Rhinosinusitis Jamur
Ringkasan: Dokumen ini membahas tentang anatomi, histologi, klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan rhinosinusitis jamur. Terdapat beberapa jenis rhinosinusitis jamur seperti invasif akut dan kronis, fungus ball, serta alergi jamur. Diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik, radiologi, laboratorium, dan histopatologi. Penatalaksanaannya meliputi bedah, obat anti jamur sistemik
Radiografi merupakan teknik penting dalam pemeriksaan otorinolaringologi. Beberapa proyeksi radiografi yang dijelaskan dalam dokumen ini antara lain Waters View, Schedel View, Caldwell View, dan Submentovertical View untuk sinus paranasal, serta Towne, Stenvers, dan Schuller View untuk tulang temporal. Dokumen ini juga membahas berbagai kondisi klinis seperti otitis eksterna, selulitis telinga, dan penatalaksanaannya.
Dokumen tersebut membahas tentang rhinosinusitis jamur. Terdapat dua klasifikasi utama rhinosinusitis jamur yaitu invasif dan non invasif, yang dibedakan berdasarkan tingkat invasi jamur ke jaringan. Rhinosinusitis jamur invasif dapat akut atau kronis, sedangkan non invasif terdiri dari infeksi fungal saprofitik dan fungus ball. Etiologi rhinosinusitis jamur invasif umumnya spesies Aspergillus pada pasien imunokomp
Dokumen tersebut membahas tentang rhinosinusitis jamur. Terdapat dua klasifikasi utama rhinosinusitis jamur yaitu invasif dan non invasif, yang dibedakan berdasarkan tingkat invasi jamur ke jaringan. Rhinosinusitis jamur invasif dapat akut atau kronis, sedangkan non invasif terdiri dari infeksi fungal saprofitik dan fungus ball. Etiologi rhinosinusitis jamur invasif umumnya spesies Aspergillus pada pasien imunokomp
Dokumen tersebut membahas tentang rhinosinusitis jamur. Terdapat dua klasifikasi utama rhinosinusitis jamur yaitu invasif dan non invasif, yang dibedakan berdasarkan tingkat invasi jamur ke jaringan. Rhinosinusitis jamur invasif dapat akut atau kronis, sedangkan non invasif terdiri dari infeksi fungal saprofitik dan fungus ball. Etiologi rhinosinusitis jamur invasif umumnya spesies Aspergillus pada pasien imunokomp
Abses paru adalah kapitas berisi cairan purulen di jaringan paru yang terbentuk akibat proses infeksi dan nekrosis. Abses paru dapat terjadi secara primer tanpa penyakit mendasar atau sekunder karena penyakit lain. Manifestasinya bervariasi mulai dari gejala sistemik hingga klinis respiratori. Diagnosa didukung dengan pemeriksaan imaging seperti rontgen dada dan CT scan. Terapi utama meliputi antibiotik selama
sinusitisSinusitis - Gejala, Penyebab, dan Pengobatan - Alodokteraljovi1709
油
inusitis adalah peradangan atau pembengkakan pada lapisan sinus. Kondisi ini umumnya ditandai dengan pilek, hidung tersumbat, dan nyeri di area wajah. Sinusitis bisa berlangsung dalam hitungan minggu, bulan, atau bahkan tahun.
Fotomikrograf menunjukkan hiperplastik epitel skuamosa bertingkat dengan jaringan ikat di
bawahnya yang mengandung ruang kistik kecil berisi lendir dan sel berisi mukus yang
dikelilingi jaringan granulasi, mengindikasikan diagnosis mucocoele oral.
Faringitis adalah radang pada struktur mukosa tenggorokan yang disebabkan oleh infeksi virus maupun bakteri. Gejala umumnya meliputi nyeri tenggorokan, demam, dan pembesaran kelenjar getah bening leher. Penatalaksanaan meliputi antibiotik, analgesik, cairan, dan diet ringan untuk memulihkan keseimbangan nutrisi. Komplikasi potensial termasuk otitis media dan abses. Perawatan fokus pada menurunkan demam,
1. Dokumen tersebut merangkum tentang penyakit bronkiektasis, yaitu kelainan pada dinding bronkus yang menyebabkan perubahan struktur dan fungsi bronkus.
2. Bronkiektasis dapat disebabkan oleh infeksi, obstruksi saluran napas, atau faktor genetik dan dapat menimbulkan komplikasi seperti pneumonia, pleuritis, atau gagal jantung.
3. Tatalaksananya meliputi tindakan konservatif seperti drain
Laporan kasus ini membahas diagnosa dan penatalaksanaan kista epiglottis dengan eksisi endoskopi pada seorang pria berusia 59 tahun. Kista epiglottis adalah tumor jinak laring yang jarang dijumpai dan umumnya tidak menimbulkan gejala pada ukuran kecil. Tindakan yang dilakukan untuk penatalaksanaan kista epiglottis adalah aspirasi, marsupialisasi, atau eksisi endoskopi.
Dokumen tersebut membahas tentang epistaksis dan polip nasal. Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti trauma, infeksi, atau kelainan sistemik. Penatalaksanaannya meliputi hentikan perdarahan, cegah komplikasi, dan cegah epistaksis berulang. Polip nasal adalah kelainan benjolan mukosa hidung dan sinus yang disebabkan oleh peradangan kronik dan gangguan keseimbangan vask
1. Dokumen tersebut membahas dua masalah kesehatan yaitu benda asing di hidung dan epistaksis.
2. Benda asing di hidung adalah benda yang tidak seharusnya ada di dalam hidung dan dapat menyebabkan hidung tersumbat. Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
3. Penatalaksanaan benda asing di hidung meliputi pengeluaran benda asing secara manual dan pember
Dokumen tersebut membahas tentang rhinosinusitis jamur. Terdapat dua klasifikasi utama rhinosinusitis jamur yaitu invasif dan non invasif, yang dibedakan berdasarkan tingkat invasi jamur ke jaringan. Rhinosinusitis jamur invasif dapat akut atau kronis, sedangkan non invasif terdiri dari infeksi fungal saprofitik dan fungus ball. Etiologi rhinosinusitis jamur invasif umumnya spesies Aspergillus pada pasien imunokomp
Dokumen tersebut membahas tentang rhinosinusitis jamur. Terdapat dua klasifikasi utama rhinosinusitis jamur yaitu invasif dan non invasif, yang dibedakan berdasarkan tingkat invasi jamur ke jaringan. Rhinosinusitis jamur invasif dapat akut atau kronis, sedangkan non invasif terdiri dari infeksi fungal saprofitik dan fungus ball. Etiologi rhinosinusitis jamur invasif umumnya spesies Aspergillus pada pasien imunokomp
Abses paru adalah kapitas berisi cairan purulen di jaringan paru yang terbentuk akibat proses infeksi dan nekrosis. Abses paru dapat terjadi secara primer tanpa penyakit mendasar atau sekunder karena penyakit lain. Manifestasinya bervariasi mulai dari gejala sistemik hingga klinis respiratori. Diagnosa didukung dengan pemeriksaan imaging seperti rontgen dada dan CT scan. Terapi utama meliputi antibiotik selama
sinusitisSinusitis - Gejala, Penyebab, dan Pengobatan - Alodokteraljovi1709
油
inusitis adalah peradangan atau pembengkakan pada lapisan sinus. Kondisi ini umumnya ditandai dengan pilek, hidung tersumbat, dan nyeri di area wajah. Sinusitis bisa berlangsung dalam hitungan minggu, bulan, atau bahkan tahun.
Fotomikrograf menunjukkan hiperplastik epitel skuamosa bertingkat dengan jaringan ikat di
bawahnya yang mengandung ruang kistik kecil berisi lendir dan sel berisi mukus yang
dikelilingi jaringan granulasi, mengindikasikan diagnosis mucocoele oral.
Faringitis adalah radang pada struktur mukosa tenggorokan yang disebabkan oleh infeksi virus maupun bakteri. Gejala umumnya meliputi nyeri tenggorokan, demam, dan pembesaran kelenjar getah bening leher. Penatalaksanaan meliputi antibiotik, analgesik, cairan, dan diet ringan untuk memulihkan keseimbangan nutrisi. Komplikasi potensial termasuk otitis media dan abses. Perawatan fokus pada menurunkan demam,
1. Dokumen tersebut merangkum tentang penyakit bronkiektasis, yaitu kelainan pada dinding bronkus yang menyebabkan perubahan struktur dan fungsi bronkus.
2. Bronkiektasis dapat disebabkan oleh infeksi, obstruksi saluran napas, atau faktor genetik dan dapat menimbulkan komplikasi seperti pneumonia, pleuritis, atau gagal jantung.
3. Tatalaksananya meliputi tindakan konservatif seperti drain
Laporan kasus ini membahas diagnosa dan penatalaksanaan kista epiglottis dengan eksisi endoskopi pada seorang pria berusia 59 tahun. Kista epiglottis adalah tumor jinak laring yang jarang dijumpai dan umumnya tidak menimbulkan gejala pada ukuran kecil. Tindakan yang dilakukan untuk penatalaksanaan kista epiglottis adalah aspirasi, marsupialisasi, atau eksisi endoskopi.
Dokumen tersebut membahas tentang epistaksis dan polip nasal. Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti trauma, infeksi, atau kelainan sistemik. Penatalaksanaannya meliputi hentikan perdarahan, cegah komplikasi, dan cegah epistaksis berulang. Polip nasal adalah kelainan benjolan mukosa hidung dan sinus yang disebabkan oleh peradangan kronik dan gangguan keseimbangan vask
1. Dokumen tersebut membahas dua masalah kesehatan yaitu benda asing di hidung dan epistaksis.
2. Benda asing di hidung adalah benda yang tidak seharusnya ada di dalam hidung dan dapat menyebabkan hidung tersumbat. Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
3. Penatalaksanaan benda asing di hidung meliputi pengeluaran benda asing secara manual dan pember
Scenario Planning Bonus Demografi 2045 Menuju Satu Abad Indonesia EmasDadang Solihin
油
Sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045, yaitu Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan, kajian ini menekankan pentingnya membangun Indonesia yang kuat, mandiri, dan berkelanjutan di tahun 2045. Dalam konteks itu, optimalisasi angkatan kerja dan pemanfaatan bonus demografi menjadi faktor krusial untuk mencapai visi tersebut.
Memperkuat Kedaulatan Angkasa dalam rangka Indonesia EmasDadang Solihin
油
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji dan merumuskan kebijakan strategis dalam rangka memperkuat kedaulatan dan pemanfaatan wilayah angkasa Indonesia demi kesejahteraan bangsa. Sebagai aset strategis, wilayah angkasa memiliki peran krusial dalam pertahanan, keamanan, ekonomi, serta pembangunan nasional. Dengan kemajuan teknologi dan meningkatnya aktivitas luar angkasa, Indonesia memerlukan kebijakan komprehensif untuk mengatur, melindungi, dan mengoptimalkan pemanfaatannya. Saat ini, belum ada regulasi spesifik terkait pengelolaan wilayah angkasa, padahal potensinya besar, mulai dari komunikasi satelit, observasi bumi, hingga eksplorasi antariksa.
Restrukturisasi dan Redistribusi Ekonomi melalui Danantara: Pesimis atau Opti...Dadang Solihin
油
Dari perspektif optimis, Danantara dapat menjadi pilar utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Dengan manajemen profesional dan tata kelola yang transparan, lembaga ini berpotensi mengoptimalkan pemanfaatan aset negara secara lebih produktif.
RPT PEND MORAL.docxUNTU RUJUKAN GURU 2025ROBIATUL29
油
CASE REPORT THT
1. PEMBIMBING:
dr. Anggina Diksita, Sp.THT-KL
DISUSUN OLEH
Gita Putri Benavita - 1910221025
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
LAPORAN KASUS
RHINOSINUSITIS KRONIS
Escherichia coli Strains with Virulent Factors Typical for
Uropathogens were Isolated from Sinuses from Patients
with Chronic RhinosinusitisCase Report
2. Escherichia coli diisolasi dari tiga pasien dengan
rinosinusitis kronis yang telah di biopsi jaringan sinus
intraoperatif. Kemudian dilakukan pemeriksaan
mikrobiologis mengenai karakteristik genetik bakteri
tersebut untuk mengetahui virulensi dari masing-masing
karakter bakteri.
3. Rinosinusitis kronis adalah salah satu penyakit kronis yang
paling umum pada populasi Eropa. Belum diketahui secara jelas
apakah bakteri berkontribusi pada perkembangan infeksi,
memulai respons inflamasi, atau terjadinya kolonisasi bakteri
pada sinus disebabkan oleh hasil dari perubahan dari mukosa
sinus itu sendiri. Rongga sino-nasal memiliki flora normal yang
bertanggung jawab sebagai saluran pernapasan. Dalam laporan
kasus ini, akan dilakukan analisis rhinosinusitis kronis terkait
dengan faktor risiko yang disebabkan oleh bakteri.
Pendahuluan
Barshak. The Role of Infection and Antibiotics in Chronic
Rhinosinusitis. Laryngoscope Investig. Otolaryngol, 2017
4. Kasus Pertama
Laki-laki berusia 41 tahun
Anamnesis : nyeri sinus, sensasi terbakar dan hidung tersumbat,
kelainan mukosa.
Pasien menjalani operasi septum hidung dan operasi sinus
dengan endoskopi fungsional
Pasca operasi, sudah tidak terdapat cairan pada sinus. Namun,
setelah beberapa minggu, pasien kembali merasakan hidungnya
meler, serta bau hidung yang tidak sedap
Karena kurangnya perbaikan, pasien menjalani operasi sinus
lagi.
Dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk memastikan
adanya sel epitel mukosa polipoid tanpa metaplasia
skuamosa, infiltrat mononuklear dan granulosit
eosinofilik (eosinofil 30% merupakan tanda dari adanya
inflamasi).
Dilakukan analisis mikrobiologi pada hasil biopsi yang
menunjukkan adanya infeksi polimikroba termasuk E.
coli.
5. Kasus Kedua
Seorang pasien berusia 44 tahun
Pada anamnesis dilaporkan adanya keluhan hidung tersumbat
dan mendengkur
Pasien juga dicurigai mengalami apnea saat tidur
Pemeriksaan otolaringologi, ditemukan adanya obstruksi
septum hidung dan hipertrofi pada konka hidung bagian bawah.
Pasien juga memiliki palatum molle yang lebih lunak, dan
ukurannya terlalu besar.
Kemudian dilakukan tindakan pembedahan fungsional
endoskopi sinus nasal dan nasal, koreksi septum nasal, dan
koreksi palatum molle dengan metode koblasi.
Kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk
memastikan bahwa hasil biopsy tersebut benar
merupakan bagian dari mukosa sinus yang dilapisi oleh
epitel silinder.
Ditemukan adanya infiltrat sel inflamasi di stroma
mengandung 30% sel plasma dan granulosit eosinofilik.
Ditemukan juga bakteri E. coli dan E. faecium
6. Kasus Ketiga
Seorang pria berusia 18 tahun
dengan anamnesis mengeluhkan hidung tersumbat yang terjadi
dalam jangka waktu lama serta beberapa kali mengalami
perdarahan.
pemeriksaan otolaringologi, diamati adanya obstruksi septum
hidung dan hipertrofi konka inferior hidung.
Pemeriksaan otoscopic tidak menunjukkan adanya perubahan di
telinga.
Tomografi komputer menunjukkan adanya lesi polipoid pada
sinus maksilaris, ethmoid, dan frontal
Tindakan pembedahan yang dilakukan yaitu
endoskopi fungsional serta koreksi septum hidung
dengan septoplasty dan koreksi konka hidung
dengan metode koblasi.
Koblasi (kependekan dari ablasi terkontrol) adalah teknik bedah
modern yang menggunakan energi gelombang elektromagnetik
untuk menghasilkan suhu rendah dalam plasma di lingkungan sinus.
Koblasi memungkinkan pengangkatan jaringan sekaligus mencegah
perdarahan berlebihan di lokasi tindakan.
Dilakukan pemeriksaan histopatologis dari hasil biopsi tersebut yaitu adanya fragmen mukosa
sinus yang ditutupi dengan epitel silinder.
Serta ditemukan adanya infiltrat sel plasma, granulosit neutrofilik dan eosinofilik di stroma.
Kandungan eosinofil di kedua sisi sinus mencapai 50% dari sel inflamasi.
Studi bakteriologis juga mengkonfirmasi keberadaan dari bakteri E.coli
7. DISKUSI
Hasil karakterisasi genetik profil virulensi strain E. coli yang
diisolasi dari sinus tersebut sesuai dengan profil genetik patogen
yang sangat virulen pada E. coli pada pasien rhinosinusitis yaitu
mengandung toksin khas
uropathogenic strain (UPEC)
cytotoxic necrotizing factor. 1,
uropathogenic specific protein (Usp),
dan 留-hemolysin.
Racun E. coli ini berbahaya dan dapat melakukan pelepasan
nutrisi dari sel inangnya, sehingga menghasilkan bakteri yang
lebih kuat dalam lingkungan sinus dan memungkinkan
terjadinya penyebaran ke jaringan lain yang terinfeksi.
9. DEFINISI
Peradangan pada mukosa hidung dan sinus
paranasalis yang berlangsung lebih dari 3
bulan.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan rinosinusitis kronik
meliputi faktor penjamu (host) baik sistemik maupun lokal
dan faktor lingkungan.
faktor penjamu sistemik ialah alergi, imunodefisiensi,
kelainan kongenital dan disfungsi mukosiliar
Faktor penjamu lokal ialah kelainan anatomi.
Sedangkan yang termasuk dalam faktor lingkungan ialah
infeksi virus dan bakteri, paparan bahan iritan dan
sebagainya.
FAKTOR RISIKO
Data dari Kemenkes RI tahun 2013
menyebutkan bahwa penyakit hidung dan
sinus berada pada urutan ke-25 dari 50
pola penyakit peringkat utama atau sekitar
102.817 penderita rawat jalan di rumah
sakit.
EPIDEMIOLOGI
Fokkens W et al, European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps. Rhinology, 2012
10. Gejala Klinis
Obstruksi nasal
Sekret / discharge nasal
Abnormalitas penciuman
Nyeri / tekanan fasiall
Diagnosis
EPOS ((European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps), 2007
Penilaian subyektif berdasarkan pada keluhan,
berlangsung lebih dari 12 minggu berdasarkan
gejala klinis
Pemeriksaan Fisik:
Rinoskopi anterior dapat dilihat kelainan
rongga hidung yang berkaitan dengan
rinosinusitis kronik seperti udem konka,
hiperemi, sekret (nasal drip), krusta,
deviasi septum, tumor atau polip.
Transiluminasi,
Endoskopi nasal, dapat menilai kondisi
rongga hidung, adanya sekret, patensi
kompleks ostiomeatal, ukuran konka nasi,
udem disekitar orifisium tuba, hipertrofi
adenoid dan penampakan mukosa sinus
Pemeriksaan Penunjang:
CT-scan rinosinusitis kronik
12. Tatalaksana
Antibiotika
Amoksisilin + asam klavulanat
Sefalosporin: cefuroxime, cefaclor, cefixime
Florokuinolon : ciprofloksasin
Makrolid : eritromisin, klaritromisin, azitromisin
Klindamisin
Metronidazole
Antiinflamatori dengan menggunakan kortikosteroid topikal atau
sistemik
Kortikosteroid topikal : beklometason, flutikason,
mometason
Kortikosteroid sistemik, banyak bermanfaat pada
rinosinusitis kronik dengan polip nasi dan rinosinusitis fungal
alergi.
Rosenfeld. Clinical Practice Guideline (Update): Adult Sinusitis. Otolaryngology-
Head and Neck Surgery, 2015.
13. Pembedahan
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau Functional
Endoscopic Sinus Surgery (FESS) adalah teknik operasi invasif
minimal yang dilakukan pada sinus paranasal dengan
menggunakan endoskop yang bertujuan memulihkan
mucociliary clearance dalam sinus.
Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks
osteomeatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi
sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat lancar kembali melalui
ostium alami.
Rosenfeld. Clinical Practice Guideline (Update): Adult Sinusitis. Otolaryngology-
Head and Neck Surgery, 2015.
14. Komplikasi
Komplikasi orbita :
Selulitis periorbita
Selulitis orbita
Abses subperiosteal
Abses orbita
Komplikasi endokranial:
Abses epidural / subdural
Abses otak
Meningitis
Serebritis
Trombosis sinus kavernosus
Komplikasi oseus/tulang : Osteomielitis
(maksila dan frontal)
Fokkens W et al, European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps. Rhinology, 2012
15. PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini dicantumkan tiga kasus rhinosinusitis kronis
dimana ketiga kasus tersebut dilakukan anamnesis, pemeriksaan
fisik,
Kemudian terapi pembedahan dan dilakukan juga pemeriksaan
histopatologis pada hasil biopsi saat dilakukan pembedahan
kemudian dianalisis mikrobiologi untuk mengetahui dan
megonfirmasi karakteristik bakteri E.Coli yang menyebabkan
rhinosinusitis tersebut.
16. PEMBAHASAN
Dari ketiga kasus diatas sudah dilakukan tatacara pemeriksaan yang baik yaitu
mencantumkan anamnesis yang baik untuk menegakkan diagnosis rhinosinusitis kronik yaitu
sesuai dengan EPOS (European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps) tahun
2007 dan 2012 yaitu ditemukan adanya keluhan hidung tersumbat, kongesti atau sesak; sekret
hidung / post nasal drip, umumnya mukopurulen; nyeri wajah / tekanan, nyeri kepala dan;
penurunan / hilangnya penciuman.
Kemudian untuk pemeriksaan fisik juga sudah dilakukan yaitu pemeriksaan menggunakan
rinoskopi anterior dengan cahaya lampu kepala dan kondisi rongga hidung yang lapang
(sudah diberi topikal dekongestan sebelumnya). Dengan rinoskopi anterior dapat dilihat
kelainan rongga hidung yang berkaitan dengan rinosinusitis kronik seperti udem konka,
hiperemi, sekret (nasal drip), krusta, deviasi septum, tumor atau polip. Rinoskopi posterior
bila diperlukan untuk melihat patologi di belakang rongga hidung
EPOS ((European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps), 2007
17. PEMBAHASAN
Untuk tatalaksana pada ketiga kasus diatas, tidak dicantumkan tatalaksana medikamentosa,
melainkan tatalaksana pembedahan yaitu Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau
Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) adalah teknik operasi invasif minimal yang
dilakukan pada sinus paranasal dengan menggunakan endoskop yang bertujuan memulihkan
mucociliary clearance dalam sinus.
Rosenfeld. Clinical Practice Guideline (Update): Adult Sinusitis. Otolaryngology-
Head and Neck Surgery, 2015.
18. PEMBAHASAN
Pada terapi medikamentosa untuk rhinosinusitis kronik dapat diberikan antibiotika. Jenis
antibiotika yang digunakan adalah antibiotika spektrum luas antara lain: Amoksisilin + asam
klavulanat, golongan sefalosporin: cefuroxime, cefaclor, cefixim, golongan Florokuinolon :
ciprofloksasin, golongan Makrolid : eritromisin, klaritromisin, azitromisin. Kemudian
diberikan antiinflamasi kortikosteroid topikal atau sistemik.
Untuk tatalaksana Rhinosinusitis sendiri berdasarkan algoritma tatalaksana Rhinosinusitis
kronis. Yaitu diberikan tatalaksana mandiri yang terdiri dari bilas hidung dengan cairan saline
kemudian ditinjau selama 6 minggu apabila tidak terdapat perbaikan dirujuk ke layanan
primer dan diberikan terapi medikamentosa selama 6 minggu lagi dan ditinjau kembali
adanya perbaikan atau tidak, jika tidak maka dirujuk ke spesialis untuk dilakukan endoskopi
nasal jika diperlukan yaitu sesuai dengan indikasi
Rosenfeld. Clinical Practice Guideline (Update): Adult Sinusitis. Otolaryngology-
Head and Neck Surgery, 2015.
EPOS, 2020