Dokumen tersebut membahas tentang wrongful termination atau pemutusan hubungan kerja secara tidak sah, yang merupakan pemutusan hubungan kerja yang bersifat diskriminatif. Dokumen tersebut menjelaskan bahwa wrongful termination dapat terjadi apabila prosedur pemberian sanksi dan proses coaching tidak dilakukan dengan benar, serta memberikan contoh kasus wrongful termination. Dokumen tersebut juga menekankan pentingnya bagi praktisi sumber daya
1 of 2
Download to read offline
More Related Content
Wrongful termination
1. Dear All,
Wrongful termination adalah defenisi tentang pemutusan hubungan kerja yang bersifat
deskriminatif. Terkait dengan separasi yang sudah diatur oleh UU 13 2003 tidak menjadi masalah
apabila dieksekusi sesuai mekanisma misal berkelahi,kriminal, melanggar code of conduct, merusak
infrastruktur dll.
Permasalahannya banyak kejadian kita menseparasi pekerja dengan cara yang tidak kita sadari
sebenarnya terjadi proses diskriminasi. Dalam HR Internasional pekerja yang mengalami kejadian ini
bisa melaporkan kepada komisi EEOC (setara dengan lembaga2 bipartit, tripartit, hingga MA, lihat
lampiran 1).
Banyak kejadian dimana ada pekerja yang tidak masuk lagi dalam klub liga nya perusahaan di
treatment dengan "performance" + competence nya yang dianggap atau di cap sudah jelek nilai C,D
bahkan E. (biasanya atasannya juga sudah "bete" dan minta HR do spesial treatment??). Dimana
prosedur pemberian SP1, 2 dan 3 tidak dilakukan (biasanya juga proses coach n counselingnya juga
tidak ada dan tidak jelas). Ini adalah salah satu contoh "wrongful termination".
Praktisi HR kadang terperangkap juga melakukan hal ini. Saya ada banyak melihat contoh senior
HRD/HRM yang melakukan ini kepada banyak pekerja, pada akhirnya juga mengalami yang sama
dikeluarkan dari kantor/tempat kerja yaitu mengalami "wrongful termination". Jadi intinya kita
praktisi HR harus melakukan segala sesuatunya harus dengan "mekanisme" sehingga adil dan benar
sesuai peraturan serta menjadi budaya praktisi HRD yang akhirnya menjadi budaya organisasi
perusahaan.
Pada intinya dengan menghindari salah satu contoh "wrongful termination" terjadi dalam suatu
perusahaan dipastikan perusahaan tersebut akan maju dan sukses tanpa hambatan-hambatan
terkait urusan PHI. Karena resfectfull terbina dari hal-hal yang kecil. Dan aktivitas HR mulai
bergerak atau shifting dari urusan-urusan rutinitas terkait PHI bergerak menuju "HR strategy" yang
membantu sang pemimpin (CEO) berpikir tentang visi misi value dan strategi ke depan (3Y plan).
Di USA konteks "employed at will" mengacu pada hubungan kerja yang bebas tanpa ada tekanan dan
gangguan, jadi setiap pekerja dapat berhenti setiap waktu tanpa ada perselisihan demikian juga
2. pemberi kerja dapat memberhentikan pekerja tanpa ada perselisihan. Banyak perusahaan yang
mengadopsinya di sana.
Saya juga melampirkan kisi-kisi hitungan sesuai peraturan negara kita terkait hak-hak yang harus
diterima pekerja apabila mengalami PHK (tabel kompensasi PHK). Dengan melakukan interpolasi
anda dapat menghitung untuk gaji pokok yang berbeda-beda.
Union sebagai mitra kerja manajemen tentu sudah paham hitungan ini. Sebagai HR profesional ini
harus juga dishare ke mitra kerja (saya juga melihat masih ada yang enggan memberi informasi yang
relevan ke mitra kerja). Semakin sama pengetahuannya antara mitra kerja sesungguhnya akan
memudahkan kita sebagai senior HRD/HRM untuk mengendalikan buritan kapal yang sedang kita
bawa, sampai tujuan (dan mungkin anda sudah pindah dan menjadi senior HRD/GRM di tempat lain
dan lebih sukses).
Majulah SDM Indonesia, majulah negara kita.
In GOD we trust all others must bring data.
Semoga bermanfaat.
Regards
Haris H. Sidauruk
+62816851015