ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 1 TAHUN 1967 
TENTANG 
PENANAMAN MODAL ASING 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 
Menimbang 
: 
a. bahwa kekuatan ekonomi potensial yang dengan kurnia Tuhan Yang 
Maha Esa terdapat banyak diseluruh wilayah tanah air yang belum 
diolah untuk dijadikan kekuatan ekonomi riil, yang antara lain 
disebabkan oleh karena ketiadaan modal, pengalaman dan teknologi. 
b. bahwa Pancasila adalah landasan idiil dalam membina sistim ekonomi 
Indonesia dan yang senantiasa harus tercermin dalam setiap 
kebijaksanaan ekonomi. 
c. bahwa pembangunan ekonomi berarti pengolahan kekuatan ekonomi 
potensiil menjadi kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal, 
penggunaan tekhnologi, penambahan pengetahuan, peningkatan 
ketrampilan, penambahan, kemampuan berorganisasi dan 
management; 
d. bahwa penanggulangan kemerosotan ekonomi serta pembangunan 
lebih lanjut dari potensi ekonomi harus didasarkan kepada kemampuan 
serta kesanggupan rakyat Indonesia sendiri. 
e. bahwa dalam pada itu azas untuk mendasarkan kepada kemampuan 
serta kesanggupan sendiri tidak boleh menimbulkan keseganan untuk 
memanfaatkan potensi-potensi modal, tekhnologi dan skill yang 
tersedia dari luar negeri, selama segala sesuatu benar-benar diabdikan 
kepada kepentingan ekonomi Rakyat tanpa mengakibatkan 
ketergantungan terhadap luar negeri; 
f. bahwa penggunaan modal asing perlu dimanfaatkan secara maksimal 
untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia serta digunakan 
dalam bidang-bidang dan sektor-sektor yang dalam waktu dekat belum 
dan atau tidak dapat dilaksanakan oleh modal Indonesia sendiri.
g. bahwa perlu diadakan ketentuan-ketentuan yang jelas untuk 
memenuhi kebutuhan akan modal guna pembangunan nasional, 
disamping menghindarkan keragu-raguan dari pihak modal asing. 
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 27 ayat (2) dan pasal 33 
Undang-undang Dasar. 
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik 
Indonesia No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan 
Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan; 
3. Nota I MPRS/1966 tentang Politik Luar Negeri berdasarkan Pancasila; 
4. Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok 
Agraria; 
5. Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 tentang Pertambangan dan 
Undang-undang No. 44 Prp tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak 
dan Gas Bumi; 
6. Undang-undang No. 32 tahun 1964 tentang Peraturan Lalu Lintas 
Devisa. 
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong; 
M E M U T U S K A N : 
Menetapkan : Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing. 
BAB I 
PENGERTIAN PENANAMAN MODAL ASING 
Pasal 1. 
Pengertian penanaman modal asing didalam Undang-undang ini hanyalah 
meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau 
berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan yang digunakan untuk 
menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung 
menanggung risiko dari penanaman modal tersebut. 
Pasal 2. 
Pengertian modal asing dalam Undang-undang ini ialah:
a. alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa 
Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan 
perusahaan di Indonesia. 
b. alat-alat untuk perusahaan termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan 
bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar kedalam wilayah Indonesia selama alat-alat 
tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia. 
c. bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang ini diperkenankan 
ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia. 
BAB II 
BENTUK HUKUM, KEDUDUKAN DAN DAERAH 
BERUSAHA 
Pasal 3. 
(1). Perusahaan yang dimaksud dalam pasal 1 yang dijalankan untuk seluruhnya atau 
bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk 
Badan Hukum menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 
(2). Pemerintah menetapkan apakah sesuatu perusahaan dijalankan untuk seluruhnya 
atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri. 
Pasal 4 
Pemerintah menetapkan daerah berusaha perusahan-perusahaan modal asing di 
Indonesia dengan memperhatikan perkembangan ekonomi nasional maupun 
ekonomi daerah, macam perusahaan, besarnya penanaman modal dan 
keinginan pemilik modal asing sesuai dengan rencana pembangunan 
Ekonomi Nasional dan Daerah. 
BAB III
BIDANG USAHA MODAL ASING. 
Pasal 5. 
(1). Pemerintah menetapkan perincian bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing 
menurut urutan prioritas, dan menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh 
penanam modal asing dalam tiap-tiap usaha tersebut. 
(2). Perincian menurut prioritas ditetapkan tiap kali pada waktu Pemerintah menyusun 
rencana-rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang, dengan 
memperhatikan perkembangan ekonomi serta tekhnologi. 
Pasal 6. 
(1). Bidang-bidang usaha yang tertutup penanaman modal asing secara pengusaha penuh 
ialah bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak 
sebagai berikut : 
a. pelabuhan-pelabuhan; 
b. produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum; 
c. telekomunikasi; 
d. pelayaran; 
e. penerbangan; 
f. air minum; 
g. kereta api umum 
h. pembangkitan tenaga atom; 
i. mass media.
(2). Bidang-bidang yang menduduki peranan penting dalam pertahanan Negara, antara lain 
produksi senjata, mesin, alat-alat peledak dan peralatan perang dilarang sama sekali bagi 
modal asing. 
Pasal 7 
Selain yang tersebut pada pasal 6 ayat (1) Pemerintah dapat menetapkan bidang-bidang 
usaha tertentu dimana tidak boleh lagi ditanam modal asing. 
Pasal 8. 
(1). Penanaman modal asing dibidang pertambangan didasarkan pada suatu kerja sama 
dengan Pemerintah atas dasar kontrak karya ataqu bentuk lain sesuai dengan peraturan 
perundangan yang berlaku. 
(2). Sistim kerja sama atas dasar kontrak karya atau dalam bentuk lain dapat dilaksanakan 
dalam bidang-bidang usaha lain yang akan ditentukan oleh Pemerintah. 
BAB IV 
TENAGA KERJA 
Pasal 9.
Pemilik modal mempunyai wewenang sepenuhnya untuk menentukan direksi 
perusahan-perusahaan dimana modalnya ditanam. 
Pasal 10. 
Perusahaan-perusahaan modal asing wajib memenuhi kebutuhan akan tenaga 
kerjanya dengan warganegara Indonesia kecuali dalam hal-hal tersebut pada pasal 11. 
Pasal 11. 
Perusahaan-perusahaan modal asing diizinkan mendatangkan atau menggunakan 
tenaga-tenaga pimpinan dan tenaga-tenaga ahli warganegara asing bagi jabatan-jabatan 
yang belum dapat diisi dengan tenaga kerja warganegara Indonesia. 
Pasal 12. 
Perusahaan-perusahaan modal asing berkewajiban menyelenggarakan dan/atau 
menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan didalam dan/atau diluar negeri 
secara teratur dan terarah bagi warganegara Indonesia dengan tujuan agar berangsur-angsur 
tenaga-tenaga warganegara asing dapat diganti oleh tenaga-tenaga warganegara 
Indonesia. 
Pasal 13. 
Pemerintah mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 9, 10, 
11 dan 12.
BAB V. 
PEMAKAIAN TANAH 
Pasal 14. 
Untuk keperluan perusahaan-perusahaan modal asing dapat diberikan tanah 
dengan hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai menurut peraturan 
perundangan yang berlaku. 
BAB VI 
KELONGGARAN-KELONGGARAN PERPAJAKAN DAN 
PUNGUTAN-PUNGUTAN LAIN. 
PASAL 15. 
Kepada perusahaan-perusahaan modal asing diberikan kelonggaran-kelonggaran 
dan pungutan lainnya sebagai berikut : 
a. Pembebasan dari: 
1. Pajak perseroan atas keuntungan untuk jangka waktu tertentu yang tidak 
melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari saat usaha tersebut mulai 
berproduksi; 
2. Pajak dividen atas bagian laba yang dibayarkan kepada pemegang saham, 
sejauh laba tersebut diperoleh dalam jangka waktu yang tidak melebihi waktu 
5 (lima) tahun dari saat usaha tersebut dimulai berproduksi;
3. Pajak perseroan atas keuntungan termaksud dalam pasal 19 sub a. yang 
ditanam kembali dalam perusahaan bersangkutan di Indonesia untuk jangka 
waktu tertentu yang tidak melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari 
saat penanaman kembali. 
4. Bea masuk pada waktu pemasukan barang-barang perlengkapan tetap 
kedalam wilayah Indonesia seperti mesin-mesin, alat-alat kerja atas pesawat-pesawat 
yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan itu; 
5. Bea Meterai Modal atas penempatan modal yang berasal dari penanaman 
modal asing; 
b. Keringanan : 
1. Atas pengenaan pajak perseroan dengan suatu tarif yang proporsional 
setinggi-tingginya lima puluh perseratus untuk jangka waktu yang tidak 
melebihi 5 (lima) tahun sesudah jangka waktu pembebesan sebagai yang 
dimaksud dalam ad a, angka 1 tersebut diatas; 
2. Dengan cara memperhitungkan kerugian yang diderita selama jangka waktu 
pembebasan yang dimaksud pada huruf a angka 1, dengan keuntungan yang 
harus dikenakan pajak setelah jangka waktu tersebut diatas; 
3. dengan mengizinkan penyusutan yang dipercepat atas alat-alat perlengkapan 
tetap. 
Pasal 16 
(1). Pemberian kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain 
tersebut dalam pasal 15 dilakukan dengan mengingat priorotas mengenai 
bidang-bidang usaha sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5.
(2). Selain kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain 
tersebut dalam ayat (1) pasal ini maka dengan Peraturan Pemerintah dapat 
diberikan tambahan kelonggaran-kelonggaran itu kepada suatu perusahaan 
modal asing yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi. 
Pasal 17 
Pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam pasal 15 dan 16 ditetapkan oleh 
Pemerintah. 
BAB VII 
JANGKA WAKTU PENANAMAN MODAL ASING, 
HAK TRANSFER DAN REPATRIASI. 
Pasal 18 
Dalam setiap izin penanaman modal asing ditentukan jangka waktu berlakunya 
yang tidak melebihi 30 (tiga puluh) tahun. 
Pasal 19. 
(1). Kepada perusahaan modal asing diberikan hak transfer dalam valuta asli dari 
modal atas dasar nilai tukar yang berlaku untuk:
a. keuntungan yang diperoleh modal sesudah dikurangi pajak-pajak dan 
kewajiban-kewajiban pembayaran ini di Indonesia. 
b. biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga asing yang dipekerjakan di 
Indonesia. 
c. biaya-biaya yang ditentukan lebih lanjut; 
d. penyusutan atas alat-alat perlengkapan tetap. 
e. kompensasi dalam hal nasionalisasi. 
(2). Pelaksanaan tranfer ditentukan lebih lanjut oleh Pemerintah. 
Pasal 20. 
Transfer yang bersifat repatriasi modal tidak dapat diizinkan selama kelonggaran-kelonggaran 
perpajakan dan pungutan-pungutan lain yang tersebut pada pasal 15 masih 
berlaku. Pelaksanaan lebih lanjut diatur oleh Pemerintah. 
BAB VIII 
NASIONALISASI DAN KOMPENSASI 
Pasal 21. 
Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi/pencabutan hak milik 
secara menyeluruh atas perusahan-perusahaan modal asing atau tindakan-tindakan yang 
bersngkutan, kecuali jika dengan Undang-undang dinyatakan kepentingan Negara 
menghendaki tindakan demikian. 
Pasal 22.
(1). Jikalau diadakan tindakan seperti tersebut pada pasal 21 maka Pemerintah 
wajib memberikan konpensasi/ganti rugi yang jumlah, macam dan cara 
pembayarannya disetujui oleh kedua belah pihak sesuai dengan azas-azas 
hukum internasional yang berlaku. 
(2). Jikalau antara kedua belah pihak tidak tercapai persetujuan mengenai jumlah, 
macam dan cara pembayaran kompensasi tersebut maka akan diadakan 
arbitrase yang putusannya mengikat kedua belah pihak. 
(3). Badan arbiterase terdiri dari tiga orang yang dipilih oleh Pemerintah dan 
pemilik modal masing-masing satu orang dan orang ketiga sebagai ketuanya 
yang dipilih bersama-sama oleh Pemerintah dan pemilik modal. 
BAB IX 
KERJA SAMA MODAL ASING DAN MODAL NASIONAL 
Pasal 23. 
(1). Dalam bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing dapat diadakan 
kerja sama antara modal asing dengan modal nasional dengan mengingat 
ketentuan dalam pasal 3. 
(2). Pemerintah menetapkan lebih lanjut bidang-bidang usaha, bentuk-bwntuk dan 
cara-cara kerja sama antara modal asing dan modal nasional dengan 
memanfaatkan modal dan leahlian asing dalam bidang ekpor serta produksi 
barang-barang dan jasa-jasa.
Pasal 24. 
Keuntungan yang diperoleh perusahaan modal asing sebagai hasil kerja sama antara 
modal asing dan modal nasional tersebut pada pasal 23 setelah dikurangi pajak-pajak 
serta kewajiban-kewajiban lain yang harus dibayar di Indonesia, diizinkan untuk 
ditransfer dalam valuta asli dari modal asing yang bersangkutan seimbang dengan bagian 
modal asing yang ditanam. 
Pasal 25. 
Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini mengenai kelonggaran perpajakan 
dan jaminan terhadap nasionalisasi maupun pemberian kompensasi berlaku pula untuk 
modal asing tersebut dalam pasal 23. 
BAB X 
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN LAIN BAGI PENANAMAN 
MODAL ASING. 
Pasal 26. 
Perusahan-perusahaan modal asing wajib mengurus dan mengendalikan 
perusahaannya sesuai dengan azas-azas ekonomi perusahaan dengan tidak merugikan 
kepentingan Negara. 
Pasal 27.
(1). Perusahaan tersebut pada pasal 3 yang seluruhnya modalnya adalah modal 
asing wajib memberikan kesempatan partisipasi bagi modal nasional secara 
efektif setelah jangka waktu tertentu dan menurut imbangan yang ditetapkan 
oleh Pemerintah. 
(2). Jikalau partisipasi termaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan dengan 
penjualan saham-saham yang telah ada maka hasil penjualan tersebut dapat 
ditransfer dalam valuta asli dari modal asing yang bersangkutan. 
BAB XI 
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN. 
Pasal 28. 
(1). Dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini harus ada 
koordinasi antara badan-badan Pemerintah yang bersangkutan untuk menjamin 
keserasian daripada kebijaksanaan Pemerintah terhadap modal asing. 
(2). Cara-cara penyelenggaraan koordinasi tersebut akan ditentukan lebih lanjut 
oleh Pemerintah. 
Pasal 29. 
Ketentuan-ketentuan Undang-undang ini berlaku bagi penanaman modal asing yang 
dilakukan setelah berlakunya Undang-undang ini baik dalam perusahaan-perusahaan baru 
maupun dalam perusahaan-perusahaan yang telah ada untuk menyelenggarakan 
pengluasan dan/atau pembaharuan. 
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN 
Pasal 30 
Hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang ini akan ditetapkan lebih lanjut 
oleh Pemerintah. 
BAB XIII 
KETENTUAN PENUTUP. 
Pasal 31 
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang 
dapat mengetahuinya, memberikan pengundangan Undang-undang ini dengan 
penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 
Diundangkan di Jakarta Disahkan di Jakarta 
pada tanggal 10 Januari 1967 pada tanggal 10 Januari 1967 
Sekretaris Negara Presiden Republik Indonesia 
MOHD. ICHSAN SUKARNO.
LEMBAGA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1967 
NOMOR 1

More Related Content

Uu no 1_tahun_1967_penanaman_modal_asing

  • 1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kekuatan ekonomi potensial yang dengan kurnia Tuhan Yang Maha Esa terdapat banyak diseluruh wilayah tanah air yang belum diolah untuk dijadikan kekuatan ekonomi riil, yang antara lain disebabkan oleh karena ketiadaan modal, pengalaman dan teknologi. b. bahwa Pancasila adalah landasan idiil dalam membina sistim ekonomi Indonesia dan yang senantiasa harus tercermin dalam setiap kebijaksanaan ekonomi. c. bahwa pembangunan ekonomi berarti pengolahan kekuatan ekonomi potensiil menjadi kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan tekhnologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, penambahan, kemampuan berorganisasi dan management; d. bahwa penanggulangan kemerosotan ekonomi serta pembangunan lebih lanjut dari potensi ekonomi harus didasarkan kepada kemampuan serta kesanggupan rakyat Indonesia sendiri. e. bahwa dalam pada itu azas untuk mendasarkan kepada kemampuan serta kesanggupan sendiri tidak boleh menimbulkan keseganan untuk memanfaatkan potensi-potensi modal, tekhnologi dan skill yang tersedia dari luar negeri, selama segala sesuatu benar-benar diabdikan kepada kepentingan ekonomi Rakyat tanpa mengakibatkan ketergantungan terhadap luar negeri; f. bahwa penggunaan modal asing perlu dimanfaatkan secara maksimal untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia serta digunakan dalam bidang-bidang dan sektor-sektor yang dalam waktu dekat belum dan atau tidak dapat dilaksanakan oleh modal Indonesia sendiri.
  • 2. g. bahwa perlu diadakan ketentuan-ketentuan yang jelas untuk memenuhi kebutuhan akan modal guna pembangunan nasional, disamping menghindarkan keragu-raguan dari pihak modal asing. Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 27 ayat (2) dan pasal 33 Undang-undang Dasar. 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan; 3. Nota I MPRS/1966 tentang Politik Luar Negeri berdasarkan Pancasila; 4. Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; 5. Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 tentang Pertambangan dan Undang-undang No. 44 Prp tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi; 6. Undang-undang No. 32 tahun 1964 tentang Peraturan Lalu Lintas Devisa. Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong; M E M U T U S K A N : Menetapkan : Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing. BAB I PENGERTIAN PENANAMAN MODAL ASING Pasal 1. Pengertian penanaman modal asing didalam Undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut. Pasal 2. Pengertian modal asing dalam Undang-undang ini ialah:
  • 3. a. alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia. b. alat-alat untuk perusahaan termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar kedalam wilayah Indonesia selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia. c. bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia. BAB II BENTUK HUKUM, KEDUDUKAN DAN DAERAH BERUSAHA Pasal 3. (1). Perusahaan yang dimaksud dalam pasal 1 yang dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk Badan Hukum menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. (2). Pemerintah menetapkan apakah sesuatu perusahaan dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri. Pasal 4 Pemerintah menetapkan daerah berusaha perusahan-perusahaan modal asing di Indonesia dengan memperhatikan perkembangan ekonomi nasional maupun ekonomi daerah, macam perusahaan, besarnya penanaman modal dan keinginan pemilik modal asing sesuai dengan rencana pembangunan Ekonomi Nasional dan Daerah. BAB III
  • 4. BIDANG USAHA MODAL ASING. Pasal 5. (1). Pemerintah menetapkan perincian bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing menurut urutan prioritas, dan menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penanam modal asing dalam tiap-tiap usaha tersebut. (2). Perincian menurut prioritas ditetapkan tiap kali pada waktu Pemerintah menyusun rencana-rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang, dengan memperhatikan perkembangan ekonomi serta tekhnologi. Pasal 6. (1). Bidang-bidang usaha yang tertutup penanaman modal asing secara pengusaha penuh ialah bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak sebagai berikut : a. pelabuhan-pelabuhan; b. produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum; c. telekomunikasi; d. pelayaran; e. penerbangan; f. air minum; g. kereta api umum h. pembangkitan tenaga atom; i. mass media.
  • 5. (2). Bidang-bidang yang menduduki peranan penting dalam pertahanan Negara, antara lain produksi senjata, mesin, alat-alat peledak dan peralatan perang dilarang sama sekali bagi modal asing. Pasal 7 Selain yang tersebut pada pasal 6 ayat (1) Pemerintah dapat menetapkan bidang-bidang usaha tertentu dimana tidak boleh lagi ditanam modal asing. Pasal 8. (1). Penanaman modal asing dibidang pertambangan didasarkan pada suatu kerja sama dengan Pemerintah atas dasar kontrak karya ataqu bentuk lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. (2). Sistim kerja sama atas dasar kontrak karya atau dalam bentuk lain dapat dilaksanakan dalam bidang-bidang usaha lain yang akan ditentukan oleh Pemerintah. BAB IV TENAGA KERJA Pasal 9.
  • 6. Pemilik modal mempunyai wewenang sepenuhnya untuk menentukan direksi perusahan-perusahaan dimana modalnya ditanam. Pasal 10. Perusahaan-perusahaan modal asing wajib memenuhi kebutuhan akan tenaga kerjanya dengan warganegara Indonesia kecuali dalam hal-hal tersebut pada pasal 11. Pasal 11. Perusahaan-perusahaan modal asing diizinkan mendatangkan atau menggunakan tenaga-tenaga pimpinan dan tenaga-tenaga ahli warganegara asing bagi jabatan-jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga kerja warganegara Indonesia. Pasal 12. Perusahaan-perusahaan modal asing berkewajiban menyelenggarakan dan/atau menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan didalam dan/atau diluar negeri secara teratur dan terarah bagi warganegara Indonesia dengan tujuan agar berangsur-angsur tenaga-tenaga warganegara asing dapat diganti oleh tenaga-tenaga warganegara Indonesia. Pasal 13. Pemerintah mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 9, 10, 11 dan 12.
  • 7. BAB V. PEMAKAIAN TANAH Pasal 14. Untuk keperluan perusahaan-perusahaan modal asing dapat diberikan tanah dengan hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai menurut peraturan perundangan yang berlaku. BAB VI KELONGGARAN-KELONGGARAN PERPAJAKAN DAN PUNGUTAN-PUNGUTAN LAIN. PASAL 15. Kepada perusahaan-perusahaan modal asing diberikan kelonggaran-kelonggaran dan pungutan lainnya sebagai berikut : a. Pembebasan dari: 1. Pajak perseroan atas keuntungan untuk jangka waktu tertentu yang tidak melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari saat usaha tersebut mulai berproduksi; 2. Pajak dividen atas bagian laba yang dibayarkan kepada pemegang saham, sejauh laba tersebut diperoleh dalam jangka waktu yang tidak melebihi waktu 5 (lima) tahun dari saat usaha tersebut dimulai berproduksi;
  • 8. 3. Pajak perseroan atas keuntungan termaksud dalam pasal 19 sub a. yang ditanam kembali dalam perusahaan bersangkutan di Indonesia untuk jangka waktu tertentu yang tidak melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari saat penanaman kembali. 4. Bea masuk pada waktu pemasukan barang-barang perlengkapan tetap kedalam wilayah Indonesia seperti mesin-mesin, alat-alat kerja atas pesawat-pesawat yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan itu; 5. Bea Meterai Modal atas penempatan modal yang berasal dari penanaman modal asing; b. Keringanan : 1. Atas pengenaan pajak perseroan dengan suatu tarif yang proporsional setinggi-tingginya lima puluh perseratus untuk jangka waktu yang tidak melebihi 5 (lima) tahun sesudah jangka waktu pembebesan sebagai yang dimaksud dalam ad a, angka 1 tersebut diatas; 2. Dengan cara memperhitungkan kerugian yang diderita selama jangka waktu pembebasan yang dimaksud pada huruf a angka 1, dengan keuntungan yang harus dikenakan pajak setelah jangka waktu tersebut diatas; 3. dengan mengizinkan penyusutan yang dipercepat atas alat-alat perlengkapan tetap. Pasal 16 (1). Pemberian kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain tersebut dalam pasal 15 dilakukan dengan mengingat priorotas mengenai bidang-bidang usaha sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5.
  • 9. (2). Selain kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain tersebut dalam ayat (1) pasal ini maka dengan Peraturan Pemerintah dapat diberikan tambahan kelonggaran-kelonggaran itu kepada suatu perusahaan modal asing yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi. Pasal 17 Pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam pasal 15 dan 16 ditetapkan oleh Pemerintah. BAB VII JANGKA WAKTU PENANAMAN MODAL ASING, HAK TRANSFER DAN REPATRIASI. Pasal 18 Dalam setiap izin penanaman modal asing ditentukan jangka waktu berlakunya yang tidak melebihi 30 (tiga puluh) tahun. Pasal 19. (1). Kepada perusahaan modal asing diberikan hak transfer dalam valuta asli dari modal atas dasar nilai tukar yang berlaku untuk:
  • 10. a. keuntungan yang diperoleh modal sesudah dikurangi pajak-pajak dan kewajiban-kewajiban pembayaran ini di Indonesia. b. biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga asing yang dipekerjakan di Indonesia. c. biaya-biaya yang ditentukan lebih lanjut; d. penyusutan atas alat-alat perlengkapan tetap. e. kompensasi dalam hal nasionalisasi. (2). Pelaksanaan tranfer ditentukan lebih lanjut oleh Pemerintah. Pasal 20. Transfer yang bersifat repatriasi modal tidak dapat diizinkan selama kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain yang tersebut pada pasal 15 masih berlaku. Pelaksanaan lebih lanjut diatur oleh Pemerintah. BAB VIII NASIONALISASI DAN KOMPENSASI Pasal 21. Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi/pencabutan hak milik secara menyeluruh atas perusahan-perusahaan modal asing atau tindakan-tindakan yang bersngkutan, kecuali jika dengan Undang-undang dinyatakan kepentingan Negara menghendaki tindakan demikian. Pasal 22.
  • 11. (1). Jikalau diadakan tindakan seperti tersebut pada pasal 21 maka Pemerintah wajib memberikan konpensasi/ganti rugi yang jumlah, macam dan cara pembayarannya disetujui oleh kedua belah pihak sesuai dengan azas-azas hukum internasional yang berlaku. (2). Jikalau antara kedua belah pihak tidak tercapai persetujuan mengenai jumlah, macam dan cara pembayaran kompensasi tersebut maka akan diadakan arbitrase yang putusannya mengikat kedua belah pihak. (3). Badan arbiterase terdiri dari tiga orang yang dipilih oleh Pemerintah dan pemilik modal masing-masing satu orang dan orang ketiga sebagai ketuanya yang dipilih bersama-sama oleh Pemerintah dan pemilik modal. BAB IX KERJA SAMA MODAL ASING DAN MODAL NASIONAL Pasal 23. (1). Dalam bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing dapat diadakan kerja sama antara modal asing dengan modal nasional dengan mengingat ketentuan dalam pasal 3. (2). Pemerintah menetapkan lebih lanjut bidang-bidang usaha, bentuk-bwntuk dan cara-cara kerja sama antara modal asing dan modal nasional dengan memanfaatkan modal dan leahlian asing dalam bidang ekpor serta produksi barang-barang dan jasa-jasa.
  • 12. Pasal 24. Keuntungan yang diperoleh perusahaan modal asing sebagai hasil kerja sama antara modal asing dan modal nasional tersebut pada pasal 23 setelah dikurangi pajak-pajak serta kewajiban-kewajiban lain yang harus dibayar di Indonesia, diizinkan untuk ditransfer dalam valuta asli dari modal asing yang bersangkutan seimbang dengan bagian modal asing yang ditanam. Pasal 25. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini mengenai kelonggaran perpajakan dan jaminan terhadap nasionalisasi maupun pemberian kompensasi berlaku pula untuk modal asing tersebut dalam pasal 23. BAB X KEWAJIBAN-KEWAJIBAN LAIN BAGI PENANAMAN MODAL ASING. Pasal 26. Perusahan-perusahaan modal asing wajib mengurus dan mengendalikan perusahaannya sesuai dengan azas-azas ekonomi perusahaan dengan tidak merugikan kepentingan Negara. Pasal 27.
  • 13. (1). Perusahaan tersebut pada pasal 3 yang seluruhnya modalnya adalah modal asing wajib memberikan kesempatan partisipasi bagi modal nasional secara efektif setelah jangka waktu tertentu dan menurut imbangan yang ditetapkan oleh Pemerintah. (2). Jikalau partisipasi termaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan dengan penjualan saham-saham yang telah ada maka hasil penjualan tersebut dapat ditransfer dalam valuta asli dari modal asing yang bersangkutan. BAB XI KETENTUAN-KETENTUAN LAIN. Pasal 28. (1). Dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini harus ada koordinasi antara badan-badan Pemerintah yang bersangkutan untuk menjamin keserasian daripada kebijaksanaan Pemerintah terhadap modal asing. (2). Cara-cara penyelenggaraan koordinasi tersebut akan ditentukan lebih lanjut oleh Pemerintah. Pasal 29. Ketentuan-ketentuan Undang-undang ini berlaku bagi penanaman modal asing yang dilakukan setelah berlakunya Undang-undang ini baik dalam perusahaan-perusahaan baru maupun dalam perusahaan-perusahaan yang telah ada untuk menyelenggarakan pengluasan dan/atau pembaharuan. BAB XII
  • 14. KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30 Hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Pemerintah. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP. Pasal 31 Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memberikan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta Disahkan di Jakarta pada tanggal 10 Januari 1967 pada tanggal 10 Januari 1967 Sekretaris Negara Presiden Republik Indonesia MOHD. ICHSAN SUKARNO.
  • 15. LEMBAGA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1967 NOMOR 1