More Related Content
What's hot (20)
Similar to - Hana Akutagawa Ryounosuke (20)
More from Dery Muhammad Yusuf (8)
Recently uploaded (20)
![MA Bab 7 Aku dan Si Merah[1].docx kls 3d](https://cdn.slidesharecdn.com/ss_thumbnails/mabab7akudansimerah1-250514022524-17b55635-thumbnail.jpg?width=560&fit=bounds)
- Hana Akutagawa Ryounosuke
- 1. 洨֮ Kapita Selekta Budaya Dery Muhammad Yusuf Jakarta, 17 Desember 2013
- 2. Profil Akutagawa Ryuunosuke Rynosuke Akutagawa ֮ , lahir di Tokyo, 1 Maret 1892 C meninggal di Tokyo, 24 Juli 1927 pada umur 35 tahun) adalah sastrawan Jepang yang dikenal sebagai penulis novel pendek dan cerpen. Sebagian besar karyanya berupa cerpen,seperti Imogayu, Yabu no Naka ( Dalam Belukar ), Jigokuhen, dan Haguruma. Cerpen-cerpen tersebut diangkat dari kisah-kisah yang terdapat dalam naskah kuno seperti Konjaku Monogatarish dan Uji Shi Monogatari. Selain itu, Akutagawa juga menulis cerita untuk anak-anak, misalnya: Kumo no Ito (Jaring Laba-laba) dan Toshishun. Akutagawa tidak pernah menulis novel panjang. Novel berjudul Jashmon dan Roj tidak pernah diselesaikannya. Akutagawa meninggal di usia muda, 35 tahun, akibat overdosis obat. Pesan terakhir yang ditinggalkan kepada sahabatnya berbunyi, "Hanya kegelisahan yang usulnya tidak jelas" (ܤꤷ Tada bonyarishita fuan?).
- 3. Hana (Hidung) 1916 Hana merupakan sebuah cerpen satir karya Akutagawa Ryuunosuke yang didasarkan pada cerita Jepang abad ke-13 Uji Shuui Monogatari. Hana adalah cerpen kedua Akutagawa setelah Rashomon yang diterbitkan pada Januari 1916 untuk Majalah Shinshiicho - Universitas Imperial Tokyo. Cerpen tersebut dibuat dengan tujuan untuk mengkritisi kesombongan dalam beragama, sebuah tipikal cerita khas yang sering ditulis oleh Akutagawa.
- 4. Abstrak Zenchi Naigu adalah seorang kepala pendeta Buddha di kuil Ikene no O yang memiliki hidung dengan panjang 16 cm dan menyerupai sebuah sosis. Setiap hari orangorang disekitar Naigu membicarakan tentang hidungnya yang panjang sehingga membuat Naigu frustasi. Alih-alih mengabaikan gunjingan orangan lain, Ia malah lebih peduli dengan usaha untuk mengurangi panjang hidungnya yang menggantung. Dihadapan orang lain ia terIihat seperti tidak peduli dengan hidungnya dan fokus dalam membaca Sutra, namun hal itu sebenarnya adalah sebuah usaha pura-pura untuk menutupi ketakutan akan perbincangan tentang hidungnya. Belajar teks-teks agamapun adalah sebuah upaya putus asa Ia untuk menemukan seseorang dengan hidung sepertinya . Secara pribadi , ia terus-menerus memeriksa hidungnya di cermin , berharap hidungnya akan menyusut walaupun dalam jumlah kecil. Satu musim gugur , seorang murid mengungkapkan ia telah belajar teknik baru untuk mengecilkan hidung dari seorang teman , seorang dokter Cina yang telah menjadi seorang imam tinggi di kuil Chorakuji di Kyoto . Pada awalnya , Naigu berpura-pura tidak tertarik , untuk memberi kesan bahwa Ia tidak peduli dengan hidungnya , akan tetapi akhirnya Ia " menyerah " kepada muridnya yang bersikeras . Pertama-tama sang murid merebus hidung Naigu, kemudian menginjak-injaknya , dan akhirnya menghapus butirbutir lemak hasil dari ekstraksi hidungnya . Hidung Naigu yang pajang menjuntai melewati dagunya itu , kini berukuran pendak dan berbentuk bengkok khas . Naigu , bersemangat tapi gugup menghadapai rutinitas mingguannya . Dia terkejut , entah mengapa ia menemukan orang-orang yang yang menertawakannya jauh lebih terbuka dari sebelumnya . Naigu menjadi jengkel dan marah , sampai ke titik di mana satu murid menyatakan : . " Naigu akan dihukum untuk memperlakukan kita begitu keras bukan mengajar kita Hukum Buddha " Orang-orang terus menertawakan Naigu karena kesombongannya , sampai suatu hari Naigu bangun dan lega dan sukacita CNya sebab hidungnya telah kembali ke panjang aslinya .
- 5. Tema Mayor Akutagawa mengeksplorasi tema kesombongan dan egoisme dalam Hana. Nafsu Naigu mengarahkan dia hingga terobsesi hanya dengan hidungnya. Kesombongan ini akhirnya melahirkan pergeseran pandangan terhadap Naigu dan memunculkan sikap dingin dari rekan-rekannya, karena mengetahui bahwa egoisme Naigu telah mengambil alih jiwanya atas studi agama dan mengajar. Alih-alih statusnya sebagai seorang imam terkenal, Naigu memandang hidungnya sebagai sumber bagaimana masyarakat akan menghakimi dia. ʮrԽڹϡɳ֤ڵˤΤܤäդޤǡ ĤǤʼKαǤ˲ Gojussai o koeta Naiguwa, shamino mukashikara naidoujougubuno shokuninobotta konnichi made, naishindewa shijuukono kuniyandekita. Usia Naigu sudah lebih dari 50 tahun. Sejak sebagai calon pendeta hingga menjadi pendeta kepala, batinnya sebenarnya tersiksa karena bentuk hidungnya itu. syarakat akan menghakimi dia.
- 6. Alur Cerita dan Tokoh Alur cerita Hana yang disajikan ecara runut mulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tahap tengah (konflik meningkat, klimaks), dan tahap akhir (penyelesaian). Penokohan dalam cerita ini lebih berkutat pada Naigu sebagai tokoh utama dan pemeran pembantu Chudoji (murid Naigu)
- 7. Setting dan Latar ؤβ¤ϡɮvh ʤɤΤФФ¤Ǥ롣¤ڤˤϡ ɮ϶ʤƾAơݤǤ¤ɮ՚˜ФƤ롣 äƤس뤹ɮפत Ike no O no terawa, sougukousetsu nadono shibashiba okonawareru teradearu. Terano uchiniwa, soubouga sukinaku tate tsutsuite, yuyadewa terano sou ga higotoni yu o wakashiteiru. Shitagatte koko e shutsunyuusuru souzokuno taguimo hanahadaooi. Kuil Ike no O adalah kuil yang sering mengadakan ceramah dan upacaraupacara lainnya. Di dalam kuil ini terdapat berderet-deret kamar para pendeta, dan setiap harinya para pendeta memasak air panas di tempat pemandian. Karena itu tempat tersebut banyak dilalui oleh para pendeta maupun orang biasa.
- 8. Pesan Moral Pesan moral dalam cerpen Hana adalah bahwa sikap simpati antar manusia memang diperlukan, karena tidak bisa dipungkiri kita hidup berdampingan dengan manusia yang lain. Tentu saja tidak ada seorang yang tidak bersimpati saat melihat nasib malang orang lain. Namun, terkadang ketika seseorang yang ingin berusaha mengatasi nasib buruknya menjadi baik, maka akan ada orang yang iri atau tidak suka terhadap hal tersebut. gĤˤϻìܤĤθ餬롣ՓlǤˤβҤͬ餷ʤ ϤʤȤˤβҤɤˤФ̤¤ȡȤ äǺΤȤʤʤ褦Ĥ롣 ٤FƤС⤦һȤ ˤͬҤꈤҊ褦ʚݤˤʤ롣ƺΕrgˤOĤ Ϥ뤬ˤˌƱ褦¤ˤʤ롣 Ningen no kokoroniwa tagaini mujunshita futatsuno kanjouga aru. Mochiron, daredemo taninno fukouni doujoushinai monowanai. Tokoroga sono hitoga sono fukou o, dounikashite kirinukeru kotoga dekiruto, kondowa kocchide nantonaku monotarinaiyouna kokoromochiga suru. Sukoshi kochoushite ieba, mouichido sono hito o, onaji fukouni otoshiirete mitaiyouna kini saenaru. Soushite itsunomanika, shoukyokutekidewa aruga, arutekii o sono hitonitaishite idakuyouna kotoni naru. Dalam hati manusia ada dua perasaan yang saling bertentangan. Tentu saja tidak ada seorangpun yang tidak bersimpati terhadap nasib malang orang lain. Tetapi jika ada orang yang ingin berusaha mengatasi nasib buruknya, maka akan ada orang yang tidak suka. Kalau sedikit dilebih-lebihkan, bahkan ada orang yang ingin agar orang yang bernasib malang itu tetap malang, dan bahkan ingin menjerumuskannya. Tanpa sadar berarti orang itu secara pasif sudah menaruh rasa permusuhan padanya.
- 9. Konsep Budaya yang menonjol 1. Konsep Mujou berarti ketidak abadian berasal dari paham Buddha yang mengatakan bahwa eksistensi makhluk apapun didunia ini hanya bersifat sementara dan suatu saat akan hilang, musnah. 2. Konsep Wabi-sabi memiliki pandangan bahwa kesempurnaan tidak diraih dengan menjadi sempurna, namun menyisakan ketidaksempurnaan tersebut. Wabisabi memiliki tiga aturan dasar, yaitu: Nothing is perfect, nothing is finished, and nothing lasts.
- 10. Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. Cerpen Hana. http://sastrabudayajepang.wordpress.com/2009/11/11/cerpen-hana/. Diakses pada 16 Desember 2013 Ryuunosuke Akutagawa. http://en.wikipedia.org/wiki/Ry%C5%ABnosuke_Akutagawa. Diakses pada 17 Desember 2013 The Nose (Short Story). http://en.wikipedia.org/wiki/The_Nose_(short_story)#cite_note-story5. Diakses pada 17 Desember 2013 Soran Dian. Akutagawa Ryunosuke. http://diansoran.blogspot.com/2011/01/akitagawa-ryunosuke.html. Diakses pada 17 Desember 2013 http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1DOC/2011-2-00998JP%20Bab1001.doc. Diakses pada 17 Desember 2013