Terima kasih atas informasinya. Saya mengerti bahwa dokumen tersebut membahas upaya meminimalkan insiden Ventilator-associated Pneumonia (VAP) dengan melakukan dekontaminasi orofaring menggunakan larutan klorheksidin 0,2%.
Dokumen tersebut membahas tentang budaya positif di sekolah, yang mencakup penerapan disiplin positif dan pendekatan yang berpihak pada murid. Budaya positif bertujuan membangun lingkungan sekolah yang aman dan nyaman agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, peduli, memiliki kesadaran diri, dan bertanggung jawab. Disiplin positif berfokus pada motivasi internal murid untuk mengendalikan diri, bukan hukuman.
Dokumen ini membahas tentang biomekanika cedera trauma akibat kecelakaan. Terdapat penjelasan mengenai jenis-jenis tabrakan yang dapat menyebabkan cedera tertentu pada organ tubuh, seperti tabrakan depan, samping, dari belakang, atau terbalik. Dokumen ini juga menjelaskan mekanisme cedera sekunder, tersier, serta cedera akibat benturan langsung maupun percepatan dan perlambatan yang terjadi pada saat
Modul ini membahas tentang penanganan luka dan cedera. Terdapat beberapa poin penting yang dijelaskan, yaitu definisi luka dan jenis-jenisnya, prinsip penyembuhan luka, faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka, serta cara menangani berbagai jenis luka. Modul ini bertujuan memberikan pemahaman dasar kepada pembaca tentang pengertian dan penanganan luka.
Penerapan pemikiran ki hajar dewantara di kelas dan (1)Dian Sari
油
Dokumen tersebut membahas penerapan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran di kelas dan sekolah. Terdapat penjelasan mengenai perasaan guru saat melakukan perubaham pembelajaran, ide yang muncul selama proses perubahan seperti pretest dan postest menggunakan Google Form, serta pengalaman mengajar menggunakan berbagai aplikasi seperti Google Classroom, Google Meet, dan WhatsApp. Ada umpan balik positif dari rekan g
Dokumen ini membahas tentang disiplin positif dan cara membentuk keyakinan kelas untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif. Keyakinan kelas adalah kesepakatan antara guru dan murid tentang aturan-aturan kelas untuk memfasilitasi proses pembelajaran dan interaksi positif. Tujuannya adalah meningkatkan keterlibatan siswa dan menciptakan komunikasi dua arah yang mendukung. Contoh keyakinan kelas X6 membahas larangan berbic
Pelatihan Kelapa Sawit
Training SDM Perkebunan
TUJUAN PELATIHAN
Memperluas wawasan dan pengetahuan perihal aspek teknis (budaya dan pengolahan) pada praktek industri perkebunan kelapa sawit.
Mampu menjelasakan prospek usaha (perkebunan atau industri pengolahan) kelapa sawit pada skala ekonimi makro dan mikro.
Mampu menjelaskan resikio dan antisipasi resiko serta faktor-faktor kunci sukses usaha(budidaya atau pengolahan).
Mampu melakukan penilaian atas kelayakan tenis dan ekonomi suatu rencana bisnis perkebunan atau industri pengolahan kelapa sawit
METODE PELATIHAN
Materi disampaikan dengan metode pengajaran di ruang kelas oleh narasumber dan focus group discussion yang dilakukan secara berselang-seling. Paparan narasumber ditujukan untuk mengintroduksi dasar, falsafah, konsep dan alasan (aspek kognitif); sedangkan focus group discussion diarahkan sebagai latihan implementasi pengetahuan dalam praktek di lapangan. Pelatihan dilengkapi dengan kunjungan dan observasi lapangan untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang telah diperoleh di kelas.
Murid membaca paragraf tentang Made yang melihat asap mengepul di persimpangan jalan akibat pembakaran sampah. Made berusaha memadamkan api untuk menghilangkan asap karena khawatir pencemaran udara dapat mengganggu orang lain dan menimbulkan gangguan pernapasan.
RENCANA PENGEMBANGAN PROGRAM SEKOLAH - FENTI MEGAWATI.pptxbasori cemil
油
Rencana ini membahas program pengembangan sekolah SMP Negeri 2 Parang yang bernama "Sparda Berkarya" untuk membentuk karakter siswa yang religius, berbakat, dan peduli lingkungan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Program ini bertujuan menanamkan nilai-nilai kebajikan dan sikap positif pada siswa dengan melibatkan guru, orang tua, dan masyarakat sekitar. Evaluasi akan dilakukan secara berkala untuk
Penerapan pemikiran ki hajar dewantara di kelas dan (1)Dian Sari
油
Dokumen tersebut membahas penerapan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran di kelas dan sekolah. Terdapat penjelasan mengenai perasaan guru saat melakukan perubaham pembelajaran, ide yang muncul selama proses perubahan seperti pretest dan postest menggunakan Google Form, serta pengalaman mengajar menggunakan berbagai aplikasi seperti Google Classroom, Google Meet, dan WhatsApp. Ada umpan balik positif dari rekan g
Dokumen ini membahas tentang disiplin positif dan cara membentuk keyakinan kelas untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif. Keyakinan kelas adalah kesepakatan antara guru dan murid tentang aturan-aturan kelas untuk memfasilitasi proses pembelajaran dan interaksi positif. Tujuannya adalah meningkatkan keterlibatan siswa dan menciptakan komunikasi dua arah yang mendukung. Contoh keyakinan kelas X6 membahas larangan berbic
Pelatihan Kelapa Sawit
Training SDM Perkebunan
TUJUAN PELATIHAN
Memperluas wawasan dan pengetahuan perihal aspek teknis (budaya dan pengolahan) pada praktek industri perkebunan kelapa sawit.
Mampu menjelasakan prospek usaha (perkebunan atau industri pengolahan) kelapa sawit pada skala ekonimi makro dan mikro.
Mampu menjelaskan resikio dan antisipasi resiko serta faktor-faktor kunci sukses usaha(budidaya atau pengolahan).
Mampu melakukan penilaian atas kelayakan tenis dan ekonomi suatu rencana bisnis perkebunan atau industri pengolahan kelapa sawit
METODE PELATIHAN
Materi disampaikan dengan metode pengajaran di ruang kelas oleh narasumber dan focus group discussion yang dilakukan secara berselang-seling. Paparan narasumber ditujukan untuk mengintroduksi dasar, falsafah, konsep dan alasan (aspek kognitif); sedangkan focus group discussion diarahkan sebagai latihan implementasi pengetahuan dalam praktek di lapangan. Pelatihan dilengkapi dengan kunjungan dan observasi lapangan untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang telah diperoleh di kelas.
Murid membaca paragraf tentang Made yang melihat asap mengepul di persimpangan jalan akibat pembakaran sampah. Made berusaha memadamkan api untuk menghilangkan asap karena khawatir pencemaran udara dapat mengganggu orang lain dan menimbulkan gangguan pernapasan.
RENCANA PENGEMBANGAN PROGRAM SEKOLAH - FENTI MEGAWATI.pptxbasori cemil
油
Rencana ini membahas program pengembangan sekolah SMP Negeri 2 Parang yang bernama "Sparda Berkarya" untuk membentuk karakter siswa yang religius, berbakat, dan peduli lingkungan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Program ini bertujuan menanamkan nilai-nilai kebajikan dan sikap positif pada siswa dengan melibatkan guru, orang tua, dan masyarakat sekitar. Evaluasi akan dilakukan secara berkala untuk
Pelatihan fasilitator menggunakan pendekatan pembelajaran orang dewasa (andragogi) yang berfokus pada partisipasi aktif peserta. Pendekatan ini mempertimbangkan karakteristik belajar orang dewasa yang sukarela, berorientasi pada masalah, dan mengandalkan pengalaman peserta. Tujuannya adalah meningkatkan keterampilan peserta dalam menghadapi tantangan sosial dan memperjuangkan organisasi secara transformatif.
Presentasi mengenai fasilitasi STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat). Biasa disampaikan di TOT (Training of Trainer) untuk calon trainer/fasilitator STBM.
Silakan cek http://stbm-indonesia.org untuk informasi lain mengenai STBM.
Materi 4 Fasilitator, Peranan, Fungsi & Tehnik KomunikasiPMII
油
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang metodologi pelatihan, fungsi, dan peranan seorang fasilitator transformatif.
2. Seorang fasilitator bertugas untuk memperlancar proses komunikasi kelompok dan membantu kelompok memecahkan masalah bersama-sama.
3. Dokumen tersebut menjelaskan berbagai teknik yang digunakan oleh seorang fasilitator dalam pelatihan seperti p
Active learning diasumsikan sebagai pendekatan belajar yang efektif untuk membentuk siswa menjadi manusia seutuhnya yang mampu belajar mandiri sepanjang hayat, dan untuk meningkatkan profesionalisme guru dengan menghubungkan pengetahuan baru ke pengalaman siswa. Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator siswa, sementara siswa terlibat secara aktif dalam proses belajar.
Dokumen tersebut membahas tentang pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia. Ia menjelaskan bahwa pelatihan yang efektif untuk orang dewasa harus bersifat partisipatif dan berpusat pada masalah, serta menggunakan pengalaman peserta sebagai sumber belajar. Dokumen ini juga membandingkan pendekatan konvensional dan andragogi dalam pelatihan, serta menyarankan penerapan siklus belajar berpengalaman dan pen
Dokumen ini membahas tentang pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia dengan pendekatan andragogi (pembelajaran orang dewasa). Dokumen ini menjelaskan bahwa pelatihan untuk orang dewasa harus bersifat partisipatif dengan melibatkan peserta secara aktif, berfokus pada masalah yang relevan dengan pengalaman peserta, serta memberikan kesempatan untuk menerapkan pengetahuan baru. Dokumen ini juga membahas peran
Dokumen tersebut membahas sejarah teologi Islam dan akar pemikiran Ahlussunah Wal Jama'ah. Ia menjelaskan perkembangan berbagai aliran dalam teologi Islam seperti Khawarij, Murji'ah, Jabariyah, Qadariyah, Muktazilah, Syi'ah, Salaf, Asy'ariyah dan Maturidiyyah. Dokumen ini juga menyinggung sejarah masuk dan perkembangan Islam di Indonesia serta geneologi pemikiran Ahlussunah
Dokumen tersebut membahas tentang paradigma gerakan PMII pada era globalisasi. Beberapa poin utama yang diangkat antara lain:
1. Pentingnya memahami sejarah kolonialisme dan sistem kapitalisme liberal yang dieksploitasi di Indonesia untuk membangun paradigma gerakan.
2. Pengaruh globalisasi yang meluas ke seluruh aspek kehidupan manusia akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Perlunya melihat
Dokumen tersebut merangkum metodologi pelatihan fasilitator transformatif yang meliputi penjelasan tahapan pelatihan trainer of trainer (TOF) dan pelatihan dasar (MAPABA). Tahapan pelatihan tersebut mencakup kontrak belajar, presentasi materi, simulasi, dan evaluasi untuk melatih para peserta menjadi fasilitator yang efektif.
Dokumen ini merupakan materi pelatihan metodologi pelatihan fasilitator transformatif yang disampaikan oleh Nur Sayyid Santoso Kristeva. Materi pelatihan ini mencakup landasan epistemologi pelatihan, desain forum pelatihan, metodologi pelatihan partisipatif, peranan dan teknik komunikasi fasilitator, serta formulasi grand design dan jadwal pelatihan. Pelatihan ini bertujuan melatih para fasilitator untuk menerapkan pendekatan pembelajaran transformatif.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut merupakan rancangan grand design pelatihan untuk kader-kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Materi 1 Gagasan Dasar Fasilitator TransformatifPMII
油
Dokumen tersebut merangkum metodologi pelatihan fasilitator transformatif, yang mencakup prinsip dasar seperti memahami posisi sentral dan fungsi fasilitator sebagai pengendali dan pengatur untuk memberi pengaruh pada pola pikir. Dokumen tersebut juga membahas orientasi proses dan hasil, karakteristik peserta, kebutuhan fasilitator, tipologi fasilitator, serta etika dalam memfasilitasi forum pelatihan.
Repositori Elib Perpustakaan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)Murad Maulana
油
PPT ini dipresentasikan dalam acara Diseminasi repositori perpustakaan BAPETEN yang diselenggarakan oleh Kepala Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi
Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir (P2STPIBN) pada tanggal 25 Februari 2025
Danantara: Pesimis atau Optimis? Podcast Ikatan Alumni Lemhannas RI IKAL Lem...Dadang Solihin
油
Keberadaan Danantara: Pesimis atau Optimis?
Pendekatan terbaik adalah realistis dengan kecenderungan optimis.
Jika Danantara memiliki perencanaan yang matang, dukungan kebijakan yang kuat, dan mampu beradaptasi dengan tantangan yang ada, maka peluang keberhasilannya besar.
Namun, jika implementasinya tidak disertai dengan strategi mitigasi risiko yang baik, maka pesimisme terhadap dampaknya juga cukup beralasan.
Pada akhirnya, kunci suksesnya adalah bagaimana Danantara bisa dikelola secara efektif, inklusif, dan berkelanjutan, sehingga dampak positifnya lebih dominan dibandingkan risikonya.
Rancangan Pembelajaran Semester Kartografikhairizal2005
油
Materi 5 Generasi Tehnik Fasilitasi dalam Experiential Learning
1. TRAINING OF FASILITATOR
(TOF): Metodologi Pelatihan, Fungsi &
Peranan Fasilitator Transformatif
Nur Sayyid Santoso Kristeva, S.Pd.I速
2008, 息Training of Fasilitator (TOF)
Kader Kultural Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Jogjakarta
Alumnus UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta
Mahasiswa Pascasarjana S2 Sosiologi Fisipol
Gadjah Mada University
[Dipresentasikan di: PC PMII Jogjakarta, PC PMII Cilacap, PC PMII Purwokerto, PC PMII
Kebumen, PC PMII Tegal, PC PMII Sukoharjo, PC PMII Purbalingga, PC PMII Purworejo,
PC PMII Magelang, PC PMII Ciamis, PC PMII Banjar, PC PMII Malang, PMII Komsat UIN
Sunan Kalijaga, PMII Komsat UGM, PMII Komsat UNY, PMII Komsat Imam Ghozali IAIIG
Cilacap, PMII Komsat STAINU Kebumen, PMII Komsat UMP Pwt, PMII Komsat UNSUD
Pwt, PMII Komsat STAIN Pwt, PMII Rayon Fak. Tarbiyah UIN, PMII Rayon Fak. Adab UIN,
PMII Rayon Fak. Soshum UIN, PMII Rayon Fak. Saintek UIN, PMII Rayon Fak. Dakwah
UIN, PMII Rayon Fak. Ushuluddin UIN, PMII Rayon Fak. Syariah UIN].
3. Proses Pelatihan dialam terbuka, lebih memberikan suasana belajar
yang dialogis, partisipatoris sekaligus menyenangkan
4. Apa Fasilitasi Itu?
Fasilitasi sehubungan dengan judul di atas
ditujukan untuk menjembatani peristiwa atau
pengalaman yang dialami oleh perserta latih
(baca: selanjutnya ditulis peserta saja) dengan
kehidupan sehari-hari atau dalam pekerjaannya.
Menjembatani termasuk didalamnya
menerjemahkan, memaknai, menganalogikan,
dan transfer pengalaman dengan isu-isu yang
terjadi dalam proses bisnismasing-
masingpeserta.
5. Perihal menjembatani (Michael Gass)
Perihal menjembatani, Michael Gass,
mengidentifikasikan teori transfer ke dalam tiga bagian
yang signifikan; transfer spesifik, tranfer non-spesifik dan
transfer metaphorik.
Sebagai gambaran, beberapa kelompok peserta
mendapatkan tantangan untuk menyeberangi sebuah
danau dengan perlengkapan yang terbatas, misalnya
beberapa dayung, jaket pelampung, ban dalam, bambu
dan beberapa meter tali.
Kemudian pada saat proses fasilitasi berlangsung,
beberapa peserta mengungkapkan bahwa dirinya belajar
bagaimana cara mengikat tali yang benar, mendayung
yang benar, dan membaca medan dengan tepat, maka
sampai pada tahap ini seorang fasilitator secara
langsung atau tidak langsung telah menjembatani bahwa
dari kegiatan tersebut peserta belajar hal-hal yang
spesifik tadi.
6. Partisipasi Peserta
Kemudian beberapa peserta lain mengungkapkan
bahwa mereka merasakan betapa pentingnya membuat
perencanaan, mengkomunikasikan rencana hingga
seluruh anggota memahami apa yang akan dicapai,
mengatur irama kerja, bekerjasama dan berkomunikasi
dengan efektif.
Pada tahap ini seorang fasilitator secara langsung atau
tidak langsung telah menjembatani bahwa dari kegiatan
tersebut peserta belajar hal-hal yang non-spesifik. Bukan
belajar cara membuat simpul tali atau mendayung, tapi
belajar hal-hal yang tidak spesifik dengan tugas
kerjanya.
7. Kompleksitas Proses Belajar
Sampai pada akhir kegiatan, beberapa peserta
menyimpulkan bahwa dari kegiatan tersebut mereka
belajar tentang menjadi pemimpin yang akomodatif,
pemimpin yang mampu membawa seluruh anggota
kelompok meraih tujuan bersama, dan pemimpin yang
mampu membawa kegembiraan dalam bekerjasama.
Pada tahap ini peserta belajar hal yang lebih kompleks,
lebih dari sekedar menyebrangi sebuah danau dengan
perlengkapan terbatas.
Tapi juga belajar tentang pentingnya menginternalisasi
visi dan misi bersama, kesungguhan dan daya juang
yang tak kunjung padam untuk mencapai kesuksesan
bersama.
8. Experiential Learning
Dalam proses memfasilitasi pengalaman belajar, ada beberapa
teknik yang lazim digunakan dalam dunia experiential learning.
Pendekatan ini tumbuh berkembang sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan hasil-hasil penelitian di lapangan.
Tahun 1941 ketika Outward Bound yang dibidani oleh Kurt Han
lahir, merupakan salah satu momentum belajar dari pengalaman
mulai didengar, salah satu instrukturnya sempat menyatakan
sebuah kalimat yang menjadi populer yaitu let the mountain speak
for themselves.
Kalimat tersebut olehsebagian besar praktisi dan akademisi
experiential learning dipercaya sebagai teknik fasilitasi generasi
paling awal. Jadi pengalaman yang dialami oleh peserta tidak
diproses sehingga menjadi nilai belajar yang sama-sama disadari,
baik oleh peserta atau fasilitatornya.
Dengan kata lain peserta melakukan learning by doing. Sampai
saat inipun penerapan teknik ini masih banyak digunakan, karena
dipercaya bahwa sejatinya orang belajar adalah memaknai
pengalaman yang menimpa dirinya sendiri oleh dirinya sendiri.
9. Learning by Telling
Pada perkembangan berikutnya, teknik fasilitasi ini berkembang sesuai kebutuhan
dan bergeser dari let the experience speak for it self menjadi speak on behalf the
experience.
Pada teknik ini pengalaman dievaluasi dan direlasikan ke dalam kehidupan sehari-
hari oleh si fasilitator.
Fasilitator lebih banyak memimpin dan melakukan intervensi terhadap proses belajar
peserta, maka dalam teknik ini sering di sebut sebagai learning by telling, karena
kecenderungan yang terjadi adalah ceramah atau kuliah umum.
Misalnya ketika sekelompok peserta yang telah selesai melakukan pelayaran,
kemudian diajak duduk bersama, kemudian fasilitator menjelaskan bahwa mereka
telah belajar A, B dan C misalnya.
Kemudian beberapa perilaku, keputusan, atau tindakan yang menurut fasiltator tidak
sesuai dengan semestinya (tentunya dalam kacamata fasiltator), dievaluasi dan
diberitahukan sebenarnya harus seperti apa.
Terakhir si fasilitator menjelaskan bahwa dari kegiatan pelayaran seharusnya peserta
belajar hal-hal berikut; A, B, C, D dan seterusnya.
Teknik fasilitasi ini tentunya sampai sekarang juga masih sering digunakan dengan
berbagai alasan, misalnya karena sesuai dengan analisa kebutuh pelatihan, sesuai
latar belakang pendidikan peserta, atau karena si fasilitator hanya tahu teknik
tersebut.
Kecenderungan yang terjadi di tanah air juga berdasarkan pengamatan saya di
lapangan, masih berada pada tahap ini.
10. Debriefing The Experience
Teknik fasilitasi berikutnya adalah debriefing the experience,
peserta belajar melalui refleksi dari pengalaman.
Pada tahap ini di sepanjang proses mengalami dan di akhir
kegiatan peserta diajak untuk berbagi, mengungkapkan, dan
mendengarkan pengalaman orang lain, serta
mengungkapkan makna pengalaman hingga cara melakukan
sesuatu dengan lebih baik.
Teknik ini menjadi teknik paling terkenal dan paling sering
digunakan khususnya oleh praktisi experiential learning.
Proses ini menjadi penting karena tidak semua peserta
mampu memaknai dengan sendirinya pengalaman yang
dialaminya.
Apalagi jika sampai dengan dihubungkan atau dicari
relevansinya terhadap kebutuhannya di dalam pekerjaan.
Dengan proses ini diharapkan objektif pelatihan dapat dicapai
oleh setiap peserta dengan maksimal.
11. Direct Frontloading The Experience
Sejak debriefing atau refleksi menjadi umum dilakukan setelah
peserta selesai melakukan kegiatan, sebagian fasilitator
berdasarkan pengalamannya menemukan bahwa mengarahkan
peserta ke dalam tema refleksi tertentu ternyata menguntungkan.
Penemuan ini akhirnya mengarah pada teknik fasilitasi generasi ke-
empat yaitu direct frontloading the experience. Frontloading adalah
memberikan muatan tertentu di awal kegiatan.
Dalam sebagian besar proses belajar experiential learning,
fasilitator memberikan pengarahan (brief) dengan menjelaskan
bagaimana sebuah tugas atau kegiatan dikerjakan, termasuk aturan
dan risikonya, kemudian fasilitator melakukan debriefing
berdasarkan pengarahan tadi.
Biasanya frontloading menekankan hal-hal yang bersinggungan
dengan perilaku apa yang sebaiknya dimunculkan, tujuan apa yang
semestinya dicapai, mengapa pengalaman itu penting dan relasinya
ke dalam kehidupan, perilaku mana yang mendukung kesuksesan
dan perilaku yang mana yang sebaiknya dihindari sehingga tidak
menghambat kesuksesan kelompok.
12. Membangun "Mind" Peserta
Tidak cukup dengan melakukan direct frontloading the experiene, fasilitasi
merambah lebih jauh ke dunia bisnis dengan cara memberikan dan
membangun nuansa-nya ke dalam pengalaman belajar. Bahasa bisnis
dijadikan judul-judul kegiatan atau proyek pengalaman.
Dalam bahasa mengajar dikenal dengan nama apersepsi, yaitu
membangun "mind" peserta dengan cara penggunaan istilah-istilah yang
relevan dengan kehidupan sehari-harinya.
Misalnya peserta yang terdiri dari orang-orang marketing, maka judul
kegiatan berkisar dengan bahasa-bahasa dan istilah yang kental dengan
marketing. Tugas kelompok menuju sebuah pulau misalnya diganti dengan
judul proyek Penetrasi Pasar Baru, atau Bisnis Hari Ini. Pasar Potensial
adalah nama pulau yang akan dituju oleh peserta, dayung, pelampung, tali,
bambu dan lainnya disebut sebagai asset perusahaan.
Dan ketika peserta mampu menyelesaikan tugas dengan cepat, maka
efisiensi dan produktivitas menjadi tema yang tak terelakan. Bahkan bisa
jadi konsekuensi-nya dibangun sama dengan konteks bisnis sebenarnya,
misalnya kelompok peserta yang mampu mencapai pulau dengan waktu
dibawah yang ditetapkan, maka akan mendapatkan bonus buah-buahan
segar dan lain sebagainya.
13. Isomophically Framing The Experience
Contoh lain misalnya fasilitator menggunakan kata pernikahan untuk
menggambarkan kegiatan ber-,canoe double seater, secara tersirat
fasilitator membangun nuansa bahwa keterampilan mengendalikan canoe
paralel dengan dinamika hidup berkeluarga.
Proses membangun mind peserta sejak awal kegiatan ini, dalam teknik
fasilitasi disebut sebagai isomophically framing the experience. Teknik ini
mampu menyusupkan roh yang menakjubkan, dan sangat efektif
membawa peserta untuk lebih memaknai pengalaman belajar, dibanding
dengan sekedar mengajak peserta dengan berteriak ayo semangat!, maju
terus tim, jangan menyerah!.
Teknik ini juga membantu peserta merelasikan pengalaman dengan
kehidupan sehari-harinya, sehingga pertanyaan apa sih hubungannya
antara saya naik gunung atau naik tali di ketinggian dengan pekerjaan
saya?, mungkin tidak akan ditemukan. Keterampilan ini biasanya diperoleh
fasilitator yang memang paham lingkungan bisnis klien-nya atau memang
keseharian fasilitator tersebut bukan hanya sebagai jago teori tapi juga
adalah pelaku bisnis.
Analisa kebutuhan training yang merupakan hasil penelitian fasilitator atau
tim khusus sangat membantu praktek fasilitasi di lapangan.
14. Using metaphors and Isomorphs to
Enchance The Transfer of Learning
in Adventure Education
Indirect Frontloading The Experience merupakan teknik fasilitasi
yang cukup baru, walaupun mungkin secara sadar atau tidak sadar
beberapa fasilitator pernah menerapkannya.
Simon Priest dalam Using metaphors and isomorphs to enchance
the transfer of learning in adventure education, Journal of Adventure
Education (1993), menyebutkan bahwa teknik fasilitasi ini banyak
menggunakan bahasa-bahasa hypnosis, karena memang berada
pada kuadran development dan therapy.
Bahkan kalau saya ingat-ingat masa kecil, rasanya sering ibu saya
melakukan pendekatan ini saat membimbing saya. Sebagai contoh;
Ibu rupanya mampu menduga beberapa perilaku yang akan
muncul, khususnya penolakan saya atau malas-malasan saya,
ketika diminta belajar mengaji di Surau dekat rumah.
15. Frontloading
Maka aksi fasilitasinya pada saat-saat tertentu di lain
kesempatan, beliau akan bercerita tentang seekor anak
burung yang malas belajar terbang atau seekor anak
burung yang sering menolak ketika diminta belajar
terbang, yang pada akhirnya tidak bisa terbang.
Sementara adik-adik sang burung tersebut terbang
kesana kemari dengan riangnya, menjelajahi biru-nya
langit. Contoh ini memang tidak benar-benar tepat,
karena Ibu saya tidak bercerita di saat sebelum meminta
saya belajar mengaji, tapi di waktu dan kesempatan
yang berbeda.
Namun proses Ibu saya yang mampu mendeteksi
perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan keinginannya
dan mampu memberikan frontloading secara tidak
langsung, tetap merupakan contoh yang kontekstual.
16. Spider Web
Contoh lain, fasilitator mampu menduga bahwa di dalam
simulasi spider web kecenderungan peserta laki-laki akan
sering bercanda sehingga mengabaikan keselamatan peserta
lainnya.
Maka si fasilitator akan menyertakan cerita berikut ini di sela-
sela brief-nya: Sebagian besar kelompok yang melakukan
spider web cenderung melakukan dengan cara yang sama.
Biasanya di awal peserta akan mencoba-coba tanpa
menentukan siapa dan menggunakan lubang yang mana,
sehingga waktu yang dibutuhkan akan menjadi sangat lama
dan tidak efektif.
Namun kemudian beberapa anggota kelompok lainnya
mendapati bahwa strategi terbaik adalah membuat
perencanaan terlebih dahulu, baru kemudia
mengeksekusinya. Sehingga kelompok menemukan cara
yang lain dalam mengatasi tantangan spider web.
17. Double Bind
Jadi jika peserta melakukan hal yang umum
dilakukan sebagian besar kelompok lain, maka
peserta akan menilai bahwa dirinnya jelas-jelas
tidak ada bedanya dengan kelompok lain alias
sama saja tidak ada inovasi atau kreativitas lain,
dan hal ini sangat positif bagi peserta.
Dan jika peserta melakukan hal yang berbeda,
tidak sama dengan yang umum, maka hal ini
juga tetap positif, karena mereka terdorong
untuk berkarya lebih baik dari sebelumnya
seperti yang dilakukan orang lain. Teknik ini juga
dikenal dengan sebutan double bind,
keuntungan yang bisa diraih dari sisi manapun.
18. Referensi:
Simon Priest dan Michael Gass, Effective Leadership in Adventure
Programming.
Michael Gass, Adventure Therapy: Therapuetic applications of
adventure learning. Journal of Adventure Education and Outdoor
Leadership.
Christian M Itin, Advance Facilitation Techniques of the Experiential
Process
Tom Smih dan Clifford C Knapp, Solo, Silence and Solitude.