ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
We are ACTIVISTS
Oleh: Kiki Alhadiida
Kalau sekolah hanya belajar adalah itu biasa buat seorang siswa.
Jika kuliah hanya menuntut ilmu (idealnya sih?) apalagi sekedar
persyaratan pengumpulan portofolio karir masih biasa. Namun,
akan menjadi luar biasa bila seorang siswa/pelajar atau mahasiswa
menjadi aktivis organisasi kesiswaan atau organisasi
kemahasiswaan. Ungkapan ini bukanlah kalimat agitatif apalagi
provokatif. Tak bisa dinafikan seorang aktivis adalah ‘makhluk’
penuntut ilmu yang punya ‘kelebihan’ minimal dalam
bersosialisasi, sensitivitas, empati, dan mencari hal-hal di luar
kemapanan dan kebiasaan. Meneguhkan jati diri, menggali bakat,
memodifikasi minat, meningkatkan kemampuan, menebarkan
aroma kepedulian, dan mengepakan sayap pengembangan diri.
Terlepas beragamnya kriteria dan penilaian hasil pencapaiannya,
tidak dapat dimungkiri seorang aktivis di lembaga pendidikan
adalah seorang penuntut ilmu plus.
Aktivis lebih disematkan pada mahasiswa yang aktif dalam
organisasi kampus baik dalam organisasi intra universiter ataupun
dalam ekstra universiter. Nada minor yang melekat pada diri
aktivis kampus, adalah jarang kuliah, idealis, sok kritis, lama lulus
atau nggak’ lulus-lulus (bergelar MA = mahasiswa abadi),
ditendang dari kampus karena DO (droup out) tidak mencapai
prestasi minimal saat evaluasi, kerjaannya selalu ngomongin politik
melulu, dan kadang memprovoksi yuniornya terhadap kebijakan
kampus sekaligus mendoktrinnya sambil memplonconya setiap
awal semester baru pada acara Opspek.
Aktivis tidak dikonotasikan sebagai calon politisi semata, bukan
sebagai kaum yang kerjaannya hanya demonstrasi (unjuk rasa) dan
berbuat anarki, juga tidak termasuk hanya mengurus ketimpangan
kebijakan publik yang digulirkan pemerintah. Aktivis juga bisa
mengurus hal-hal yang berada di lingkungan terkecil dalam skala
lokal. Walaupun demikian aktivis tetap sebagai agent of social
control yang berfungsi sebagai penyambung lidah rakyat. Aktivis
pula yang tidak hanya berkutat di langit akademis dengan berkutat
pada buku, kuliah dan tugas-tugasnya, tetapi lebih membumi
melihat dan melakukan pengabdian pada masyarakat. Menepis
perguruan tinggi sebagai menara gading, tetapi membuktikannya
laksana menara air.
Aktivis, adalah orang yang aktif, berbuat melebihi orang lain dalam
sebuah komunitas, melangkah lebih jauh dari sekedar sebagai
organisatoris organisasi apalagi fungsionaris manajemen
organisasi. Seorang aktivis berpikir, bersikap, berbuat, dan
bertindak melewati batas-batas organisasi yang menaunginya,
melompati status profesi yang digelutinya, dan dirinya seolah
berada di atas semua bidang garapan yang memperjuangkan
keadilan, kejujuran, dan kebenaran. Latar belakang dirinya tertutup
oleh semua aktivitasnya sehingga tidak dapat dikenali sebagai
orang yang pro atau kontra terhadap organisasi partisan dan
separatis tertentu. Masyarakat, media, lembaga, institusi,
organisasi, dan orang-orang tertentu akan mengenalinya karena
aktivitasnya yang populis. Aktivis adalah seorang penggagas,
perintis, dan penggerak perubahan. Mereka adalah agent of change.
Jika demikian halnya, apakah seorang pelajar, pekerja, pengusaha,
dan penyandang suatu jenis profesi tidak dapat disebut sebagai
aktivis? Tentu saja, siapapun dapat bertitel aktivis. Masalahnya
adalah, sejauh mana kontribusi, darma bakti, hasil kerja, karya
nyata, dan prestasi yang telah dibuat untuk masyarakat minimal di
lingkungan terkecil sekalipun masih dalam bentuk konsep yang
penerapannya hanya sebagian saja.
Seorang aktivis sejati selayaknya memiliki idealisme tanpa
meninggalkan titian realitas kehidupannya. Proporsionalitas antara
kebutuhan sendiri dan kepentingan masyarakat. Bukankah, sebaik-
baiknya manusia adalah yang paing banyak manfaatnya buat orang
lain?
Nah, dengan demikian seorang aktivis bukanlah alien, reinkarnasi
tokoh masa lalu, makhluk mutan dari manusia yang terkena
radioaktif, atau seorang super hero. Aktivis adalah manusia biasa.
Ya, kita pun bisa menjadi aktivis jika asal mau berbuat seperti
kriteria di atas. Dan tidak perlu malu menyandang gelar ini. Atau
sebaliknya tidak merasa arogan dengan titel ini. Biasa aja kali ya?
Kita adalah aktivis, minimal aktif dengan aktivitas kita sendiri.

More Related Content

We are Activists

  • 1. We are ACTIVISTS Oleh: Kiki Alhadiida Kalau sekolah hanya belajar adalah itu biasa buat seorang siswa. Jika kuliah hanya menuntut ilmu (idealnya sih?) apalagi sekedar persyaratan pengumpulan portofolio karir masih biasa. Namun, akan menjadi luar biasa bila seorang siswa/pelajar atau mahasiswa menjadi aktivis organisasi kesiswaan atau organisasi kemahasiswaan. Ungkapan ini bukanlah kalimat agitatif apalagi provokatif. Tak bisa dinafikan seorang aktivis adalah ‘makhluk’ penuntut ilmu yang punya ‘kelebihan’ minimal dalam bersosialisasi, sensitivitas, empati, dan mencari hal-hal di luar kemapanan dan kebiasaan. Meneguhkan jati diri, menggali bakat, memodifikasi minat, meningkatkan kemampuan, menebarkan aroma kepedulian, dan mengepakan sayap pengembangan diri. Terlepas beragamnya kriteria dan penilaian hasil pencapaiannya, tidak dapat dimungkiri seorang aktivis di lembaga pendidikan adalah seorang penuntut ilmu plus. Aktivis lebih disematkan pada mahasiswa yang aktif dalam organisasi kampus baik dalam organisasi intra universiter ataupun dalam ekstra universiter. Nada minor yang melekat pada diri aktivis kampus, adalah jarang kuliah, idealis, sok kritis, lama lulus atau nggak’ lulus-lulus (bergelar MA = mahasiswa abadi), ditendang dari kampus karena DO (droup out) tidak mencapai prestasi minimal saat evaluasi, kerjaannya selalu ngomongin politik melulu, dan kadang memprovoksi yuniornya terhadap kebijakan kampus sekaligus mendoktrinnya sambil memplonconya setiap awal semester baru pada acara Opspek. Aktivis tidak dikonotasikan sebagai calon politisi semata, bukan sebagai kaum yang kerjaannya hanya demonstrasi (unjuk rasa) dan berbuat anarki, juga tidak termasuk hanya mengurus ketimpangan kebijakan publik yang digulirkan pemerintah. Aktivis juga bisa mengurus hal-hal yang berada di lingkungan terkecil dalam skala lokal. Walaupun demikian aktivis tetap sebagai agent of social control yang berfungsi sebagai penyambung lidah rakyat. Aktivis pula yang tidak hanya berkutat di langit akademis dengan berkutat
  • 2. pada buku, kuliah dan tugas-tugasnya, tetapi lebih membumi melihat dan melakukan pengabdian pada masyarakat. Menepis perguruan tinggi sebagai menara gading, tetapi membuktikannya laksana menara air. Aktivis, adalah orang yang aktif, berbuat melebihi orang lain dalam sebuah komunitas, melangkah lebih jauh dari sekedar sebagai organisatoris organisasi apalagi fungsionaris manajemen organisasi. Seorang aktivis berpikir, bersikap, berbuat, dan bertindak melewati batas-batas organisasi yang menaunginya, melompati status profesi yang digelutinya, dan dirinya seolah berada di atas semua bidang garapan yang memperjuangkan keadilan, kejujuran, dan kebenaran. Latar belakang dirinya tertutup oleh semua aktivitasnya sehingga tidak dapat dikenali sebagai orang yang pro atau kontra terhadap organisasi partisan dan separatis tertentu. Masyarakat, media, lembaga, institusi, organisasi, dan orang-orang tertentu akan mengenalinya karena aktivitasnya yang populis. Aktivis adalah seorang penggagas, perintis, dan penggerak perubahan. Mereka adalah agent of change. Jika demikian halnya, apakah seorang pelajar, pekerja, pengusaha, dan penyandang suatu jenis profesi tidak dapat disebut sebagai aktivis? Tentu saja, siapapun dapat bertitel aktivis. Masalahnya adalah, sejauh mana kontribusi, darma bakti, hasil kerja, karya nyata, dan prestasi yang telah dibuat untuk masyarakat minimal di lingkungan terkecil sekalipun masih dalam bentuk konsep yang penerapannya hanya sebagian saja. Seorang aktivis sejati selayaknya memiliki idealisme tanpa meninggalkan titian realitas kehidupannya. Proporsionalitas antara kebutuhan sendiri dan kepentingan masyarakat. Bukankah, sebaik- baiknya manusia adalah yang paing banyak manfaatnya buat orang lain? Nah, dengan demikian seorang aktivis bukanlah alien, reinkarnasi tokoh masa lalu, makhluk mutan dari manusia yang terkena radioaktif, atau seorang super hero. Aktivis adalah manusia biasa. Ya, kita pun bisa menjadi aktivis jika asal mau berbuat seperti kriteria di atas. Dan tidak perlu malu menyandang gelar ini. Atau sebaliknya tidak merasa arogan dengan titel ini. Biasa aja kali ya? Kita adalah aktivis, minimal aktif dengan aktivitas kita sendiri.