri;
f. bahwa penggunaan modal asing perlu dimanfaatkan secara maksimal
untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia serta digunakan
dalam bidang-bidang dan sektor-sektor yang dalam waktu dekat belum
dan atau tidak dapat dilaksanakan oleh modal Indonesia sendiri.
2. g. bahwa perlu diadakan ketentuan-ketentuan yang jelas untuk
memenuhi kebutuhan akan modal guna pembangunan nasional,
disamping menghindarkan keragu-raguan dari pihak modal asing.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 27 ayat (2) dan pasal 33
Undang-undang Dasar.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik
Indonesia No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan
Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan;
3. Nota I MPRS/1966 tentang Politik Luar Negeri berdasarkan Pancasila;
4. Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria;
5. Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 tentang Pertambangan dan
Undang-undang No. 44 Prp tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak
dan Gas Bumi;
6. Undang-undang No. 32 tahun 1964 tentang Peraturan Lalu Lintas
Devisa.
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing.
BAB I
PENGERTIAN PENANAMAN MODAL ASING
Pasal 1.
Pengertian penanaman modal asing didalam Undang-undang ini hanyalah
meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau
berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan yang digunakan untuk
menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung
menanggung risiko dari penanaman modal tersebut.
Pasal 2.
Pengertian modal asing dalam Undang-undang ini ialah:
3. a. alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa
Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan
perusahaan di Indonesia.
b. alat-alat untuk perusahaan termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan
bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar kedalam wilayah Indonesia selama alat-alat
tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia.
c. bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang ini diperkenankan
ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia.
BAB II
BENTUK HUKUM, KEDUDUKAN DAN DAERAH
BERUSAHA
Pasal 3.
(1). Perusahaan yang dimaksud dalam pasal 1 yang dijalankan untuk seluruhnya atau
bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk
Badan Hukum menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(2). Pemerintah menetapkan apakah sesuatu perusahaan dijalankan untuk seluruhnya
atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri.
Pasal 4
Pemerintah menetapkan daerah berusaha perusahan-perusahaan modal asing di
Indonesia dengan memperhatikan perkembangan ekonomi nasional maupun
ekonomi daerah, macam perusahaan, besarnya penanaman modal dan
keinginan pemilik modal asing sesuai dengan rencana pembangunan
Ekonomi Nasional dan Daerah.
BAB III
4. BIDANG USAHA MODAL ASING.
Pasal 5.
(1). Pemerintah menetapkan perincian bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing
menurut urutan prioritas, dan menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
penanam modal asing dalam tiap-tiap usaha tersebut.
(2). Perincian menurut prioritas ditetapkan tiap kali pada waktu Pemerintah menyusun
rencana-rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang, dengan
memperhatikan perkembangan ekonomi serta tekhnologi.
Pasal 6.
(1). Bidang-bidang usaha yang tertutup penanaman modal asing secara pengusaha penuh
ialah bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak
sebagai berikut :
a. pelabuhan-pelabuhan;
b. produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum;
c. telekomunikasi;
d. pelayaran;
e. penerbangan;
f. air minum;
g. kereta api umum
h. pembangkitan tenaga atom;
i. mass media.
5. (2). Bidang-bidang yang menduduki peranan penting dalam pertahanan Negara, antara lain
produksi senjata, mesin, alat-alat peledak dan peralatan perang dilarang sama sekali bagi
modal asing.
Pasal 7
Selain yang tersebut pada pasal 6 ayat (1) Pemerintah dapat menetapkan bidang-bidang
usaha tertentu dimana tidak boleh lagi ditanam modal asing.
Pasal 8.
(1). Penanaman modal asing dibidang pertambangan didasarkan pada suatu kerja sama
dengan Pemerintah atas dasar kontrak karya ataqu bentuk lain sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
(2). Sistim kerja sama atas dasar kontrak karya atau dalam bentuk lain dapat dilaksanakan
dalam bidang-bidang usaha lain yang akan ditentukan oleh Pemerintah.
BAB IV
TENAGA KERJA
Pasal 9.
6. Pemilik modal mempunyai wewenang sepenuhnya untuk menentukan direksi
perusahan-perusahaan dimana modalnya ditanam.
Pasal 10.
Perusahaan-perusahaan modal asing wajib memenuhi kebutuhan akan tenaga
kerjanya dengan warganegara Indonesia kecuali dalam hal-hal tersebut pada pasal 11.
Pasal 11.
Perusahaan-perusahaan modal asing diizinkan mendatangkan atau menggunakan
tenaga-tenaga pimpinan dan tenaga-tenaga ahli warganegara asing bagi jabatan-jabatan
yang belum dapat diisi dengan tenaga kerja warganegara Indonesia.
Pasal 12.
Perusahaan-perusahaan modal asing berkewajiban menyelenggarakan dan/atau
menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan didalam dan/atau diluar negeri
secara teratur dan terarah bagi warganegara Indonesia dengan tujuan agar berangsur-angsur
tenaga-tenaga warganegara asing dapat diganti oleh tenaga-tenaga warganegara
Indonesia.
Pasal 13.
Pemerintah mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 9, 10,
11 dan 12.
7. BAB V.
PEMAKAIAN TANAH
Pasal 14.
Untuk keperluan perusahaan-perusahaan modal asing dapat diberikan tanah
dengan hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai menurut peraturan
perundangan yang berlaku.
BAB VI
KELONGGARAN-KELONGGARAN PERPAJAKAN DAN
PUNGUTAN-PUNGUTAN LAIN.
PASAL 15.
Kepada perusahaan-perusahaan modal asing diberikan kelonggaran-kelonggaran
dan pungutan lainnya sebagai berikut :
a. Pembebasan dari:
1. Pajak perseroan atas keuntungan untuk jangka waktu tertentu yang tidak
melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari saat usaha tersebut mulai
berproduksi;
2. Pajak dividen atas bagian laba yang dibayarkan kepada pemegang saham,
sejauh laba tersebut diperoleh dalam jangka waktu yang tidak melebihi waktu
5 (lima) tahun dari saat usaha tersebut dimulai berproduksi;
8. 3. Pajak perseroan atas keuntungan termaksud dalam pasal 19 sub a. yang
ditanam kembali dalam perusahaan bersangkutan di Indonesia untuk jangka
waktu tertentu yang tidak melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari
saat penanaman kembali.
4. Bea masuk pada waktu pemasukan barang-barang perlengkapan tetap
kedalam wilayah Indonesia seperti mesin-mesin, alat-alat kerja atas pesawat-pesawat
yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan itu;
5. Bea Meterai Modal atas penempatan modal yang berasal dari penanaman
modal asing;
b. Keringanan :
1. Atas pengenaan pajak perseroan dengan suatu tarif yang proporsional
setinggi-tingginya lima puluh perseratus untuk jangka waktu yang tidak
melebihi 5 (lima) tahun sesudah jangka waktu pembebesan sebagai yang
dimaksud dalam ad a, angka 1 tersebut diatas;
2. Dengan cara memperhitungkan kerugian yang diderita selama jangka waktu
pembebasan yang dimaksud pada huruf a angka 1, dengan keuntungan yang
harus dikenakan pajak setelah jangka waktu tersebut diatas;
3. dengan mengizinkan penyusutan yang dipercepat atas alat-alat perlengkapan
tetap.
Pasal 16
(1). Pemberian kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain
tersebut dalam pasal 15 dilakukan dengan mengingat priorotas mengenai
bidang-bidang usaha sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5.
9. (2). Selain kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain
tersebut dalam ayat (1) pasal ini maka dengan Peraturan Pemerintah dapat
diberikan tambahan kelonggaran-kelonggaran itu kepada suatu perusahaan
modal asing yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi.
Pasal 17
Pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam pasal 15 dan 16 ditetapkan oleh
Pemerintah.
BAB VII
JANGKA WAKTU PENANAMAN MODAL ASING,
HAK TRANSFER DAN REPATRIASI.
Pasal 18
Dalam setiap izin penanaman modal asing ditentukan jangka waktu berlakunya
yang tidak melebihi 30 (tiga puluh) tahun.
Pasal 19.
(1). Kepada perusahaan modal asing diberikan hak transfer dalam valuta asli dari
modal atas dasar nilai tukar yang berlaku untuk:
10. a. keuntungan yang diperoleh modal sesudah dikurangi pajak-pajak dan
kewajiban-kewajiban pembayaran ini di Indonesia.
b. biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga asing yang dipekerjakan di
Indonesia.
c. biaya-biaya yang ditentukan lebih lanjut;
d. penyusutan atas alat-alat perlengkapan tetap.
e. kompensasi dalam hal nasionalisasi.
(2). Pelaksanaan tranfer ditentukan lebih lanjut oleh Pemerintah.
Pasal 20.
Transfer yang bersifat repatriasi modal tidak dapat diizinkan selama kelonggaran-kelonggaran
perpajakan dan pungutan-pungutan lain yang tersebut pada pasal 15 masih
berlaku. Pelaksanaan lebih lanjut diatur oleh Pemerintah.
BAB VIII
NASIONALISASI DAN KOMPENSASI
Pasal 21.
Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi/pencabutan hak milik
secara menyeluruh atas perusahan-perusahaan modal asing atau tindakan-tindakan yang
bersngkutan, kecuali jika dengan Undang-undang dinyatakan kepentingan Negara
menghendaki tindakan demikian.
Pasal 22.
11. (1). Jikalau diadakan tindakan seperti tersebut pada pasal 21 maka Pemerintah
wajib memberikan konpensasi/ganti rugi yang jumlah, macam dan cara
pembayarannya disetujui oleh kedua belah pihak sesuai dengan azas-azas
hukum internasional yang berlaku.
(2). Jikalau antara kedua belah pihak tidak tercapai persetujuan mengenai jumlah,
macam dan cara pembayaran kompensasi tersebut maka akan diadakan
arbitrase yang putusannya mengikat kedua belah pihak.
(3). Badan arbiterase terdiri dari tiga orang yang dipilih oleh Pemerintah dan
pemilik modal masing-masing satu orang dan orang ketiga sebagai ketuanya
yang dipilih bersama-sama oleh Pemerintah dan pemilik modal.
BAB IX
KERJA SAMA MODAL ASING DAN MODAL NASIONAL
Pasal 23.
(1). Dalam bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing dapat diadakan
kerja sama antara modal asing dengan modal nasional dengan mengingat
ketentuan dalam pasal 3.
(2). Pemerintah menetapkan lebih lanjut bidang-bidang usaha, bentuk-bwntuk dan
cara-cara kerja sama antara modal asing dan modal nasional dengan
memanfaatkan modal dan leahlian asing dalam bidang ekpor serta produksi
barang-barang dan jasa-jasa.
12. Pasal 24.
Keuntungan yang diperoleh perusahaan modal asing sebagai hasil kerja sama antara
modal asing dan modal nasional tersebut pada pasal 23 setelah dikurangi pajak-pajak
serta kewajiban-kewajiban lain yang harus dibayar di Indonesia, diizinkan untuk
ditransfer dalam valuta asli dari modal asing yang bersangkutan seimbang dengan bagian
modal asing yang ditanam.
Pasal 25.
Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini mengenai kelonggaran perpajakan
dan jaminan terhadap nasionalisasi maupun pemberian kompensasi berlaku pula untuk
modal asing tersebut dalam pasal 23.
BAB X
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN LAIN BAGI PENANAMAN
MODAL ASING.
Pasal 26.
Perusahan-perusahaan modal asing wajib mengurus dan mengendalikan
perusahaannya sesuai dengan azas-azas ekonomi perusahaan dengan tidak merugikan
kepentingan Negara.
Pasal 27.
13. (1). Perusahaan tersebut pada pasal 3 yang seluruhnya modalnya adalah modal
asing wajib memberikan kesempatan partisipasi bagi modal nasional secara
efektif setelah jangka waktu tertentu dan menurut imbangan yang ditetapkan
oleh Pemerintah.
(2). Jikalau partisipasi termaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan dengan
penjualan saham-saham yang telah ada maka hasil penjualan tersebut dapat
ditransfer dalam valuta asli dari modal asing yang bersangkutan.
BAB XI
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN.
Pasal 28.
(1). Dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini harus ada
koordinasi antara badan-badan Pemerintah yang bersangkutan untuk menjamin
keserasian daripada kebijaksanaan Pemerintah terhadap modal asing.
(2). Cara-cara penyelenggaraan koordinasi tersebut akan ditentukan lebih lanjut
oleh Pemerintah.
Pasal 29.
Ketentuan-ketentuan Undang-undang ini berlaku bagi penanaman modal asing yang
dilakukan setelah berlakunya Undang-undang ini baik dalam perusahaan-perusahaan baru
maupun dalam perusahaan-perusahaan yang telah ada untuk menyelenggarakan
pengluasan dan/atau pembaharuan.
BAB XII
14. KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
Hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang ini akan ditetapkan lebih lanjut
oleh Pemerintah.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP.
Pasal 31
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang
dapat mengetahuinya, memberikan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jakarta Disahkan di Jakarta
pada tanggal 10 Januari 1967 pada tanggal 10 Januari 1967
Sekretaris Negara Presiden Republik Indonesia
MOHD. ICHSAN SUKARNO.