RESUME HUKUM LAUT( putri eka gustina).pptxSuciHati8
油
Dokumen tersebut membahas tentang peraturan hukum laut internasional dan pembagian wilayah laut berdasarkan UNCLOS. Secara ringkas, UNCLOS membagi wilayah laut menjadi laut teritorial selebar 12 mil, zona landas kontinen hingga 200 mil, dan zona ekonomi eksklusif hingga 200 mil. Dokumen juga menjelaskan penyelesaian sengketa laut internasional yang dapat dilakukan secara damai atau melalui pengadil
Dokumen tersebut membahas insiden masuknya kapal Tiongkok ke wilayah ZEE Indonesia di Natuna dan klaim sepihak Tiongkok atas 'nine dash line' yang meliputi wilayah tersebut. Dokumen tersebut menjelaskan bahwa klaim Tiongkok tidak berdasar hukum internasional dan menganjurkan Indonesia untuk menanggapi masalah ini sebagai pelanggaran kedaulatan wilayah laut dan melakukan protes diplomatik serta display of sovereignty di Natuna.
Teks tersebut membahas tentang tiga konsep dalam hukum laut internasional yaitu Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen, dan Laut Lepas. Zona Ekonomi Eksklusif didefinisikan sebagai wilayah laut hingga 200 mil dari garis pantai dimana negara memiliki hak atas sumber daya alam, sedangkan Landas Kontinen adalah dasar laut dan tanah di bawahnya. Laut Lepas adalah bagian laut di luar Zona Ekonomi Eksk
Teks tersebut membahas tentang tiga konsep dalam hukum laut internasional yaitu Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen, dan Laut Lepas. Zona Ekonomi Eksklusif didefinisikan sebagai wilayah laut hingga 200 mil dari garis pantai dimana negara memiliki hak atas sumber daya alam. Landas Kontinen adalah dasar laut dan tanah di bawahnya yang berbatasan dengan pantai. Laut Lepas adalah bagian laut di luar Zona
Teks tersebut membahas tentang tiga konsep dalam hukum laut internasional yaitu Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen, dan Laut Lepas. Zona Ekonomi Eksklusif didefinisikan sebagai wilayah laut hingga 200 mil dari garis pantai dimana negara memiliki hak atas sumber daya alam. Landas Kontinen adalah dasar laut dan tanah di bawahnya yang berbatasan dengan pantai. Laut Lepas adalah bagian laut di luar Zona
Teks tersebut membahas tentang tiga konsep dalam hukum laut internasional yaitu Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen, dan Laut Lepas. Zona Ekonomi Eksklusif didefinisikan sebagai wilayah laut hingga 200 mil dari garis pantai dimana negara memiliki hak atas sumber daya alam, sedangkan Landas Kontinen adalah dasar laut dan tanah di bawahnya. Laut Lepas adalah bagian laut di luar Zona Ekonomi Eksk
Dokumen tersebut membahas tentang hukum laut internasional khususnya mengenai wilayah perairan Indonesia berdasarkan UNCLOS 1982. Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah perairan seluas 3,1 juta km2 yang terdiri dari perairan kepulauan 2,3 juta km2, laut teritorial 0,8 juta km2, dan hak eksklusif atas ZEE seluas 2,7 juta km2. Dokumen ini juga menjelaskan berbagai zona wilayah
Dokumen tersebut membahas tentang kedaulatan negara atas laut territorial menurut UNCLOS 1982. Secara ringkas, UNCLOS 1982 mengatur bahwa negara berhak atas laut selebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal, dan negara juga berhak menentukan jenis garis pangkalnya, baik garis pangkal biasa, lurus, maupun kepulauan. UNCLOS 1982 juga mengatur tentang hak lintas damai di perairan teritorial negara pant
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas pentingnya pengaturan dan penegakan kedaulatan Indonesia atas ruang udara nasional, terutama di atas Alur Laut Kepulauan Indonesia.
2. Ia menjelaskan konsekuensi hukum pengakuan Indonesia sebagai negara kepulauan beserta penetapan Alur Laut Kepulauan Indonesia.
3. Dokumen tersebut juga membahas perlunya pengaturan ru
Dokumen tersebut membahas tentang Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan implementasinya di Indonesia. UNCLOS mengatur batas-batas hak dan kewajiban negara pantai dan tidak pantai, termasuk zona maritim seperti laut teritorial, ZEE, dan konsep negara kepulauan. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia berdasarkan ketentuan UNCLOS.
Dokumen tersebut membahas sejarah perkembangan hukum ruang udara dan ruang angkasa internasional. Ia menjelaskan bahwa negara memiliki kedaulatan atas ruang udara di atas wilayahnya, tetapi ruang angkasa di luar ruang udara tidak dapat dimiliki oleh negara manapun. Dokumen tersebut juga membahas konvensi-konvensi penting seperti Konvensi Paris 1919 dan Konvensi Chicago 1944 yang mengatur hak lintas damai di ruang
Dokumen tersebut membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan Deklarasi Djuanda 1957. Wilayah Indonesia mencakup daratan, perairan, udara, dan wilayah ekstra teritorial dengan batas-batas yang ditetapkan undang-undang. Deklarasi Djuanda memperluas wilayah laut Indonesia menjadi 2 juta km2.
Wilayah Indonesia terdiri dari wilayah darat, laut, udara, dan ekstra territorial. Wilayah darat mencakup daratan dan perairan pedalaman. Batas wilayah laut terdiri dari perairan teritorial selebar 12 mil laut dari pantai, zona bersebelahan 12-24 mil, dan ZEE 200 mil. Wilayah udara di atas wilayah darat dan perairan. Wilayah ekstra territorial berada di wilayah negara lain tetapi diakui sebagai wilayah Indonesia.
Teks tersebut membahas tentang tiga konsep dalam hukum laut internasional yaitu Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen, dan Laut Lepas. Zona Ekonomi Eksklusif didefinisikan sebagai wilayah laut hingga 200 mil dari garis pantai dimana negara memiliki hak atas sumber daya alam. Landas Kontinen adalah dasar laut dan tanah di bawahnya yang berbatasan dengan pantai. Laut Lepas adalah bagian laut di luar Zona
Teks tersebut membahas tentang tiga konsep dalam hukum laut internasional yaitu Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen, dan Laut Lepas. Zona Ekonomi Eksklusif didefinisikan sebagai wilayah laut hingga 200 mil dari garis pantai dimana negara memiliki hak atas sumber daya alam, sedangkan Landas Kontinen adalah dasar laut dan tanah di bawahnya. Laut Lepas adalah bagian laut di luar Zona Ekonomi Eksk
Dokumen tersebut membahas tentang hukum laut internasional khususnya mengenai wilayah perairan Indonesia berdasarkan UNCLOS 1982. Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah perairan seluas 3,1 juta km2 yang terdiri dari perairan kepulauan 2,3 juta km2, laut teritorial 0,8 juta km2, dan hak eksklusif atas ZEE seluas 2,7 juta km2. Dokumen ini juga menjelaskan berbagai zona wilayah
Dokumen tersebut membahas tentang kedaulatan negara atas laut territorial menurut UNCLOS 1982. Secara ringkas, UNCLOS 1982 mengatur bahwa negara berhak atas laut selebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal, dan negara juga berhak menentukan jenis garis pangkalnya, baik garis pangkal biasa, lurus, maupun kepulauan. UNCLOS 1982 juga mengatur tentang hak lintas damai di perairan teritorial negara pant
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas pentingnya pengaturan dan penegakan kedaulatan Indonesia atas ruang udara nasional, terutama di atas Alur Laut Kepulauan Indonesia.
2. Ia menjelaskan konsekuensi hukum pengakuan Indonesia sebagai negara kepulauan beserta penetapan Alur Laut Kepulauan Indonesia.
3. Dokumen tersebut juga membahas perlunya pengaturan ru
Dokumen tersebut membahas tentang Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan implementasinya di Indonesia. UNCLOS mengatur batas-batas hak dan kewajiban negara pantai dan tidak pantai, termasuk zona maritim seperti laut teritorial, ZEE, dan konsep negara kepulauan. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia berdasarkan ketentuan UNCLOS.
Dokumen tersebut membahas sejarah perkembangan hukum ruang udara dan ruang angkasa internasional. Ia menjelaskan bahwa negara memiliki kedaulatan atas ruang udara di atas wilayahnya, tetapi ruang angkasa di luar ruang udara tidak dapat dimiliki oleh negara manapun. Dokumen tersebut juga membahas konvensi-konvensi penting seperti Konvensi Paris 1919 dan Konvensi Chicago 1944 yang mengatur hak lintas damai di ruang
Dokumen tersebut membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan Deklarasi Djuanda 1957. Wilayah Indonesia mencakup daratan, perairan, udara, dan wilayah ekstra teritorial dengan batas-batas yang ditetapkan undang-undang. Deklarasi Djuanda memperluas wilayah laut Indonesia menjadi 2 juta km2.
Wilayah Indonesia terdiri dari wilayah darat, laut, udara, dan ekstra territorial. Wilayah darat mencakup daratan dan perairan pedalaman. Batas wilayah laut terdiri dari perairan teritorial selebar 12 mil laut dari pantai, zona bersebelahan 12-24 mil, dan ZEE 200 mil. Wilayah udara di atas wilayah darat dan perairan. Wilayah ekstra territorial berada di wilayah negara lain tetapi diakui sebagai wilayah Indonesia.
MATERI KE 3 BACAAN MAD (PANJANG) TAHSIN 2025BangZiel
油
Materi ini membahas hukum bacaan Mad (panjang) dalam ilmu tajwid, yang terjadi ketika ada huruf mad (悋, , ) dalam bacaan Al-Qur'an. Pembahasan mencakup jenis-jenis mad, hukum bacaan, serta panjangnya dalam harakat.
Memperkuat Kedaulatan Angkasa dalam rangka Indonesia EmasDadang Solihin
油
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji dan merumuskan kebijakan strategis dalam rangka memperkuat kedaulatan dan pemanfaatan wilayah angkasa Indonesia demi kesejahteraan bangsa. Sebagai aset strategis, wilayah angkasa memiliki peran krusial dalam pertahanan, keamanan, ekonomi, serta pembangunan nasional. Dengan kemajuan teknologi dan meningkatnya aktivitas luar angkasa, Indonesia memerlukan kebijakan komprehensif untuk mengatur, melindungi, dan mengoptimalkan pemanfaatannya. Saat ini, belum ada regulasi spesifik terkait pengelolaan wilayah angkasa, padahal potensinya besar, mulai dari komunikasi satelit, observasi bumi, hingga eksplorasi antariksa.
Restrukturisasi dan Redistribusi Ekonomi melalui Danantara: Pesimis atau Opti...Dadang Solihin
油
Dari perspektif optimis, Danantara dapat menjadi pilar utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Dengan manajemen profesional dan tata kelola yang transparan, lembaga ini berpotensi mengoptimalkan pemanfaatan aset negara secara lebih produktif.
Daftar Judul Paper Artificial Intelligence in Information SystemAinul Yaqin
油
Penelitian mengenai "Analisis Model Pengambilan Keputusan Berbasis Sistem Pendukung Keputusan dalam Lingkungan Bisnis Dinamis" menyoroti bagaimana teknologi Decision Support Systems (DSS) berperan dalam mendukung pengambilan keputusan yang efektif di lingkungan bisnis yang berubah cepat. Dengan memanfaatkan teknik pemodelan dan analisis, DSS dapat membantu organisasi mengidentifikasi peluang serta mengelola risiko secara lebih optimal. Sementara itu, "Analisis Peran Sistem Pendukung Keputusan dalam Pengelolaan Risiko dan Perencanaan Strategis Perusahaan" meneliti bagaimana DSS berkontribusi dalam mengelola ketidakpastian bisnis melalui pendekatan berbasis data.
Dalam ranah Business Intelligence, penelitian "Pemanfaatan Business Intelligence untuk Menganalisis Perilaku Konsumen dalam Industri E-Commerce" membahas bagaimana BI digunakan untuk memahami pola belanja konsumen, memungkinkan personalisasi layanan, serta meningkatkan retensi pelanggan. Selain itu, "Integrasi Business Intelligence dan Machine Learning dalam Meningkatkan Efisiensi Operasional Perusahaan" mengeksplorasi sinergi antara BI dan Machine Learning dalam mengoptimalkan pengambilan keputusan berbasis prediksi dan otomatisasi.
Di sektor industri manufaktur, penelitian "Peran Algoritma Genetik dalam Optimasi Pengambilan Keputusan pada Industri Manufaktur" menyoroti bagaimana Genetic Algorithm digunakan untuk mengoptimalkan produksi, mengurangi biaya operasional, serta meningkatkan efisiensi rantai pasok. Sejalan dengan itu, penelitian "Analisis Efektivitas Artificial Neural Networks dalam Prediksi Risiko Kredit Perbankan" mengevaluasi penggunaan Artificial Neural Networks (ANN) dalam memitigasi risiko kredit melalui model prediksi yang lebih akurat dibandingkan metode tradisional.
Dalam ranah kolaborasi organisasi dan manajemen pengetahuan, penelitian "Analisis Efektivitas Group Support Systems dalam Meningkatkan Kolaborasi dan Pengambilan Keputusan Organisasi" membahas bagaimana teknologi Group Support Systems (GSS) dapat meningkatkan efektivitas kerja tim dan proses pengambilan keputusan bersama. Selain itu, "Analisis Faktor Keberhasilan Knowledge Management System dalam Organisasi Berbasis Teknologi" berfokus pada faktor-faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi Knowledge Management Systems (KMS) dalam organisasi berbasis teknologi, termasuk peran budaya organisasi, adopsi teknologi, dan keterlibatan pengguna.
Pada bidang kecerdasan buatan dan sistem pendukung keputusan berbasis AI, penelitian "Evaluasi Kinerja Sistem Pakar dalam Mendukung Pengambilan Keputusan di Sektor Keuangan" mengeksplorasi efektivitas sistem pakar dalam meningkatkan keakuratan keputusan finansial, sementara "Implementasi Intelligent Agents dalam Meningkatkan Efisiensi Operasional pada E-Commerce" membahas bagaimana agen cerdas dapat mengotomatisasi proses bisnis, meningkatkan pengalaman pelanggan, serta mempercepat pengambilan keputusan strategis.
1. HUKUM LAUT INTERNASIONAL
HUKUM UDARA DAN LUAR ANGKASA
DEVICA RULLY, SH., MH., LL.M
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
2017 KULIAH XIV
2. URGENSI
Pentingnya pengaturan Hukum Laut Internasional :
-70 % permukaan bumi merupakan laut
-laut merupakan jalan raya yang menghubungkan satu
negara dengan negara lain
-kekayaan hewani dan kekayaan mineral yang terkandung
di dasar laut
-Terjadinya Tindak Pidana diatas wilayah laut
3. PENGATURAN HUKUM LAUT
INTERNASIONAL
1. Konvensi-konvensi Tahun 1958, terdiri dari :
-Convention on the Territorial Sea and Contiguous Zone (Konvensi
mengenai Laut Wilayah dan Zona Tambahan)
-Convention on the High Seas (Konvensi mengenai Laut Lepas)
-Convention on Fishing and Conservation on the Living Resources of
The High Seas (Konvensi mengenai Perikanan dan Perlindungan
Kekayaan Hayati Laut Lepas)
-Konvensi on the Continental shelf (Konvensi mengenai Landasan
Kontinen)
2. Konvensi Tahun 1982, mengenai Konvensi Hukum Laut
4. WILAYAH LAUT TERITORIAL
UNCLOS 1982
Ditandatangani di Montego Bay, Jamaica
pada 30 April 1982
Telah diratifikasi oleh 149 negara
Berisi mengenai penetapan batas-batas
terluar dan garis batas antar negara dari
berbagai zona maritim seperti : Perairan
Dalam, Laut teritorial, Selat, Zona
Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif, Landas
Kontinen, Laut Bebas/Lepas, dan Kawasan.
5. STATUS HUKUM ZONA
MARITIM
1. Berada di bawah kedaulatan penuh negara, meliputu: laut
pedalaman, laut teritorial dan selat yang digunakan untuk
pelayaran internasional
2. Negara mempunyai yuridiksi khusus dan terbatas pada zona
tambahan
3. Negara mempunyai yurisdiksi eksklusif utk memanfaatkan SDA
nya pada ZEE dan Landas Kontinen
4. Berada di bawah pengaturan internasional khusus yaitu daerah
dasar laut samudra dalam
5. Tidak berada di bawah kedaulatan manapun, yaitu laut lepas
6. PERAIRAN PEDALAMAN
Perairan yang terletak pada sisi darat dari garis pangkal
yang dipakai untuk menetapkan laut teritorial suatu negara.
Termasuk kedalamannya sungai, teluk, pelabuhan serta
bagian lain sepanjang berada pada sisi darat dari garis
pangkal.
7. LAUT TERITORIAL
Laut Teritorial ialah suatu jalur laut yang terletak antara
laut lepas/ bebas dengan pantai dan atau perairan
pedalaman negara pantai.
UNCLOS 1982 menyatakan bahwa setiap negara diberi
kebebasan untuk menetapkan lebar laut teritorialnya
hingga suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut,
diukur dari garis pangkal terluar pulau.
Kedaulatan teritorial atas wilayah laut dibatasi oleh
kepentingan pelayaran internasional yang diwujudkan
dalam Konsep hak lintas damai (the right of innocent
passage).
Hak lintas damai adalah hak setiap kapal asing untuk
berlayar di laut teritorial suatu negara dengan melintasi
laut teritorial tersebut tanpa masuk ke perairan
pedalaman/ berlabuh di pelabuhan/galangan yang
berada di luar perairan pedalaman atau berlayar menuju
dan keluar dari perairan pedalaman suatu
negara.
8. SELAT UNTUK PELAYARAN
INTERNASIONAL
Peratiran yang menghubungkan satu bagian laut lepas atau
ZEE dengan bagian lain dari laut lepas atau ZEE. Berlaku
lintas transit (transit passage)
Apabila ada bagian dari selat yang letaknya lebih dekat ke
daratan utama dan ada alur laut yang memisahkan daratan
tersebut dengan suatu pulau dan dapat memberikan
kenyamanan yang sama untuk pelayaran. Berlaku hak lintas
damai.
9. ZONA TAMBAHAN
Batas terluar zona tambahan tidak boleh melebihi 24 mil laut, yang
diukur dari garis pangkal yang dipakai untuk menetapkan laut
teritorialnya.
Negara pantai dapat melaksanakan pengawasan yang diperlukan untuk
mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang bea
cukai, fiskal, imigrasi dan saniter.
10. ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
Pasal 57 UNCLOS 1982 menyatakan lebar ZEE tidak boleh melebihi 200
mil (370,4 km) laut dari garis pangkal darimana lebar laut wilayah diukur.
Negara pantai memiliki hak berdaulat utk eksplorasi dan eksploitasi,
konservasi dan pengelolaan SDA baik hayati maupun non hayati di ZEE.
Negara lain memiliki kebebasan untuk berlayar dan terbang di atasnya,
serta untuk memasang kabel dan pipa di dasar lautnya.
Pemanfaatan SDA dan kegiatan lainnya di ZEE harus seizin pemerintah
yang bersangkutan.
11. LANDAS KONTINEN
Daerah dasar laut dan tanah dibawahnya (seabed and subsoil) dari daerah
permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya.
Daerah dasar laut yang terletak antara dasar air rendah dan titik di mana
dasar laut menurun secara tajam, yang biasanya terjadi pada kedalaman
200meter.
Penguasaan penuh dan hak eksklusif atas SDA di LK ada pada negara.
Dalam eksplorasi dan eksploitasi SDA di landas kontinen harus diindahkan
kepentingan-kepentingan pertahanan dan keamanan nasional, perhubungan,
telekomunikasi dan transmisi listrik bawah laut, perikanan, riset dll.
12. LAUT LEPAS
Freedom of the high seas meliputi:
1.Kebebasa untuk berlayar
2.Melakukan penerbangan
3.Memasang kabel dan pipa di bawah laut
4.Membangun pulau buatan dan isntalasinya
5.Menangkap ikan
6.Melakukan kegiatan ilmiah
13. NEGARA KEPULAUAN
Pasal 1 UNCLOS 1982 menetapkan: kedaulatan suatu negara
kepulauan meliputi juga perairan yang ditutup oleh atau terletak di
sebelah dalam dari garis pangkal lurus kepulauan yang disebut juga
perairan kepulauan.
Dibatasi dengan kewajiban hak lintas damai dan hak lintas alur laut
kepulauan.
14. NEGARA TIDAK BERPANTAI
Negara yang tidak berpantai dan negara-negara yang secara geografis
tidak beruntung (land locked and geographically disadvantaged States)
Memiliki hak dalam kegiatan eksploitasi dan eksplorasi di ZEE di
kawasan dan sub kawasan yang sama.
17. SENGKETA HUKUM LAUT
Prinsipnya, jika pihak lain setuju untuk membiarkan sengketa itu tidak terselesaikan,
maka konvensi tidak memiliki daya ikat untuk diselesaikannya sengketa itu melalui
mekanisme hukum internasional
Jika salah satu pihak berkeinginan untuk menyelesaikan sengketa itu, maka pihak lain
berkewajibannya mengikuti mekanisme yang sudah diatur oleh konvensi
Prosedur penyelesaiaan sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 33 Paragraf 1 Piagam
PBB: mekanisme bilateral maupun regional
Apabila tidak dapat diselesaikan, maka penyelesaian melalui salah satu badan peradilan
yang telah ditetapkan konvensi, yaitu :
-Tribunal Internasional untuk hukum laut
-Mahkamah Internasional
-Tribunal Arbitrasi
-Tribunal Arbitrasi Khusus
19. DASAR HUKUM
Instrumen internasional yang mengakui wilayah
Negara di ruang udara saat ini adalah Convention on
International Civil Aviation 1944 atau yang lebih
dikenal dengan Chicago Convention.
Berdasarkan Pasal 1 Chicago Convention disebutkan
bahwa The Contracting States recognize that every
State has complete and exclusive sovereignty over the
airspace above its territory.
Selanjutnya dalam Pasal 2 disebutkan bahwa For the
purpose of this Convention the territory of a State
shall be deemed to be the land areas and territorial
waters adjacent thereto under the sovereignty,
suzerainty, protection or mandate of such State.
20. KONVENSI CHICAGO 1944
Konvensi ini menghasilkan pengakuan terhadap 5 kebebasan udara yaitu:
1.Dua kebebasan dasar yaitu hak lintas damai (innocent passage) dan hak mendarat teknik
untuk keperluan pengambilan bahan bakar dan reparasi/perbaikan (technical stop)
2.Tiga kebebasan komersial atau yang berkaitan dengan lalu lintas komersial yaitu:
3.hak untuk menurunkan di semua negara pihak para penumpang dan barang dagangan
yang dimuat diwilayah negara pihak yang pesawat udaranya mempunyai kebangsaan dari
negara tersebut
4.hak untuk menaikkan para penumpang dan barang dagangan menuju wilayah yang
pesawat udaranya mempunyai kebangsaan negara tersebut
5.hak untuk menaikkan para penumpang dan barang dagangan di semua wilayah negara
pihak dan menurunkannya di wilayah negara-negara pihak lainnya
21. FREEDOM OF THE AIR
Five Freedoms of the Air:
Fly across foreign country without landing;
Land for non-traffic purposes;
Disembark in a foreign country traffic
originating in the State of origin of the
aircraft;
Pick up in a foreign country traffic destined
for the State of origin of the aircraft;
Carry traffic between two foreign countries.
*Lima kebebasan di Udara, yaitu hak
perusahaan penerbangan setiap negara.
22. DAMPAK KEDAULATAN NEGARA
DI RUANG UDARA
Setiap pesawat udara yang memasuki wilayah udara
negara lain harus memperoleh izin
Bila izin tidak diperoleh maka dianggap sebagai
pelanggaran wilayah udara nasional
Terhadap pelanggar dapat dikenakan sanksi, termasuk
menurunkan secara paksa pesawat hingga menembak
jatuh
Izin ini juga dapat dikomersialkan oleh Negara terhadap
pesawat udara dari Negara lain yang mengangkut
penumpang dan barang (traffic purposes)
Izin dapat diberikan di depan dan dituangkan dalam
perjanjian internasional yang disebut sebagai Bilateral Air
Agreement
23. RUANG ANGKASA
Di ruang angkasa (ruang yang berada diatas ruang
udara) Negara tidak boleh memiliki kedaulatan
ataupuan mengklaim kedaulatan
Ini tertuang dalam Treaty on Principles Governing the
Activities of States in the Exploration and Use of
Outer Space, including the Moon and Other Celestial
Bodies
24. STATUS YURIDIK ANGKASA LUAR
Tidak dapat dimiliki (Non-Appropriation)
Prinsip ini secara jelas tercantum dalam Deklarasi mengenai
Ruang Angkasa Luar tahun 1963, yang kemudina ditegaskan
oleh Pasal II Perjanjian Ruang Angkasa Luar tanggal 2 Januari
1967 yaitu: Ruang angkasa luar termasuk Bulan dan benda-
benda angkasa lainnya tidak dapat dijadikan milik nasional
baik melalui pernyataan kedaulatan, penggunaan atau pun
pendudukan maupun melalui cara lain apapun.
25. Kebebasan Penggunaan
Prinsip tidak boleh memiliki menyebabkan ruang angkasa luar digunakan
secara bebas oleh semua negara tanpa ada perbedaan dan atas kesamaan
yang adil, seperti disebutkan dalam Pasal 1 Paragraf 2 Perjanjian ruang
Angkasa Luar 1967. Namun, kebebasan penggunaan ruang angkasa luar ini
dibatasi oleh beberapa ketentuan yaitu:
1.kegiatan spasial yang dilakukan harus sesuai dengan hukum internasional
termasuk piagam PBB.
2.Sehingga sebagai akibatnya penggunaan ruang angkasa luar harus bersifat
damai yang bertujuan untuk memelihara perdamaian dan keamanan nasional.
3.Batasan yang ketiga yaitu sebagaimana disebutkan dalam Perjanjian
Angkasa Luar dalam Pasal 1 alinea 1 berbunyi:
≒Eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa luar termasuk Bulan dan benda-
benda alamiah semesta lainnya harus dilakukan untuk kebaikan dan
kepentingan semua negara apapun tingkat perkembangan ekonomi dan
ilmiahnya; kegiatan-kegiatan tersebut adalah atribut dari seluruh umat
manusia
26. Dalam Pasal II disebutkan bahwa Outer space,
including the moon and other celestial bodies, is not
subject to national appropriation by claim of
sovereignty, by means of use or occupation, or by any
other means.
Di ruang angkasa yang berlaku adalah kebebasan
Kebebasan untuk keuntungan dan kepentingan semua
negara
27. Kebebasan ini mencakup:
Kebebasan melakukan eksplorasi
Kebebasan untuk memanfaatkan
Kebebasan melakukan penyelidikan ilmiah