際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Dosen Pendidikan Matematika FKIP Untad Palu
PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
DENGAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF TERHADAP
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS
DAN SIKAP SISWA SMP
Dasa Ismaimuza
Abstrak: Kemampuan berpikir kritis matematis, dan sikap positif siswa
terhadap matematika merupakan komponen penting yang harus dimiliki oleh
seorang siswa, sehingga dengan memiliki kemampuan ini akan membantu
siswa dalam memecahkan masalah matematika, maupun masalah sehari-hari.
Salah satu cara mengembangkan kemampuan ini adalah dengan
pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif (PBLKK).
PBLKK merupakan pembelajaran yang berdasarkan masalah, dimana pada
masalah yang dikemukakan terdapat fakta, keadaan, situasi yang
mempertentangkan struktur kognisi siswa. Dalam situasi ini terjadi konflik
antara pengetahuan yang dimiliki siswa dengan situasi yang sengaja
disediakan. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana
kemampuan berpikir kritis matematis dan sikap siswa SMP kelas VIII Palu
berdasarkan model pembelajaran, PAM siswa, dan level sekolah. Penelitian
ini merupakan penelitian eksperimental. Populasi dalam penelitian ini adalah
siswa SMP kelas VIII di kota Palu. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi tes kemampuan matematika, nilai rapor, tes
kemampuan berpikir kritis matematis, skala sikap siswa terhadap
matematika. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah: mengkaji
dan menganalisis perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis, sikap
siswa siswa yang menerima pembelajaran berbasis masalah dengan strategi
konflik kognitif (PBLKK) dan pembelajaran konvensional (KV) ditinjau
dari: a) keseluruhan, pengetahuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah),
dan level sekolah.
Kata Kunci: PBL, konflik kognitif, berpikir kritis matematis, sikap, PAM, level sekolah
Dari berbagai studi, baik yang
berskala internasional maupun nasional
menunjukan bahwa kualitas pendidikan di
Indonesia masih memprihatinkan. Hal ini
dapat dilihat dari Human Development
Index (HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP.
Salah satu indikator dalam menentukan
HDI adalah kualitas pendidikan pada suatu
negara dari tingkat sekolah dasar sampai
menengah. HDI Indonesia hanya sebesar
0,728 dari nilai ideal sebesar satu dan
menempatkan Indonesia pada peringkat ke-
107 dari 177 negara yang diukur.
Cermin dari pengusaan materi
matematika siswa SMP di Indonesia terlihat
dari hasil laporan The Trends International
in Mathematics and Science Study
(TIMSS) 1999, 2003, dan 2007. Dari hasil
kajian TIMSS menunjukkan bahwa
peringkat Indonesia masih dari yang
diharapkan. Sejalan dengan hasil TIMSS,
hasil tes Programme for International
Student Assesment (PISA) 2003 dan 2006
yang dikoordinir oleh Organization for
Ismaimuza, Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah
2
Economic Co-operation and Development
(OECD) menunjukkkan hasil yang serupa.
Hasil TIMSS dan PISA mengungkapkan
bahwa kemampuan matematis siswa
Indonesia untuk soal-soal tidak rutin dan
pemahaman konsep masih sangat lemah,
namun relatif baik dalam menyelesaikan
soal-soal fakta dan prosedur (Mullis dkk,
2000, 2004, 2008).
Bila dilihat nilai rata-rata Ujian
Nasional (UN) Matematika siswa sekolah
menengah di propinsi Sulawesi Tengah
secara nasional dapat dikatakan masih
rendah, yaitu 6,11 pada tahun ajaran
2006/2007 dan 5,58 pada tahun ajaran
2007/2008. Bila ditinjau dari segi peringkat
propinsi Sulawesi Tengah berada pada
peringkat 30 pada tahun ajaran 2006/2007
dan peringkat 29 pada tahun ajaran
2007/2008 dari 33 propinsi di Indonesia.
Rendahnya hasil belajar matematika
mengindikasikan ada sesuatu yang salah
dan belum optimal dalam pembelajaran
matematika di sekolah. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan
(Sullivan,1992, IMSTEP-JICA, 1999,
Sutiarso, 2000, Armanto, 2002 dan Dahlan,
2004). Hasil penelitian mereka
mengungkapkan bahwa dalam
pembelajaran matematika di sekolah siswa
cendrung pasif, mengutamakan drill dan
mekanistik, berpusat pada guru (teacher
oriented), chalk and talk. Guru sebagai
salah satu pusat dalam proses pembelajaran
di kelas masih memandang bahwa belajar
adalah suatu proses transfer ilmu
pengetahuan (transfer of knowledge) dari
pengajar kepada peserta didik.
Menurut teori Piaget, tentang proses
perkembangan kognitif mengatakan
sturktur kognitif yang kita miliki selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dengan
cara asimilasi dan akomodasi. Jika asimilasi
dan akomodasi terjadi secara bebas atau
tanpa konflik, maka struktur kognitif
dikatakan berada pada keadaan seimbang
(equilibrium) dengan lingkungannya.
Namun, jika terjadi konflik maka seseorang
berada pada keadaan tidak seimbang
(disequilibrium). Hal ini terjadi karena
skema yang masuk tidak sama dengan
struktur (skema) kognitif yang dimilikinya.
Ketika seorang berada pada keadaan
disequilibrium, dia akan merespon keadaan
ini, dan berupaya mengingat,
memberdayakan konsep yang dimilikinya
untuk mencari equilibrium baru dengan
lingkungannya. Melalui metakognisi,
bertanya pada teman yang tidak mengalami
konflik, atau scaffolding yang diberikan
guru maka siswa dapat keluar dari konflik.
Jadi, konflik kognitif merupakan syarat
awal atau stimulus dalam memperoleh
keseimbangan (equilibrium) baru. Tingkat
keseimbangan (equilibrium) baru ini lebih
tinggi tingkatannya dari keseimbangan
(equilibrium) sebelumnya. Ennis (1996, xx)
mengemukakan bahwa berpikir kritis
merupakan suatu proses berpikir yang
bertujuan agar kita dapat membuat
keputusan-keputusan yang masuk akal,
sehingga apa yang kita anggap terbaik
tentang suatu kebenaran dapat kita lakukan
dengan benar.
Pembelajaran berbasis masalah
merupakan pembelajaran yang menitik
beratkan pada kegiatan pemecahan
masalah, dan masalah yang harus
diselesaikan merupakan masalah yang
belum jadi atau tidak terstruktur dengan
baik (ill-structured problem), sehingga hal
ini dapat menantang siswa untuk berpikir
dan melakukan diskusi secara
berkelompok. Siswa dihadapkan pada
masalah nyata atau masalah yang
disimulasikan, siswa bekerjasama secara
berkelompok untuk mengembangkan
ketrampilan memecahkan masalah
(problem solving), kemudian siswa
mendiskusikan apa yang harus dilakukan
dan bernegoisasi untuk memba
Berdasarkan uraian latar belakang
yang dikemukakan, maka masalah yang
dikaji dalam penelitian ini adalah: Apakah
terdapat perbedaan kemampuan berpikir
kritis matematis dan sikap siswa, antara
siswa yang menerima pembelajaran
berbasis masalah dengan strategi konflik
kognitif (PBLKK) dan siswa yang belajar
secara konvensional (KV) ditinjau dari:
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4.NO.1 JUNI 2010
3
keseluruhan, pengetahuan awal matematika
siswa (PAM), dan level sekolah?
METODE PENELITAN
Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen karena peneliti bermaksud
memberikan perlakuan kepada subjek
penelitian untuk selanjutnya ingin
mengetahui pengaruh dari perlakuan
tersebut. Perlakuan tersebut adalah
pembelajaran berbasis masalah dengan
strategi konflik kognitif di kelas
eksperimen dan pembelajaran konvensional
di kelas kontrol. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah pendekatan
pembelajaran berbasis masalah dengan
strategi konflik kognitif (PBLKK) dan
pembelajaran konvensional (KV). Kelas
yang diajar dengan PBLKK merupakan
kelas eksperimen, sedangkan kelas yang
diajar dengan pembelajaran konvensional
(KV) merupakan kelas kontrol.
Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah kemampuan berpikir kritis
matematis.. Variabel kontrol dalam
penelitian ini adalah pengetahuan awal
(student prior knowledge) matematika
siswa (PAM). PAM siswa adalah
pengetahuan matematika yang telah
dimiliki siswa sebelum penelitian ini
dilaksanakan. PAM siswa ditentukan oleh
tes kemampuan awal matematika dan nilai
rapor matematika siswa ketika duduk di
kelas VII.
Disain eksperimen yang digunakan
adalah only postets group disign yang
digabung dengan disain 3  3  2 , yaitu
tiga kelompok PAM siswa (tinggi, sedang,
dan rendah), tiga level sekolah, dan dua
model pembelajaran (PBLKK dan KV).
Disain eksperimen yang digunakan pada
penelitian ini dapat dinyatakan sebagai
berikut:
X O
O
Subjek Penelitian
Populasi penelitian ini adalah
seluruh siswa SMP di kota Palu Sulawesi
Tengah. Sampel penelitian ini sebanyak
200 orang siswa, terdiri dari 102 siswa yang
memperoleh pembelajaran PBLKK (kelas
eksperimen) dan 98 siswa yang
memperoleh pembelajaran KV (kelas
kontrol).
Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data dalam
penelitian ini digunakan instrumen tes yang
terdiri dari seperangkat soal untuk
mengukur dan mengetahui kemampuan
awal matematika siswa, tes kemampuan
berpikir kritis matematis, skala sikap dan
rapor siswa kelas VII.
Teknik Analisis Data
Dari penelitian yang dilakukan
maka diperoleh data kuantitatif. Data
kuantitatif didapat melalui tes kemampuan
berpikir kritis dan skala sikap siswa.
Setelah data diperoleh, kemudian dianalisis
untuk didiskripsikan dan diberikan tafsiran-
tafsiran. Pengolahan data kuantitatif
dilakukan melalui dua tahapan utama.
1. Tahap pertama: menguji persyaratan
statistik yang diperlukan sebagai dasar
dalam pengujian hipotesis, yaitu uji
normalitas sebaran data subyek sampel
dan uji homogenitas varians.
2. Tahap kedua: menguji ada atau tidak
adanya perbedaan dari masing-masing
kelompok dengan menggunakan Uji-t,
ANAVA satu jalur dengan bantuan
perangkat lunak SPSS-17 for Windows.
Hasil dan Temuan
Pengetahuan awal matematika
(PAM) siswa adalah pengetahuan yang
dimiliki siswa sebelum proses pembelajaran
berlangsung. Pengetahuan awal matematika
merupakan rata-rata dari nilai tes
kemampuan matematika, nilai rapor
matematika siswa pada semester I dan II di
kelas VII SMP.
Untuk mengetahui kesetaraan
sampel penelitian, telah dilakukan analisis
statistik uji perbedaan rata-rata dari skor
pengetahuan awal matematika. Sebelum
dilakukan uji perbedaan rata-rata, terlebih
Ismaimuza, Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah
4
dahulu dilakukan uji normalitas dan
homogenitas varians data, dan didapat
kesimpulan bahwa sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normal.
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Siswa ditinjau secara Keseluruhan
Hipotesis yang diuji adalah:
H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan
berpikir kritis matematis siswa
antara yang memperoleh
pembelajaran PBLKK dan
pembelajaran KV
Ha : Terdapat perbedaan kemampuan
berpikir kritis matematis siswa
antara yang memperoleh
pembelajaran PBLKK dan
pembelajaran KV.
Kriteria pengujian yang digunakan adalah
jika nilai sig. lebih besar dari 0,05, maka
hipotesis nol (H0) diterima.
Sebelum hipotesis diuji, diuji
normalitas dan homogenitas varians data
dari kemampuan berpikir kritis matematis
berdasarkan pada pembelajaran PBLKK
dan KV. Dari Hasil perhitungan uji
normalitas kemampuan berpikir kritis
matematis dapat disimpulkan bahwa data
kemampuan berpikir kritis matematis
berdistribusi normal.
Hasil perhitungan uji-t kemampuan
berpikir kritis berdasarkan pembelajaran
PBLKK dan KV disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.Uji t Kemampuan berpikir
Kritis Matematis berdasarkan
Pembelajaran
Kemampuan t dk
sig.(2-
tailed)
H0
Kritis 2,22
1
198 0,000
Tolak
Pada Tabel 1 terlihat bahwa nilai
sig. kemampuan berpikir matematis lebih
kecil dari 0,05. Ini berarti hipotesis nol
ditolak. Dengan demikian, terdapat
perbedaan yang signifikan kemampuan
berpikir kritis matematis siswa antara yang
memperoleh pembelajaran PBLKK dan
pembelajaran KV. Dari data nilai rata-rata
juga terlihat bahwa kemampuan berpikir
kritis matematis siswa yang diajar dengan
pembelajaran PBLKK lebih tinggi
dibandingkan kemampuan berpikir kritis
siswa yang diajar dengan pembelajaran
konvensional. Jadi kemampuan berpikir
kritis matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran PBLKK lebih baik daripada
siswa yang memperoleh pembelajaran KV.
Kemampuan Berpikir Kritis
berdasarkan PAM
Hipotesis yang diuji adalah:
H0 : Tidak terdapat perbedaan
kemampuan berpikir kritis
matematis siswa setelah
memperoleh pembelajaran PBLKK
berdasarkan pengetahuan awal
matematika (PAM) siswa.
Ha :Terdapat perbedaan kemampuan
berpikir kritis matematis siswa
setelah memperoleh pembelajaran
PBLKK berdasarkan pengetahuan
awal matematika (PAM) siswa.
Kriteria pengujian adalah jika nilai sig.
lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis nol
diterima.
Distribusi kemampuan berpikir
kritis matematis siswa berdasarkan
pengetahuan awal matematika (PAM) siswa
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Kemampuan
Berpikir Kritis Matematis berdasarkan
PAM Siswa
PAM n Rata-rata Simpangan
Baku
Tinggi 4 92,5000 6,45497
Sedang 65 71,6923 10,46859
Rendah 33 61,5152 11,55725
Untuk melihat apakah ada perbedaan
kemampuan kritis matematis berdasarkan
pengetahuan awal matematika (PAM) siswa
pada siswa yang memperoleh PBLKK
maka dilakukanlah uji ANAVA satu jalur.
Kriteria pengujian adalah jika nilai sig.
lebih kecil dari 留= 0,05, maka hipotesis
nol ditolak.
Hasil perhitungan uji ANAVA satu
jalur kemampuan berpikir kritis matematis
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4.NO.1 JUNI 2010
5
berdasarkan PAM pada siswa yang
memperoleh pembelajaran PBLKK
disajikan pada Tabel 3
Tabel 3. Uji ANAVA Kemampuan Berpikir
Kritis Terhadap PAM Siswa
Jumlah
Kuadrat dk
Kuadrat
Rata-rata F Sig.
Antar
Klpk
4524,166 2 2262,083 19,6
22
0,000
Dalam
Klpk
11413,089 99 115,284
Total 15937,255 101
Pada Tabel 3 terlihat bahwa nilai
sig. kemampuan berpikir kritis matematis
berdasarkan pengetahuan awal matematika
(PAM) siswa lebih kecil dari 0,05. Ini
berarti hipotesis nol ditolak. Dengan
demikian, terdapat perbedaan kemampuan
berpikir kritis matematis siswa berdasarkan
pengetahuan awal matematika (PAM) siswa
pada siswa yang memperoleh pembelajaran
PBLKK. Untuk melihat pada PAM siswa
mana saja yang berbeda maka dilakukan uji
Scheffe.
Berdasarkan hasil uji Scheffe,
perbedaan kemampuan berpikir kritis
matematis siswa terjadi untuk PAM siswa
sedang dengan PAM siswa sedang sebesar
20,81, PAM siswa tinggi dan rendah
sebesar 30,95, dan PAM sedang dengan
PAM rendah sebesar 10,17
Kemampuan Berpikir Kritis
berdasarkan Level Sekolah
Distribusi kemampuan berpikir
kritis matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran PBLKK berdasarkan level
sekolah dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4.Distribusi Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis berdasarkan Level
Sekolah
Level
Sekolah
n
Rata-
rata
Simpangan
Baku
Tinggi 34 75,5882 12,29466
Sedang 37 65,1351 12,10409
Rendah 31 67,0968 10,86080
Dari Tabel 4 terlihat bahwa rata-rata
kemampuan berpikir kritis matematis dari
siswa yang memperoleh pembelajaran
PBLKK pada level sekolah tinggi lebih
tinggi dari rata-rata siswa dari level sekolah
sedang dan level sekolah rendah. Rata-rata
kemampuan berpikir kritis matematis dari
level sekolah rendah lebih tinggi dari rata-
rata siswa dari level sekolah sedang.
Hipotesis yang diuji adalah:
H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan
berpikir kritis matematis siswa yang
memperoleh PBLKK berdasarkan
level sekolah.
Ha : Terdapat perbedaan kemampuan
berpikir kritis matematis siswa yang
memperoleh PBLKK berdasarkan
level sekolah.
Kriteria pengujian adalah jika nilai sig.
lebih kecil dari 留= 0,05, maka hipotesis
nol diterima.
Dari hasil uji Levene dapat
disimpulkan bahwa varians data
kemampuan berpikir kritis matematis
berdasarkan level sekolah adalah homogen.
Untuk melihat ada tidaknya
perbedaan kemampuan kritis matematis
pada siswa yang memperoleh pembelajaran
PBLKK berdasarkan level sekolah
digunakan uji ANAVA satu jalur. Hasil
perhitungan uji ANAVAsatu jalur
kemampuan berpikir kritis matematis
disajikan pada
Tabel 5. Uji ANAVA Kemampuan Berpikir Kritis
berdasarkan Level Sekolah
Jumlah
Kuadrat dk
Kuadrat
rata-rata F Sig.
Antar
Klpk
2135,986 2 1067,993 7,661 0,001
Dalam
Klpk
13801,269 99 139,407
Total 15937,255 101
Pada Tabel 5. terlihat bahwa nilai
sig. kemampuan berpikir kritis matematis
siswa yang memperoleh pembelajaran
Ismaimuza, Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah
6
PBLKK berdasarkan level sekolah lebih
kecil dari 0,05. Ini berarti hipotesis nol
ditolak. Dengan demikian, terdapat
perbedaan kemampuan berpikir kritis
matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran PBLKK berdasarkan level
sekolah. Untuk melihat pada level sekolah
mana saja yang berbeda maka dilakukan uji
Scheffe. Hasil uji Scheffe menunjukkan
bahwa kemampuan berpikir kritis
matematis berbeda berdasarkan level
sekolah. Kemampuan berpikir kritis
matematis yang berbeda adalah untuk level
sekolah tinggi dengan level sekolah sedang
sebesar 10,45, dan level sekolah tinggi
dengan level sekolah rendah sebesar 8,49,
sedangkan untuk level sekolah sedang
dengan level sekolah rendah tidak berbeda.
Sikap Siswa terhadap Matematika
Hipotesis yang diuji adalah:
H0 : Tidak terdapat perbedaan sikap siswa
terhadap matematika antara yang
memperoleh pembelajaran PBLKK
dan pembelajaran KV
Ha : Terdapat perbedaan sikap siswa
terhadap matematika antara yang
memperoleh pembelajaran PBLKK
dan pembelajaran KV.
Kriteria pengujian adalah jika nilai sig.
lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol
diterima.
Untuk melihat apakah ada
perbedaan sikap siswa berdasarkan
pembelajaran maka digunakan uji-t.
Hasil perhitungan uji-t sikap siswa
berdasarkan pembelajaran PBLKK, dan KV
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Uji t Sikap Siswa Berdasarkan
Pembelajaran
t dk
sig.(2-
tailed)
H0
Sikap 3,740 198 0,000 Tolak
Pada Tabel 6 terlihat bahwa nilai
sig. sikap siswa lebih kecil dari 0,05, ini
berarti hipotesis nol ditolak. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan sikap siswa antara yang
memperoleh pembelajaran PBLKK dan
pembelajaran KV. Artinya, sikap siswa
yang diajar dengan pembelajaran PBLKK
lebih positif dibandingkan dengan sikap
siswa yang diajar dengan pembelajaran
konvensional.
Distribusi sikap siswa berdasarkan
level sekolah dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7.Distribusi Sikap Siswa
berdasarkan Level Sekolah
Level
Skolah
n Rata-rata
Simpangan
Baku
Tinggi 34 105,9706 10,91700
Sedang 37 109,2432 7,93167
Rendah 31 109,9677 11,77705
Dari Tabel 7 terlihat bahwa rata-rata
sikap siswa level sekolah tinggi lebih
rendah dari rata-rata sikap siswa level
sekolah sedang dan rata-rata sikap level
sekolah rendah. Rata-rata sikap siswa level
sekolah rendah relatif lebih baik dari rata-
rata sikap siswa level sekolah sedang.
Untuk melihat ada tidaknya perbedaan
skala sikap siswa yang memperoleh
PBLKK berdasarkan level sekolah
digunakan uji ANAVA satu jalur. Hasil
perhitungan uji ANAVA satu jalur skala
sikap siswa yang memperoleh PBLKK
menunjukkan bahwa nilai sig.adalah 0,240
lebih besar dari 0,05. Ini berarti hipotesis
nol diterima. Dengan demikian, tidak
terdapat perbedaan sikap siswa terhadap
matematika yang memperoleh
pembelajaran PBLKK berdasarkan level
sekolah. Hal ini juga didukung oleh uji
Scheffe yang menunjukkan bahwa semua
nilai sig. untuk setiap level sekolah lebih
besar dari 0,05. Sehingga dapat
disimpulkan sikap siswa yang memperoleh
PBLKK tidak berbeda berdasarkan level
sekolah. Jadi pada setiap level sekolah
sikap siswa adalah sama.
Perbandingan rata-rata kemampuan
berpikir kritis matematis berdasarkan level
sekolah disajikan pada Diagram 1.
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4.NO.1 JUNI 2010
7
Diagram.1
Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis Matematis berdasarkan Level Sekolah
Rata-rata kemampuan berpikir kritis
matematis siswa pada level sekolah tinggi =
75,59, sedang = 65,14, dan rendah = 67,10
yang memperoleh pembelajaran PBLKK
masih lebih tinggi dari rata-rata
kemampuan berpikir kritis matematis siswa
pada level sekolah tinggi = 65,48, sedang
= 61,152, dan rendah = 55,54 dengan
pembelajaran KV. Jadi pada setiap level
sekolah rata-rata kemampuan berpikir kritis
siswa yang memperoleh pembelajaran
PBLKK lebih tinggi daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional.
Perbandingan kemampuan berpikir
kritis matematis berdasarkan PAM siswa
dapat dilihat pada Diagram 2. Dari
Diagram 2 terlihat bahwa berdasarkan
PAM siswa, maka kemampuan berpikir
kritis siswa yang memperoleh pembelajaran
PBLKK masih lebih baik dari siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional.
Perbandingan rata-rata kemampuan
berpikir kritis matematis berdasarkan PAM
siswa disajikan pada diagram 2.
Diagram 2
Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis Matematis berdasarkan PAM
Dari Diagram 2 terlihat rata-rata
75,59
65,14 67,1 69,22
65,48
61,15
55,54
60,92
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Tinggi Sedang Rendah Total
PBLKK
KV
92,5
71,69
61,52
87,5
64,64
48,85
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
PAM Tinggi PAM Sedang PAM Rendah
PBLKK
KV
KemampuanBerpikirKritis
Ismaimuza, Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah
8
kemampuan kritis matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran PBLKK dengan
PAM tinggi = 92,50, sedang = 71,69 dan
rendah = 61,52. Rata-rata ini masih lebih
tinggi dari rata-rata kemampuan kritis
matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran KV dengan PAM tinggi =
87,500, sedang = 64,64 dan rendah = 48,85.
Jadi siswa yang memperoleh pembelajaran
PBLKK lebih tinggi dari siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional
berdasarkan PAM siswa.
Kesimpulan
1. Kemampuan berpikir kritis matematis
siswa yang memperoleh pembelajaran
PBLKK lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran KV.
2. Kemampuan berpikir kritis matematis
siswa yang memperoleh pembelajaran
BPLKK berbeda berdasarkan
pengetahuan awal matematika (PAM)
siswa, yaitu untuk PAM siswa tinggi
dengan PAM siswa sedang, PAM siswa
tinggi dengan PAM siswa rendah, dan
untuk PAM siswa sedang dengan PAM
siswa rendah.
3. Kemampuan berpikir kritis matematis
yang memperoleh pembelajaran
PBLKK berbeda menurut level sekolah.
Perbedaan kemampuan berpikir kritis
adalah untuk level sekolah tinggi
dengan level sekolah sedang, dan level
sekolah tinggi dengan level sekolah
rendah, sedangkan untuk level sekolah
sedang dengan level sekolah rendah
tidak berbeda.
4. Sikap siswa yang diajar dengan
pembelajaran PBLKK lebih positif
dibandingkan dengan sikap siswa yang
diajar dengan pembelajaran
konvensional
DAFTAR PUSTAKA
Armanto, D. (2001) Upaya Peningkatan
Pembelajaran Matematika SD
Melalui Pendidikan Matematika
Realistik (PMR). Seminar
Nasional Pendidikan Matematika
di UNESA Surabaya.
Baron, J. B and Sternberg, R. J. (1987).
Teaching Thinking Skills : Theory
and Practice, New York : W. H.
Freeman and Company.
Dahlan, J.A.(2004). Meningkatkan
Kemampuan penalaran dan
Pemahaman Siswa SLTP Melalui
Pendekatan Pembelajaran Open-
Ended. Bandung: Disertasi SPS
UPI tidak diterbitkan.
Delishe, R. (1997). How to Use Problem-
Based Learning in The
Classroom. New York. ASCD.
Ennis, R. H, (1996). Critical Thinking,
United States of America:
Prentice-Hall Inc.
Fisher, R. (1995). Thinking Children to
Think, Cheltenham, United
Kingdom : Stanley Thornes Ltd
Fogarty, R. (1997). Problem-Based
Learning and the Other
Curriculum Models for Multiple
Intelegences Classroom. Hawker
Brownlow Education.
Gijselaers, W.H.(1996). Connecting
Problem-Based Practice with
Educational Theory. Dalam
Wilkerson, L.(Ed). New Direction
for Theaching and Learning.
No.68. Josey-Bass Publisher.
IMSTEP-JICA (1999). Permasalahan
Pembelajaran Matematika SD,
SLTP, dan SMU di Kota
Bandung: Bandung: FMIPA UPI.
Krulik, S. (1980), Problem Solving in
School Mathematics. NCTM.
Marzano, R. J et.al. (1989). Dimention of
Thingking : A Framework for
Curricullum and Instruction.
Alexanderia US : Association for
Supervision and Curriculum
Development
Mullis, I.V.S dkk. (2000, 2004, 2008).
TIMSS 2007: Trends in
Mathematics and Science Study:
Assessment Frameworks and
Specifications International
Report. Boston: The International
Study Center
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4.NO.1 JUNI 2010
9
Ngeow, K.K. dan San, Y. (1997). Learning
to learn: Preparing Teachers and
Student for Problem-Based
Learning . [On-Line}, Tersedia :
http//www. Eric Indiana.edu.
Panduan Lengkap KTSP (2007), Jakarta.
Pustaka Yustisia.
Sutiarso, S. (2000). Problem Posing,
Strategi Efektif Meningkatkan
Aktifitas Siswa dalam
Pembelajaran Matematika.
Makalah pada Seminar di
Bandung: tidak diterbitkan.
Ismaimuza, Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah
10

More Related Content

What's hot (20)

PDF
3351 6492-1-pb
Fppi Unila
PDF
Fahinu just another word press
ichy RiyUti
PDF
5117 11181-1-sm
Fppi Unila
PDF
Jurnal pendidikan matematika
Nurmalianis Anis
PDF
20140305 yp01-stl01
Fppi Unila
DOCX
Proposal calon skripsi
Sayid Barca
PDF
7845 13951-1-pb
Fppi Unila
PDF
2 upaya meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis menggunakan mod...
Fppi Unila
PDF
Paper02 performen1
Philipz Erbabley
PDF
Pembelajaran Matematika dengan Inkuiri Terbimbing
srilinda_w
PDF
Metode problen solving
kaffah
PDF
176913 id-upaya-meningkatkan-aktivitas-dan-prestas
Minarni Minarni
PDF
Artikel ff78f36adf773c182704824e300c97f7
gusty_21
DOC
25022013 siska ryane mpmt
siskaryane
PPT
ppt skripsi "open ended" hermaini
Hermaini Syahkila
PDF
117 356-1-pb
Wahyu Kushendra
PDF
Skripsi isti 06301241046
Fppi Unila
PDF
4. artikel jurnal (karunia eka lestari matematika)
ulfah Nasution
PDF
Analisis kesulitan belajara kemampuan penalaran matematis siswa smp pada limas
Sulistiawati .
PPTX
Power point skripsi
siskaningsih
3351 6492-1-pb
Fppi Unila
Fahinu just another word press
ichy RiyUti
5117 11181-1-sm
Fppi Unila
Jurnal pendidikan matematika
Nurmalianis Anis
20140305 yp01-stl01
Fppi Unila
Proposal calon skripsi
Sayid Barca
7845 13951-1-pb
Fppi Unila
2 upaya meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis menggunakan mod...
Fppi Unila
Paper02 performen1
Philipz Erbabley
Pembelajaran Matematika dengan Inkuiri Terbimbing
srilinda_w
Metode problen solving
kaffah
176913 id-upaya-meningkatkan-aktivitas-dan-prestas
Minarni Minarni
Artikel ff78f36adf773c182704824e300c97f7
gusty_21
25022013 siska ryane mpmt
siskaryane
ppt skripsi "open ended" hermaini
Hermaini Syahkila
117 356-1-pb
Wahyu Kushendra
Skripsi isti 06301241046
Fppi Unila
4. artikel jurnal (karunia eka lestari matematika)
ulfah Nasution
Analisis kesulitan belajara kemampuan penalaran matematis siswa smp pada limas
Sulistiawati .
Power point skripsi
siskaningsih

Similar to Jurnal1 130117153631-phpapp01 (20)

PDF
4 7-1-sm (2)
Nurul Rafiqah Nst
DOCX
Prosiding seminar Nasional Pendidikan Fisik1.docx
meimunah3
DOCX
Proposal skripsi pendekatan problem solving
elita takarai
PDF
Ao vs di
Osas Falcao
PDF
Kastri+Fani.pdf
endangsusilo2
PDF
Contoh artikel Tes
anggadiyan
PDF
4435 14519-1-pb
Prayudi Sultan
PPTX
PPT KEL 3 ASOSIATIF ............................
PutryMayangSari
DOCX
Wahyu hidayat makalah seminar (kritis & kreatif) - wahyu hidayat
dinamaulina25
DOCX
JPII 12 bhs indonesia.docx
Marwana7
DOCX
STUDI PERBANDINGAN RATA-RATA HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SMA KELAS X ...
Arvina Frida Karela
RTF
Jurna Problem Solving dan Gaya Kognitif
Asta Wibawa
PPT
PPT Kelompok 2 PKB 2018 kimia anorgannik.ppt
SisiliaJannati1
PDF
157 423-1-pb
hasansanung
DOCX
Artikel Diagnostik dan Remedial Kesulitan Belajar Matematika)
vilda roswinda
PDF
336 penerapanmodel-pembelajaran-problem-based-learningpbl-untuk-meningkatkan-...
mustikasyarif
DOCX
Bab i
Ryan Crysandi
PDF
Ipi183134
Fppi Unila
PDF
Penyusunan tes diagnostik 1
Sugiatno Sakidin
PDF
Berpikir kreatif+open ended
Dini Safitri
4 7-1-sm (2)
Nurul Rafiqah Nst
Prosiding seminar Nasional Pendidikan Fisik1.docx
meimunah3
Proposal skripsi pendekatan problem solving
elita takarai
Ao vs di
Osas Falcao
Kastri+Fani.pdf
endangsusilo2
Contoh artikel Tes
anggadiyan
4435 14519-1-pb
Prayudi Sultan
PPT KEL 3 ASOSIATIF ............................
PutryMayangSari
Wahyu hidayat makalah seminar (kritis & kreatif) - wahyu hidayat
dinamaulina25
JPII 12 bhs indonesia.docx
Marwana7
STUDI PERBANDINGAN RATA-RATA HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SMA KELAS X ...
Arvina Frida Karela
Jurna Problem Solving dan Gaya Kognitif
Asta Wibawa
PPT Kelompok 2 PKB 2018 kimia anorgannik.ppt
SisiliaJannati1
157 423-1-pb
hasansanung
Artikel Diagnostik dan Remedial Kesulitan Belajar Matematika)
vilda roswinda
336 penerapanmodel-pembelajaran-problem-based-learningpbl-untuk-meningkatkan-...
mustikasyarif
Ipi183134
Fppi Unila
Penyusunan tes diagnostik 1
Sugiatno Sakidin
Berpikir kreatif+open ended
Dini Safitri
Ad

Jurnal1 130117153631-phpapp01

  • 1. Dosen Pendidikan Matematika FKIP Untad Palu PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN SIKAP SISWA SMP Dasa Ismaimuza Abstrak: Kemampuan berpikir kritis matematis, dan sikap positif siswa terhadap matematika merupakan komponen penting yang harus dimiliki oleh seorang siswa, sehingga dengan memiliki kemampuan ini akan membantu siswa dalam memecahkan masalah matematika, maupun masalah sehari-hari. Salah satu cara mengembangkan kemampuan ini adalah dengan pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif (PBLKK). PBLKK merupakan pembelajaran yang berdasarkan masalah, dimana pada masalah yang dikemukakan terdapat fakta, keadaan, situasi yang mempertentangkan struktur kognisi siswa. Dalam situasi ini terjadi konflik antara pengetahuan yang dimiliki siswa dengan situasi yang sengaja disediakan. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana kemampuan berpikir kritis matematis dan sikap siswa SMP kelas VIII Palu berdasarkan model pembelajaran, PAM siswa, dan level sekolah. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP kelas VIII di kota Palu. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tes kemampuan matematika, nilai rapor, tes kemampuan berpikir kritis matematis, skala sikap siswa terhadap matematika. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah: mengkaji dan menganalisis perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis, sikap siswa siswa yang menerima pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif (PBLKK) dan pembelajaran konvensional (KV) ditinjau dari: a) keseluruhan, pengetahuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah), dan level sekolah. Kata Kunci: PBL, konflik kognitif, berpikir kritis matematis, sikap, PAM, level sekolah Dari berbagai studi, baik yang berskala internasional maupun nasional menunjukan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP. Salah satu indikator dalam menentukan HDI adalah kualitas pendidikan pada suatu negara dari tingkat sekolah dasar sampai menengah. HDI Indonesia hanya sebesar 0,728 dari nilai ideal sebesar satu dan menempatkan Indonesia pada peringkat ke- 107 dari 177 negara yang diukur. Cermin dari pengusaan materi matematika siswa SMP di Indonesia terlihat dari hasil laporan The Trends International in Mathematics and Science Study (TIMSS) 1999, 2003, dan 2007. Dari hasil kajian TIMSS menunjukkan bahwa peringkat Indonesia masih dari yang diharapkan. Sejalan dengan hasil TIMSS, hasil tes Programme for International Student Assesment (PISA) 2003 dan 2006 yang dikoordinir oleh Organization for
  • 2. Ismaimuza, Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah 2 Economic Co-operation and Development (OECD) menunjukkkan hasil yang serupa. Hasil TIMSS dan PISA mengungkapkan bahwa kemampuan matematis siswa Indonesia untuk soal-soal tidak rutin dan pemahaman konsep masih sangat lemah, namun relatif baik dalam menyelesaikan soal-soal fakta dan prosedur (Mullis dkk, 2000, 2004, 2008). Bila dilihat nilai rata-rata Ujian Nasional (UN) Matematika siswa sekolah menengah di propinsi Sulawesi Tengah secara nasional dapat dikatakan masih rendah, yaitu 6,11 pada tahun ajaran 2006/2007 dan 5,58 pada tahun ajaran 2007/2008. Bila ditinjau dari segi peringkat propinsi Sulawesi Tengah berada pada peringkat 30 pada tahun ajaran 2006/2007 dan peringkat 29 pada tahun ajaran 2007/2008 dari 33 propinsi di Indonesia. Rendahnya hasil belajar matematika mengindikasikan ada sesuatu yang salah dan belum optimal dalam pembelajaran matematika di sekolah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan (Sullivan,1992, IMSTEP-JICA, 1999, Sutiarso, 2000, Armanto, 2002 dan Dahlan, 2004). Hasil penelitian mereka mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika di sekolah siswa cendrung pasif, mengutamakan drill dan mekanistik, berpusat pada guru (teacher oriented), chalk and talk. Guru sebagai salah satu pusat dalam proses pembelajaran di kelas masih memandang bahwa belajar adalah suatu proses transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) dari pengajar kepada peserta didik. Menurut teori Piaget, tentang proses perkembangan kognitif mengatakan sturktur kognitif yang kita miliki selalu berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara asimilasi dan akomodasi. Jika asimilasi dan akomodasi terjadi secara bebas atau tanpa konflik, maka struktur kognitif dikatakan berada pada keadaan seimbang (equilibrium) dengan lingkungannya. Namun, jika terjadi konflik maka seseorang berada pada keadaan tidak seimbang (disequilibrium). Hal ini terjadi karena skema yang masuk tidak sama dengan struktur (skema) kognitif yang dimilikinya. Ketika seorang berada pada keadaan disequilibrium, dia akan merespon keadaan ini, dan berupaya mengingat, memberdayakan konsep yang dimilikinya untuk mencari equilibrium baru dengan lingkungannya. Melalui metakognisi, bertanya pada teman yang tidak mengalami konflik, atau scaffolding yang diberikan guru maka siswa dapat keluar dari konflik. Jadi, konflik kognitif merupakan syarat awal atau stimulus dalam memperoleh keseimbangan (equilibrium) baru. Tingkat keseimbangan (equilibrium) baru ini lebih tinggi tingkatannya dari keseimbangan (equilibrium) sebelumnya. Ennis (1996, xx) mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir yang bertujuan agar kita dapat membuat keputusan-keputusan yang masuk akal, sehingga apa yang kita anggap terbaik tentang suatu kebenaran dapat kita lakukan dengan benar. Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menitik beratkan pada kegiatan pemecahan masalah, dan masalah yang harus diselesaikan merupakan masalah yang belum jadi atau tidak terstruktur dengan baik (ill-structured problem), sehingga hal ini dapat menantang siswa untuk berpikir dan melakukan diskusi secara berkelompok. Siswa dihadapkan pada masalah nyata atau masalah yang disimulasikan, siswa bekerjasama secara berkelompok untuk mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah (problem solving), kemudian siswa mendiskusikan apa yang harus dilakukan dan bernegoisasi untuk memba Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan, maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis dan sikap siswa, antara siswa yang menerima pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif (PBLKK) dan siswa yang belajar secara konvensional (KV) ditinjau dari:
  • 3. JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4.NO.1 JUNI 2010 3 keseluruhan, pengetahuan awal matematika siswa (PAM), dan level sekolah? METODE PENELITAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen karena peneliti bermaksud memberikan perlakuan kepada subjek penelitian untuk selanjutnya ingin mengetahui pengaruh dari perlakuan tersebut. Perlakuan tersebut adalah pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional di kelas kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif (PBLKK) dan pembelajaran konvensional (KV). Kelas yang diajar dengan PBLKK merupakan kelas eksperimen, sedangkan kelas yang diajar dengan pembelajaran konvensional (KV) merupakan kelas kontrol. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis matematis.. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah pengetahuan awal (student prior knowledge) matematika siswa (PAM). PAM siswa adalah pengetahuan matematika yang telah dimiliki siswa sebelum penelitian ini dilaksanakan. PAM siswa ditentukan oleh tes kemampuan awal matematika dan nilai rapor matematika siswa ketika duduk di kelas VII. Disain eksperimen yang digunakan adalah only postets group disign yang digabung dengan disain 3 3 2 , yaitu tiga kelompok PAM siswa (tinggi, sedang, dan rendah), tiga level sekolah, dan dua model pembelajaran (PBLKK dan KV). Disain eksperimen yang digunakan pada penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut: X O O Subjek Penelitian Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP di kota Palu Sulawesi Tengah. Sampel penelitian ini sebanyak 200 orang siswa, terdiri dari 102 siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK (kelas eksperimen) dan 98 siswa yang memperoleh pembelajaran KV (kelas kontrol). Instrumen Penelitian Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan instrumen tes yang terdiri dari seperangkat soal untuk mengukur dan mengetahui kemampuan awal matematika siswa, tes kemampuan berpikir kritis matematis, skala sikap dan rapor siswa kelas VII. Teknik Analisis Data Dari penelitian yang dilakukan maka diperoleh data kuantitatif. Data kuantitatif didapat melalui tes kemampuan berpikir kritis dan skala sikap siswa. Setelah data diperoleh, kemudian dianalisis untuk didiskripsikan dan diberikan tafsiran- tafsiran. Pengolahan data kuantitatif dilakukan melalui dua tahapan utama. 1. Tahap pertama: menguji persyaratan statistik yang diperlukan sebagai dasar dalam pengujian hipotesis, yaitu uji normalitas sebaran data subyek sampel dan uji homogenitas varians. 2. Tahap kedua: menguji ada atau tidak adanya perbedaan dari masing-masing kelompok dengan menggunakan Uji-t, ANAVA satu jalur dengan bantuan perangkat lunak SPSS-17 for Windows. Hasil dan Temuan Pengetahuan awal matematika (PAM) siswa adalah pengetahuan yang dimiliki siswa sebelum proses pembelajaran berlangsung. Pengetahuan awal matematika merupakan rata-rata dari nilai tes kemampuan matematika, nilai rapor matematika siswa pada semester I dan II di kelas VII SMP. Untuk mengetahui kesetaraan sampel penelitian, telah dilakukan analisis statistik uji perbedaan rata-rata dari skor pengetahuan awal matematika. Sebelum dilakukan uji perbedaan rata-rata, terlebih
  • 4. Ismaimuza, Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah 4 dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians data, dan didapat kesimpulan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa ditinjau secara Keseluruhan Hipotesis yang diuji adalah: H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran PBLKK dan pembelajaran KV Ha : Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran PBLKK dan pembelajaran KV. Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai sig. lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol (H0) diterima. Sebelum hipotesis diuji, diuji normalitas dan homogenitas varians data dari kemampuan berpikir kritis matematis berdasarkan pada pembelajaran PBLKK dan KV. Dari Hasil perhitungan uji normalitas kemampuan berpikir kritis matematis dapat disimpulkan bahwa data kemampuan berpikir kritis matematis berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji-t kemampuan berpikir kritis berdasarkan pembelajaran PBLKK dan KV disajikan pada Tabel 1. Tabel 1.Uji t Kemampuan berpikir Kritis Matematis berdasarkan Pembelajaran Kemampuan t dk sig.(2- tailed) H0 Kritis 2,22 1 198 0,000 Tolak Pada Tabel 1 terlihat bahwa nilai sig. kemampuan berpikir matematis lebih kecil dari 0,05. Ini berarti hipotesis nol ditolak. Dengan demikian, terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran PBLKK dan pembelajaran KV. Dari data nilai rata-rata juga terlihat bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran PBLKK lebih tinggi dibandingkan kemampuan berpikir kritis siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Jadi kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran KV. Kemampuan Berpikir Kritis berdasarkan PAM Hipotesis yang diuji adalah: H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah memperoleh pembelajaran PBLKK berdasarkan pengetahuan awal matematika (PAM) siswa. Ha :Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah memperoleh pembelajaran PBLKK berdasarkan pengetahuan awal matematika (PAM) siswa. Kriteria pengujian adalah jika nilai sig. lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis nol diterima. Distribusi kemampuan berpikir kritis matematis siswa berdasarkan pengetahuan awal matematika (PAM) siswa dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Distribusi Kemampuan Berpikir Kritis Matematis berdasarkan PAM Siswa PAM n Rata-rata Simpangan Baku Tinggi 4 92,5000 6,45497 Sedang 65 71,6923 10,46859 Rendah 33 61,5152 11,55725 Untuk melihat apakah ada perbedaan kemampuan kritis matematis berdasarkan pengetahuan awal matematika (PAM) siswa pada siswa yang memperoleh PBLKK maka dilakukanlah uji ANAVA satu jalur. Kriteria pengujian adalah jika nilai sig. lebih kecil dari 留= 0,05, maka hipotesis nol ditolak. Hasil perhitungan uji ANAVA satu jalur kemampuan berpikir kritis matematis
  • 5. JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4.NO.1 JUNI 2010 5 berdasarkan PAM pada siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK disajikan pada Tabel 3 Tabel 3. Uji ANAVA Kemampuan Berpikir Kritis Terhadap PAM Siswa Jumlah Kuadrat dk Kuadrat Rata-rata F Sig. Antar Klpk 4524,166 2 2262,083 19,6 22 0,000 Dalam Klpk 11413,089 99 115,284 Total 15937,255 101 Pada Tabel 3 terlihat bahwa nilai sig. kemampuan berpikir kritis matematis berdasarkan pengetahuan awal matematika (PAM) siswa lebih kecil dari 0,05. Ini berarti hipotesis nol ditolak. Dengan demikian, terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa berdasarkan pengetahuan awal matematika (PAM) siswa pada siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK. Untuk melihat pada PAM siswa mana saja yang berbeda maka dilakukan uji Scheffe. Berdasarkan hasil uji Scheffe, perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa terjadi untuk PAM siswa sedang dengan PAM siswa sedang sebesar 20,81, PAM siswa tinggi dan rendah sebesar 30,95, dan PAM sedang dengan PAM rendah sebesar 10,17 Kemampuan Berpikir Kritis berdasarkan Level Sekolah Distribusi kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK berdasarkan level sekolah dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4.Distribusi Kemampuan Berpikir Kritis Matematis berdasarkan Level Sekolah Level Sekolah n Rata- rata Simpangan Baku Tinggi 34 75,5882 12,29466 Sedang 37 65,1351 12,10409 Rendah 31 67,0968 10,86080 Dari Tabel 4 terlihat bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis dari siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK pada level sekolah tinggi lebih tinggi dari rata-rata siswa dari level sekolah sedang dan level sekolah rendah. Rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis dari level sekolah rendah lebih tinggi dari rata- rata siswa dari level sekolah sedang. Hipotesis yang diuji adalah: H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh PBLKK berdasarkan level sekolah. Ha : Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh PBLKK berdasarkan level sekolah. Kriteria pengujian adalah jika nilai sig. lebih kecil dari 留= 0,05, maka hipotesis nol diterima. Dari hasil uji Levene dapat disimpulkan bahwa varians data kemampuan berpikir kritis matematis berdasarkan level sekolah adalah homogen. Untuk melihat ada tidaknya perbedaan kemampuan kritis matematis pada siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK berdasarkan level sekolah digunakan uji ANAVA satu jalur. Hasil perhitungan uji ANAVAsatu jalur kemampuan berpikir kritis matematis disajikan pada Tabel 5. Uji ANAVA Kemampuan Berpikir Kritis berdasarkan Level Sekolah Jumlah Kuadrat dk Kuadrat rata-rata F Sig. Antar Klpk 2135,986 2 1067,993 7,661 0,001 Dalam Klpk 13801,269 99 139,407 Total 15937,255 101 Pada Tabel 5. terlihat bahwa nilai sig. kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
  • 6. Ismaimuza, Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah 6 PBLKK berdasarkan level sekolah lebih kecil dari 0,05. Ini berarti hipotesis nol ditolak. Dengan demikian, terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK berdasarkan level sekolah. Untuk melihat pada level sekolah mana saja yang berbeda maka dilakukan uji Scheffe. Hasil uji Scheffe menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis berbeda berdasarkan level sekolah. Kemampuan berpikir kritis matematis yang berbeda adalah untuk level sekolah tinggi dengan level sekolah sedang sebesar 10,45, dan level sekolah tinggi dengan level sekolah rendah sebesar 8,49, sedangkan untuk level sekolah sedang dengan level sekolah rendah tidak berbeda. Sikap Siswa terhadap Matematika Hipotesis yang diuji adalah: H0 : Tidak terdapat perbedaan sikap siswa terhadap matematika antara yang memperoleh pembelajaran PBLKK dan pembelajaran KV Ha : Terdapat perbedaan sikap siswa terhadap matematika antara yang memperoleh pembelajaran PBLKK dan pembelajaran KV. Kriteria pengujian adalah jika nilai sig. lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol diterima. Untuk melihat apakah ada perbedaan sikap siswa berdasarkan pembelajaran maka digunakan uji-t. Hasil perhitungan uji-t sikap siswa berdasarkan pembelajaran PBLKK, dan KV disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Uji t Sikap Siswa Berdasarkan Pembelajaran t dk sig.(2- tailed) H0 Sikap 3,740 198 0,000 Tolak Pada Tabel 6 terlihat bahwa nilai sig. sikap siswa lebih kecil dari 0,05, ini berarti hipotesis nol ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan sikap siswa antara yang memperoleh pembelajaran PBLKK dan pembelajaran KV. Artinya, sikap siswa yang diajar dengan pembelajaran PBLKK lebih positif dibandingkan dengan sikap siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Distribusi sikap siswa berdasarkan level sekolah dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7.Distribusi Sikap Siswa berdasarkan Level Sekolah Level Skolah n Rata-rata Simpangan Baku Tinggi 34 105,9706 10,91700 Sedang 37 109,2432 7,93167 Rendah 31 109,9677 11,77705 Dari Tabel 7 terlihat bahwa rata-rata sikap siswa level sekolah tinggi lebih rendah dari rata-rata sikap siswa level sekolah sedang dan rata-rata sikap level sekolah rendah. Rata-rata sikap siswa level sekolah rendah relatif lebih baik dari rata- rata sikap siswa level sekolah sedang. Untuk melihat ada tidaknya perbedaan skala sikap siswa yang memperoleh PBLKK berdasarkan level sekolah digunakan uji ANAVA satu jalur. Hasil perhitungan uji ANAVA satu jalur skala sikap siswa yang memperoleh PBLKK menunjukkan bahwa nilai sig.adalah 0,240 lebih besar dari 0,05. Ini berarti hipotesis nol diterima. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan sikap siswa terhadap matematika yang memperoleh pembelajaran PBLKK berdasarkan level sekolah. Hal ini juga didukung oleh uji Scheffe yang menunjukkan bahwa semua nilai sig. untuk setiap level sekolah lebih besar dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan sikap siswa yang memperoleh PBLKK tidak berbeda berdasarkan level sekolah. Jadi pada setiap level sekolah sikap siswa adalah sama. Perbandingan rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis berdasarkan level sekolah disajikan pada Diagram 1.
  • 7. JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4.NO.1 JUNI 2010 7 Diagram.1 Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis Matematis berdasarkan Level Sekolah Rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada level sekolah tinggi = 75,59, sedang = 65,14, dan rendah = 67,10 yang memperoleh pembelajaran PBLKK masih lebih tinggi dari rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada level sekolah tinggi = 65,48, sedang = 61,152, dan rendah = 55,54 dengan pembelajaran KV. Jadi pada setiap level sekolah rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Perbandingan kemampuan berpikir kritis matematis berdasarkan PAM siswa dapat dilihat pada Diagram 2. Dari Diagram 2 terlihat bahwa berdasarkan PAM siswa, maka kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK masih lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Perbandingan rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis berdasarkan PAM siswa disajikan pada diagram 2. Diagram 2 Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis Matematis berdasarkan PAM Dari Diagram 2 terlihat rata-rata 75,59 65,14 67,1 69,22 65,48 61,15 55,54 60,92 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Tinggi Sedang Rendah Total PBLKK KV 92,5 71,69 61,52 87,5 64,64 48,85 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 PAM Tinggi PAM Sedang PAM Rendah PBLKK KV KemampuanBerpikirKritis
  • 8. Ismaimuza, Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah 8 kemampuan kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK dengan PAM tinggi = 92,50, sedang = 71,69 dan rendah = 61,52. Rata-rata ini masih lebih tinggi dari rata-rata kemampuan kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran KV dengan PAM tinggi = 87,500, sedang = 64,64 dan rendah = 48,85. Jadi siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK lebih tinggi dari siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional berdasarkan PAM siswa. Kesimpulan 1. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran KV. 2. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran BPLKK berbeda berdasarkan pengetahuan awal matematika (PAM) siswa, yaitu untuk PAM siswa tinggi dengan PAM siswa sedang, PAM siswa tinggi dengan PAM siswa rendah, dan untuk PAM siswa sedang dengan PAM siswa rendah. 3. Kemampuan berpikir kritis matematis yang memperoleh pembelajaran PBLKK berbeda menurut level sekolah. Perbedaan kemampuan berpikir kritis adalah untuk level sekolah tinggi dengan level sekolah sedang, dan level sekolah tinggi dengan level sekolah rendah, sedangkan untuk level sekolah sedang dengan level sekolah rendah tidak berbeda. 4. Sikap siswa yang diajar dengan pembelajaran PBLKK lebih positif dibandingkan dengan sikap siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional DAFTAR PUSTAKA Armanto, D. (2001) Upaya Peningkatan Pembelajaran Matematika SD Melalui Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Seminar Nasional Pendidikan Matematika di UNESA Surabaya. Baron, J. B and Sternberg, R. J. (1987). Teaching Thinking Skills : Theory and Practice, New York : W. H. Freeman and Company. Dahlan, J.A.(2004). Meningkatkan Kemampuan penalaran dan Pemahaman Siswa SLTP Melalui Pendekatan Pembelajaran Open- Ended. Bandung: Disertasi SPS UPI tidak diterbitkan. Delishe, R. (1997). How to Use Problem- Based Learning in The Classroom. New York. ASCD. Ennis, R. H, (1996). Critical Thinking, United States of America: Prentice-Hall Inc. Fisher, R. (1995). Thinking Children to Think, Cheltenham, United Kingdom : Stanley Thornes Ltd Fogarty, R. (1997). Problem-Based Learning and the Other Curriculum Models for Multiple Intelegences Classroom. Hawker Brownlow Education. Gijselaers, W.H.(1996). Connecting Problem-Based Practice with Educational Theory. Dalam Wilkerson, L.(Ed). New Direction for Theaching and Learning. No.68. Josey-Bass Publisher. IMSTEP-JICA (1999). Permasalahan Pembelajaran Matematika SD, SLTP, dan SMU di Kota Bandung: Bandung: FMIPA UPI. Krulik, S. (1980), Problem Solving in School Mathematics. NCTM. Marzano, R. J et.al. (1989). Dimention of Thingking : A Framework for Curricullum and Instruction. Alexanderia US : Association for Supervision and Curriculum Development Mullis, I.V.S dkk. (2000, 2004, 2008). TIMSS 2007: Trends in Mathematics and Science Study: Assessment Frameworks and Specifications International Report. Boston: The International Study Center
  • 9. JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4.NO.1 JUNI 2010 9 Ngeow, K.K. dan San, Y. (1997). Learning to learn: Preparing Teachers and Student for Problem-Based Learning . [On-Line}, Tersedia : http//www. Eric Indiana.edu. Panduan Lengkap KTSP (2007), Jakarta. Pustaka Yustisia. Sutiarso, S. (2000). Problem Posing, Strategi Efektif Meningkatkan Aktifitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika. Makalah pada Seminar di Bandung: tidak diterbitkan.
  • 10. Ismaimuza, Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah 10