More Related Content
Similar to UNCRPD-WHOQR-Parodeclaration_26Aug24.pdf (20)
More from ssusera869631 (11)
Recently uploaded (20)
UNCRPD-WHOQR-Parodeclaration_26Aug24.pdf
- 1. Implementation of UN Convention for Persons with Disabilities, Mental Health Quality Rights, and Paro Declaration Coffee Morning – Directorate of Mental Health 26 August 2024 dr Ashra Daswin National Professional Officer - Mental Health and Substance Abuse WHO Country Office Indonesia
- 2. Sebelum kita mulai Harap diperhatikan bahwa kegiatan ini mematuhi Tata Perilaku untuk mencegah pelecehan, termasuk pelecehan seksual, pada kegiatan WHO. NOL TOLERANSI TERHADAP PELANGGARAN SEKSUAL 2
- 3. United Nation Convention for Persons with Disabilities (UNCRPD) â–ª A binding United Nations human rights treaty for persons with disabilities. â–ª Launched on 13 December 2006. â–ª Covers civil and political rights to equal treatment and freedom from discrimination, and social and economic rights in areas like education, health care, employment and transport. â–ª It has been signed by 164 countries and ratified by 195 parties â–ª Indonesia signed on 30 March 2007 and ratified on 30 Nov 2011 through the issuance of Law No 19 of 2011. 3
- 4. UNCRPD Key Principles and Major Areas of Rights 4 Respect for Dignity: Recognize inherent worth of all individuals. Non-discrimination: Ensure equal treatment regardless of disability. Participation and Inclusion: Full involvement in societal activities. Respect for Difference: Acceptance of disability as part of human diversity.
- 5. Actions due to UNCRPD Ratification in Indonesia 5 Updated law on disability: from Law No 4, of1997 about persons with handicaps to Law No 8 of 2016 about persons with disabilities Changed of terminology from persons with handicap (orang cacat) to persons with disabilities (orang dengan/penyandang disabilitas) Psychosocial disabilities was added among the types of disabilities Inclusion of persons with disability to the policy of health care, employment, and social welfare Establishment of National Commission on Disabilities in 2021 Improvement of accessibility facilities: regulation on accessibility by Ministry of Public Works, Disability Card, social support scheme, Disability Unit by Ministry of Education, inclusive schools, among others
- 6. Mental Health QualityRights (QR) Initiative • The UNCRPD provides a broad human rights framework, prompting reforms in the health sector. • For mental health, it was driven as QualityRights since 2012 to raise human rights and quality standards in mental health and social care. • Goal: to end human rights violations against people with mental health conditions and promote high-quality mental health services in the community. • Specific Objectives: 1. Build the capacity to combat stigma and discrimination and promote human rights and recovery. 2. Promote the participation of persons with lived experience and support civil society. 3. Create community-based services and supports that respect and promote human rights. 4. Reform national policies and legislation in line with the CRPD and other international 4 human rights standards. 6
- 7. Mental Health QualityRights Key Components 7 Access to Services: Availability and accessibility. 01 Respect and Dignity: Humane treatment. 02 Participation: Involvement in care decisions. 03 Autonomy: Self- determination and choice. 04 Standards and Indicators: Framework for evaluating mental health services. Assessment and Improvement: Tools for service evaluation. Capacity Building: Training and resources for stakeholders.
- 8. 8 Adopted at the Regional Conference on Mental Health, 2013. The objective is to improve mental health systems in the Asia-Pacific region. All Countries in the WHO South-East Asia Region, including Indonesia, have signed the Declaration. Paro Declaration
- 9. 9
- 10. Actions taken following Paro Declaration 10 Paro declaration focus on the inclusion of mental health service into the universal health coverage, this include provision of community based mental health services. SEAR countries had mental health programs before, but the Paro Declaration marks a stronger commitment to making mental health services affordable, accessible, and grounded in human rights for those living with mental health conditions.
- 11. Let’s practice 1: Perhatikan kalimat kalimat berikut dan bagaimana pendapat Anda? Berapa persen dari persepsi persepsi tersebut yang masih anda miliki? • Mereka tidak bisa mandiri / terlalu tergantung. • Mereka berbahaya / adalah ancaman / kekerasan / tidak dapat diprediksi. • Mereka tidak memiliki wawasan tentang kondisinya. • Mereka harus dikurung. • Mereka harus dikasihani. • Mereka tidak berdaya. • Mereka tidak mampu memberikan kontribusi apapun kepada masyarakat. • Mereka lebih baik dipasung dari pada berkeliaran di luar rumah. 11 • Mereka tidak mampu bekerja. • Jenis pekerjaan untuk mereka hanya yang simple- simple saja. • Mereka tidak bisa memiliki keluarga / tidak bisa menjadi orang tua yang baik. • Mereka perlu disembuhkan / dirawat dan diobati oleh petugas kesehatan. • Mereka membutuhkan program pelatihan khusus dan terpisah. • Mereka tidak bisa belajar dalam satu kelas dengan yang tidak punya gangguan jiwa • Mereka membutuhkan perawatan seumur hidup. • Mereka tidak bisa diandalkan sebagai teman dan harus dihindari. • Mereka tidak dapat berkontribusi secara cerdas dalam sebuah diskusi dan gagasan mereka tidak memiliki nilai.
- 12. Let’s Practice 2: 12 Amin adalah seorang pria berusia 27 tahun. Ketika berusia 20 tahun, dia mulai mendengar suara-suara menakutkan dan berpikir bahwa orang- orang mencoba mengiriminya pesan melalui TV. Suara-suara tersebut semakin menghilang setelah beberapa tahun dan selama waktu tersebut ia menikah. Dia juga bisa menerima pendampingan dari seorang psikolog untuk membantunya mengatasi beberapa masalah yang mengganggunya. Baru-baru ini, dia sudah mulai mendengar suara- suara lagi dan menjadi semakin tertekan, sampai-sampai istrinya memutuskan untuk membawanya ke IGD. Dokter mengirimnya ke rumah sakit jiwa di luar kehendaknya. Rumah sakit tersebut jauh sekali dari rumahnya dan dari keluarga yang dicintainya. Meskipun ia menerima perawatan medis di rumah sakit, perasaannya malah memburuk. Keadaannya yang diisolasi dan kurangnya kontak dengan keluarga dan teman-teman membuatnya sangat kesepian, putus asa dan tidak berdaya dengan keadaannya. • Bagikan pendapat Anda • Support apa yang dapat diakses Amin dan keluarga dan support apa yang belum tersedia? • Apa yang harus dilakukan sebagai penyedia layanan? • Apa yang harus dilakukan sebagai pembuat kebijakan?
- 13. Let's practice 3: Cerita Rohini Rohini adalah perempuan berusia 25 tahun. Dia ditemani untuk datang ke layanan kesehatan jiwa sebuah rumah sakit umum karena rekan kerjanya khawatir dengan keadaannya. Rohini merasa sangat tertekan dengan mengatakan bahwa rekan kerjanya membahayakannya. Saat tiba di fasilitas kesehatan, Rohini menjadi semakin gelisah, berteriak mengatakan bahwa ia tidak ingin disuntik. Seorang perawat meyakinkan bahwa tidak akan terjadi apa-apa, mereka hanya ingin membantunya. Tetapi, beberapa perawat kemudian datang dan mengikat tangan Rohini di tempat tidur dan menyuntikkan obat untuk menenangkan Rohini. Perawat mengatakan Rohini boleh menelepon orang yang dapat Rohini percaya, yang dapat membantunya. Rohini mengatakan ia ingin bertemu ibunya. Saat ibunya tiba, Rohini masih merasa sangat tertekan, berteriak tidak mau disuntik. Ibunya bilang bahwa terakhir kali berobat ke rumah sakit di ibukota, dia diberikan suntikan haloperidol (obat anti psikotik). Ibunya bilang bahwa setelah itu Rohini bereaksi buruk, ia merasa sangat kesakitan akibat kontraksi otot dan kebingungan. 13 • Bagikan pendapat Anda • Apa yang terjadi pada Rohini? • Sejauh apa Rohini dapat membuat keputusan terhadap dirinya? • Bagaimana agar kita dapat melibatkan Rohini dengan lebih setara?
- 14. • This video shares about how stigma is strongly attached to persons living with mental health conditions, to the point that their education, appearance, achievements do not matter anymore. • We need to address everyone as persons, with their name, with bapak/ibu/kakak/abang/adik, instead of labelling them as ODGJ, patients, gila etc The video is accessible on: https://www.youtube.com/watc h?v=pAgC3kmfdDg&list=PL5TDw eKna9tguCm14i1dAKmThF6gsIW 1a&index=14 14
- 15. Thank you For more information, please contact: Name : Ashra Daswin Title : National Professional Officer – Mental Health and Substance Abuse, WHO Indonesia Email : daswina@who.int