Network Engineer RPL Report Sample - CDRReport.orgOlivia Jackson
Ìý
This is a sample RPL Report of a Network Engineer, created by the experts of CDRReport.org. We provide RPL Report writing assistance to engineers all over the world who want to migrate to Australia.
The chapter describes how to select, set up, and load a new WinCC project for runtime operation. This involves selecting the project, assigning a computer to run it, configuring screen settings using the Split Screen Wizard, and setting up the message system using the Alarm Logging Wizard. Loading the project activates it for monitoring and control on the runtime system.
There are many approaches to reuse in software engineering. Among them, patterns hold a prominent position. "Each pattern describes a problem which occurs over and over again in our environment, and then describes the core of the solution to that problem, in such a way that you can use this solution a million times over, without ever doing it the same way twice" (Alexander, 1979). We are interested in the use of patterns for the requirements analysis stage, namely Software Requirement Patterns. The patterns applicability to this context is clear, since requirements that appear over and over in requirements books could be identified as the solution to particular problems in a given context (the classical context-problem-solution scenario of patterns).
Presentation of Software Requirement Patterns in the PABRE framework.
Dokumen tersebut membahas tentang HIV pada anak, yang meliputi:
1. HIV adalah virus yang menyebabkan AIDS dan menyerang sistem kekebalan tubuh
2. Diperkirakan 1,8 juta anak di bawah 15 tahun hidup dengan infeksi HIV di seluruh dunia
3. Penularan HIV pada anak terutama dari ibu ke anak selama kehamilan, persalinan, atau menyusui
diagnosis dan tatalaksana pada bayi dari ibu HIVcendyandestria
Ìý
Dokumen tersebut membahas tentang diagnosis dan penatalaksanaan bayi baru lahir dari ibu terinfeksi HIV, meliputi penjelasan mengenai penularan HIV dari ibu ke anak, diagnosis infeksi HIV pada anak, serta rekomendasi penggunaan antiviral profilaksis dan kotrimoksazol untuk mencegah penularan lebih lanjut."
Dokumen tersebut membahas asuhan keperawatan untuk anak dengan HIV/AIDS, termasuk diagnosis, tahapan klinis, pengobatan antiretroviral, pencegahan infeksi dengan kotrimoksazol, nutrisi, imunisasi, penanganan kondisi terkait HIV, transmisi HIV melalui ASI, tindak lanjut klinis, dan perawatan paliatif untuk anak pada fase terminal. Dokumen ini memberikan panduan lengkap untuk perawatan anak dengan HIV/AIDS.
Dokumen tersebut membahas faktor risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama kehamilan, persalinan dan menyusui, termasuk cara menurunkan risiko tersebut dengan terapi ARV ibu dan bayi. Juga dibahas tata lakana untuk ibu dan bayi, kriteria diagnosis HIV pada bayi, serta pemberian makanan untuk bayi yang status HIV-nya belum diketahui atau sudah diketahui positif.
1. Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi infeksi HIV pada bayi dan anak sangat penting untuk menentukan status infeksi dan pemberian terapi HIV
2. Metode diagnosis berbeda antara bayi dan anak di bawah 18 bulan dengan yang di atas 18 bulan
3. Kriteria diagnosis pasti infeksi HIV pada bayi dan anak juga berbeda tergantung usia dan apakah mendapat ASI
Dokumen tersebut membahas perbedaan antara HIV dan AIDS serta cara penularan dan pencegahannya. HIV melemahkan sistem kekebalan tubuh sementara AIDS adalah stadium lanjut dari HIV. HIV dapat menular melalui hubungan seksual berisiko, jarum suntik, dan dari ibu ke anak sementara dapat dicegah dengan abstinensi, kesetiaan pasangan, penggunaan kondom, serta pendidikan.
Dokumen tersebut membahas asuhan keperawatan untuk anak dengan HIV/AIDS, termasuk diagnosis, tahapan klinis, pengobatan antiretroviral, pencegahan infeksi dengan kotrimoksazol, nutrisi, imunisasi, penanganan kondisi terkait HIV, transmisi HIV melalui ASI, tindak lanjut klinis, dan perawatan paliatif untuk anak pada fase terminal. Dokumen ini memberikan panduan lengkap untuk perawatan anak dengan HIV/AIDS.
Dokumen tersebut membahas faktor risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama kehamilan, persalinan dan menyusui, termasuk cara menurunkan risiko tersebut dengan terapi ARV ibu dan bayi. Juga dibahas tata lakana untuk ibu dan bayi, kriteria diagnosis HIV pada bayi, serta pemberian makanan untuk bayi yang status HIV-nya belum diketahui atau sudah diketahui positif.
1. Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi infeksi HIV pada bayi dan anak sangat penting untuk menentukan status infeksi dan pemberian terapi HIV
2. Metode diagnosis berbeda antara bayi dan anak di bawah 18 bulan dengan yang di atas 18 bulan
3. Kriteria diagnosis pasti infeksi HIV pada bayi dan anak juga berbeda tergantung usia dan apakah mendapat ASI
Dokumen tersebut membahas perbedaan antara HIV dan AIDS serta cara penularan dan pencegahannya. HIV melemahkan sistem kekebalan tubuh sementara AIDS adalah stadium lanjut dari HIV. HIV dapat menular melalui hubungan seksual berisiko, jarum suntik, dan dari ibu ke anak sementara dapat dicegah dengan abstinensi, kesetiaan pasangan, penggunaan kondom, serta pendidikan.
RAPAT KOORDINASI DAN EVALUASI PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI BALI 11 Juni ...Wahid Husein
Ìý
Strategi penanggulangan rabies secara terintegrasi
Peraturan mengenai pengendalian rabies
Pengendalian rabies pada saat Pandemi COVID19
Kasus rabies pada hewan
Hasil vaksinasi rabies
Kendala yang dihadapi
Dukungan FAO ECTAD terhadap Program Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di ...Wahid Husein
Ìý
Situasi rabies di dunia
Situasi rabies di Indonesia
Program rabies di Indonesia
Apa yang dilakukan ECTAD Indonesia
Tantangan utama
Rekomendasi ke depan
2. Agenda
1. Pendahuluan
2. Penularan HIV pada Anak dan Pencegahannya
3. Diagnosis HIV
• Gejala
• Pemeriksaan Penunjang
4. Tata laksana
• Infeksi oportunistik
• Pemberian ARV
• Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan
• Imunisasi
3. Pendahuluan
Harus dicegah, dan sangat bisa dicegah!
Infeksi HIV pada anak memiliki keunikan/perbedaan
dibanding infeksi pada dewasa
Progres penyakit
berat terjadi lebih
cepat karena
sistem imun yang
belum sempurna
saat terjadi infeksi
Angka
kematian lebih
tinggi
Menyebabkan
gangguan
pertumbuhan
dan
perkembangan
Tidak semua
obat HIV
tersedia untuk
anak di
Indonesia
4. Perjalanan infeksi HIV pada dewasa
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
0 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
CD4+
cell
Count
Asimtomatik
HZV
OHL
OC
PPE PCP
CM
CMV, MAC
TB
TB
Bulan Tahun setelah infeksi
Kadar RNA HIV plasma
CD4+ T cells
Plasma HIV-RNA
Sindrom HIV
akut
5. Model Hipotesis Transmisi Vertikal pada Anak
Shearer and Hanson: Medical Management of AIDS in Children, 2003
Rapid 20%
Intermediate 70%
Slow 10%
manifestasi klinis sejak usia beberapa
bulan, memburuk dengan cepat
manifestasi di usia 2-5 tahun,
limfadenopati generalisata,
hepatosplenomegali, infeksi bakteri
manifestasi ringan pada masa
kanak-kanak, asimtomatik dan
terdeteksi secara tidak sengaja
6. Kasus HIV Anak di Indonesia 2010-2021
Kementrian Kesehatan Indonesia, 2021
795 789 749
1075
1388
1133
1309 1326
1447
1349
965
811
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Jumlah kasus anak terinfeksi HIV (0-14 tahun) di Indonesia
7. Bila tidak dilakukan tindakan pencegahan maka:
Keseluruhan risiko tanpa menyusui : 15-30%
Risiko dengan menyusui selama 6 bulan : 25-35 %
Risiko dengan menyusui selama 18 – 24 bulan : 30-45%
Transmisi HIV dari Ibu ke Anak
Intrauterin
5-10%
Persalinan
10-20%
Menyusui
5-20%
>90% moda
transmisi
pada anak
<2%
PPIA lengkap &
komprehensif
9. Tata Laksana Bayi Lahir dari Ibu Terinfeksi HIV
Penanganan
bayi saat
persalinan
Pilihan nutrisi ARV profilaksis
Profilaksis
kotrimoksazol
Diagnosis dini
bayi (Early infant
diagnosis/EID)
Imunisasi
10. Early Infant Diagnosis (EID)
• Diagnosis dini penting untuk memberikan inisiasi terapi
ARV dini
• Inisiasi terapi ARV dini memberi prognosis klinis lebih
baik
• Kendala:
–Teknik pemeriksaan
–Biaya
–Ketersediaan
11. Teknik Pemeriksaan
• Antibodi HIV ibu dapat ditransfer ke
janin melalui plasenta. Baru hilang pada
usia sekitar 12-18 bulan
• Antibodi HIV (rapid test, ELISA) tidak bisa
dijadikan alat diagnostik pada anak <18
bulan
• Menggunakan PCR RNA HIV/viral load:
mahal, hanya tersedia di kota besar.
• PCR DNA HIV à bisa menggunakan
kertas saring (dried blood spot)
12. Waktu Pemeriksaan
HIV task force, Indonesia Pediatric Society
6 minggu:
PCR HIV
4-6 bulan:
PCR HIV
18 bulan:
Antibodi HIV
13. Diagnosis HIV
Manifestasi klinis
Awal: tidak ada gejala atau
gejala ringan
Kondisi lanjut: infeksi
oportunistik/infeksi berat
(kandidiasis, diare,
tuberkulosis, parasit,
pneumonia P. jiroveci, sepsis,
dll), malnutrisi, gagal tumbuh,
perkembangan terlambat
Laboratorium
Usia < 18 bulan
Tes virologi (PCR RNA/DNA HIV)
Usia ≥ 18 bulan
Antibodi HIV
14. Manifestasi klinis
• Demam berkepanjangan
• Limfadenitis BCG, BCG diseminata
Sistemik
• Gizi kurang-gizi buruk
• Gagal tumbuh
Pertumbuhan
• Mikrosefal
• Gangguan perkembangan
Perkembangan
Limfadenitis BCG
15. Manifestasi klinis
• Tuberkulosis
• Pneumonia (bakteri, virus, P. jiroveci)
Paru
• Diare kronik
• Kandidiasis
Gastrointestinal
• Meningitis (TB, criptococcus)
• Ensefalitis
Neurologi
• Papular pruritic eruption
• Herpes simplex
• Herpes zoster
Kulit
Amerson, Erin & Maurer, Toby. (2009). Dermatologic manifestations of HIV in Africa. IAS, USA. 18. 16-22.
Papular pruritic eruption
Herpes zoster
16. Diagnosis Infeksi HIV pada Anak
Usia < 18 bulan
•PCR DNA HIV atau
•PCR RNA HIV atau
•Diagnosis presumtif
(antibodi HIV + HIV
defining illness)
Usia > 18 bulan
•Antibodi HIV atau
•PCR RNA HIV atau
•PCR DNA HIV
Pemeriksaan CD4 saja TIDAK DAPAT menegakkan diagnosis HIV
17. Bagan Alir Deteksi Dini HIV pada Bayi/Anak usia < 18 Bulan (Early Infant Diagnosis, EID)
18. Diagnosis HIV pada bayi yang mendapatkan ASI
• Bayi yang mendapatkan ASI mempunyai risiko tertular
sepanjang periode menyusui.
• ASI tidak perlu dihentikan hanya untuk melakukan
pemeriksaan HIV
Hasil PCR negatif baru dapat diinterpretasi apabila:
• Pemeriksaan PCR dilakukan setelah ASI dihentikan minimal 6
minggu
• Pemeriksaan antibodi setelah ASI dihentikan minimal 3
bulan
19. Bagan Alir Diagnosis HIV Pada Bayi dan Anak <18 Bulan Dengan Pemeriksaan Serologis
(bila pemeriksaan virologis tidak tersedia)
20. Diagnosis HIV presumtif pada bayi dan anak <18 bulan
Diagnosis presumtif infeksi HIV ditegakkan apabila:
Pemeriksaan serologis HIV reaktif (seropositif) DAN
Terdapat dua gejala dari:
• Oral trush
• Pneumonia berat
• Sepsis berat
ATAU
Terdapat penyakit/kondisi yang mengarah pada AIDS:
Pneumonia pneumosistis, meningitis kriptokokus, gizi buruk, kandidosis esofageal, sarkoma kaposi, atau TBC
ekstra paru
Petunjuk lain yang mendukung adanya infeksi HIV pada anak HIV seropositif, termasuk:
• Kematian Ibu terkait infeksi HIV
• Penyakit pada Ibu terkait HIV
• CD4 <20%
21. Tata Laksana
• Highly active antiretroviral therapy (HAART)
berhasil menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas pada anak terinfeksi HIV,
meningkatkan fungsi neurokognitif, dan
meningkatkan kualitas hidup anak
• Terapi antiretroviral (ARV) bukan tata laksana
gawat darurat
• Dokter perlu mempersiapkan anak dan keluarga
sebelum pemberian terapi ARV
22. Tujuan Pemberian ARV
Menurunkan morbiditas dan mortalitas
terkait HIV
Mengembalikan dan menjaga fungsi
imunitas yang tergambar pada kadar CD4
Menekan semaksimal mungkin replikasi
virus
Mencegah mutasi virus yang menyebabkan
resistensi obat
Meminimalkan toksisitas obat
Tercapainya pertumbuhan dan
perkembangan anak yang normal
Meningkatkan kualitas hidup
http://aidsinfo.nih.gov/guidelines
23. Penilaian Awal Kasus Anak Terinfeksi HIV
Penilaian tumbuh
kembang
Penilaian kualitas
dan kuantitas
nutrisi
Penentuan stadium
klinis
Skrining
tuberkulosis, kontak
dengan pasien TB
dewasa
Identifikasi penyakit
lain (CMV, Hepatitis
B atau C atau infeksi
oportunistik lain)
Riwayat
pengobatan
sebelumnya
Penilaian kesiapan
anak dan
pengasuh/keluarga
untuk terapi ARV
WHO, 2010
24. Penilaian Tumbuh
Kembang
• Pemeriksaan rutin berat badan, tinggi badan,
dan lingkat kepala setiap kedatangan
• Evaluasi status nutrisi dan tata laksana masalah
nutrisi
• Suplementasi berdasarkan kebijakan nasional
(vitamin A setiap 6 bulan, zink untuk diare)
• Evaluasi toleransi diet yang diberikan
• Evaluasi masalah perkembangan.
25. Infeksi Oportunistik
• Identifikasi dan tata laksana setiap infeksi oportunistik
• Pertimbangkan keuntungan dan risiko apabila memulai ARV saat ada infeksi
oportunistik akut terutama yang belum teratasi.
Skrining TB
• Ko-infeksi TB/HIV:
• Mulai OAT 2-8 minggu, baru mulai ARV (jika belum mendapat ARV)
• Hati-hati interaksi obat (nevirapin, lopinavir/ritonavir serta dolutegravir vs rifampisin)
• Tidak ditemukan TB aktif à Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT):
• 6H à INH: 10 mg/kg, 1 kali/hari, 6 bulan
• 3HP à Rifapentine tidak untuk anak <2 tahun
• Untuk anak berusia <12 bulan: riwayat kontak dengan pasien TBC aktif
26. Profilaksis Kotrimoksasol
Usia Inisiasi Penghentian
< 1 tahun Semua -
1 sampai < 5 tahun CD4 <500 sel/μL atau
persentase CD4 <15%*
CD4 ≥15% atau jumlah CD4
≥500 sel/μL**
> 5 tahun CD4 <200 sel/μL atau
persentase CD4 <15%*
CD4 ≥200 sel/μL atau
persentase CD4 ≥15%**
• Pencegahan Pneumonitis jirovecii (PCP), Toxoplasmosis, Salmonelosis,
Isospora beli, dan malaria
• Dosis: 4-6 mg TMP/kg, 1 kali/hari
*Atau WHO Kategori III&IV **Dua kali pemeriksaan dengan interval 6 bulan
27. Terapi Antiretroviral
WAJIB: konseling sebelum inisiasi terapi ARV
Terapi seumur hidup Tepat waktu
Risiko resistensi obat apabila
kepatuhan minum obat buruk
Efek samping
Mempersiapkan pengasuh/keluarga dan pasien sebelum memulai terapi ARV sangatlah penting
Evaluasi untuk indikasi terapi ARV
28. Kapan memulai ARV?
WHO 2010 WHO 2013 WHO 2016 PNPK
2019
Stadium klinis 3
dan 4
SEMUA SEMUA SEMUA SEMUA
0-12 bulan SEMUA SEMUA SEMUA SEMUA
12-24 bulan SEMUA SEMUA SEMUA SEMUA
24-59 bulan CD4+ ≤750 sel/mm3
atau ≤ 25%
SEMUA
Prioritas: CD4+ ≤350
sel/mm3
SEMUA
Prioritas: CD4+ ≤750
sel/mm3
SEMUA
5-10 tahun CD4+ ≤350 sel/mm3 CD4+ ≤500 sel/mm3
Prioritas: CD4+ ≤350
sel/mm3
SEMUA
Prioritas: CD4+ ≤350
sel/mm3
SEMUA
10-19 tahun CD4+ ≤350 sel/mm3 CD4+ ≤500 sel/mm3
Prioritas: CD4+ ≤350
sel/mm3
SEMUA
Prioritas: CD4+ ≤350
sel/mm3
SEMUA
ARV diberikan pada semua anak dengan HIV tanpa melihat
kategori klinis maupun jumlah CD4
29. Panduan WHO :
Evolusi Terapi Antiretroviral Pada Anak
WHO-recommended preferred first-line ART regimens for children
2002 2003 2006 2010 2013 2016 2018 2021
<3 years or <10 kg:
•AZT/3TC
+ NVP
≥3 years or ≥10 kg:
•AZT/3TC
+ NVP or EFV
With TB therapy:
•AZT/3TC
+ ABC
<3 years or <10 kg:
•d4T or AZT
+ 3TC
+ NVP
≥3 years or ≥10 kg:
•d4T or AZT
+ 3TC
+ NVP or EFV
Infants and
children:
•AZT or d4T or ABC
+ 3TC
+ NVP or EFV
<24 months:
•AZT
+ 3TC
+ NVP or LPV/r*
24 months–3 years:
•AZT/3TC
+ NVP
>3 years:
•AZT/3TC
+ NVP or EFV
<3 years:
•ABC or AZT
+ 3TC
+ LPV/r
3 to <10
years:
•ABC
+ 3TC
+ EFV
<3 years:
•ABC or AZT
+ 3TC
+ LPV/r
3 to <10
years:
•ABC
+ 3TC
+ EFV
Neonates:
AZT
+3TC
+RAL
Children:
ABC
+3TC
+DTG**
Neonates:
AZT (or ABC)
+3TC
+RAL
Children:
ABC
+3TC
+DTG
*NVP in the case of NVP-naïve infants or infants with unknown ARV exposure; LPV/r for NNRTI-exposed infants
**For age & weight groups with approved DTG dosing
30. Viral load suppression among children and
adolescents receiving ART in Zambia
• This finding supports transition to DTG-based regimens in low- and middle-income countries
• Children and adolescents may be at higher risk for less-than-optimal adherence to HIV treatment, and using
DTG-based regimens may be more likely to result in sustained viral suppression, even in situations of poorer
adherence and treatment interruptions, than regimens based on older drugs
The prevalence of viral suppression:
• 69% (95% CI 60–78%) among children
and adolescents receiving ART for 12 ± 3
months
• 68% (95% CI 59–76%) among those
receiving ART for ≥36 months
The prevalence of viral load suppression
among children receiving ART for ≥36 months:
• DTG-based regimen (92%, 95% CI: 83%–
97%)
• PI-based ART (76%, 95% CI 63–86%)
• NNRTI-based ART (61%, 95% CI 49–72%)
Odds ratio: 6.9, 95% CI: 2.5–19.3, P = 0.001 for DTG-
based versus non-DTG-based ART
WHO. HIV drug resistance report 2021
32. Pilihan regimen Antiretroviral lini pertama untuk
anak berusia kurang dari 3 tahun
*LPV/r untuk bayi usia kronologis ≥2 minggu dan usia gestasi ≥42 minggu
**DTG untuk bayi usia kronologis ≥4 minggu dan BB ≥3 kg
Usia Pilihan utama Alternatif
Umur
< 3 tahun
(ABC atau AZT) + 3TC +
LPV/r*
(ABC atau AZT) + 3TC + DTG**
(ABC atau AZT) + 3TC + NVP (untuk
bayi <2-4 minggu, setelah mencapai
usia ³ 2-4 minggu dapat switch ke
LPV/r atau DTG)
Pada pasien TB dan mendapatkan rifampisin:
• DTG diberikan dosis ganda yaitu menambahkan dosis tambahan dengan jarak 12 jam
• LPV/r diberikan dosis ganda dari dosis seharusnya, yang dibagi dalam dua dosis
33. Formulasi ARV untuk Bayi/Anak
•Abacavir/Lamivudin 120mg/60mg dispersible
tablet
•Lopinavir/ritonavir 40 mg/10 mg oral pellets
•Dolutegravir 10 mg scored tablet
34. Abacavir/Lamivudine 120mg/60mg
dispersible tablet
Diberikan 2x/hari (setiap 12 jam)
Rentang BB (kg) Dosis (tablet)
Pagi Malam
3-5.9 0.5 0.5
6-9.9 0.5 1
10-13.9 1 1
14-19.9 1 1.5
20-24.9 1.5 1.5
Rentang BB (kg) Dosis (tablet)
3-5.9 1
6-9.9 1.5
10-13.9 2
14-19.9 2.5
20-24.9 3
Diberikan 1x/hari
Diberikan dengan/tanpa makanan. Bisa dilarutkan dalam air (dispersible)
35. Lopinavir/ritonavir 40mg/10 mg – oral pellets
Rentang BB (kg) Pagi (Sachets) Malam (Sachets)
3-4.9* 2 2
5-5.9 2 2
6-9.9 3 3
10-13.9 4 4
14-19.9 5 5
20-24.9 6 6
25-29.9 7 7
30-34.9 8 8
>35 kg 10 10
Bayi 14 hari – 6 bulan 16/4 mg/LPV/r/kg 2x/hari
BB 7-<15 kg 12/3 mg/kg 2x/hari
BB 15-35 kg 10/2.5 mg/kg 2x/hari
Anak ≥35 kg dan dewasa 400/100 mg 2x/hari
36. Dolutegravir
Jumlah tablet berdasarkan rentang BB, 1x/hari
3-<6 kg 6-<10 kg 10-<14 kg 14-<20 kg 20-<25 kg
Dispersible scored tablet 10 mg 0.5 1.5 2 2.5 3
Film-coated tablet 50 mg - - - - 1
37. Imunisasi untuk Anak
Terinfeksi HIV
Bull World Health Organ. 2003;81:61-70
Wkly Epidemiol Rec. 2007;82:193-196.
• Semua vaksinasi diberikan untuk anak
terinfeksi HIV
• Vaksin BCG: hanya diberikan setelah
anak mendapat ARV dan CD4>25%
• Anak yang belum lengkap
vaksinasinya karena menderita sakit,
dapat diberikan imunisasi kejar sesuai
vaksin yang tertinggal
38. Item Dasar Setiap bulan/
kunjungan
Setiap 6
bulan
Setiap 12
bulan
Sesuai
indikasi
Klinis
Evaluasi klinis X X X
Berat dan tinggi badan X X
Perhitungan dosis ARV X X
Obat lain yang bersamaan X X
Kaji kepatuhan minum obat X
Pemantauan efek samping X
Pemantauan anak terinfeksi HIV
39. Item Dasar Setiap bulan/
kunjungan
Setiap 6
bulan
Setiap 12
bulan
Sesuai
indikasi
Laboratorium
• Darah tepi lengkap X X X
• SGOT/SGPT X X
• Ureum/Kreatinin dan UL X Xa X
• Tes kehamilan pada remaja X X
• CD4% atau absolut X Xb
• Penapisan infeksi
oportunistik
X X
• Penapisan toksisitas X X X
• Viral load (VL/PCR RNA) X Xc X
aUreum/Kreatinin dan UL diperiksa setiap 6 bulan pada penggunaan TDF
bCD4 diulang setelah 6 bulan pengobatan, jika sudah normal, tidak perlu diulang kembali kecuali ada indikasi.
Jika belum normal, maka diulang kembali 6 bulan kemudian. Menjadi indikasi penghentian profilaksis
kotrimoksasol.
cVL: diulang 6 bulan setelah ARV dimulai, kemudian setiap 12 bulan
40. Kesimpulan
• Tata laksana paling tepat pada infeksi HIV anak: pencegahan
penularan pada anak
• Diagnosis dini = inisiasi ARV dini à menurunkan morbiditas
dan mortalitas
• Tata laksana komprehensif anak terinfeksi HIV meliputi
pemantauan tumbuh kembang, evaluasi dan tata laksana
infeksi oportunistik, terapi ARV, dan pemantauan jangka
panjang