ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
Orhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara Buku
Oleh:
Bernando J. Sujibto
www.pindai.org | t: @pindaimedia | f: facebook.com/pindai.org | e: redaksi@pindai.org
PINDAI.ORG ¨C Bernando J. Sujibto / 12 Oktober 2015
	
 ?
H a l a m a n 	
 ?2	
 ?|	
 ?6	
 ?
	
 ?
Orhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara Buku
oleh Bernando J. Sujibto
Orhan Pamuk mengurung diri selama 8 tahun dengan buku-buku, sebelum akhirnya
menerbitkan karya perdananya.
¡°Yaz?yor musun? Bari o kadar ?ok sigara i?me!
Zaten l¨¹zumsuz bir i yap?yorsun. Hi? de ilse ba ka y?nden zarar g?rme!¡±i
Nyaris sebuah rutinitas sekitar tengah malam. Pintu kamar dibuka dan suara itu
terdengar dari seorang yang sangat akrab dalam hidupnya: seorang ibu yang tinggal
bersamanya di sebuah apartemen pribadi bernama Pamuk Apartman? di Ni anta ?,
Beyo lu, Istanbul. Di rumah itu Orhan Pamuk memulai karirnya sebagai penulis dengan bekal
warisan buku-buku dari keluarganya, khususnya dari sang ayah yang telah mengoleksi ribuan
buku di perpustakaan pribadinya, buku-buku yang dibeli bersama kakaknya evket Pamuk di
masa-masa mereka remaja, dan tentu sekoper buku misterius dari ayahnya yang baru
dibukanya (karena wasiatnya sendiri agar dibaca) setelah dia meninggal tahun 2002!
Kali ini saya ingin mengintip pergumulan Pamuk dengan buku dari hal-hal yang luput
dicatat oleh khalayak. Sungguh akan unik menapaktilasi masa-masa Pamuk muda, suatu fase
ketika dirinya berada dalam persimpangan pilihan hidup¡ªantara tuntutan keluarga dan
passion yang menjalar bebas dalam dirinya. Masa-masa muda inilah, menurut saya, menjadi
turning point yang akhirnya menentukan masa depan dan kesuksesan demi kesuksesan yang
diraihnya hari ini. Untuk itu, Pamuk jangan dilihat melulu hari ini sebagai peraih hadiah-hadiah
bergengsi seperti Nobel Prize, International IMPAC Dublin Literary Award, Prix France
Cultur, Sonning Prize, Orhan Kemal Novel Prize, Ayd?n Do an Prize dan sederetan anugerah
yang telah mencatatkan namanya dalam tinta emas sejarah sastra dunia. Mari bersama-sama
menjelajahi jejak-jejak kecemasan, melankolis dan kekhawatiran pada dirinya, yang kemudian
terselamatkan karena buku!
Bila harus jujur¡ªsekedar mengingat seorang penulis dunia ihwal kegilaannya kepada
buku¡ªOrhan Pamuk memang belum (dan mungkin tidak) segigih Jorge Luis Borges ihwal
pengabdiannya kepada dunia keperpustakaan yang ditunjukkan secara heroik hingga akhir
hayatnya. Bahkan secara tersirat Borges ingin melanjutkan hidup di Surga yang dibayanginya
PINDAI.ORG ¨C Bernando J. Sujibto / 12 Oktober 2015
	
 ?
H a l a m a n 	
 ?3	
 ?|	
 ?6	
 ?
	
 ?
seperti perpustakaan. Tetapi keduanya mempunyai jalan sendiri-sendiri yang pada akhirnya
bertemu pada satu titik: bergumul di dunia literasi.
Pamuk kecil tumbuh dari keluarga pecinta buku, khususnya sang ayah. Imajinasi,
kreativitas dan kebebasan tumbuh di sana. Meski ia belum sanggup menghabiskan buku-buku
koleksi ayahnya¡ªyang berjumlah lebih dari 1500 itu¡ªsetidaknya Pamuk muda sudah terbiasa
dengan dunia bacaan, yang mulai ditekuni secara lebih serius pada usia belasan akhir.
Perpustakaan pertama bagi Pamuk adalah koleksi pustaka pribadi ayahnya. Ketika ada waktu
liburan baik dalam atau luar negeri, toko buku menjadi salah satu tempat yang mereka
kunjungi, di samping sang ayah biasa menambah koleksi buku-bukunya dari toko bekas bekas
di Istanbul.
Persentuhan pertama Pamuk kecil dengan buku dan mimpi menjadi penulis tersemai di
Ankara. Pada suatu kesempatan bersama ibu dan kakaknya, Pamuk dihantar belanja buku yang
pada waktu bersamaan ada acara imza g¨¹n¨¹ (hari tanda tangan) bersama Aziz Nesin, novelis
dan penulis ratusan buku asal Turki. Saat itu Pamuk masih berusia 8 tahun. Di antara
kerumunan orang-orang yang antri menunggu tanda tangan, Pamuk kecil berkhayal: leride
ben de bir yazar olacakt?m (saya juga akan menjadi penulis di masa depan) (?teki Renkler, hal.
197). Dan mimpi itu telah menjadi kenyataan. Dalam 15 tahun terakhir, keberadaan Pamuk
ditunggu dan goresan tanda tangannya diburu oleh para penggemarnya¡ªsampai ribuan orang
mengantre!
Dalam literatur dan dokumen-dokumen wawancara bersama Pamuk, sependek yang
saya baca, momentum di Ankara bisa ditandai sebagai mimpi pertama menjadi penulis yang
dititahkan oleh dirinya. Pamuk remaja tumbuh dalam kultur dan ideologi Eropa dengan
gelimang imajinasi yang tumpah-ruah di antara kubangan buku-buku. Proyek modernitas dan
westernisasi yang menjadi tulang punggung didirikannya Republik Turki melebur dalam
keluarga Pamuk: mengisi liburan ke Prancis bersama ayahnya, rokok dan rak? (arak lokal)
menjadi salah satu gaya hidup, dan keluarga mereka pun dijalankan dalam kebebasan. Tetapi
tentu dengan satu pattern yang sudah tertanam kuat dan harus dicapai: kesuksesan! Apapun
profesi yang dipilih, kesuksesan materi adalah tujuan utama yang tergambar jelas dalam
keluarga mereka.
Sementara itu, tujuan hidup Pamuk adalah untuk bahagia, dengan ataupun tanpa
materi! Maka jalan menulis, yang kata ibunya tidak akan dibeli dan dibaca di Turki, ditempuh
Pamuk dengan segala resikonya.
Persentuhan kedua Pamuk muda dengan buku di usia 17-18. Tahun-tahun ini, di masa-
masa awal menuju kuliah, ia mulai lebih serius menggeluti buku-buku ayahnya. Semua koleksi
PINDAI.ORG ¨C Bernando J. Sujibto / 12 Oktober 2015
	
 ?
H a l a m a n 	
 ?4	
 ?|	
 ?6	
 ?
	
 ?
buku-buku puisi Turki yang ada dalam perputakaan pribadi itu dilahap habis. Pada fase ini, ia
lalu bermimpi menjadi penyair dan keinginan menjadi penulis yang sempat tercecap 10 tahun
silam pun kembali lahir. Tapi jangan lupa, Pamuk juga mempunyai mimpi lain yang tumbuh
bersama kesukaannya menggambar sejak di sekolah dasar: menjadi pelukis! Sebenarnya, obsesi
menjadi pelukislah yang paling mendominasi pikiran Pamuk muda, dari usia 7 hingga 22, dan
bahkan ia sempat punya studio kecil untuk ekspresi melukisnya. Atau lebih tepatnya, mimpi
menjadi pelukis yang sekaligus penyair!
Dalam rentang usia sebelum 22, mimpi menjadi penyair atau pelukis tak lebih dari
sekedar letupan-letupan kecil tapi menggebu-gebu. Apakah menjadi pelukis atau penyair? Dua-
duanya gagal. Di tengah kecemasan pilihan kreativitas anak muda seusianya, ada satu garis
besar yang tidak pernah jauh dari dirinya: mencintai seni sebagai jalan menemukan
kebahagiaan!
Lagi, sebelum usia 22 Pamuk berada dalam ambiguitas pilihan kreativitas ihwal dunia
seni. Tetapi mujurnya, di tengah pemberontakan-pemberontakan untuk mencari kebahagiaan
melalui karya seni, Pamuk tetap getol bergumul dengan buku-buku. Dalam situasi seperti itu,
hanya seorang ibu yang selalu menjadi teman bicaranya, tak segan-segan berdebat denganya.
Misalnya, ia secara terang-terangan menyampaikan ketidaksukaannya pada jurusan kuliah yang
tengah diambilnya (mimarl?k/arsitektur) dan sejak tahun kedua ia mulai meninggalkan
pelajaran, sebelum akhirnya benar-benar ditinggalkannya pada tahun ketiga.
Sementara ayahnya sering tidak berada di rumah¡ªentah kerja di luar kota, di luar negeri
atau sekedar liburan. Ketika liburan di Paris, Pamuk kerap diceritakan ayahnya bahwa dirinya
pernah melihat Jean-Paul Sartre dari jauh, yang akhir-akhir ini Pamuk paham sendiri¡ª
khususnya setelah membuka koper misterius berisi manuskrip¡ªbahwa ayahnya juga bermimpi
menjadi seorang penulis. Tetapi sayangnya, sang ayah gagal menjadi penulis. Karena ayahnya,
kata Pamuk, is a troubled optimism, scarred by the anger of being consigned to the margins, of
being left outside. Sementara itu, menjadi penulis harus siap menghadapi semua ini: berhasil
ataupun gagal!
Persentuhan ketiga Pamuk muda dengan buku dimulai sejak usia 22, tahun 1974. Usia
tersebut menjadi tolak ukur bagi pergumulan kreativitasnya dan paling banyak disebut oleh
khalayak; sebuah fase revolusioner. Saat itu Pamuk memilih cara mengisolasi dirinya dalam
kesunyian kamar dan buku-buku koleksi ayahnya dengan tekad menjadi penulis. Orientasi
Pamuk terhujam pada satu bingkai filosofis: hidup mencari kebahagiaan dan seni-sastra adalah
jalan yang harus ditempuhnya. Untuk itu, di tengah ¡®intimidasi¡¯ keluarga yang
mengkhawatirkan masa depannya Pamuk mengurung diri dalam kamar. a tidak sendiri.
PINDAI.ORG ¨C Bernando J. Sujibto / 12 Oktober 2015
	
 ?
H a l a m a n 	
 ?5	
 ?|	
 ?6	
 ?
	
 ?
Tumpukan buku-buku adalah teman setia yang menghiburnya. Di kamar itu ada meja dan kursi
dekat jendela, tumpukan kertas dan pena untuk menulis. Pamuk suka melihat sinar matahari
masuk kamarnya dan membentuk silhuet karena dari situ imajinasinya terus hidup. Rokok,
kopi, sekali-kali rak? dan juga omelan sang ibu menyertai hari-hari berat dan keputusasaan
yang kadangkala datang mengancam dan menggoyahkan pikirannya selama 8 tahun. Ya, selama
8 tahun Pamuk berkubang sunyi dengan buku-buku di kamarnya, sembari mulai menulis novel
perdananya, Cevdet Vey ve O ullar? (Tuan Cevdet dan Anak-Anaknya).
Selama 8 tahun inilah Pamuk menjadi kutu buku. Ia melahap habis karya-karya sastra
koleksi ayahnya yang disebutnya sebagai perpustakaan pertama baginya; bergumul secara
intens dengan para sastrawan baik dari Turki ataupun luar negeri. Karya-karya sastrawan Turki
terkemuka seperti Yahya Kemal, Kemal Tahir, O uz Atay, Ahmet Hamdi Tanp?nar, Orhan
Kemal, Ya ar Kemal, Naz?m Hikmet, Aziz Nesin, Kemalettin Tu cu dan Fethi Naci ditimpas
habis. Bahkan pun karya Jalaluddin Rumi, Nizami, Ibn Arabi dan Imam Al-Ghazali menjadi
santapan liar seorang gila-buku yang memenjarakan diri dalam kamarnya sendiri.
Di samping itu, Pamuk makin kesetanan menenggak saripati karya-karya sastrawan
dunia yang kemudian banyak mempengaruhi karya-karyanya. Sebutlah seperti Gabriel Garc¨ªa
M¨¢rquez, Julio Cort¨¢zar, Jorge Luis Borges, William Faulkner, Thomas Mann, James Joyce,
Albert Camus, Virginia Woolf, Joseph Conrad, Stendhal, Dante Alighieri, Jean-Paul Sartre,
Guillermo Cabrera Infante, Salman Rushdie, Victor Hugo, Milan Kundera, Philip Larkin, Gunter
Grass, Patricia Highsmith, Mario Vargas Llosa, Thomas Bernhard dan penulis-penulis dari
Rusia seperti Leo Tolstoy dan Fyodor Dostoyevsky. Barangkali karya-karya dari nama besar di
atas tidak semuanya Pamuk baca dari koleksi ayahnya selama 8 tahun mengurung, tetapi saya
tidak terkejut ketika melihat sendiri jejak-jekak gairah penerjemahan buku-buku sastra dunia
yang marak di Turki sejak tahun 1950-an.
Sampai di sini saya ingin berbisik kepada pembaca yang budiman bahwa Pamuk
mengurung diri dalam kamarnya selama 8 tahun adalah jalan wahyu sebagai novelis. Selama
masa inkubasi tersebut, ia adalah seorang yang kesepian, memilih jalan kesunyian. Ia tidak suka
keramaian¡ªapalagi orang-orang yang tidak dikenal, makanan mewah saat liburan lebaran,
kantor-kantor dan orang-orang yang terlalu serius. ¡°Turun gunung¡± setelah 8 tahun, di usianya
ke-30, Pamuk pun menerbitkan novel perdananya, setelah selama 2 tahun ia harus pontang-
panting mencari penerbit. Akhirnya tahun 1982 Penerbit Karacan bersedia menerbitkan novel
sebetal 641 halaman, Tuan Cevdet dan Anak-Anaknya (ditulis rentang tahun 1974-78).
Untuk membaca sejarah Pamuk secara lebih detail saya rekomendasikan buku-buku
karangannya sendiri seperti Istanbul: Hat?ralar ve ehir (Istanbul: Kenangan dan Kota), ?teki
PINDAI.ORG ¨C Bernando J. Sujibto / 12 Oktober 2015
	
 ?
H a l a m a n 	
 ?6	
 ?|	
 ?6	
 ?
	
 ?
Renkler: Se?me Yaz?lar ve Bir Hikaye (Warna-Warna Lain: Sebuah Cerita dan Pilihan Tulisan),
Manzaradan Par?alar: Hayat, Sokaklar, Edebiyat (Fragmen-Fragmen Panorama: Kehidupan,
Jalanan, Sastra), Saf ve D¨¹ ¨¹nceli Romanc? (Novelis Naif dan Sintimentil), Babam?n Bavulu
(Kopor Ayahku), dan bahkan pun beberapa novel yang secara tersirat merekam jejak hidupnya
sendiri, misalnya Cevdet Vey ve O ullar? (Tuan Cevdet dan Anak-Anaknya), Sessiz Ev (Rumah
Sunyi) dan Masumiyet M¨¹zesi (Museum Kepolosan).
Akhirnya, bagi yang ingin memilih menjadi penulis, seperti pesan Pamuk, keberanian
tidak cukup, tetapi ia harus terlunta-lunta dalam kesunyian. Dan Pamuk menemukan kebagiaan
saat-saat seperti itu, saat di mana ia menciptakan dunia lewat kata-kata yang ditulisnya. Karena
baginya, menulis adalah balas dendam bagi kehidupan yang tidak pernah terjadi!
Turki, 17 Agustus 2015
	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?	
 ?
i
¡°Apakah sedang menulis? Jangan merokok sebanyak itu sekaligus. Kamu sudah mengerjakan
sesuatu yang tidak penting, setidaknya jangan tambah lagi penderitaanmu!¡±
Sumber Rujukan:
? Istanbul: Kenangan dan Kota (Cet. 12/ 2014),
? Warna-Warna Lain: Sebuah Cerita dan Pilihan Tulisan (Cet. 1, 2013),
? Fragmen-Fragmen Panorama: Kehidupan, Jalanan, Sastra (Cet. 2, 2010),
? Novelis Naif dan Sintimentil (Cet. 1, 2011),
? Kopor Ayahku (Pidato Hadiah Nobel),
? dan beberapa artikel dan wawancara terpisah di media-media lokal di Turki.
Ad

Recommended

Efek Proust
Efek Proust
Pindai Media
?
ORANG-ORANG TERBUNGKAM -- ALBERT CAMUS
ORANG-ORANG TERBUNGKAM -- ALBERT CAMUS
primagraphology consulting
?
KRISIS KEBEBASAN -- ALBERT CAMUS
KRISIS KEBEBASAN -- ALBERT CAMUS
primagraphology consulting
?
Puisi untuk ibu
Puisi untuk ibu
Altafiyani Rahmatika
?
Gadis pemetik jamur (yetti a ka)
Gadis pemetik jamur (yetti a ka)
Arvinoor Siregar SH MH
?
UBI Advocates Education with Junior Chamber International
UBI Advocates Education with Junior Chamber International
gianroces61
?
µÚ¶þС×éÆÚÄ©±¨¸æ¹¹Ïë
µÚ¶þС×éÆÚÄ©±¨¸æ¹¹Ïë
Eve Guo
?
Bab 4 kls xi
Bab 4 kls xi
Fikri Pandoez
?
Ditimang Irama Bang Haji
Ditimang Irama Bang Haji
Pindai Media
?
Aroma Cengkeh di Kaki Menoreh
Aroma Cengkeh di Kaki Menoreh
Pindai Media
?
Poncke Princen, Pembela Kemanusiaan Paripurna
Poncke Princen, Pembela Kemanusiaan Paripurna
Pindai Media
?
Ugur Mumcu dan Mereka yang Dilenyapkan
Ugur Mumcu dan Mereka yang Dilenyapkan
Pindai Media
?
Paranoid indonesia, nestapa papua phelim kine
Paranoid indonesia, nestapa papua phelim kine
Pindai Media
?
Media dalam Terorisme
Media dalam Terorisme
Pindai Media
?
Orang-Orang Tegaldowo
Orang-Orang Tegaldowo
Pindai Media
?
Menari di Medan yang Riuh
Menari di Medan yang Riuh
Pindai Media
?
Sengketa tanah di bumi mataram anang zakaria
Sengketa tanah di bumi mataram anang zakaria
Pindai Media
?
Pak Raden dan Buku Dongeng
Pak Raden dan Buku Dongeng
Pindai Media
?
Putu Wijaya Berputar di Planet
Putu Wijaya Berputar di Planet
Pindai Media
?
Semangat Anti-Tank
Semangat Anti-Tank
Pindai Media
?
Senjakala Media Cetak
Senjakala Media Cetak
Pindai Media
?
Merumahkan Orang Rimba
Merumahkan Orang Rimba
Pindai Media
?
Serikat Buruh dan Media Propaganda
Serikat Buruh dan Media Propaganda
Pindai Media
?
Anomali Industri Buku
Anomali Industri Buku
Pindai Media
?
Hikayat Virginia
Hikayat Virginia
Pindai Media
?
Perang Balon
Perang Balon
Pindai Media
?
Mario
Mario
Pindai Media
?
Gestok dan Kehancuran Gerakan Perempuan
Gestok dan Kehancuran Gerakan Perempuan
Pindai Media
?

More Related Content

More from Pindai Media (20)

Ditimang Irama Bang Haji
Ditimang Irama Bang Haji
Pindai Media
?
Aroma Cengkeh di Kaki Menoreh
Aroma Cengkeh di Kaki Menoreh
Pindai Media
?
Poncke Princen, Pembela Kemanusiaan Paripurna
Poncke Princen, Pembela Kemanusiaan Paripurna
Pindai Media
?
Ugur Mumcu dan Mereka yang Dilenyapkan
Ugur Mumcu dan Mereka yang Dilenyapkan
Pindai Media
?
Paranoid indonesia, nestapa papua phelim kine
Paranoid indonesia, nestapa papua phelim kine
Pindai Media
?
Media dalam Terorisme
Media dalam Terorisme
Pindai Media
?
Orang-Orang Tegaldowo
Orang-Orang Tegaldowo
Pindai Media
?
Menari di Medan yang Riuh
Menari di Medan yang Riuh
Pindai Media
?
Sengketa tanah di bumi mataram anang zakaria
Sengketa tanah di bumi mataram anang zakaria
Pindai Media
?
Pak Raden dan Buku Dongeng
Pak Raden dan Buku Dongeng
Pindai Media
?
Putu Wijaya Berputar di Planet
Putu Wijaya Berputar di Planet
Pindai Media
?
Semangat Anti-Tank
Semangat Anti-Tank
Pindai Media
?
Senjakala Media Cetak
Senjakala Media Cetak
Pindai Media
?
Merumahkan Orang Rimba
Merumahkan Orang Rimba
Pindai Media
?
Serikat Buruh dan Media Propaganda
Serikat Buruh dan Media Propaganda
Pindai Media
?
Anomali Industri Buku
Anomali Industri Buku
Pindai Media
?
Hikayat Virginia
Hikayat Virginia
Pindai Media
?
Perang Balon
Perang Balon
Pindai Media
?
Mario
Mario
Pindai Media
?
Gestok dan Kehancuran Gerakan Perempuan
Gestok dan Kehancuran Gerakan Perempuan
Pindai Media
?
Ditimang Irama Bang Haji
Ditimang Irama Bang Haji
Pindai Media
?
Aroma Cengkeh di Kaki Menoreh
Aroma Cengkeh di Kaki Menoreh
Pindai Media
?
Poncke Princen, Pembela Kemanusiaan Paripurna
Poncke Princen, Pembela Kemanusiaan Paripurna
Pindai Media
?
Ugur Mumcu dan Mereka yang Dilenyapkan
Ugur Mumcu dan Mereka yang Dilenyapkan
Pindai Media
?
Paranoid indonesia, nestapa papua phelim kine
Paranoid indonesia, nestapa papua phelim kine
Pindai Media
?
Media dalam Terorisme
Media dalam Terorisme
Pindai Media
?
Orang-Orang Tegaldowo
Orang-Orang Tegaldowo
Pindai Media
?
Menari di Medan yang Riuh
Menari di Medan yang Riuh
Pindai Media
?
Sengketa tanah di bumi mataram anang zakaria
Sengketa tanah di bumi mataram anang zakaria
Pindai Media
?
Pak Raden dan Buku Dongeng
Pak Raden dan Buku Dongeng
Pindai Media
?
Putu Wijaya Berputar di Planet
Putu Wijaya Berputar di Planet
Pindai Media
?
Senjakala Media Cetak
Senjakala Media Cetak
Pindai Media
?
Merumahkan Orang Rimba
Merumahkan Orang Rimba
Pindai Media
?
Serikat Buruh dan Media Propaganda
Serikat Buruh dan Media Propaganda
Pindai Media
?
Anomali Industri Buku
Anomali Industri Buku
Pindai Media
?
Gestok dan Kehancuran Gerakan Perempuan
Gestok dan Kehancuran Gerakan Perempuan
Pindai Media
?

Orhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara Buku

  • 1. Orhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara Buku Oleh: Bernando J. Sujibto www.pindai.org | t: @pindaimedia | f: facebook.com/pindai.org | e: redaksi@pindai.org
  • 2. PINDAI.ORG ¨C Bernando J. Sujibto / 12 Oktober 2015 ? H a l a m a n ?2 ?| ?6 ? ? Orhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara Buku oleh Bernando J. Sujibto Orhan Pamuk mengurung diri selama 8 tahun dengan buku-buku, sebelum akhirnya menerbitkan karya perdananya. ¡°Yaz?yor musun? Bari o kadar ?ok sigara i?me! Zaten l¨¹zumsuz bir i yap?yorsun. Hi? de ilse ba ka y?nden zarar g?rme!¡±i Nyaris sebuah rutinitas sekitar tengah malam. Pintu kamar dibuka dan suara itu terdengar dari seorang yang sangat akrab dalam hidupnya: seorang ibu yang tinggal bersamanya di sebuah apartemen pribadi bernama Pamuk Apartman? di Ni anta ?, Beyo lu, Istanbul. Di rumah itu Orhan Pamuk memulai karirnya sebagai penulis dengan bekal warisan buku-buku dari keluarganya, khususnya dari sang ayah yang telah mengoleksi ribuan buku di perpustakaan pribadinya, buku-buku yang dibeli bersama kakaknya evket Pamuk di masa-masa mereka remaja, dan tentu sekoper buku misterius dari ayahnya yang baru dibukanya (karena wasiatnya sendiri agar dibaca) setelah dia meninggal tahun 2002! Kali ini saya ingin mengintip pergumulan Pamuk dengan buku dari hal-hal yang luput dicatat oleh khalayak. Sungguh akan unik menapaktilasi masa-masa Pamuk muda, suatu fase ketika dirinya berada dalam persimpangan pilihan hidup¡ªantara tuntutan keluarga dan passion yang menjalar bebas dalam dirinya. Masa-masa muda inilah, menurut saya, menjadi turning point yang akhirnya menentukan masa depan dan kesuksesan demi kesuksesan yang diraihnya hari ini. Untuk itu, Pamuk jangan dilihat melulu hari ini sebagai peraih hadiah-hadiah bergengsi seperti Nobel Prize, International IMPAC Dublin Literary Award, Prix France Cultur, Sonning Prize, Orhan Kemal Novel Prize, Ayd?n Do an Prize dan sederetan anugerah yang telah mencatatkan namanya dalam tinta emas sejarah sastra dunia. Mari bersama-sama menjelajahi jejak-jejak kecemasan, melankolis dan kekhawatiran pada dirinya, yang kemudian terselamatkan karena buku! Bila harus jujur¡ªsekedar mengingat seorang penulis dunia ihwal kegilaannya kepada buku¡ªOrhan Pamuk memang belum (dan mungkin tidak) segigih Jorge Luis Borges ihwal pengabdiannya kepada dunia keperpustakaan yang ditunjukkan secara heroik hingga akhir hayatnya. Bahkan secara tersirat Borges ingin melanjutkan hidup di Surga yang dibayanginya
  • 3. PINDAI.ORG ¨C Bernando J. Sujibto / 12 Oktober 2015 ? H a l a m a n ?3 ?| ?6 ? ? seperti perpustakaan. Tetapi keduanya mempunyai jalan sendiri-sendiri yang pada akhirnya bertemu pada satu titik: bergumul di dunia literasi. Pamuk kecil tumbuh dari keluarga pecinta buku, khususnya sang ayah. Imajinasi, kreativitas dan kebebasan tumbuh di sana. Meski ia belum sanggup menghabiskan buku-buku koleksi ayahnya¡ªyang berjumlah lebih dari 1500 itu¡ªsetidaknya Pamuk muda sudah terbiasa dengan dunia bacaan, yang mulai ditekuni secara lebih serius pada usia belasan akhir. Perpustakaan pertama bagi Pamuk adalah koleksi pustaka pribadi ayahnya. Ketika ada waktu liburan baik dalam atau luar negeri, toko buku menjadi salah satu tempat yang mereka kunjungi, di samping sang ayah biasa menambah koleksi buku-bukunya dari toko bekas bekas di Istanbul. Persentuhan pertama Pamuk kecil dengan buku dan mimpi menjadi penulis tersemai di Ankara. Pada suatu kesempatan bersama ibu dan kakaknya, Pamuk dihantar belanja buku yang pada waktu bersamaan ada acara imza g¨¹n¨¹ (hari tanda tangan) bersama Aziz Nesin, novelis dan penulis ratusan buku asal Turki. Saat itu Pamuk masih berusia 8 tahun. Di antara kerumunan orang-orang yang antri menunggu tanda tangan, Pamuk kecil berkhayal: leride ben de bir yazar olacakt?m (saya juga akan menjadi penulis di masa depan) (?teki Renkler, hal. 197). Dan mimpi itu telah menjadi kenyataan. Dalam 15 tahun terakhir, keberadaan Pamuk ditunggu dan goresan tanda tangannya diburu oleh para penggemarnya¡ªsampai ribuan orang mengantre! Dalam literatur dan dokumen-dokumen wawancara bersama Pamuk, sependek yang saya baca, momentum di Ankara bisa ditandai sebagai mimpi pertama menjadi penulis yang dititahkan oleh dirinya. Pamuk remaja tumbuh dalam kultur dan ideologi Eropa dengan gelimang imajinasi yang tumpah-ruah di antara kubangan buku-buku. Proyek modernitas dan westernisasi yang menjadi tulang punggung didirikannya Republik Turki melebur dalam keluarga Pamuk: mengisi liburan ke Prancis bersama ayahnya, rokok dan rak? (arak lokal) menjadi salah satu gaya hidup, dan keluarga mereka pun dijalankan dalam kebebasan. Tetapi tentu dengan satu pattern yang sudah tertanam kuat dan harus dicapai: kesuksesan! Apapun profesi yang dipilih, kesuksesan materi adalah tujuan utama yang tergambar jelas dalam keluarga mereka. Sementara itu, tujuan hidup Pamuk adalah untuk bahagia, dengan ataupun tanpa materi! Maka jalan menulis, yang kata ibunya tidak akan dibeli dan dibaca di Turki, ditempuh Pamuk dengan segala resikonya. Persentuhan kedua Pamuk muda dengan buku di usia 17-18. Tahun-tahun ini, di masa- masa awal menuju kuliah, ia mulai lebih serius menggeluti buku-buku ayahnya. Semua koleksi
  • 4. PINDAI.ORG ¨C Bernando J. Sujibto / 12 Oktober 2015 ? H a l a m a n ?4 ?| ?6 ? ? buku-buku puisi Turki yang ada dalam perputakaan pribadi itu dilahap habis. Pada fase ini, ia lalu bermimpi menjadi penyair dan keinginan menjadi penulis yang sempat tercecap 10 tahun silam pun kembali lahir. Tapi jangan lupa, Pamuk juga mempunyai mimpi lain yang tumbuh bersama kesukaannya menggambar sejak di sekolah dasar: menjadi pelukis! Sebenarnya, obsesi menjadi pelukislah yang paling mendominasi pikiran Pamuk muda, dari usia 7 hingga 22, dan bahkan ia sempat punya studio kecil untuk ekspresi melukisnya. Atau lebih tepatnya, mimpi menjadi pelukis yang sekaligus penyair! Dalam rentang usia sebelum 22, mimpi menjadi penyair atau pelukis tak lebih dari sekedar letupan-letupan kecil tapi menggebu-gebu. Apakah menjadi pelukis atau penyair? Dua- duanya gagal. Di tengah kecemasan pilihan kreativitas anak muda seusianya, ada satu garis besar yang tidak pernah jauh dari dirinya: mencintai seni sebagai jalan menemukan kebahagiaan! Lagi, sebelum usia 22 Pamuk berada dalam ambiguitas pilihan kreativitas ihwal dunia seni. Tetapi mujurnya, di tengah pemberontakan-pemberontakan untuk mencari kebahagiaan melalui karya seni, Pamuk tetap getol bergumul dengan buku-buku. Dalam situasi seperti itu, hanya seorang ibu yang selalu menjadi teman bicaranya, tak segan-segan berdebat denganya. Misalnya, ia secara terang-terangan menyampaikan ketidaksukaannya pada jurusan kuliah yang tengah diambilnya (mimarl?k/arsitektur) dan sejak tahun kedua ia mulai meninggalkan pelajaran, sebelum akhirnya benar-benar ditinggalkannya pada tahun ketiga. Sementara ayahnya sering tidak berada di rumah¡ªentah kerja di luar kota, di luar negeri atau sekedar liburan. Ketika liburan di Paris, Pamuk kerap diceritakan ayahnya bahwa dirinya pernah melihat Jean-Paul Sartre dari jauh, yang akhir-akhir ini Pamuk paham sendiri¡ª khususnya setelah membuka koper misterius berisi manuskrip¡ªbahwa ayahnya juga bermimpi menjadi seorang penulis. Tetapi sayangnya, sang ayah gagal menjadi penulis. Karena ayahnya, kata Pamuk, is a troubled optimism, scarred by the anger of being consigned to the margins, of being left outside. Sementara itu, menjadi penulis harus siap menghadapi semua ini: berhasil ataupun gagal! Persentuhan ketiga Pamuk muda dengan buku dimulai sejak usia 22, tahun 1974. Usia tersebut menjadi tolak ukur bagi pergumulan kreativitasnya dan paling banyak disebut oleh khalayak; sebuah fase revolusioner. Saat itu Pamuk memilih cara mengisolasi dirinya dalam kesunyian kamar dan buku-buku koleksi ayahnya dengan tekad menjadi penulis. Orientasi Pamuk terhujam pada satu bingkai filosofis: hidup mencari kebahagiaan dan seni-sastra adalah jalan yang harus ditempuhnya. Untuk itu, di tengah ¡®intimidasi¡¯ keluarga yang mengkhawatirkan masa depannya Pamuk mengurung diri dalam kamar. a tidak sendiri.
  • 5. PINDAI.ORG ¨C Bernando J. Sujibto / 12 Oktober 2015 ? H a l a m a n ?5 ?| ?6 ? ? Tumpukan buku-buku adalah teman setia yang menghiburnya. Di kamar itu ada meja dan kursi dekat jendela, tumpukan kertas dan pena untuk menulis. Pamuk suka melihat sinar matahari masuk kamarnya dan membentuk silhuet karena dari situ imajinasinya terus hidup. Rokok, kopi, sekali-kali rak? dan juga omelan sang ibu menyertai hari-hari berat dan keputusasaan yang kadangkala datang mengancam dan menggoyahkan pikirannya selama 8 tahun. Ya, selama 8 tahun Pamuk berkubang sunyi dengan buku-buku di kamarnya, sembari mulai menulis novel perdananya, Cevdet Vey ve O ullar? (Tuan Cevdet dan Anak-Anaknya). Selama 8 tahun inilah Pamuk menjadi kutu buku. Ia melahap habis karya-karya sastra koleksi ayahnya yang disebutnya sebagai perpustakaan pertama baginya; bergumul secara intens dengan para sastrawan baik dari Turki ataupun luar negeri. Karya-karya sastrawan Turki terkemuka seperti Yahya Kemal, Kemal Tahir, O uz Atay, Ahmet Hamdi Tanp?nar, Orhan Kemal, Ya ar Kemal, Naz?m Hikmet, Aziz Nesin, Kemalettin Tu cu dan Fethi Naci ditimpas habis. Bahkan pun karya Jalaluddin Rumi, Nizami, Ibn Arabi dan Imam Al-Ghazali menjadi santapan liar seorang gila-buku yang memenjarakan diri dalam kamarnya sendiri. Di samping itu, Pamuk makin kesetanan menenggak saripati karya-karya sastrawan dunia yang kemudian banyak mempengaruhi karya-karyanya. Sebutlah seperti Gabriel Garc¨ªa M¨¢rquez, Julio Cort¨¢zar, Jorge Luis Borges, William Faulkner, Thomas Mann, James Joyce, Albert Camus, Virginia Woolf, Joseph Conrad, Stendhal, Dante Alighieri, Jean-Paul Sartre, Guillermo Cabrera Infante, Salman Rushdie, Victor Hugo, Milan Kundera, Philip Larkin, Gunter Grass, Patricia Highsmith, Mario Vargas Llosa, Thomas Bernhard dan penulis-penulis dari Rusia seperti Leo Tolstoy dan Fyodor Dostoyevsky. Barangkali karya-karya dari nama besar di atas tidak semuanya Pamuk baca dari koleksi ayahnya selama 8 tahun mengurung, tetapi saya tidak terkejut ketika melihat sendiri jejak-jekak gairah penerjemahan buku-buku sastra dunia yang marak di Turki sejak tahun 1950-an. Sampai di sini saya ingin berbisik kepada pembaca yang budiman bahwa Pamuk mengurung diri dalam kamarnya selama 8 tahun adalah jalan wahyu sebagai novelis. Selama masa inkubasi tersebut, ia adalah seorang yang kesepian, memilih jalan kesunyian. Ia tidak suka keramaian¡ªapalagi orang-orang yang tidak dikenal, makanan mewah saat liburan lebaran, kantor-kantor dan orang-orang yang terlalu serius. ¡°Turun gunung¡± setelah 8 tahun, di usianya ke-30, Pamuk pun menerbitkan novel perdananya, setelah selama 2 tahun ia harus pontang- panting mencari penerbit. Akhirnya tahun 1982 Penerbit Karacan bersedia menerbitkan novel sebetal 641 halaman, Tuan Cevdet dan Anak-Anaknya (ditulis rentang tahun 1974-78). Untuk membaca sejarah Pamuk secara lebih detail saya rekomendasikan buku-buku karangannya sendiri seperti Istanbul: Hat?ralar ve ehir (Istanbul: Kenangan dan Kota), ?teki
  • 6. PINDAI.ORG ¨C Bernando J. Sujibto / 12 Oktober 2015 ? H a l a m a n ?6 ?| ?6 ? ? Renkler: Se?me Yaz?lar ve Bir Hikaye (Warna-Warna Lain: Sebuah Cerita dan Pilihan Tulisan), Manzaradan Par?alar: Hayat, Sokaklar, Edebiyat (Fragmen-Fragmen Panorama: Kehidupan, Jalanan, Sastra), Saf ve D¨¹ ¨¹nceli Romanc? (Novelis Naif dan Sintimentil), Babam?n Bavulu (Kopor Ayahku), dan bahkan pun beberapa novel yang secara tersirat merekam jejak hidupnya sendiri, misalnya Cevdet Vey ve O ullar? (Tuan Cevdet dan Anak-Anaknya), Sessiz Ev (Rumah Sunyi) dan Masumiyet M¨¹zesi (Museum Kepolosan). Akhirnya, bagi yang ingin memilih menjadi penulis, seperti pesan Pamuk, keberanian tidak cukup, tetapi ia harus terlunta-lunta dalam kesunyian. Dan Pamuk menemukan kebagiaan saat-saat seperti itu, saat di mana ia menciptakan dunia lewat kata-kata yang ditulisnya. Karena baginya, menulis adalah balas dendam bagi kehidupan yang tidak pernah terjadi! Turki, 17 Agustus 2015 ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? i ¡°Apakah sedang menulis? Jangan merokok sebanyak itu sekaligus. Kamu sudah mengerjakan sesuatu yang tidak penting, setidaknya jangan tambah lagi penderitaanmu!¡± Sumber Rujukan: ? Istanbul: Kenangan dan Kota (Cet. 12/ 2014), ? Warna-Warna Lain: Sebuah Cerita dan Pilihan Tulisan (Cet. 1, 2013), ? Fragmen-Fragmen Panorama: Kehidupan, Jalanan, Sastra (Cet. 2, 2010), ? Novelis Naif dan Sintimentil (Cet. 1, 2011), ? Kopor Ayahku (Pidato Hadiah Nobel), ? dan beberapa artikel dan wawancara terpisah di media-media lokal di Turki.